• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

C. Coping pada Penderita Pasca Stroke

2. Strategi Coping

Coping merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh pada kondisi pemulihan dari penyakit dan operasi (Cohen, 1979). Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa keefektifan strategi coping tergantung pada kecocokan antara penggunaan strategi coping dengan dapat atau tidaknya situasi tersebut dikontrol. Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan 2 bentuk strategi coping berdasarkan fungsinya, yaitu

problem-focused coping (PFC) dan emotional-focused coping (EFC).

Hamburg, Coelho, Adam, Lazarus (dalam Kasl dan Cooper, 1995) mendefinisikan problem-focused coping sebagai usaha untuk menyelesaikan tuntutan internal dan lingkungan dengan menciptakan suatu tindakan tertentu. Lazarus dan Folkman (1984) berpendapat bahwa

problem-focused coping (PFC) digunakan ketika seseorang memiliki kesempatan untuk mengubah situasi yang penuh tekanan. Hal ini sejalan dengan pendapat Huffman (1997) yang mengatakan bahwa, problem-focused coping merupakan strategi coping yang mana situasi stress

solving untuk mengatasi masalahnya tersebut. Ada 5 komponen dari

problem-focused coping (Carver et al, 1989) yaitu:

a. Active Coping, merupakan proses pengambilan langkah secara aktif untuk menghilangkan tekanan atau memperbaiki dampaknya. Cara ini melibatkan pengambilan tindakan logis, peningkatan upaya seseorang dan mencoba untuk melaksanakan cara coping yang bijak.

b. Planning, merupakan upaya memikirkan bagaimana mengatasi tekanan yang didalamnya terdapat strategi-strategi tindakan, memikirkan langkah yang akan dilakukan dan bagaimana penanganan terbaik untuk penyelesaian masalah.

c. Suppression of Competing Activities, merupakan usaha individu untuk berkonsentrasi pada usaha penyelesaian masalah dan mengesampingkan hal-hal atau aktivitas lain yang dianggap tidak perlu.

d. Restraint Coping, merupakan usaha untuk menahan diri melakukan respon terhadap masalah sampai ada kesempatan atau waktu yang dianggap tepat.

e. Seeking Social Support for instrumental reasons, merupakan usaha untuk mencari dukungan sosial, misalnya berupa nasehat, informasi dan bantuan dari orang lain.

Hamburg, Coelho, Adam, Lazarus (dalam Kasl dan Cooper, 1995) mendefinisikan emotional-focused coping sebagai usaha untuk mengurangi perasaan stress yang tidak menyenangkan, yang kemudian

disertai tindakan-tindakan tertentu. Emotional-focused coping berfungsi untuk mengatur emosi atau tekanan dengan cara mengubah persepsi terhadap situasi yang penuh tekanan tersebut dianggap bukan masalah. Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa emotional-focused coping (EFC) digunakan ketika terdapat penilaian bahwa tidak ada sesuatupun yang bisa dilakukan untuk mengubah situasi yang penuh tekanan selain dengan menerima situasi tersebut. Ada 8 komponen tindakan dari emotional-focused coping (Carver et al, 1989) yaitu:

a. Positive Reinterpretation and Growth, merupakan usaha individu untuk berpikir positif atas masalah yang dihadapinya.

b. Acceptance, merupakan sikap menerima suatu keadaan karena situasi tersebut sulit diubah.

c. Denial, merupakan usaha untuk menolak realita untuk membuat emosi menjadi stabil.

d. Behavioral Disengagement, merupakan kecenderungan untuk menurunkan upaya dalam mengatasi tekanan dengan cara menghentikan upaya untuk mencapai tujuan (menyerah).

e. Mental Disengagement, merupakan upaya alternatif untuk melupakan masalah dengan cara melamun, menonton TV, dll.

f. Turning to Religion, merupakan upaya yang dilakukan untuk kembali pada agama karena agama dapat menjadi sumber dukungan moral dan memperkuat sikap berpikir positif.

g. Focus on and venting emotion, merupakan upaya yang dilakukan seseorang dengan cara melepaskan perasaan atau emosinya misalnya dengan menangis atau marah.

h. Seeking Social Support for Emotional Reasons, merupakan upaya untuk mencari dukungan sosial seperti mendapat dukungan moral, simpati atau pengertian dari orang lain.

Peneliti lain yaitu Miller (dalam Nurhayati, 1994) membagi strategi

coping berdasarkan kecenderungan mencari informasi. Adapun pembagiannya ada dua tipe, yaitu : tipe monitoring (pencari informasi) dan tipe blunting (menghindari informasi). Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap kecenderungan penggunaan strategi coping terhadap suatu penyakit. Dari hasil penelitian Cohen dan Lazarus (dalam Felton dan Revenson, 1984) ditemukan bahwa pencarian informasi merupakan bentuk strategi coping yang paling umum digunakan dalam menghadapi suatu penyakit dan pengobatannya. Felton dan Revenson, (1984) mengatakan bahwa pencarian informasi yang sering dilakukan adalah bertanya pada orang lain yang dinilai memahami apa yang ingin diketahui, misalnya pada dokter, membaca buku atau artikel yang membahas masalah yang ingin diketahui. Semakin banyak informasi yang diingini diperoleh maka strategi coping menjadi efektif karena informasi membantu individu untuk mempersiapkan diri mengendalikan situasi yang dihadapinya.

Cohen dan Lazarus (dalam Felton dan Revenson, 1984) mengemukakan beberapa strategi coping yang sering digunakan oleh

orang dewasa dalam menghadapi penyakit fisiologis yang dideritanya yaitu : pengingkaran, ketidak pedulian, pencarian informasi, penolakan, mencoba mempelajari hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit yang dideritanya, lari ke angan-angan, menyalahkan orang lain, dan mencari perhatian orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian strategi coping pada penderita hipertensi yang dilakukan oleh Miller, Leinbach dan Brody (1989) dan penelitian

strategi coping pada penderita Rheumatoid Arthritis yang dilakukan oleh Felton dan Revenson (1989) menunjukkan bahwa sebagian besar penderita penyakit hipertensi dan Rheumatoid Arthritis yang melakukan coping

bentuk problem-focused coping ternyata akan mampu menghadapi penyakitnya dan mampu menghadapi prosedur medis yang diterapkan pada dirinya dengan perasaan lebih positif. Penderita yang melakukan strategi coping bentuk emotional-focused coping cenderung memiliki perasaan negatif terhadap penyakitnya dan prosedur medis yang diterapkan pada dirinya. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa problem-focused coping lebih efektif digunakan oleh penderita penyakit fisiologis dibandingkan dengan penderita penyakit fisiologis yang menggunakan

emotional-focused coping. Penelitian mengenai strategi coping juga dilakukan oleh Vitaliano, Katon, Maiuro (1989) yang meneliti coping pada penderita sakit jantung yang disertai dengan gangguan psikiatri dan yang tidak mengalami gangguan psikiatri. Adapun hasil dari penelitian ini menemukan bahwa problem-focused coping digunakan oleh penderita

sakit jantung yang tidak mengalami gangguan psikiatri sedangkan bentuk

coping menghindar dan lari ke angan-angan digunakan oleh penderita sakit jantung yang mengalami gangguan psikiatri.

Charles Holahan dan Rudolf Moss (dalam Passer dan Smith, 2004) mengatakan bahwa individu yang menggunakan problem-focused coping

lebih mampu menyesuaikan diri dengan situasi stress sedangkan individu yang menggunakan emotional-focused coping khususnya berupa penghindaran tidak mampu menyesuaikan diri dengan situasi stress

bahkan cenderung menjadi depresi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Snyder (dalam Passer dan Smith, 2004) juga menemukan bahwa penggunaan emotional-focused coping khususnya penghindaran, penyangkalan dan lari ke angan-angan akan mengakibatkan individu tidak mampu dalam menyesuaikan diri terhadap situasi stress. Di sisi lain, komponen-komponen emotional-focused coping selain penghindaran, penyangkalan dan lari ke angan-angan efektif dalam mengatasi situasi

stress (DeLongis dan Meichenbaum dalam Passer dan Smith, 2004). Levine et al (dalam Carver, 1989) mengemukakan bahwa denial

akan berguna membantu menurunkan stress jika digunakan pada awal masa stress namun jika digunakan secara terus-menerus menjadi tidak efektif. Pendapat ini sesuai dengan Carver et al (1989) yang mengemukakan bahwa bentuk coping tertentu akan menjadi tidak berguna jika digunakan periode waktu yang lama sementara ada bentuk coping

Passer dan Smith (2004) mengemukakan bahwa tidak ada strategi coping

atau teknik yang efektif dalam semua situasi. Keefektifan coping yang digunakan tergantung pada karakteristik situasi, kecocokan antara situasi dengan teknik yang digunakan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan suatu masalah. Individu akan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi stress dalam hidupnya termasuk ketika mengalami suatu penyakit jika individu tersebut mampu menguasai berbagai macam teknik coping dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan teknik tersebut agar efektif menghadapi

stressor. Folkman dan Lazarus, Dunkel-Schetter, Delongis dan Gruen (1986) mengatakan bahwa kebanyakkan individu menggunakan kedua tipe strategi

coping secara simultan.

Dokumen terkait