• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Struktur Audit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Struktur Audit

Muslim A. Djalil (2002:34) menjelaskan bahwa struktur audit

meliputi apa yang harus dilakukan, intruksi bagaimana pekerjaan harus

diselesaikan, alat untuk melakukan koordinasi, alat untuk pengawasan

dan pengendalian audit dan alat penilai kualitas kerja yang

dilaksanakkan. Pemahaman terhadap struktur audit yang baik dapat

meningkatkan kinerja auditor. Hal ini disebabkan karena teknik dan

prosedur audit yang digunakan KAP akan menjadi lebih efektif dan

efisien sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Bowrin

(1998:41) menjelaskan bahwa proses audit yang terstruktur

dikarakteristikan dengan memperkenalkan perubahan dari pendekatan

tradisional ke penggunaan kerangka konseptual yang lebih efisien dan

efektif untuk menyusun program audit dalam setiap perikatan dengan

klien. Sedangkan pendekatan audit yang tidak terstruktur

dikarakteristikan dengan kurangnya pendokumentasian dal hal

kerangka kerja, panduan sistematis dalam proses audit. Salah satu

fokus terhadap struktur audit adalah pengembangan dalam proedur,

aturan, dan komunikasi dalam audit (Bowrin 1998:42). Penggunaan

14

pengumpulan bukti, struktur audit yang semakin baik akan membantu

auditor dalam pengumpulan bukti sehingga akan berpengaruh terhadap

penilaian atas sebuah pendapat audit, sehingga bukti yang kompeten

dan relevan dapat terpenuhi guna memberikan pendapat terhadap

laporan keuangan.

Peningkatan struktur audit pada KAP akan memberikan dampak

baik secara eksternal maupun internal (Bowrin, 1998:52). Secara

internal dapat meningkatkan kompleksitas lingkungan bisnis yang

dihadapi KAP dan Klien, meningkatkan jumlah peraturan di mana

KAP dan klien harus mematuhinya, meningkatkan persaingan di antara

KAP, dan meningkatkan perhatian KAP terhadap ancaman litigasi.

Secara eksternal KAP dapat meningkatkan kekuatan pasar dengan

diversivikasi dan diferensiasi dalam pelayanannya dan turnover staf

yang tinggi.

Penggunaan struktur audit juga memiliki manfaat dan kerugian

(Bowrin 1998:58). Manfaatnya antara lain, meningkatkan efektivitas

dan efisiensi audit, mengurangi litigasi yang dihadapi KAP,

memberikan pengaruf positif pada sumber daya manusia untuk KAP,

memfasilitasi kualitas diferensiasi layanan. Jika penggunaa struktur

audit ini tidak dijalankan secara maksimal maka dapat mengurangi

efektivitas dan efisiensi audit, meningkatkan litigasi yang dihadapi

KAP, memberikan pengaruh negatif bagi sumber daya manusia di

15 2. Komitmen Organisasi

Sopiah (2008:157) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan

adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan

nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya

kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk

mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Menurut

Karsono (2008:157), Komitmen organisasi adalah komitmen pada

organisasi secara global. Komitmen ini menggambarkan perasaan

untuk tetap bersama organisasi yang diwarnai dengan kesetujuannya

dengan tujuan, dan nilai yang dimiliki organisasi. Selanjutnya menurut

Menurut Sardjito dan Muthaher (2008:41), komitmen organisasi

adalah komitmen yang menunjukan keyakinan dan dukungan yang

kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh

organisasi. Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi

sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidup sebuah

organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen menunjukkan

hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja

serta mengabdikan diri bagi organisasi (Amilin dan Dewi, 2008:15).

Berkaitan dengan komitmen organisasi Trisnaningsih (2007:10)

16

mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang

komitmen terhadap organisasi akan menujukkan sikap dan perilaku

yang positif terhadap lembaganya, karyawan akan memiliki jiwa untuk

membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi dan memiliki

keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi.

Komtmen karyawan terhadap organisasinya adalah kesetiaan karyawan

terhadap organisasinya, disamping juga akan menumbuhkan loyalitas

serta mendorong keterlibatan diri karyawan dalam mengambil berbagai

keputusan. Oleh karenanya komitmen akan menimbulkan rasa ikut

memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasinya.

Menurut Setiawan dan Ghozalli (2006:193), konsep komitmen

organisasional didasarkan pada premis bahwa individual membentuk

suatu keterikatan (attachment) terhadap organisasi. Secara historis

komitmen organisasional merupakan perspektif yang bersifat

keperlilakuan dimana komitmen diartikan sebagai perilaku konsisten

dengan aktivitan (consistent lines of activity).

Berdasarkan definisi diatas, maka komitmen organisasi merupakan

tingkat intensitas seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya serta

tingkat keterlibatannya dalam organisasi terhadap nilai dan sasaran

yang ingin dicapai organisasi untuk mengusahakan tercapainya

kepentingan organisasi dan untuk mempertahankan kedudukannya

17 3. Konflik Peran

Konflik peran atau role conflict adalah suatu konflik yang timbul

dari mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan

norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Kondisi tersebut

biasanya terjadi karena adanya dua perintah yang berbeda yang

diterima secara bersamaan dan pelaksanaan salah satu perintah saja

akan mengakibatkan terabainya perintah yang lain. Konflik peran

dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa

menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak negatif

terhadap perilaku individu, seperti timbulnya ketegangan kerja,

banyaknya terjadi perpindahan, penurunan kepuasan kerja sehingga

bisa menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan (Zaenal Fanani et

al., 2007:7).

Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan pada seorang sebagai

suatu fungsi dari peran tertentu yang ia jalankan dalam organisasi. Role

conflict menciptakan harapan-harapan yang mungkin sulit untuk

dipenuhi (Robbins dan Judge, 2009:674).

Menurut Ramawati Hanny Yustrianthe (2008:130), role conflict

terjadi ketika seorang berada pada situasi tekanan untuk melakukan

tugas yang berbeda dan tidak konsisten dalam waktu yang bersamaan.

18

timbulnya stress yang dapat merusak dan merugikan dalam pencapaian

tujuan seseorang. Apabila stres terjadi secara terus-menerus dan

berkepanjangan, maka akan menyebabkan timbulnya reduced personal

accomplishment, pada akhirnya akan menyebabkan tingkat kepuasan

kerja dan keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan atau institusi

yang rendah.

Beberapa bentuk konflik yang dapat terjadi di organisasi menurut

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2006:256) yaitu konflik peran

pribadi (person-role cionflict), konflik intra peran (itrarole-conflict),

konflik antar peran (interrole conflict), adapun penegasannya adalah

sebagai berikut

1. Konflik Peran Pribadi (Person-Role Conflict)

Konflik peran pribadi terjadi ketika persyaratan peran melanggar

peran dasar, sikap, dan kebutuhan individu yang memegang posisi

2. Konflik Intra Peran (Intrarole Conflict)

Konflik antar peran terjadi ketika individu berbeda mendefinisikan

peran menurut set harapan yang berbeda, sehingga tidak mungkin

bagi seseorang yang memainkan peran dapat memenuhi semuanya.

Hal ini mungkin akan terjadi ketika peran yang ada mempunyai set

peran yang kompleks (banyak kaitan peran yang berbeda)

3. Konflik Antar Peran (Interrole conflict)

Terjadi karena individu secara simultan melakukan banyak peran,

19

Mo Koo dan Sim (1997:207) menyatakan bahwa role conflict

terjadi ketika peran yang bertentangan harus dilakukan oleh

masing-masing anggota dalam sebuah organisasi. Dihadapkan dengan harapan

yang terpisah satu sama lainnya, anggota yang mengalami role conflict

dan tidak dapat membuat penilaian yang tepat tentang yang mana yang

harus dipenuhi. Role conflict dan role ambiguity adalah dua

ketegangan psikoloigis yang telah diteliti secara luas dan berhubungan

dengan baik kesehatan mental maupun fisik.

Kondisi role confict terjadi karena kadangkala klien juga meminta

layanan lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja keuangan

perusahaan. Dalam hal ini, dapat menimbulkan konflik antara tugas

yang diemban oleh KAP dan permintaan yang disampaikan klien

sehingga mempengaruhi kinerja auditor. Penelitian pada auditor Korea

menunjukan bahwa tekanan ekonomi membuat auditor tidak terlalu

memperhatikan role conflict agardapat memperoleh klien dan

kadang-kadang mereka mengorbankan etika profesionalnya sehingga dalam

bekerja mereka cenderung berkompromi dengan motif ekonomi (Mo

Koo dan Sim, 1997:215)

Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

konflik peran atau role conflict merupakan suatu situasi dimana

individu mengalami ketidaksesuaian antara perintah atau permintaan

yang diberikan dengan komitmen dari satu peran. Kondisi tersebut

20

diterima secara bersamaan dan pelaksanaan salah satu perintah saja

akan mengakibatkan terabainya perintah yang lain. Seseorang yang

mengalami role conflict cenderung menimbulkan ketegangan kerja,

ketidaknyamanan dalam bekerja, menurunkan motivasi kerja,

penurunan kepuasan kerja, menyebabkan terjadinya perpindahan kerja,

menimbulkan ketegangan psikologis, mempengaruhi kesehatan mental

maupun fisik, serta dapat menurunkan kinerja secara keseluruhan.

Beberapa bentuk konflik yang dapat terjadi di organisasi yaitu konflik

peran pribadi (person-role cionflict), konflik intra peran

(itrarole-conflict), konflik antar peran (interrole conflict)

4. Efektifitas

Menurut Anthony (2004:14) mendefinisikan efektifitas sebagai

berikut:

“Efektivitas adalah hubungan antara output yang dihasilkan oleh pusat pertanggung jawaban dengan tujuan jangka pendek (objektifitas), semakin besar ouput yang dikontribusikan terhadap jangka pendek perusahaan,maka semakin efektif unit tersebut”.

Menurut pendapat Mahmudi (2005:92) dalam bukunya Manajemen

Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat

dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan yang

21

pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal

tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian

suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau

kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut

telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan

suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan

keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut

wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.

Dokumen terkait