• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pusat dan Integrasi Nasional

Dalam dokumen POLITIK LOKAL & INTEGRASI NASIONAL (Halaman 92-102)

Turunnya harga minyak bumi dan memburuknya status ekonomi dunia membawa pengaruh kepada perekonomian Indonesia. Pada dasarnya situasi usainya bom minyak itu, akan dicoba diatasi dengan peningkatan ekspor non-migas dan pajak, sedangkan efisiensi di sektor perbankan hendak dipacu dengan cepat.5

Untuk mengatasi krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia, pe-merintah melakukan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan beberapa kebijaksanaan ekonominya. Berkurangnya kemasukan negara dari hasil minyak, timbul gagasan untuk memperbesar pema-sukan negara dari sektor ekspor non-migas. Untuk memperbesar pen-dapat negara dari sektor ini, pemerintah bekerja sama dengan sektor swasta dalam merebut pasar dunia untuk meningkatkan ekspor sebagai salah satu sumber pendapatan negara.

5 Sjahrir, “Sistim Ekonomi dan Kebijaksanaan Negara”, Prisma, No.11 Tahun

Pembangunan yang menekankan aspek ekonomi dan diproses melalui sistim persaingan secara bebas, itu memungkinkan elite mem-punyai pengaruh yang berlebihan kepada sistim politik. Masyarakat luas yang lemah secara ekonomi dan cenderung masih banyak terikat pada faktor budaya dalam tingkah laku politiknya, tidak mampu memberi pengaruh secara memadai kepada pemangku kekuasaan ne-gara yang duduk di dalam lembaga-lembaga politik dan kenene-garaan.6

Pendorong ekspor komoditi yang menjadi kepentingan bisnis besar, belum tentu membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tetapi tidak pula berarti harus memutuskan hubungan dengan pereko-nomian dunia. Karena bagaimanapun perekopereko-nomian Indonesia juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dunia.

Pembukaan areal perkebunan, baik milik swasta maupun milik negara, dan pemberian kesampatan yang lebih besar kepada pengu-saha swasta belum dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Riau. Potensi daerah Riau yang memberikan sumbangan yang besar kepada pusat, tetapi taraf kehidupan masyarakat daerah itu masih saja berada di bawah garis kemiskinan dan sangat terbelakang. Ke-adaan seperti ini menjadi sumber terjadinya konflik kepentingan antara elite lokal dengan elite pusat di daerah.

Konflik kepentingan antara elite lokal dan elite pusat berasal dari tuntutan sebagian besar elite lokal untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat. Karena tuntutan itu tidak men-dapat tanggapan yang positif dari pusat, sehingga timbulnya rasa ketidakpuasan elite lokal terhadap elite pusat di daerah. Ketidak-puasan itu, ditunjukkan dalam bentuk memberi dukungan kepada aktor daerah dalam pemilihan calon Gubernur Kepala Daerah.

6 Arbi Sanit, “Organisasi Politik, Organisasi Massa, dan Politik Demokrasi Masyarakat”, Prisma, No. 6 Tahun 1988, hal., 13.

Dari kenyataan itu, memberi makna bahwa pusat menginginkan Riau tidak lepas dari kepemimpinan elite pusat. Dalam penilai pusat, pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah yang memberikan sumbangan besar kepada pusat akan menjadi semakin tidak dapat diandalkan bila Riau dipimpin oleh elite lokal, karena aktor dari daerah selalu dipengaruhi oleh elite lokal yang mempunyai kepentingan pribadi dengan jabatan kepala daerah. Karena itu, pusat tetap mempertahan-kan Riau agar tidak lepas dari kepemimpinan elite pusat.

Walaupun elite yang mendapat restu dari pusat tidak didukung penuh oleh elite lokal dalam pemilihan tersebut, namun pusat tetap akan melantik aktornya itu menjadi Gubernur Kepala Daerah. Hal ini ditempuh dengan jalan menggunakan saluran informal, aktor daerah diminta untuk mengundurkan diri sebagai calon terpilih dan dicalonkan sebagai calon anggota DPR.

Gambaran seperti di atas menunjukkan pusat tetap menginginkan aktornya menjadi Gubernur Kepala Daerah di Riau. Ini berkaitan de-ngan potensi daerah Riau yang memberi sumbade-ngan besar kepada pusat. Jalan yang memungkinkan untuk hal itu, yaitu dengan mengen-dalikan elite politik lokal dalam rekrutmen politik Riau.

Bila proses rekrutmen politik di negara-negara demokrasi mo-dern dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang, kita dapati bahwa ciri pokok yang menonjol di negara berkembang adalah penggunaan saluran informal. Ciri seperti itu juga didapati di Indonesia,

dalam hal ini, selain “kemampuan” yang paling menentukan adalah “restu” dari pusat.

Sebagai konsekwensi dari bentuk negara kesatuan, pemerintah daerah di Indonesia merupakan sub-ordinasi dari pemerintah pusat. Dengan demikian, rekrutmen terhadap kepala daerah merupakan aktivitas pusat yang dilaksanakan di daerah. Berkaitan dengan rek-rutmen politik yang dilaksanakan di Riau tahun 1988, pusat menengahi

konflik antar kelompok kepentingan di Riau melalui proses pencalonan kepala daerah.

Pengendalian konflik yang dilakukan pusat dalam rekrutmen tersebut dengan menetapkan calon tunggal yang didatangkan dari pusat. Tindakan ini untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang lebih luas antara elite lokal. Dengan demikian, pengendalian seperti itu merupakan langkah pusat untuk mewujudkan integrasi antar kelompok elite di Riau dan sekaligus mewujudkan integrasi nasional. Perpecahan yang didasarkan karena adanya perbedaan sosio-kultural, terangkat karena rekrutmen politik yang dilaksanakan cende-rung atas dasar nepotisme dan primordialisme. Hal ini juga didorong oleh adanya perpecahan karena kepentingan ekonomi antar elite lokal. Denga demikian, perbedaan kepentingan dalam melihat potensi daerah menjadi sumber penyebab terjadinya masalah dalam rekrutmen politik di Riau.***

Alfian. 1980. Beberapa Masalah Pembaruan Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Politik Indonesia.

Amal, Ichlasul. 1988. Kedudukan dan Peran Partai Politik sebagai

Komponen Pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Yogyakarta.

Amal, Ichlasul (Ed.), 1988. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Berry, David. 1980. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, Jakarta: Rajawali.

Bart, Fredrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI-Press.

Bottomore, Tom. 1983. Sosiologi Politik. Jakarta: Bina Aksara. Dahl, Robert. 1983. Dilema Demokrasi Pluratis. Jakarta: Rajawali. Finkle, Jason L & Gable, Richard W. 1971. Political Development

and Social Change. New York: John Wiley & Sons.

Greenstein & Nelson W. Polsby (Eds.), 1975. Hand Book of Political,

non-Government Politic, Volume 2, Addison Wesley Publishing

Company Inc.

Hamidi, UU. 1978. Sistim Nilai Masyarakat Pedesaan di Riau. Jakarta: Bumi Pustaka.

Hamidi, UU dan Muchtar Ahmad. 1984. Masalah Sosial Budaya

dan Teknologi Transmigrasi Lokal di Riau. Pekanbaru:

Bappeda Riau.

Jackson, Karl D and Lucian W. Pye (Eds.), 1978. Political Power

and Communication in Indonesia. Barkley: University of

California Press.

Jangam, RT. 1980. Political Sociology. New Delhi, Bombay, Calcutta: Oxford & BH Publishing & Co.

Keller, Suzanne. 1984. Penguasa dan Kelompok Elite: Peran Elite

Penentuan dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Rajawali.

Kartodirdjo, Sartono (Peny.), 1986. Kepemimpinan dalam Dimensi

Sosial. Jakarta: LP3ES.

Kumpulan Makalah Pertemuan Budaya Riau. 1988. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Riau. Lapalambora, Joseph. 1974. Politic Within Nations, New Jersey:

Prentice Hall.

Lane, Robert E. 1966. Political Life, Why and How People Get

Involved in Politics, New York: The Free Press.

Lubis, Solly M. 1978. Pergeseran Garis Politik &

Perundang-undangan Mengenai Pemerintahan Daerah. Bandung:

Lufti, Muchtar (Ed.), 1978. Sejarah Riau. Pekanbaru: Pemda Tingkat I Riau.

MacAndrews, Colin (Eds.), 1986. Central Government and Local

Development in Indonesia. Singapore: Oxford University

Press.

Matheson, Virginia. 1983. Suasana Budaya Riau dalam Abad

ke-19: Latar Belakang dan Pengaruh. Malaysia: Dewan Bahasa

dan Pustaka.

Nasikun. 1988. Sistim Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali.

Onghokham. 1985. Pemikiran tentang Sejarah Riau. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Rush, Micheal & Philip Altoff. 1986. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali.

Riwukaho, Joseph. 1981. Pemerintahan di Daerah dan Beberapa

Hubungannya di Bawah Undang-undang No. 5 Tahun 1974.

Yogyakarta: FISIPOL UGM.

Sjamsuddin, Nazruddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Suwardi, MS. 1985. "Kesultanan Melayu di Riau: Kesatuan dalam Keragaman." Makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah

Kebudayaan Melayu, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Sistim Kesatuan Hidup Masyarakat Setempat Daerah Riau.

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Kebudayaan 1980/1981. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

Prisma, No. 11 tahun XIV , LP3ES, Jakarta.

______, No. 8 tahun XV, LP3ES, Jakarta. ______, No. 6 tahun XVIII, LP3ES, Jakarta. ______, No. 7 tahun XVIII, LP3ES, Jakarta.

Tempo, 2 September 1985 ______, 14 September 1985 ______, 22 Februari 1986. Kompas, 14 Februari 1985. _______, 4 Februari 1990. Merdeka, 25 November 1988. Berita Yudha, 4 Agustus 1988.

Suara Pembangunan, 8 Agustus 1988. Sinar Indonesia Baru, 14 September 1988. Warta Karya, 17 November 1988.

Genta, Agustus 1988.

BIODATA PENULIS

Nama : Ali Yusri

TTL : Kota Lama, 07 Agustus 1960

Alamat : Jl. Garuda III/21 Griya Nusantara Pekanbaru Pendidikan Terakhir : Program Doktor Universiti Kebangsaan Malaysia Bidang Ilmu : Ilmu Politik

Pekerjaan : Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Dalam dokumen POLITIK LOKAL & INTEGRASI NASIONAL (Halaman 92-102)

Dokumen terkait