• Tidak ada hasil yang ditemukan

اًدْيِدَش Sangat keras

PEMAHAMAN STRUKTUR LAFAZ ‘AŻŻABA

A. Struktur Ayat Azab

Dalam analisis ayat-ayat azab, peneliti menggunakan ilmu mantik dalam hal ini Qaḍiyah al-Syarṭiyyah. Qaḍiyah al-Syarṭiyyah hampir serupa dengan al-Jumlah al-Syarthiyyah dalam gramatikal bahasa Arab atau ilmu nahwu, hanya bedanya al-Jumlah al-Syarthiyyah menggunakan lafaz atau huruf syarat maupun jawab syarat, sedangkan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah menggunakan muqaddam dan tālī. Peneliti membuat tabel seperti dibawah ini, berikut ini struktur ayat yang terdapat lafaz azab dalam al-Qur’an:

Tabel 4.1: Struktur dalam Redaksi Ayat

No. Surat Muqaddam Tālī

ىٰلَع هَتَ نْ يِكَس ُٰ للّا َلَزْ نَا ُثُ

mereka telah

Bila dilihat tabel 4.1 di atas dapat dipahami bahwa ayat-ayat tersebut menggunakan kalimat hipotetis, sehingga diperlukan analisis struktur logis untuk dapat memahami ayat-ayat azab tersebut.

Tabel 4.2: Qaḍiyah al-Syarṭiyyah

Qs. al-Fatḥ/ 48: Dari uraian di atas, jelas bahwa setiap ayat memiliki putusan hipotetis atau muqaddam dan memiliki putusan yang mengandung apa yang disyaratkan atau disebut tālī. Peneliti akan menjelaskan berdasarkan masing-masing surat, sebagai berikut:

1. Qs. al-Ṭallāq/ 65: 8

Pada kolom 1 muqaddamnya adalah “Jika sombong dengan jumlah besar”, tālīnya adalah “Maka jumlah besar tidak berarti, bumi yang luas terasa sempit, kalah lari tunggang-langgang dan ditimpa azab”. Jika muqaddamnya disebut A, dan tālīnya B, akan terjadi yang berikut ini:

a. Jika A benar (artinya: benar bangga dan sombong), maka B juga benar (artinya: jumlah besar tidak berarti, bumi yang luas terasa sempit, kalah lari tunggang-langgang, dan ditimpa azab).

b. Jika B salah (artinya: jumlah yang besar berguna, bumi luas tidak terasa sempit, tidak kalah lari tunggang-langgang, dan tidak ditimpa azab), maka A juga salah (artinya: tidak bangga dan sombong).

c. Jika A salah (artinya: tidak bangga dan sombong), maka B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya belum pasti jumlah besar tidak berarti, belum pasti bumi yang luas terasa sempit, belum pasti kalah lari tunggang-langgang, dan belum pasti ditimpa azab).

d. Jika B benar (artinya: jumlah besar tidak berarti, bumi yang luas terasa sempit, kalah lari tunggang-langgang, dan ditimpa azab), maka A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti sombong).

Kesimpulannya, pada poin a jika manusia bangga dan sombong maka sesuatu yang membuatnya bangga dan sombong tidak berati, kemudian kalah dengan lari lunggang-langgang, hingga ditimpa azab. Pada poin b jika jumlah yang besar bermanfaat bagi manusia, terasa tenteram dan luas, tidak ketakutan, dan tidak diazab, maka hal itu dikarenakan manusia tidak bangga dan sombong. Pada poin c jika manusia tidak bangga dan sombong, maka belum pasti jumlah besar tidak berarti, belum pasti bumi yang luas terasa sempit, belum pasti kalah lari tunggang-langgang, dan belum pasti ditimpa azab, dengan kata lain manusia tersebut bisa saja mendapat ganjaran (konsekuensi) lain seperti pahala, karena ia tidak bangga dan sombong.

Pada poin d jika jumlah besar tidak berarti, bumi yang luas terasa sempit, kalah lari tunggang-langgang, dan ditimpa azab, maka bisa jadi karena sombong dan bisa jadi karena perilaku buruk lain seperti berkhianat.

2. Qs. al-Fatḥ/ 48: 25-26

Pada kolom 2 muqaddamnya adalah “Jika membunuh laki-laki beriman dan perempuan beriman”, tālīnya adalah “Maka ditimpa kesulitan tanpa disadari”. Jika muqaddamnya disebut A, dan tālīnya B, akan terjadi yang berikut ini:

a. Jika A benar (artinya: benar membunuh laki-laki beriman dan perempuan beriman), maka B juga benar (artinya: maka ditimpa kesulitan tanpa disadari).

b. Jika B salah (artinya: tidak ditimpa kesulitan tanpa disadari), maka A juga salah (artinya: tidak membunuh laki-laki beriman dan perempuan beriman).

c. Jika A salah (artinya: tidak membunuh laki-laki beriman dan perempuan beriman), maka B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti ditimpa kesulitan tanpa disadari).

d. Jika B benar (artinya: ditimpa kesulitan tanpa disadari), maka A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti membunuh laki-laki beriman dan perempuan beriman).

Kesimpulannya, pada poin a jika membunuh orang beriman maka ditimpa kesulitan tanpa disadari. Pada poin b jika tidak ditimpa kesulitan, maka hal itu karena tidak membunuh orang beriman. Pada poin c jika manusia tidak membunuh orang beriman maka belum pasti ditimpa kesulitan tanpa disadari, dengan kata lain bisa saja diberi konsekuensi dalam bentuk lain seperti ketakutan dan kecelakaan. Pada poin d jika manusia ditimpa kesulitan tanpa disadari maka belum pasti karena membunuh orang beriman, dengan kata lain ada faktor lain seperti berkhianat, ingkar, durhaka, dan sebagainya.

Pada kolom berikutnya muqaddamnya adalah “jika terpisah”, tālīnya adalah “maka Allah mengazab dengan azab yang pedih”. Jika muqaddamnya disebut A, dan tālīnya B, akan terjadi yang berikut ini:

a. Jika A benar (artinya: benar terpisah), maka B juga benar (artinya:

maka Allah mengazab dengan azab yang pedih).

b. Jika B salah (artinya: Allah tidak mengazab dengan azab yang pedih), maka A juga salah (artinya: tidak terpisah).

c. Jika A salah (artinya: tidak terpisah), maka B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti Allah mengazab dengan azab yang pedih).

d. Jika B benar (artinya: Allah mengazab dengan azab yang pedih), maka A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti terpisah).

Kesimpulannya, jika terpisah antara orang beriman dan kafir maka Allah akan mengazab dengan azab yang pedih. Pada poin b jika Allah tidak mengazab maka karena orang beriman dan kafir belum terpisah. Pada poin c jika orang beriman dan kafir tidak berpisah maka belum pasti Allah menimpakan azab, dengan kata lain bisa saja Allah justru memberikan hidayah kepada orang kafir. Pada poin d jika Allah mengazab maka belum pasti orang beriman dan orang kafir berpisah, dengan kata lain bisa jadi ditimpakan kepada seluruhnya, orang beriman sebagai ujian dan orang kafir sebagai hukuman atas perbuatannya.

3. Qs. al-Ḥasyr/ 59: 3

Pada kolom 3 muqaddamnya adalah “jika mereka menentang Allah dan rasul-Nya”, tālīnya adalah “maka mereka akan diusir dan diazab”. Jika muqaddamnya disebut A, dan tālīnya B, akan terjadi yang berikut ini:

a. Jika A benar (artinya: benar menentang Allah dan rasul-Nya), maka B juga benar (artinya: maka mereka akan diusir dan diazab).

b. Jika B salah (artinya: mereka tidak diusir dan diazab), maka A juga salah (artinya: maka mereka tidak mentang Allah dan rasul-Nya).

c. Jika A salah (artinya: jika mereka tidak menentang Allah dan rasul-Nya), maka B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti mereka diusir dan diazab).

d. Jika B benar (artinya: Jika mereka diusir dan diazab), maka A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti mereka menentang Allah dan rasul-Nya).

Kesimpulannya, pada poin a jika manusia Allah dan rasul-Nya maka manusia tersebut akan diusir dan diazab. Pada poin b jika manusia tidak diusir dan diazab maka dikarenakan manusia tersebut tidak menentang Allah dan rasul-Nya. Pada poin c jika manusia tidak menentang Allah dan rasul-Nya maka bisa saja diusir dan diazab, dan bisa saja tidak demikian maksudnya mendapat ganjaran pahala karena mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya. Pada poin d jika manusia diusir dan ditimpa azab maka bisa jadi karena menentang Allah dan rasul-Nya, dan bisa jadi karena faktor lain.

4. Qs. al-Ṭallāq/ 65: 8

Pada kolom 4 muqaddamnya adalah “jika penduduk negeri mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya”, tālīnya adalah “maka Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat”.

Jika muqaddamnya disebut A, dan tālīnya B, akan terjadi yang berikut ini:

a. Jika A benar (artinya: benar penduduk negeri mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya), maka B juga benar (artinya: maka Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat).

b. Jika B salah (artinya: Allah tidak membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat), maka A juga salah (artinya:

penduduk negeri tidak mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya).

c. Jika A salah (artinya: penduduk negeri tidak mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya), maka B dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat).

d. Jika B benar (artinya: jika Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat), maka A dapat salah tetapi juga dapat benar (artinya: belum pasti penduduk negeri tidak mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya).

Kesimpulannya, pada poin a jika penduduk negeri mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya maka Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat. Pada poin b jika Allah tidak membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat maka penduduk negeri tersebut tidak mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya.

Pada poin c jika penduduk negeri tersebut tidak mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya maka belum pasti Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat, bisa saja sebaliknya dengan diberi ganjaran berupa pahala karena patuh pada perintah Allah dan rasul-Nya.

Pada poin d jika Allah membuat perhitungan secara ketat dan azab yang mengerikan di akhirat maka belum pasti penduduk negeri mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya, dengan kata lain bisa saja penduduk negeri diazab karena perbuatan lain seperti ingkar dan sebagainya.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa azab ialah kehendak Allah, yang ditimpakan kepada mereka yang kafir sebagai konsekuensi atas perbuatan mereka. Mulai dari kesombongan, tindak pembunuhan atau pertikaian yang mereka lakukan, mendurhakai apa yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya, bahkan menentang Allah dan rasul-Nya. Dari uraian

tersebut juga dapat dipahami bahwa Allah tidak begitu saja menimpakan azab, melainkan terdapat beberapa tahapan sebelum azab tersebut benar-benar ditimpakan. Mulai dari tidak berarti jumlah pasukan, yakni, jumlah mereka yang banyak tidak menolong sama sekali, ditimpa kesulitan tanpa disadari, diusir dari benteng atau kampung halaman mereka, perasaan bahwa bumi yang luas itu sempit karena ketakutan mereka, lari tunggang-langgang tidak menemukan tempat yang aman, turunnya tentara yang tak terlihat yang menyebabkan mereka kalah, baru kemudian ditimpakan azab dunia, dihisab dengan perhitungan yang ketat di akhirat hingga azab yang pedih yaitu azab neraka.

Dari sini bisa disimpulkan, bahwa seluruh ayat mengenai azab menggambarkan hak dan kuasa Allah. Dengan kehendak Allah-lah setiap azab ditimpakan kepada golongan tertentu karena perbuatan tertentu dan dalam bentuk tertentu. Sebagaimana Qs. Fātir/35:7 Allah berfirman:

ٌدْيِدَش ٌباَذَع ْمَُلَ اْوُرَفَك َنْيِذ لَا ٌْيِبَك ٌرْجَا و ٌةَرِفْغ م ْمَُلَ ِتٰحِلٰ صلا اوُلِمَعَو اْوُ نَمٰا َنْيِذ لاَو

“Orang-orang yang kafir, mereka akan mendapat azab yang sangat keras. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”

Ayat di atas menggambarkan perbandingan antara orang-orang yang kafir dan orang-orang beriman dengan mengerjakan amal saleh. Orang-orang yang kafir (tidak beriman) akan mendapat ganjaran dari apa yang mereka kerjakan berupa azab yang keras. Sedangkan orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh (kebajikan) akan mendapat ganjaran berupa ampunan dan pahala yang besar dari Allah. Semua ganjaran yang Allah berikan bukan tanpa sebab, semua perbuatan baik atau buruk akan mendapatkan ganjarannya. Semua tergantung manusia atau kelompok tersebut, semakin manusia mengerjakan amal kebajikan maka akan semakin

baik juga balasan yang akan diterimanya, sebaliknya makin melupakan bahkan menentang Allah maka tidak akan ada kenikmatan yang diberikan bahkan Allah akan menimpakan azab kepadanya.

Dokumen terkait