• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi penerapan disiplin terhadap siswa

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

B. Penegakan Disiplin di Sekolah

1. Strategi penerapan disiplin terhadap siswa

Strategi menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, adalah “rencana yang cermat mengenai kegiatan

untuk mencapai sasaran khusus”.30

Sedangkan menurut Anas Sudijono

penerapan adalah “kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau

menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus dan teori-tori”.31

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi penerapan disiplin adalah suatu rencana tentang tata cara yang akan digunakan untuk melaksanakan peraturan atau tata tertib sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Nafilah mengatakan, Dalam perkembangannya, konsep strategi telah digunakan dalam berbagai situasi, termasuk situasi pendidikan. Implementasi konsep strategi dalam kondisi belajar mengajar, sekurang-kurangnya melahirkan pengertian berikut:

a. Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk mencapai tujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.

b. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelola proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

c. Strategi dalam proses belajar mengajar merupakan suatu rencana yang dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan-tujuan belajar.

30

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, h. 859.

31

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raha Grafindo Persada, 2007), h. 51

d. Strategi merupakan pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.32

Dalam rangka penegakan disiplin, baik siswa maupun guru sama-sama terlibat di dalamnya. Bahkan orang tua wali juga harus diberi informasi mengenai penegakan disiplin yang diterapkan sekolah. Hal tersebut dilakukan agar pihak sekolah dan orang tua dapat diharapkan dapat tercapai semaksimal mungkin.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah, Penegakan disiplin siswa dapat terjadi secara optimal apabila pihak sekolah, terutama para guru melakukan perbaikan pembelajaran di sekolah. Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan, figur manusia sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Di sekolah, guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat manusia dalam hal ini anak didik.33

Syaiful Bahri Djamarah juga mengatakan, Negara menuntut generasinya yang memerlukan pembinaan dan bimbingan dari guru.. Guru dengan sejumlah buku yang terselip di pinggang datang ke sekolah di waktu pagi hingga petang, sampai waktu mengajar dia hadir di kelas untuk bersama-sama belajar dengan sejumlah anak didik yang sudah menantinya untuk diberikan pelajaran. Anak didik ketika itu haus akan ilmu pengetahuan dan siap untuk menerimanya dari guru. Ketika itu guru sangat berarti sekali bagi anak didik. Kehadiran guru di kelas merupakan

32

Nafilah, Strategi dan Inovasi Pembelajaran SD,

http://nafilah.multiply.com/journal/item/26/Strategi dan Inovasi Pembelajaran Siswa SD.

33

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. I.

kebahagiaan bagi mereka. Apalagi bila figur itu sangat disenangi oleh mereka.34

Seperti telah diketahui bersama dalam dunia pendidikan, guru memiliki peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada. Dalam proses pendidikan efektif di sekolah diperlukan kinerja guru yang tinggi, proses pembelajaran yang menyenangkan, serta semangat yang tinggi dalam melakukan pekerjaan.

Pada hakikatnya penerapan kedisiplinan merupakan salah satu upaya untuk peningkatan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas serta fungsi sekolah. Di samping itu, mendorong upaya meningkatkan efektifitas sistem dan tata laksana peraturan atau tata tertib sekolah sehingga peserta didik dapat lebih disiplin dalam segala aktifitasnya baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.

Syaiful Bahri Djamarah mengatakan, Untuk menciptakan anak didik (manusia) dewasa susila, guru harus memiliki ke pribadian dewasa susila. Guru jangan hanya mengajar, tetapi dia harus mendidik. Mengajar lebih cenderung mendidik anak didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak anak didik tidak dibangun dan dibina. Untuk membentuk jiwa dan watak anak didik, mendidiklah jawabannya, karena mendidik adalah kegiatan transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik.35

Dalam hal ini Gunarsa menjelaskan: “Penerapan disiplin pada anak

dapat dipupuk dengan memberikan tata tertib yang mengatur hidup si anak. Tata tertib disertai pengawasan akan terlaksananya tata tertib dan

34

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak ……, h. I.

35

pemberian pengertian pada setiap pelanggaran, tentunya akan

menimbulkan rasa keteraturan dan disiplin diri.”36

Sangat banyak strategi yang bisa dilaksanakan dalam menerapkan disiplin di sekolah. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan di hati para siswa, sehingga akhirnya disiplin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. Menurut Singgih D. Gunarsa, ada beberapa cara untuk mendisiplinkan siswa, yaitu :

a. Cara otoriter

Pada cara ini biasanya tokoh otoriter baik orang tua atau guru misalnya, selalu menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Dalam hal ini anak harus patuh dan tunduk serta tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan tersebut, ia akan diancam atau dihukum. Dalam kondisi ini, anak umumnya lebih merasa takut kalu tidak melakukan, kalau pun anak tersebut melakukannya itu bukan karena kesadaran dari dalam dirinya. Tokoh otoriter dalam kaitan ini hanya menentukan tanpa memperhitungkan keadaan anak. Dan tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam akan menjadikan anakn patuh di hadapan tokoh otoriter saja, tetapi di belakangnya, kebanyakan anak memperlihatkan reaksi-reaksi lain. Misalnya menentang atau melawan. Reaksi menentang atau melawan ini bisa ditampilkan dalam tingkah laku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan

36

Singgih Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), Cet. Ke-9, h. 140

kesulitan, baik pada dirinya, lingkungan rumah, sekolah dan pergaulannya.

Di sekolah dimana guru menanamkan disiplin dengan cara otoriter, pada umumnya tidak banyak mengalami kemajuan-kemajuan dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik. Melalui cara ini guru menganggap dirinya paling tahu atau benar, apa yang dikatakan dan diajarkannya adalah mutlak benar. Di sisi lain, peserta didik kurang diberi kesempatan untuk mengemukakan dan mengambangkan ide atau buah pikirannya.

Para guru yang menanamkan disiplin melalui cara otoriter pada dasarnya telah melakukan suatu upaya penjinakan peserta didik. Artinya peserta didik dijinakan melalui usaha guru agar peserta didik menerima saja tentang apa yang dikatakan atau diajarkan oleh guru, tanpa diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat dan mengembangkan ide atau buah pikirannya.

Dampak penggunaan cara otoriter dalam menanamkan disiplin dapat menimbulkan hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan kreatifitasnya menjadi tumpul. Secara umum kepribadiannya lemah, demikan pula dengan kepercayaan dirinya.

b. Cara bebas

Dalam cara ini tokoh yang menenamkan disiplin umumnya membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan pada tingkah lakunya. Salah satu ciri menonjol dari cara ini adalah longgarnya pengawasan dan pengontrolan. Sehingga anak memiliki kebiasaan mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Hal ini akan mengakibatkan perkembangan kepribadiannya menjadi tidak terarah.

Kemungkinan pada anak tersebut akan tumbuh rasa keakuan yang terlalu kuat dan kaku serta mudah timbulnya kesulitan-kesulitan kalau harus menghadapi larangan-larangan yang ada dalam lingkungan sosialnya.

Implikasi cara ini di sekolah adalah munculnya pandangan bahwa guru sebagai sesuatu yang memaksimalkan kebebasan peserta didik untuk melakukan apa saja yang mereka sukai dan kapan mereka inginkan.

Para guru yang menganut cara bebas ini dalam menanamkan disiplin pada umumya beralasan bahwa kebebasan adalah hak yang paling asasi yang harus diberikan kepada anak didik di dalam suatu proses agar peserta didik dapat dengan sepenuhnya mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka.

c. Cara demokratis

Cara menanamkan disiplin dengan model ini adalah dengan memberikan perhatian kepada kebebasan anak dalam arti positif bukan kebebasan mutlak. Kebebasan positif mengandung pengertian kebebasan mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak.

Cara demokratis ini juga memperhatikan keinginan dari pendapat anak dengan pertimbangan kalau sesuai dengan norma-norma yang berlaku maka disetujui untuk dilakukan. Sebaliknya kalau keinginan dan pendapat anak tersebut tidak sesuai, maka kepada anak diberikan bimbingan melalui penjelasan yang rasional dan objektif.

Penggunaan cara demokratis ini mengandung banyak keuntungan, antara lain dengan cara demokratis ini pada anak tumbuh rasa tanggung jawab memperlihatkan suatu tingkah laku dan selanjutnya

memupuk kepercayaan dirinya. Ia mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada pada dirinya untuk memperoleh kepuasan dan menyesuaikan diri dan kalau tingkah lakunya tidak berkenan bagi orang lain, ia mampu menunda dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang bisa berbeda dengan norma pribadinya.

Dalam upaya guru di sekolah menanamkan disiplin kepada peserta didiknya, cara demokratis haruslah menjadi pilihan utama. Namun demikian, mengingat keadaan pribadi dan tahapan perkembangan peserta didik, maka kedua cara sebagai tersebut kadang-kadang masih perlu digunakan dalam kondisi dan situasi tertentu.37

Dokumen terkait