• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Petani dalam PPSDR

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.

Partisipasi masyarakat dalam otonomi desa berupa subtansi nyata dari kemampuan masyarakat setempat untuk mengakses potensi sumber daya yang ada di lingkungannya. Sehingga potensi sumber daya yang sangat melimpah ruah itu bisa dijadikan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa- desa bersangkutan. Maka bantuan pemerintah daerah berupa financial (keuangan), program pembangunan, dan pelimpahan kewenangan merupakan syarat yang perlu dipenuhi. Meskipun hasil harus terbatas pada beberapa hal yang dianggap penting bagi percepatan pembangunan kemandirian desa.

Kenyataan partisipasi masyarakat desa yang dianggap kunci keberhasilan pembangunan otonomi daerah justru menunjukkan keterlibatan yang rendah. Artinya masyarakat desa tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk melibatkan diri dalam pembangunan di desanya. Bahkan banyak objek pembangunan pedesaan yang masih dilakukan secara sepihak dari atas (Top- Down). Sehingga sasaran pembangunan tidak sesuai dengan aspirasi dan harapan masyarakat setempat.

Dalam PPSDR petani merupakan ujung tombak dari pelaksanaan program tersebut. Pada tahap perencanaan dari hasil wawancara dan interview dengan informen dan responden diketahui bahwa keterlibatan petani dalam perencanaan sangat kecil, hal ini dapat dilihat dari persentase keterlibatan petani sebesar 52,94% (9 petani) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Partisipasi Petani pada Tahap Perencanaan dalam PPSDR di Kecamatan Taliwang

Tahapan Perencanaan

Keterlibatan Petani Persentase (%)

Tinggi 9 52,94

Rendah 8 47,06

Jumlah 17 100

Berdasarkan Tabel 10 di atas di ketahui bahwa rendahnya tingkat partisipasi pada petani ini menunjukkan sikap top down dari pemerintah masih dominan terhadap program. Sama seperti yang di utarakan oleh Bapak Ir :

39 “....saya tau ada program dikasih tau sama temen yang kerja di

Dinas Pertanian. Saya disuruh buat proposal biar dikasi bantuannya, dan diajukan ke Dishutbuntan, seminggu setelah saya masukkan proposal dipanggil lagi untuk urusan administrasi...”

Program-program pemerintah diberikan kepada petani setelah program sudah terbentuk, petani hanya sebagai pelaksana dari program tanpa pernah di ikut sertakan dalam proses penyusunan program. Keberadaan musrembang desa tidak dapat menghimpun semua keinginan masyarakat desa terutama petani, karena musrembang hanya menjadi tempat musyawarah dan wadah untuk mereka yang memiliki pengaruh/kekuatan di daerah tersebut. Hal ini seperti yang di utarakan oleh Ir:

“....saya pergi ketempat musrembang desa, hanya menjadi pendengar saja karena apa yang diinginkan juga belum tentu dikasi. Jadi ya... kita pergi buat ngisi kursi saja biar tidak kosong, kalau program-program yang disetujui ya paling yang diminta oleh orang-orang yang dekat dengan kades, yang sering dapat proyek...”

Pada tahap pelaksanaan PPSDR, proses administrasi pencairan berjalan cukup baik, ini dilakukan sesuai prosedur yang ada di Dishutbuntan sebagai pelaksana PPSDR. Petani aktif dan mengikuti prosedur yang ada dari awal hingga proses pencairan akhir, karena pelaksana program merupakan petani maka dalam pelaksanaan petani sehingga memiliki tingkat partisipasi tertinggi ada pada tahap pelaksanaan.

Keterlibatan petani dalam pelaksanaan program dapat mengukur bagaimana tingkat keberhasilan dari PPSDR ini, petani dapat berpartisipasi langsung bagaimana menentukan sikap dan mengambil keputusan terhadap program, sehingga petani mengetahui apa yang perlu ditambahkan dalam pelaksanaan program sehingga program dapat mencapai sasaran.

Dari hasil olah data, partisipasi petani dalam pelaksanaan juga masih terlihat rendah. Meskipun PPSDR memberikan manfaat yang besar terhadap petani, terutama dalam penghasilan. Partisipasi petani dalam pelaksanaan hanya 47,06% (8 petani). Seperti terlihat pada Tabel 11, berikut ini.

Tabel 11. Partisipasi Petani pada Tahap Pelaksanaan dalam PPSDR di Kecamatan Taliwang

Tahapan Pelaksanaan

Keterlibatan Petani Persentase (%)

Tinggi 8 47,06

Rendah 9 52,94

Jumlah 17 100

Meskipun petani adalah ujung tombak pelaksanaan kegiatan namun partisipasi petani terhadap kegiatan lain di dalam program yang merupakan bagian dari proses pelaksanaan seperti rapat kegiatan yang dilaksanakan di dinas tidak

40

sepenuhnya ikut dalam jadwal karena keterbatasan informasi. Seperti yang diungkapkan bapak Bo berikut ini:

“ ...kami kadang ketinggalan berita kalau ada hal-hal yang baru mengenai program ini, karena mereka menyampaikan informasi melalui undangan ataupun telepon, saya tidak punya telepon, kalau ada undangan saat ada pertemuan kadang terbentur dengan jadwal kita dilahan, kadang juga undangan baru kita lihat setelah pertemuan, yah jadi hasil pertemuan ya kami terima saja. Walaupun tidak sesuai keinginan, resikolah karena kami tidak hadir...”

Respon Petani PPSDR dan Hubungannya dengan Tingkat Partisipasi Petani

Secara sosiologis, respon terhadap program pembangunan dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan sosial, karena bagaimana anggota masyarakat menanggapi ide-ide yang terkandung dalam pembangunan merupakan suatu proses adaptasi. Dalam masyarakat sendiri terdapat perbedaan kemampuan menanggapi ide-ide pembangunan sehingga bermanfaat untuk perbaikan tingkat kehidupan. Pentingnya respon petani dalam mendukung suatu program karena dalam program pembangunan biasanya terkandung ide-ide, cara-cara atau sarana yang disebarkan ke dalam suatu masyarakat dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara bertindak masyarakat yang bersangkutan.

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif- negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristalkan sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 1997).

Sikap positif petani terhadap program diharapkan dapat memberikan dorongan dan motivasi untuk mengembangkan PPSDR dengan sungguh-sungguh. Petani sangat mendukung keberadaan PPSDR hal ini dapat dilihat dari sikap petani melalui wawancara dan hasil survei di lapangan, petani sangat senang dengan program. Namun ketika petani dihadapkan kepada pengembangan program secara mandiri tanpa bantuan meskipun program tersebut sangat memberikan manfaat terutama dari segi ekonomi dan nilai sosial maka petani memberikan respon negatif. Hal ini menunjukkan bahwa petani sangat senang dengan bantuan programnya tetapi belum mampu melaksanakan tujuan program yang mandiri dan berkelanjutan. Sikap petani terhadap dukungan bantuan program tersebut dapat dilihat dari persentase sikap setuju terhadap program pada Tabel 12 Berikut ini.

41 Tabel 12. Respon Petani menurut Sikap Petani terhadap PPSDR

Respon Petani

Sikap Petani Persentase (%)

Positif 10 58,82

Negatif 7 41,18

Jumlah 17 100

Berdasarkan Tabel 12 di atas diketahui bahwa sikap positif petani hanya sebesar 58,82% (10 petani), hal ini menunjukkan bahwa penilaian petani terhadap program disesuaikan dengan kebutuhan petani itu sendiri.

Untuk melihat ada tidaknya hubungan respon petani melalui sikap petani penerima bansos PPSDR terhadap tingkat partisipasi program dilakukan uji statistik dengan teknik korelasi, dengan menggunakan tabulasi silang (cross- tabulation). Uji ini dilakukan karena ingin menguji apakah dua variabel bersifat independen (tidak berhubungan) atau dependen (berhubungan).

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Tabulasi silang didapat hasil seperti pada tabel 13 berikut.

Tabel 13. Pengaruh Sikap Petani Terhadap Tingkat Partisipasi dalam PPSDR Tingkat Sikap Tingkat Partisipasi (%) Jumlah (%)

Rendah tinggi

Negatif 57 43 100

Positif 50 50 100

Petani yang memiliki respon positif terhadap PPSDR tingkat partisipasinya terhadap program sebesar 50% rendah dan 50% tinggi. Artinya, tidak ada kecenderungan sikap yang terlihat pada PPSDR terhadap partisipasi. Kecendrungan sikap tersebar merata, yang berarti TIDAK ADA HUBUNGAN antara Sikap dengan tingkat partisipasi petani terhadap PPSDR, hal ini menjawab bahwa hypotesa tidak terbukti.

Tingginya sikap positif petani terhadap PPSDR belum tentu diiringi oleh tingkat pertisipasi petani tersebut didalam program. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Zuh:

“...kami sangat senang dengan keberadaan program, kami akan terus menanam sayur selama program tetap ada. Tapi kalau proggram ditiadakan kami tidak akan mampu mengembanngkan tanaman sayuran ini tanpa bantuan dari pemerintah, karena kami belum mampu mandiri, tau sendirikan bagaimana mahalnya biaya budidaya sayuran itu...”

Pernyataan bapak zuhri tersebut menunjukkan bahwa sikap positif petani terhadap program belum tentu dapat meningkatkan partisipasi petani tersebut terhadap tujuan sebenarnya dari program tersebut.

Pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran petani untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi. Artinya, pengetahuan yang tinggi dimiliki oleh petani yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi pula. Kesadaran yang

42

tinggi mendorong petani untuk lebih memberdayakan diri mereka sendiri dengan meningkatkan pengetahuannya (Apps dalam Sadono D, 2008).

Pengetahuan merupakan tahap awal dari persepsi yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya wawasan petani yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya sikap yang pada gilirannnya mendorong terjadinya perubahan perilaku. Perubahan perilaku ke arah yang lebih baik pada petani diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar tehadap pembangunan. Hasil kajian memperlihatkan bahwa peningkatan pengetahuan petani penerima Bansos PPSDR dalam budidaya sayuran melalui pemanfaatan lahan yang ada, meningkat. Petani yang menyatakan pengetahuan meningkat sebesar 41,18% (7 Petani) Seperti terlihat pada tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Respon Petani menurut Pengetahuan terhadap PPSDR

Penggetahuan Petani Persentase (%)

Tinggi 7 41,18

Rendah 10 58,82

Jumlah 17 100

Meskipun tidak terjadi peningkatan pengetahuan secara signifikan, petani cukup memahami tentang budidaya sayur. Pengalaman petani dalam pengolahan lahan mempengaruhi pengetahuan petani.

Peningkatan Sumberdaya Petani dalam budidaya diterjemahkan dalam bentuk peningkatan pemahaman petani terhadap tanaman sayur. Peningkatan sumberdaya petani dalam budidaya sayur meliputi :

a. Pemahaman pengolahan tanah

Dalam melakukan kegiatan pengolahan tanah petani mendapat ilmu tentang pengolahan tanah yang baik untuk komoditi sayuran yang diarahkan oleh penyuluh lapangan, yaitu dengan cara tanah dibersihkan dari rerumputan, kemudian baru dilakukan pengolahan tanah dengan cara membajak sebanyak satu kali dan dibuat bedengan dengan ukuran lebar lebih kurang 1,20 sampai 1,50 meter, panjang sesuai situasi lapangan, tinggi bedengan lebih kurang 20 centimeter, jarak antar bedengan lebih kurang 40 centimeter. Kemudian bedengan diratakan dengan memakai garu.

b. Pemahaman pemupukan

Petani pada umumnya belum mengetahui teknik pemupukan secara benar pada tanaman sayur karena kegiatan ini merupakan kegiatan baru bagi mereka. Petani mengikuti petunjuk petugas penyuluh lapangan.

c. Pemahaman terhadap penanaman

Pemahaman terhadap penanaman sayur umumnya menseragamkan cara penanaman sayur, yaitu dengan sistem sebar pada bedengan.

d. Pemahaman penyiraman

Pemahaman petani tentang teknologi pengairan pada tanaman sayur berbeda dengan tanaman padi yang biasa mereka budidayakancukup baik. Akan tetapi dalam aplikasinya petani sering membuat aturan sendiri yang tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Hal ini disebabkan kurangnya kedisiplinan petani dalam berusaha untuk menghemat biaya produksi, dalam hal ini biaya pemakaian bahan bakar minyak.

43 e. Pemahaman penyiangan.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa pemahaman petani terhadap penyiangan secara umum sudah baik, pada umumnya petani melakukan penyiangan 2 sampai 3 kali selama satu kali proses produksi atau dengan melihat keadaan populasi tanaman penggangu. Akan tetapi petani dalam beberapa hal masih melakukan penghematan biaya tenaga kerja penyiangan. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam satu proses produksi seringkali petani hanya melakukan satu kali penyiangan, dengan alasan bahwa populasi tanaman penggangu belum terlalu mengganggu, padahal jika dilihat bahwa populasi tanaman penggangu saat itu sudah mengganngu tanaman produksi dan berpeluang dapat menurunkan hasil panen. Persoalan ini umumnya disebabkan kurangnya disiplin petani serta adanya upaya untuk menghemat biaya produksi yang dikeluarkan (biaya tenaga kerja), sehingga petani hanya mengerjakan sendiri semampunya.

f. Pemahaman penjarangan/penyisipan

Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani melakukan penjarangan/ penyisipan pada saat umur tanaman sepuluh sampai enam belas hari setelah tanam atau pada saat tanaman telah berhelai daun tiga. Petani juga cukup paham mengenai kemanfaatan penjarangan/penyisipan tanaman ini.

g. Pemahaman perlindungan tanaman

Dalam usaha tani sayur penggunaan pestisida harus dieliminir sedemikian rupa sehingga sayur yang dihasilkan kandungan residu pestisidanya dibawah ambang toleransi untuk kesehatan, dengan kata lain menghasilkan sayur yang aman untuk dikosumsi. Hasil wawancara mendalam dengan petani sayur menunjukkan bahwa petani tahu tentang teknologi perlindungan tanaman dan paham mengenai tata cara penggunaan pestisida yang direkomendasikan oleh petugas penyuluh dinas pertanian baik jenis pestisida, dosis pestisida dan waktu aplikasi, namun dalam pelaksanaannya petani tetap saja menggunakan pestisida diluar anjuran standar. Hal ini menurut mereka untuk melindungi tanaman dari hama penyakit yang akan menurunkan produksi.

h. Pemahaman teknologi penanganan panen dan pasca panen.

Penanganan panen dan pascapanen merupakan salah satu kegiatan yang dipandang penting dalam usaha budidaya sayur. Puncak dari seluruh kegiatan budidaya sayur terjadi pada kegiatan penanganan panen dan pasca panen. Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani telah mengerti tatacara penanganan panen dan pasca panen yaitu dalam hal penyediaan alat untuk kegiatan tersebut.

Dari hasil wawancara dengan petugas penyuluh lapangan diketahui ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen untuk sayur, yaitu : (1) Mengidentifikasi waktu yang tepat untuk memanen sayur; (2) Membuang bagian sayur yang tidak diinginkan dan yang rusak serta menempatkan sayuran hasil panen; (3) Menyusun sayur dalam keranjang plastik dengan alas kertas koran dan seluruh sisi keranjang kemudian ditutup dengan kertas koran masing-masing 2 lembar sehingga koran yang dibutuhkan sebanyak 12 lembar untuk 1 keranjang; (4) Mengikat sisi keranjang kedua sisi dengan menggunakan tali rapia secara baik; (5) Menempatkan sayuran yang telah dipanen ditempat yang teduh agar terhindar dari sinar matahari secara langsung sampai sayur diambil sama pembeli pengumpul/pengecer.

44

Dari uraian di atas dapat dianalisis bahwa secara teoritis peningkatan sumberdaya petani dalam penerapan teknologi budidaya sayur cukup baik, akan tetapi dalam aplikasinya di lapangan, petani dalam melaksanakan kegiatan usahanya seringkali keluar dari petunjuk yang telah didapatnya dari petugas teknis/PPL, hal ini dilakukan petani disebabkan untuk menghemat biaya produksi. Hal lainnya adalah kurangnya kedisiplinan petani dalam mengelola usahanya. Hal ini menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab petani terhadap penggunaan dana dan pemanfaatan PPSDR. Sehingga dibeberapa tempat program ini tidak berjalan dengan baik, bahkan berhenti setelah habisnya tanaman dan pada saat tahun bantuan berakhir.

Untuk melihat ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap tingkat partisipasi maka dilakukan uji statistik melalui tabulasi silang (cross- tabulation) dengan teknik korelasi. Hasil Uji Tabulasi silang terlihat pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Petani Terhadap Partisipasi dalam PPSDR Tingkat Respon Pengetahuan Tingkat Partisipasi (%) Jumlah (%) Rendah Tinggi rendah 50 50 100 tinggi 57 43 100

Pada petani penerima bantuan PPSDR dengan tingkat pengetahuan, 50% tingkat Partisipasinya, sedangkan pada petani dengan tingkat pengetahuan rendah, tingkat partisipasinya juga 50%. Maka, pada tabel tersebut tidak terihat adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat partisipasi. Sehingga disimpulkan bahwa TIDAK ADA HUBUNGAN antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi.

Hal ini menunjukkan bahwa hypotesa tingkat pengetahuan petani berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi petani dalam PPSDR tidak terbukti. Bertambahnya pengetahuan petani dalam PPSDR tidak menunjukkan partisipasi petani meningkat. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah masalah pendampingan dan pengelolaan dalam budidaya sayur, baik dari segi sosial maupun ekonominya.

Kondisi Sosial Ekonomi Petani dalam PPSDR dan Hubungannya dengan Tingkat Partisipasi

Kondisi sosial ekonomi dalam kajian ini dilihat dari tingkat pendapatan setelah program dan luas lahan yang dimiliki petani. Tingkat pendapatan adalah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota keluarganya yang bersumber dari sektor formal, sektor informal dan sektor subsistem dalam waktu satu bulan yang diukur berdasarkan rupiah (Soemardi dan Hans Dieter Evers, 1982: 8).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diskusi dengan para informan, serta dari hasil olah data dapat dilihat kondisi sosial penerima bantuan dari 17 petani responden dipengaruhi oleh usia rata-rata 44 tahun, jumlah tanggungan

45 keluarga rata-rata 3 jiwa, luas lahan rata-rata 1,3 Ha, jumlah keluarga yang bekerja rata-rata 1 orang (lampiran 3.a).

Terdapat perbedaan tingkat pendapatan petani penerima bantuan, pada saat sebelum dan sesudah adanya bantuan program, hal ini terlihat dari persentase hasil yang menunjukkan angka 58,9% mengalami perubahan peningkatan pendapatan perbulan saat panen, seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7.Grafik perubahan pendapatan sebelum dan sesudah PPSDR

Meskipun pendapatan meningkat tetapi petani PPSDR masih berada dibawah garis kemiskinan jika dilihat dari kebutuhan sehari-hari per orang dari jumlah tanggungan kelurga petani. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2.100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dollar As per orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut (Suharto, 2010).

Kebutuhan anggota keluarga petani per orang pada bulan-bulan panen dapat terpenuhi, namun diluar bulan tersebut penghasilan petani ikut menurun dan berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini seperti yang di sampaikan oleh bapak Bo:

“....penghasilan saya jadi tinggi karena pada saat panen saya dapat menjual sayuran 100 ribu sampai 200 ribu setiap hari, itu hanya di sekitar sini saja, tapi kalau panen besarnya saya bisa dapat 750 ribu sampai 1 juta sehari. Kalau hari biasa tanpa tanam sayur saya tidak ada penghasilan seperti itu, jadi kalau balik musim ujan saat tidak tanam sayur maka saya gak dapat uang harian dan penghasilan saya juga menciut...”

PPSDR ini menjadi sangat penting ketika terjadinya perubahan dalam ekonomi rumah tangga karena akan berpengaruh kepada semua faktor, seperti pendidikan dan masalah sosial yaitu kemiskinan. Ketidakberdayaan petani pada saat bantuan sosial dari pemerintah habis membawa dampak lain dalam kehidupan petani. Petani tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya jika panen sayuran sudah habis. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan partisipasi masyakat dengan melihat kondisi penghasilan petani agar petani mau mengusahakan tanaman sayur meski tanpa bantuan pemerintah.

Pengaruh pendapatan petani terhadap partisipasi dalam PPSDR pada tabulasi silang dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini.

2,208,824 3,750,000 - 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 Sebelum Sesudah

46

Tabel 16. Pengaruh Tingkat Pendapatan Petani setelah Program Terhadap tingkat Partisipasi dalam PPSDR

Tingkat Pendapatan Tingkat Partisipasi (%) Jumlah (%)

Rendah Tinggi

Rendah 75 25 100

Tinggi 33 67 100

Dari kondisi sosial ekonomi petani penerima bantuan PPSDR melalui uji statistik, terdapat hubungan linier antara tingkat pendapatan petani dengan partisipasi, yang arttinya semakin tinggi pendapatan petani semakin tinggi tingkat partisipasi petani dalam PPSDR. Dan sebaliknya jika pendapatan petani rendah maka partisipasi petani dalam PPSDR juga rendah.

Jadi ADA HUBUNGAN antara tingkat pendapatan petani dengan partisipasi petani dalam PPSDR. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa hypotesa ada hubungan linier antara tingkat pendapatan petani dengan partisipasi petani dalam PPSDRterbukti.

Meskipun meningkatnya pendapatan petani dalam budidaya sayur, hal tersebut tidak serta merta membawa petani untuk lebih bertanggung jawab terhadap program. Rasa tanggungjawab petani terhadap pelaksanaan program secara moral rata-rata tidak diperhatikan mengingat PPSDR merupakan bantuan sosial yang tidak menuntut untuk pengembalian dana. Ini seperti diungkapkan oleh bapak Ir bahwa:

“....tidak ada tanggung jawab apa-apa karena program ini merupakan bantuan sosial yang tidak menuntut untuk dikembalikannya dana, jadi saya senang menerima bantuan sosial tersebut karena lahan yang saya pakai juga saya usahakan padi hanya 1 kali musim tanam....”

Peningkatan partisipasi masyarakat sangat diperlukan ketika suatu program dapat merubah keadaan sosial ekonomi ke arah yang lebih baik.

Selain pendapatan, kepemilikan lahan petani juga menjadi sorotan untuk mengetahui tingkat partisipasi petani dalam PPSDR. Luas lahan petani penerima bansos PPSDR di Kecamatan Taliwang rata-rata 1,33 Ha. Luas lahan menurut jumlah petani dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8. Grafik Kepemilikan Lahan Petani

0 1 2 3 4 5 6 7 0.7 0.8 1 1.3 1.4 1.5 2

47 Berdasarkan Grafik 8 diketahui bahwa petani paling banyak menduduki/memiliki luas lahan sebanyak 1 Ha yaitu sekitar 6 petani. Dan petani yang memiliki luas lahan terbesar dalam PPSDR adalah sebesar 2 Ha dimiliki oleh masing-masing 3 petani. Untuk mengelola lahannya yang cukup luas tersebut petani harus berperan aktif dalam segala inovasi agar pemanfaatan lahannya optimal, mengingat kondisi lahan di KSB cenderung kering, seperti yang diungkapkan Bo berikut ini:

“....kalau sepanjang tahun saya tidak bisa jamin, karena sekarang sering terjadi kekeringan, sementara tanaman sayur kalau tidak ada air hasilnya juga jelek, kebanyakan air juga diserang penyakit sama busuk. Kalau masalah kelebihan air masih bisa diatasi karena kami menanam dengan bedeng kecuali banjir...”

Untuk melihat tingkat partisipasi petani penerima bansos PPSDR ini dilakukan uji tabulasi silang dengan teknik uji korelasi. Sesuai dengan hasil pengujian koefisien korelasi temyata dilihat dari luas lahan petani penerima bantuan PSDR dan hubungannya dengan partisipasi, semakin luas lahan petani

Dokumen terkait