TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) 1 Pemerosesan Akhir
A. Isu Strategis Pengembangan Drainase
Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara lain:
1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat.
2. Pengendalian debit puncak
Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan- penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.
3. Kelengkapan perangkat peraturan
Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:
Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan
basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan.
Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.
Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.
Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah.
4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll.
5. Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.
6. Penanganan Drainase Belum Terpadu
Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk
sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya saja.
Sedangkan isu-isu strategis dalam pengelolaan sistem drainase di Kabupaten Muna meliputi :
A. Aspek Teknis
1. Belum Adanya Target Pengelolaan drainase skala kota
2. Pembangunan Drainase tidak sesuai standar kelayakan teknis, lingkungan dan ekonomi;
3. Pembangunan drainase tersier tidak terintegrasi dengan drainase sekunder dan primer;
B. Aspek Non Teknis
1. Aspek Kebijakan, Belum adanya perda mengenai kewajiban dan sanksi bagi Pengembang atau masyarakat dalam menyediakan sarana drainase tersier dan belum ada aturan/sanksi bagi masyarakat dalam memelihara drainase;
2. Aspek Kelembagaan, SKPD terkait belum maksimal dalam melakukan perencanaan, pengadaaan sarana, pengelolaan, pengaturan dan pembinaan serta monitoring dan evaluasi kegiatan pembangunan drainase;
3. Aspek Peran Serta Masyarakat, Peran perempuan khususnya ibu rumah tangga sangat minim khususnya dalam pengelolaan drainase karena masih banyak ibu-ibu yang sering membuang sampah rumah tangga ke drainase.
4. Aspek Komunikasi & Media, Media sosialisasi & komunikasi yang berfungsi dalam pengawasan dalam pembangunan dan pengelolaan drainase masih kurang.
5. Aspek Keterlibatan Dunia Usaha, Pemerintah belum optimal menggali potensi-potensi pendanaan dan pelibatan dunia usaha dalam
dapat digunakan sebagai pembuangan akhir dari saluran drainase, antara lain adalah :
1. Sungai Wamponiki melewati Kelurahan. Butung-Butung dan Kelurahan Wamponiki
2. Sungai Liabalano melewati Kelurahan Wawesa dan Kelurahan Sidodadi 3. Sungai Laende melewati Kelurahan Laende
4. Sungai Kaendea melewati Kelurahan Mangga Kuning, Kelurahan Watone dan Kelurahan Raha II
Saluran yang melengkapi jaringan drainase Kabupaten Muna berupa : 1. Saluran terbuka dengan pasangan
2. Saluran gorong-gorong 3. Saluran terbuka yang ditutup 4. Saluran tanah
Jaringan drainase yang ada di Perkotaan Kabupaten Muna saat ini telah memiliki sistem drainase primer yang cukup baik. Kondisi jaringan drainase primer yang seperti ini dapat membuat aliran air menjadi lebih baik apabila didukung dengan sistem drainase sekunder dan tersier yang baik pula.
Permasalahan yang dihadapi terhadap sektor jaringan drainase di perkotaan Raha adalah sebagai berikut :
Sistem drainase belum terkoneksi dengan baik Banyak terjadi sedimentasi pada jaringan drainase
Pemanfaatan bantaran sungai dan drainase yang tidak pada tempatnya, banyak bangunan berada dibantaran bahkan dibadan sungai, dan diatas saluran drainase tanpa adanya tindakan penerbitan.
adanya program dan pendanaan operasi dan pemeliharaan drainase yang memadai.
Tantangan untuk pengembangan infrastruktur jaringan drainase di Perkotaan Raha adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan sungai-sungai utama sebagai drainase utama akan menemui kendala, berhubung masyarakat Perkotaan Raha menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah
2. Drainase sekunder untuk mengalirkan air dari simpul-simpul kegiatan yang dialirkan ke sungai- sungai.
3. Penegakan hukum/peraturan belum berjalan dengan baik.
4. Kesadaran dan kepedulian masyarakat yang tinggal dibantaran sngai dan disekitar poros drainase untuk memelihara sarana dan prasarana sistem drainase masih rendah.
5. Kawasan didataran banjir telah berkembang dengan sangat pesat menjadi kawasan permukiman, perdagangan yang padat, sehingga upaya penanggulangan banjir tidak optimal.
Secara garis besar kapasitas tampung saluran drainase di Kabupaten Muna tidak mampu untuk menampung debit banjir yang terjadi, terdapat beberapa saluran eksisting yang perlu mendapat perhatian serius karena sudah tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi, memang ada beberapa kasus yang terjadi karena saluran terjadi pendangkalan/penimbunan lumpur/sampah, kerusakan saluran maupun karena pada beberapa tempat di sepanjang bantaran sungai/saluran drainase dimanfaatkan untuk keperluan sosial kemasyarakatan dan keperluan pribadi.
Kondisi eksisting pengembangan drainase sebagaimana diuraikan diatas, secara rinci dapat ditampilkan pada Tabel berikut.
Tabel 7.66.
Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase Kabupaten Muna Tahun 2014 No Nama Jalan/ Lokasi
Saluran Panjang (m) Dimensi Luas Catchment Area (Ha) Konstruksi Saluran Kondisi Pengadaan Tinggi (m) Lebar (m) Tahun Sumber Dana Jml Biaya
1 Pemb. Deuker dan Tanggul Jalan Akses Wapunto-Lagasa
400 2,35 2,50
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 178.900.000
2 Pembangunan
Drainase Jalan Rambutan dan dan Jalan Kelapa
345 0,80 0,85
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 69.300.000
3 Pembangunan
Darainase dan Deuker Jalan Anggrek
100 1,10 0,80
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 99.000.000
4 Pembangunan
Darainase dan Deuker R II Kel. Laiworu
232 0,50 0,50
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 99.000.000
5 Pemb. Darainase dan Deuker Jln. Sutan Syharir-Palangga
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 178.900.000
6 Pembangunan
Drainase Jalan Banteng 215 0,90 0,70
Data Belum Ada
Permanen Baik 2014 APBD 59.000.000
7 Pembangunan
Tanggul Kali Kel. Sidodadi
100 3,60 0,60
Data Belum Ada