• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

4.3. Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah

4.3.1. Strategi Efesiensi dan pelaksanaannya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe

4.3.1.2. Strategi Efisiensi Sumber Daya Manusia

Pemko Lhokseumawe menempatkan SDM sebagai faktor yang sangat penting, sebagai pelaksana roda pemerintahan. Efisiensi di bidang SDM ini terutama berkaitan dengan organisasi yaitu perampingan struktur organisasi pemerintahan, juga regrouping sumber daya yang tidak rasional serta regrouping puskesmas-puskesmas. kedua, berkaitan pemanfaatan dan peningkatan kualitas SDM. Tentang

efisiensi SDM ini Asisten I menjelaskan:

"...Tadi saya sampaikan bahwa yang pertama kita lakukan adalah mereformasi birokrasi pertama rasionalisasi dari struktur yang ada. Mereformasi struktur organisasi yang selama ini dianggap terlalu gemuk. Kemudian diciutkan sesuai dengan kebutuhan organisasi terutama menerapkan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kita di Lhokseumawe senantiasa setiap peraturan laksanakan, tiap peraturan dilaksanakan, karena itu menguntungkan daerah. Nah diadakanlah suatu evaluasi kembali pada Tahun 2008 dilakukan restrukturisasi organisasi pemerintahan"( 16 Maret 2008)

Berikutnya langkah efisiensi juga dilakukan kepada hal-hal yang tidak rasional. Latar belakang dilakukan penggabungan SD-SD karena pertimbangan jarak yang sangat dekat antara sekolah dan jumlah murid yang tidak memadai. Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga,menjelaskan:

"... Dulu di awal-awal setelah di lantik, Bapak Walikota sering mengajak saya turun ke lapangan ke lingkungan. Ternyata beliau banyak menemukan langsung bahwa banyak Sekolah Dasar yang lokasinya sangat dekat antar sekolah. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata jumlah siswanya sebagian kurang dari 75 orang, sementara masing-masing sekolah itu mempunyai biaya operasional tersendiri. Inikan inefisiensi namanya. Kenapa tidak digabung saja jadi satu? (20 Maret 2008)

Regrouping SD-SD ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan yaitu efisiensi, peningkatan kualitas guru dan siswa, peningkatan kualitas proses belajar mengajar (PBM). Pola Regrouping yang dilakukan yaitu penggabungan SD-SD yang jumlah siswa kurang dari 75 orang, dengan pola SD kecil, SD normal dan SD besar, (SD dengan beberapa kelas paralel). Kondisi geografis juga menjadi dasar grouping tersebut, sehingga ada 22 SD yang regrouping dengan tanpa mengurangi cakupan pelayanan pendidikan.

Langkah selanjutnya adalah Regrouping Puskesmas-Puskesmas dan Pengalihan Subsidi Kesehatan. Regrouping puskesmas dilakukan karena tidak rasionalnya jumlah kunjungan dengan pegawai puskesmas. Pada Tahun 2001 dari 11 Puskesmas digabung menjadi 6 Puskesmas. Kadis Kesehatan Lhokseumawe menjelaskan "... di bidang kesehatan kita melakukan efisiensi melalui regrouping puskesmas. Tadinya kan banyak puskesmas, kemudian sebagian digabung. Dana operasional untuk puskesmas kan lumayan, nah ini yang ditekan dengan adanya penggabungan tersebut”. (21 Maret 2008)

Penghematan atau efisiensi di sektor pelayanan kesehatan yang dilakukan tidak hanya berupa penggabungan antar puskesmas maupun pustu (puskesmas pembantu), tapi juga berupa pengalihan subsidi dari sebelumnya subsidi diberikan kepada puskesmas dan puskesmas pembantu untuk biaya operasional kemudian dijadikan menjadi subsidi langsung kepada masyarakat melalui lembaga JK (Jaminan Kesehatan). Pengalihan subsidi ini berdasarkan realitas bahwa jumlah masyarakat yang berkunjung ke puskesmas relatif sedikit. Sementara dana operasional yang harus dikeluarkan oleh Pemko relatif besar. Faktor ini yang menjadi salah satu alasan pengalihan subsidi, seperti penjelasan Kepala Sosial dan Ketenagakerjaan berikut:

"...Subsidi yang sebelumnya langsung ke puskesmas, misalnya JPS kesehatan, kemudian ada inpres masuk ke puskesmas. Tapi di sana kan di kelola oleh puskesmas tidak jelas apakah sampai kepada masyarakat. Dalam arti, masyarakat datang ke puskesmas nggak? Kalau masyarakat yang berkunjung ke puskemas sedikit berarti kan tidak efisien, dana yang berkunjung ke puskemas sedikit berarti kan tidak efisien, dana operasional besar tapi yang memanfaatkan pelayanan sedikit. Nah uang itu kemudian ditaruh atau dikelola oleh JK" (23 Maret 2008)

Kebijakan ini dilakukan untuk mendukung perwujudan visi dan misi kota Lhokseumawe yaitu sehat secara madani dan islami tahun 2012. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan sebagai berikut.

“ Dinas kesehatan sebagai penanggung jawab terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya, haruslah senantiasa inovatif dan berorientasi pasar dalam pelayanan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Berkaitan dengan hal tersebut maka Dinas kesehatan dalam rangka pelaksanaan efisiensi di bidang kesehatan menempuh beberapa langkah antara lain penerapan efisiensi dalam perencanaan sehingga akan menghasilkan produk pelayanan yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Penerapan efisien dan penempatan sumber daya sesuai dengan bidang keahlian masing-masing serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan. Pembangunan infrastruktur kesehatan dengan daya fungsi efektif dalam mendukung pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kota Lhokseumawe”. (24 Maret 2008)

Menurut Kabag Kepegawaian Lhokseumawe, efisiensi di bidang SDM di Lhokseumawe terutama berkaitan dengan rasionalisasi struktur organisasi Pemerintah Daerah yang telah menjadi ramping. Disamping itu juga berhubungan dengan pemanfaatan SDM yaitu cara pemanfaatan SDM yang tersedia dan peningkatan kapasitas SDM serta rekrutmen pegawai dan yang menduduki jabatan tertentu (17 Maret 2008). Langkah-Iangkah yang dilakukan adalah:

“Sesuai dengan penegasan PP No. 41 Th.2007 tentang organisasi perangkat daerah bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah di bantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Mengacu kepada ketentuan diatas, penempatan personil pada masing-masing satuan kerja perangkat daerah disesuaikan dengan struktur organisasi dan tugas pokok dan fungsinya”.

Sedangkan untuk pola rekrutmen pegawai kontrak. Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 pemerintah Pemko Lhokseumawe tidak melakukan pengangkatan pegawai baik PNS maupun Honor/harian. Untuk memenuhi kebutuhan pegawai pada bidang-bidang teknis tertentu dilakukan dengan pola kontrak dengan gaji Rp. 600.000,- s.d. Rp. 1.000.000, per bulan.

Mengenai pegawai-pegawai kontrak ini Kepala Bagian Kepegawaian menyatakan:

“ …Keberadaan pegawai-pegawai kontrak ini memang sangat membantu, karena mereka yang direkrut jadi pegawai kontrak ini adalah yang memilki kemampuan teknis tertentu, bukan yang umum-umum. Misalnya tahu mengenai AC, listrik, bangunan, sehingga saat diperlukan untuk memperbaiki AC atau listrik misalnya tidak perlu lagi memanggil orang luar dengan biaya yang mahal. Paling, kita hanya membayar harga barang/ sparepart tertentu yang memang harus diganti misalnya. " (16 Maret 2008)

Pola rekrutmen Pejabat struktural melalui sistem kompetensi. Mutasi PNS masih menjadi bagian kerisauan bagi pejabat, indikasi "like and dislike" menjadi momok dalam penempatan pejabat. Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah Pemko Lhokseumawe sejak tahun 2007 mencoba perekrutan pejabat struktural melalui pada sistem kompetisi yang berbasis pada kompetensi, dengan persyaratan yang sesuai dengan aturan kepegawaian.

Evaluasi sistem Penilaian Angka Kredit Fungsional. Penilaian angka kredit fungsional saat ini tidak rasional dan tidak valid. Suatu contoh Fungsional Dokter, (Dn Spesialis) dinilai oleh pejabat struktur (Kepala RSU yang notabene dokter umum). Bagaimana seorang dokter umum akan menilai keprofesian seorang dokter

spesialis. Untuk itu Pemerintah Kota Lhokseumawe mencoba mengembangkan model pengembangan pejabat fungsional dengan tim evaluasi.

Evaluas Pejabat Struktural melalu LAKIP. DP3 sebagai ukuran penilaian PNS khususnya pada pejabat struktural sudah tidak memberikan penilaian yang secara signifikan pada kemampuan dan hasil kerja. DP3 menjadi formalitas saja yang tidak terlalu berarti, karena ukuran-ukuran yang dipakai masih bersifat umum dan kurun waktu penilaian yang cukup lama. Untuk hal tersebut dicoba untuk evaluasi pejabat struktural eselon II dilakukan dengan menggunakan LAKIP.