KONSEP AZAB DALAM AL-QUR’AN (Kajian Qaḍiyah al-Syarṭiyyah)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Adam Wildan Al Kihfi NIM: 11150340000043
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
iii
KONSEP AZAB DALAM AL-QUR’AN (Kajian Qaḍiyah al-Syarṭiyyah)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Adam Wildan Al Kihfi NIM: 11150340000043
Pembimbing:
Dr. Syahrullah Iskandar, M.A.
NIP: 197808182009011016
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
v
vii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adam Wildan Al Kihfi
NIM : 11150340000043
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas : Ushuluddin
Judul Skripsi : Konsep Azab Dalam Al-Qur’an (Qaḍiyah al- Syarṭiyyah)
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang dirujuk dalam penelitian ini sudah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari ditemukan bahwa hasil penelitian ini bukan karya saya atau hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix ABSTRAK
Adam Wildan Al Kihfi
Konsep Azab Dalam Al-Qur’an
Kata azab merupakan serapan dari bahasa Arab, diambil dari bentuk kata bendanya atau isim maṣdar-nya yaitu ’ażāb yang artinya siksaan. Di satu sisi, terdapat perdebatan yang terjadi di tengah masyarakat perihal apakah suatu wabah atau bencana merupakan azab. Di sisi lain, penelitian mengenai lafaz ini terbatas dan belum cukup lengkap. Penelitian atas lafaz
‘ażżaba dalam bentuk fi’il māḍi dapat mengisi celah penelitian tersebut.
Setelah mengumpulkan ayat yang mencakup lafaz ‘ażżaba, dan menyusun data tersebut menggunakan pendekatan al-Khalidi, peneliti menggunakan pendekatan tambahan, yakni Qaḍiyah al-Syarṭiyyah untuk melakukan analisis terhadap lafal ‘ażżaba dan melacak relasi dengan ayat lain dan implikasi pemaknaannya.
Berdasarkan tujuannya, azab merupakan targib (ancaman). Sedang- kan berdasarkan fungsinya, azab adalah hukuman atau konsekuensi bagi mereka yang kafir, karena menentang dan mendurhakai Allah dan rasul- Nya. Azab bersifat kolektif, objek dan sasarannya kepada kelompok atau golongan, dengan kata lain tidak kepada individu perorangan. Bentuk azab terbagi menjadi dua jenis, jenis pertama ialah azab dunia yang terbagi menjadi dua kategori yaitu psikologis (ketakutan, tercela, terhina) dan fisiologis (tertawan dan terbunuh). Jenis kedua ialah azab akhirat atau eskatologis, bentuknya azabnya abstrak dan gaib seperti perhitungan yang ketat, azab yang pedih, azab yang mengerikan dan azab neraka.
Kata Kunci: Azab, Qaḍiyah al-Syarṭiyyah, al-Qur’an dan ‘Ażżaba
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Tuhan yang Maha Suci, yang telah memberikan begitu banyak kekuatan, petunjuk, taufik, ilmu, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesai- kan penulisan ini. Tak lupa selawat teriring salam, semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan alam, makhluk termulia di muka bumi, yang telah menuntun umatnya dari zaman kebodohan hingga zaman ilmu pengetahuan, yakni Nabi Muhammad Ṣallallāh ‘Alaihi wa al-Salām.
Dan semoga untaian doa tetap ter curahkan juga kepada keluarga beliau yang suci, sahabat-sahabatnya yang terpilih, serat para tābi’īn yang istimewa, dan kepada seluruh umatnya. Semoga kita dapat mengikuti jejak- jejak hidupnya yang mulia, dan mendapatkan syafaat yang agung darinya, kelak di hari kiamat. Āmīn Yā Allah Yā Rabb al-‘Ālamīn.
Tiba waktunya di mana salah satu manusia dengan segala kekurangannya berhasil menyelesaikan penulisan sebagai salah satu tugas akhir pada tingkat strata 1. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara formal maupun materiil. Maka sudah sepantasnya penulis mengucapkan syukur, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, MA. Selaku Kepala Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, sekaligus sebagai orang tua kedua, guru, dosen penasihat dan juga pembimbing penulis baik secara akademik maupun non-
akademik selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya setengah tahun belakangan ini. Terima kasih karena sudah memberikan begitu banyak pelajaran-pelajaran luar biasa. Semoga Allah bisa membalas semua kebaikan bapak dan keluarga dengan sebaik-baiknya balasan di dunia dan di Akhirat. Serta kepada Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH, selaku sekretaris program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Segenap guru, juga dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberi bekal ilmu kepada penulis selama mengenyam bangku perkuliahan. Terkhusus Dr.
Syahrullah Iskandar, M.A, sebagai dosen pembimbing skripsi.
Terkhusus juga bapak Dr. Fariz Pari, M.Fils, yang bersedia membantu dan mendidik dalam proses penyusunan penulisan ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberi ganjaran yang mulia kepada keluarga beliau didunia dan di akhirat.
5. Teruntuk saudara kandung yang sangat penulis cintai. Yakni, Imam Fathurrahman, S.E, Ulfa Nurul Fadhillah, S.Kom.I dan Muhammad Farhan Asshubhi. Setelah kedua orang tua, mereka adalah kekuatan sekaligus penyemangat hidup penulis untuk selalu berjuang baik itu dalam pendidikan maupun menjalani hidup di dunia ini. Tak lupa juga kepada seluruh keluarga besar Alm. H. Muhammad Yusuf yang senantiasa mensupport dan mendoakan penulis hingga saat ini.
6. Para Buya/Kyai, ustaz dan ustazah, serta seluruh guru-guru dan teman-teman penulis di Pondok Pesantren An-Najah Rumpin Bogor, Pesantren al-Qur’an Baitul Qurra Ciputat, Pesantren Al-Qur’an Nurmedina Pd. Cabe yang telah mendidik, mensupport dan mendoakan penulis sehingga bisa seperti sekarang ini.
7. Teruntuk kawan-kawan seperjuangan Tafsir Hadist 2015, kawan-
kawan KKN HAKS 163 (Oka Pangestu dan Said Fandi), kawan- kawan Baitul Hidayah El-Nugraha, kawan-kawan Harakah Jabariyah (Dwi Pratomo, Ahmad Sairozi, dll.) terima kasih telah bersedia berjuang bersama mengarungi lautan pendidikan ini dan karena kalian telah ikut memberikan goresan tinta dalam cerita penulis selama tinggal di Ciputat Tangerang Selatan.
8. Juga kepada kawan-kawan KOF 15 (Aris Zulfikar, Idris Sulaiman dll.), kawan-kawan TTB SDN Bintara Jaya 1 (Nururachmah Dwi Ariyanti, dll.) yang telah bersedia membersamai penulis dalam suka maupun duka.
Ucapan terima kasih paling dalam kepada orang tua penulis, ayahanda Junaeni, S.Pd dan ibunda Siti Halimah Yusuf yang sangat penulis cintai.
Mereka yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materiil, selalu memberikan semangat dan nasihat, selalu mendoakan untuk kebaikan dan kebahagiaan, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menyelesaikannya dengan baik.
Semoga penulisan atau skripsi ini menjadi salah satu pengilang penat dan cemas, penghibur duka dan lara, atas segala kegiatan mereka yang senantiasa berjuang mencari nafkah demi pendidikan anak-anaknya.
Tentunya, penulis tidak akan pernah mampu membalas kasih sayang dan jasa mereka yang tiada bandingnya di dunia ini. Semoga mereka tetap dalam lindungan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, semoga amal baik semua pihak yang sudah membimbing, mengarahkan, memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan pahala dari sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Penulis menyadari bahwa keilmuan dan wawasan penulis masih dangkal, apabila tulisan ini masih terdapat kekeliruan mohon untuk
sekiranya dimaafkan. Akan tetapi sampai sejauh ini penulis sudah semaksimal mungkin dengan kemampuan yang ada untuk menyelesaikan skripsi ini. penulis berharap tulisan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian, khususnya bagi penulis tersendiri. Amīn
xv
PEDOMAN LITERASI
Pedoman transliterasi huruf Arab-Latin dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab Latin” yang dikeluarkan berdasarkan keputusan bersama (SKB) Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor: 158/1987 dan nomor 0543b/U/1987 sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
A. Konsonan
Daftar huruf Bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada halaman berikut ini:
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
alif dilambangkan tidak tidak dilambangkanب
ba b beت
ta t teث
tsa ṡ es (dengan titik di atas)ج
jim j jeح
ha ḥ ha (dengan titik dibawah)
خ
kha kh ka dan haد
dal d deذ
dzal ż zet (dengan titik di atas)ر
ra r erز
zai z zetس
sin s esش
syin sy es dan yeص
sad ṣ es (dengan titik di bawah)ض
dat ḍ de (dengan titik dibawah)
ط
ta ṭ te (dengan titik di bawah)ظ
zat ẓ zet (dengan titik dibawah)
ع
‘ain ‘ apostrof terbalikغ
ga g geف
fa f efق
qaf q qiك
kaf k kaل
lam l elم
mim m emن
nun n enو
wau w weه
ha h haء
hamzah ’ apostrofي
ya y yeHamzah (
ء
) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong. Untuk vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷ
a fatḥahﹻ
i kasrahﹹ
u ḍammahAdapun vokal rangkap sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ﹷ
ai a dan iو ﹷ
au a dan uDalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ىا
ā a dengan garis di atasيى
ī i dengan garis di atasوى
ū u dengan garis di atasC. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
al-Qamariyah
ُْيِنُلما
al-Munīral-Syamsiyah
ُلاَجِ رلا
al-RijālD. Syaddah (Tasydid)
Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setel kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
al-Qomariyah
ُة وُقْلا
al-Quwwahal-Syamsyiyah
ُةَرْوُر ضلا
al-Ḍarūrah E. Ta MarbūtahTransliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah dan ḍammah, transliterasi adalah (t). Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h). Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah ditransliterasikan dengan ha (h). contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1
ُةَقْ يِر طلا
al-Ṭarīqah2
ُة يِم َلَْسِْلْا ُةَعِماَْلْا
al-Jām‘iah al-Islāmiyyah
3
ِدْوُجُوْلا ُةَدْحَو
Waḥdat al-WujūdF. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abu Hamid, al-Gazali, al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan Nama untuk Nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata Al-Qur’ān (dari al-Qur’ān), Sunah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh: Fī Ẓilāl al-Qur‘ān, al-‘Ibārāt bi ‘Umüm al-Lafẓ lā Khuṣüṣ al- Sabab. al-Sunnah Qabl al-Tadwīn.
xxi DAFTAR ISI
COVER HALAMAN DEPAN ... i
LEMBAR PERSETUJUAN BIMBINGAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ... v
LEMBAR PERNYATAAN ... vii
ABSTRAK... ix
KATA PENGANTAR ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI... xv
DAFTAR ISI ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 10
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
F. Tinjauan Pustaka ... 11
G. Metode Penelitian ... 17
H. Sistematika Penulisan... 21
BAB II GAMBARAN UMUM LAFAZ AZAB ... 23
A. Definisi Azab dan Derivasi Lafaz Azab ... 23
B. Pendekatan Ilmu Mantik ... 33
C. Medan Lafaz ... 37
BAB III KONTEKS LAFAZ ‘AŻŻABA ... 43
A. Redaksi Ayat Azab ... 43
B. Konteks Ayat Azab ... 47
C. Konteks Asbāb al-Nuzūl ... 48
D. Konteks Tafsir Ayat Azab ... 49
BAB IV ANALISIS AYAT ‘AŻŻABA ... 63
A. Struktur Ayat Azab ... 63
B. Klasifikasi Konteks Azab ... 73 1. Objek Azab ... 74 2. Sebab Perbuatan ... 77 3. Bentuk Azab ... 80 4. Persamaan Peneliti dengan Mufasir ... 84 C. Pemahaman Ayat Azab ... 84 1. Perbedaan Peneliti dengan Mufasir ... 86 2. Hasil Analisis ... 88 BAB V PENUTUP ... 91 A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dan filsafat manusia, al- Qur’an mengandung tiga unsur. Pertama, yaitu akidah, budi pekerti, serta hukum atau norma bagi manusia. Kedua, menganjurkan manusia untuk memperhatikan makhluk lainnya setelah dirinya sendiri, yaitu dengan memaparkan histori atau peristiwa sejarah, menginformasikan janji dan ancaman atas apa-apa yang telah di peringatkan-Nya dan balasan atau ganjaran baik itu di dunia maupun di akhirat. Ketiga, membuktikan melalui ketinggian sastra akan redaksinya, ilmu pengetahuan serta ramalan-ramalan yang diungkapkan dalam al-Qur’an.1
Ketiga poin tersebut dapat diterapkan setelah adanya kegiatan penafsiran. Sedangkan kebutuhan akan penafsiran itu sendiri tidak pernah usai. Hal tersebut disebabkan oleh redaksi al-Qur’an yang beragam, yakni ada yang jelas dan ada yang terperinci, ada yang samar dan ada juga yang global. Dari pernyataan tersebut bukan berarti ayat-ayat yang jelas tidak butuh diinterpretasikan, tetapi tetap membutuhkan penafsiran. Oleh sebab itu untuk mendapatkan penafsiran yang benar-benar komprehensif sangat sulit dan tidak bisa apabila mengandalkan satu generasi saja.2
Sebagaimana dijelaskan, al-Qur’an dalam mencapai tujuannya yaitu dengan mengungkapkan salah satu ayatnya dengan memaparkan janji dan ancaman. Janji dan ancaman Allah diperuntukkan bagi manusia dan jin, yaitu yang menaati perintah-Nya dan menjalani ajaran-Nya. Kedua hal tersebut tentunya berkaitan dengan hukum-hukum yang difirmankan Allah dalam al-Quran. Berdasarkan hukum-hukum tersebut, Allah menjanjikan
1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2007), 90-92.
2 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, 22.
ganjaran atau balasan yang setimpal, baik itu balasan bagi perbuatan baik maupun buruk. Seperti dijelaskan dalam Qs. al-Zalzalah/ 99: 7-8 sebagai berikut:
هَر ي اًْيَخ ٍة رَذ َلاَقْ ثِم ْلَمْع ي ْنَمَف هَر ي اًّرَش ٍة رَذ َلاَقْ ثِم ْلَمْع ي ْنَمَو ٧
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya
٨
Dia akan melihat (balasannya) dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun, niscaya Dia akan melihat (balasannya) pula”.
Dalam al-Qur’an juga terdapat berbagai macam uraian, salah satunya menggolongkan sesuatu dengan lawan perbandingannya, seperti ketika al- Qur’an menginformasikan tentang surga kemudian memaparkan tentang neraka, setelah menjelaskan kehidupan kemudian menjelaskan kematian, dan ketika memaparkan atau menyebutkan orang-orang kafir kemudian menyebutkan orang beriman atau sebaliknya, tujuannya adalah untuk mem- perjelas sesuatu dan menghadirkan makna yang lebih lengkap. Seperti contoh Qs. Fāṭir/ 35: 7 sebagai berikut:
ٌدْيِدَش ٌباَذَع ْمَُلَ اْوُرَفَك َنْيِذ لَا ٌْيِبَك ٌرْجَا و ٌةَرِفْغ م ْمَُلَ ِتٰحِلٰ صلا اوُلِمَعَو اْوُ نَمٰا َنْيِذ لاَو
٧
“Orang-orang yang kafir, mereka akan mendapat azab yang sangat keras. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”
Ayat di atas menggambarkan tentang perbandingan antara orang- orang kafir dan orang-orang beriman dengan salah satu perbuatan yaitu amal saleh. Orang-orang yang kafir (tidak beriman) akan mendapat ganjaran dari apa yang mereka kerjakan berupa azab yang keras. Sedangkan orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh (kebajikan) akan mendapat ganjaran berupa ampunan dan pahala yang besar dari Allah.
Al-Qur’an yang diturunkan dengan berbahasa Arab dikenal dan diakui oleh seluruh dunia sebagai kitab yang memiliki jumlah kosa kata beragam dan sangat banyak, dengan susunan (tarkib) yang sempurna,
fonologi,3 sintaksis,4 sistem morfologi,5 rapi, logis, terperinci dan dapat dipahami oleh pembacanya karena ungkapan al-Qur’an yang halus dan indah.6
Kegiatan menginterpretasikan al-Qur’an sudah terjadi sejak dulu. Dan kita dapat menemukan banyaknya kitab-kitab tafsir yang menyebar dengan beragam metode dan corak sesuai kemampuan dan latar belakang keilmuan para mufasir tersebut. Hal ini menjadi alasan untuk generasi berikutnya melanjutkan estafet kegiatan menafsirkan al-Qur’an, sesuai konteks permasalahan yang terjadi pada masa tersebut. Karena untuk mendapatkan penafsiran yang benar-benar komprehensif sangat sulit dan tidak bisa mengandalkan satu generasi saja.7
Mantik atau logika merupakan ilmu kaidah berpikir yang di teori kan pertama kali oleh Aristoteles, kemudian berkembang di peradaban Islam pada masa Umayyah. Kedatangan teori logika di dunia Islam mendapatkan tanggapan yang beraneka ragam. Ada yang mendukung, mengapresiasi, bahkan kemudian mengembangkannya lebih jauh dengan menyempurna- kannya. Akan tetapi ada juga yang menolak dan menganggapnya bid’ah.8
Dalam pengertiannya ilmu mantik adalah ilmu yang memberikan aturan berpikir secara sah, artinya ilmu yang memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti supaya dapat berpikir menurut aturan yang sah.9 Ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi (rasio) untuk membimbing
3 Fonologi adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti bunyi.
4 Sintaksis adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti struktur kalimat.
5 Morfologi adalah ilmu linguistik menjelaskan tentang pemilihan kata.
6 Mursalim, “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa A.S. dalam al-Qur’an:
Kajian Stilistika”. Jurnal Lentera, vol. 1, no. 1 (2017): 85.
7 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, 22.
8 M. Roy Purwanto, Ilmu Mantik, cet I (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press, 2019), 2.
9 Mehra, Partap Sing dan Burhan Jazir, Pengantar Logika Tradisional (Bandung:
Bina Cipta, 1964), 11.
menuju yang benar.10 Sebagai alat atau undang-undang, jika undang- undang ini diperhatikan dan dipelihara, maka hati nurani manusia dapat terhindar dari pikiran-pikiran yang salah.11
Ilmu mantik atau logika mempunyai banyak istilah. al-Farabi dalam kitabnya al-Awsaṭ al-Kabīr dengan “pengukur akal” (Mi‘yar al-‘Aql), Ibn Sina menyebutnya “ilmu alat” (al-‘Ilm al-‘Alī), al-Ghazali menyebutnya dengan pengukur ilmu (Mi’yar al-‘Ilm), Sahrawardi dalam kitabnya Hikmah al-Isyrāq menyebutnya dengan istilah “kaidah berpikir” (Ḍawābiṭ al-Fikr), al-Syirazi dalam kitab al-Lam’at al-Masyriqiyyah menyebutnya dengan istilah ilmu timbangan (al-Mizān) ilmu ukur (al-Qisṭas) dan alat penemuan (al-Idrāki). Sementara banyak juga ulama yang menyebut mantik dengan “cabang pemikiran” dan “ilmu tentang kaidah-kaidah mencari dalil.12
Dalam penelitian ini, ayat al-Qur’an dianalisis menggunakan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah salah satu cabang dalam Ilmu Mantik. Langkah menganalisis dengan menentukan muqaddam dan tālī. Hal ini dilakukan karena ayat-ayat yang diteliti memiliki kalimat hipotetis, sehingga lebih bisa dianalisis dengan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah. Sebagaimana penjelasan berikut:
Qaḍiyah al-Syarṭiyyah adalah qaḍiyah yang di dalamnya memberikan hukum tentang keberadaan nisbah (hubungan) atau ke tidak beradanya antara dua qaḍiyah atau lebih. Setiap Qaḍiyah al-Syarṭiyyah tersusun dari kalimat syarat (muqaddam) atau bahasa filsafatnya antecedens dan kalimat jawab syarat (tālī) atau bahasa filsafatnya consecuens.13
10 M. Sommer, Logika (Bandung: Penerbit Alumni, 1982), 2.
11 Mu’in, Abdul dan K.H. M. Taib Thohir, Ilmu Mantik (Jakarta: Wijaya, 1964), 18.
12 Abdul Munib, Atnawi, Dinamika Pesantren dan Logika. “Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam”. vol. 7, no. 2 (2020): 114.
13 Mahmud Muntatazzeri Muqaddam, Pelajaran Mantik: Perkenalan Dasar-Dasar Logika Muslim (Yogyakarta: Rausanfiker Institut, 2014). 97.
Setelah melakukan pendekatan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah, yaitu dengan menentukan muqaddam dan tālī, selanjutnya peneliti membaca konteks dan peristiwa dari ayat yang akan dianalisis. Penelitian ini dilakukan dengan membaca ayat secara menyeluruh satu konteks atau satu ‘ain (
ع
),14 minimalpeneliti dapat memahami konteks atau menemukan hal apa saja yang terkandung pada ayat al-Quran.15
Penelitian lafaz hanya berfokus kepada analisis struktur logis atau kalimat. Karena dengan struktur logis dalam hal ini ilmu mantik sudah memberikan andil besar dalam memahami al-Qur’an. Karena pendekatan ini peneliti menemukan hal berbeda dengan penelitian sebelumnya bahkan dengan kitab tafsir yang ada. Yaitu berhasil mendapatkan empat kesimpulan putusan kalimat, satu putusan eksplisit dan tiga putusan implisit. Dan hasil dari analisis tersebut al-Qur’an dapat menceritakan secara vertikal dan horizontal. Vertikal mencakup kepada perjalanan kata dan poin-poin isi kandungan. Adapun horizontal yaitu Tartīb al-Khālidī meliputi analisis tentang kata, kalimat, paragraf, wacana dan teks secara keseluruhan.16J
’Ażżaba (
َب ذَع
) adalah bentuk ṡulaṡi mazīd tambahan satu huruf di‘ain fi’il yang berarti memperingati dan menghukum.17 Berasal dari ṡulaṡi mujarrād ’ażaba (
َبَذَع
) yang berarti tidak makan dan minum dari kehausan yang sangat,18 ‘ażiba (َبِذَع
) yang berarti tertutup lumut, ‘ażuba (َبُذَع
) yang14 Waqof ‘ain adalah pemberhentian ayat dalam satu konteks secara penuh.
15 Burhan Nurgiyantoro, Stilistika, cet I (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press, 2014), 9.
16 Syihabbudin Qalyubi, ʻIlm al-Uslūb Stilistika Bahasa dan Sastra ʻArab (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2017), 80.
17 Jamālauddīn Muhammad bin Mukram Ibn Manzūr al-Ifriqī al-Miṣrī, Lisān al-
‘Arabī, jilid 6 (Kairo: Dār al-Ḥadīṡ, 2013). 141-142.
18 Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arabī, jilid 6. 141.
berarti segar dan tawar.19 Kata ‘āżibu (
ُب ِذا َع
) bisa berarti “menghalangi seseorang dari makan dan minum” atau “perbuatan memukul seseorang”dan bisa berarti “keadaan yang memberati pundak seseorang”. Dari pengertian terakhir inilah kata azab digunakan untuk menyebut “segala sesuatu yang menimbulkan kesulitan, atau menyakitkan dan memberatkan beban jiwa atau fisik, seperti penjatuhan sanksi.”20
Kata azab merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab yaitu
ُبِ ذَعُ ي- َب ذَع (
’ażżaba-yu’ażżibu) artinya mengazab atau menyiksa.21 Kata tersebut merupakan bentuk kata kerja fi’il, baik itu fi’il māḍi ataupun fi’il muḍāri’. Sedangkan serapan kata azab diambil dari bentuk kata bendanya atau isim maṣdar-nya yaituباَذَع
(’ażāb) yang artinya siksaan.22 Pengertian ini juga terdapat dalam Kamus Ilmiah Populer, yaitu azab diartikan sebagai siksaan (Tuhan).23 Menurut Prof. Quraish Shihab, azab adalah suatu kemurkaan Allah akibat pelanggaran yang dilakukan manusia.Yaitu pelanggaran sunatullah di alam semesta, termasuk pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan rasul-Nya.24
Dalam al-Qur’an disebutkan berbagai macam gambaran azab. Dari objek sasarannya maksudnya kepada siapa azab ditimpakan, ataupun waktu
19 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:
Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), 975.
20 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 8.
21 Asad M. Alkalali, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), 33.
22 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 909.
23 Partanto, Pius A dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:
Arkola, 1994), 61.
24 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Jakarta: Penerbit Mizan, 2004).
ditimpakannya. Al-Qur’an banyak menggunakan kata azab dalam ayat-ayat yang membicarakan tentang balasan Allah bagi makhluk-makhluk yang menentang-Nya. Kata tersebut juga terdapat dalam al-Qur’an dengan berbagai macam gambarannya. Sebagaimana yang diungkap dalam kitab al- Mu’jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur’an al-Karīm karya Muhammad Fu’ād al-Bāqī, setidaknya kata azab disebut sebanyak 558 kali dalam 337 ayat dari 67 surat dengan bentuk yang berbeda-beda.25 Di antaranya menggunakan isim maṡdar,26 isim fā’il,27 isim maf’ūl,28 fi’il muḍāri’,29 dan fi’il māḍi.30
Lafaz azab dengan menggunakan isim maṡdar terdapat di 291 ayat dalam al-Qur’an dengan bentuk yang berbeda-beda. Contohnya Qs. Ali
‘Imrān/ 3: 176-178 sebagai berikut:
لََا ُٰ للّا ُدْيِرُي ۗ اً ْيَش َٰ للّا اوُّرُض ي ْنَل ْمُ نَِّا ِِۚرْفُكْلا ِفِ َنْوُعِراَسُي َنْيِذ لا َكْنُزَْيَ َلََو ْمَُلَ َلَعَْيَ
اًّظَح ٌِۚمْيِظَع ٌباَذَع ْمَُلََو ِةَرِخْٰلَا ِفِ
١٧٦ َٰ للّا اوُّرُض ي ْنَل ِناَْيِْْلَِبِ َرْفُكْلا اُوََتَْشا َنْيِذ لا نِا
ٌمْيِلَا ٌباَذَع ْمَُلََو ِۚاً ْيَش
١٧٧ ِا ۗ ْمِهِسُفْ نَِ لَ ٌْيَخ ْمَُلَ ْيِلُْنَّ اَ نََّا آْْوُرَفَك َنْيِذ لا َبََسَْيَ َلََو ْيِلُْنَّ اَ نَّ
ٌْيِهُّم ٌباَذَع ْمَُلََو ِۚ اًْثِْا آْْوُداَدْزَ يِل ْمَُلَ
“Dan janganlah engkau (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang
١٧٨
yang dengan mudah kembali menjadi kafir: sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah. Allah tidak akan memberi bagian (pahala) kepada mereka di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang membeli kekafiran dengan iman, sedikit pun tidak merugikan Allah: dan mereka akan
25 Muhammad Fu‘ād ‘Abdu al-Bāqī, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Qur’ān al-Karīm (Kairo: Dār al-Ḥadīṡ, 2007), 553-559.
26 Maṣdar adalah kata benda yang menunjukkan makna perbuatan atau peristiwa.
27 Isim fā’il yaitu jadian dari kata dasar yang menjadi kata sifat dan menunjukkan pelaku atau orang yang mengerjakan sesuatu.
28 Isim maf’ūl yaitu kata jadian dari kata dasar yang menjadi sifat dan menunjuk- kan sasaran atau orang yang terkena suatu perbuatan atau pekerjaan.
29 Fi’il muḍāri’ adalah kata kerja yang berawalan salah satu huruf zāidah yang 4, yaitu ي , ن , أ , dan ت. Terkumpul dalam ucapan ُتْيْ نَأ atau ِتَْنَ. Fi’il Muḍāri ini bisa untuk menunjukkan kejadian di waktu kini (berjalan) maupun di masa akan datang. Kamu katakan َنلآا ُلَعْفَ ي (Dia melakukan sekarang): disebut hāl dan hāḍir, اًذَغ ُلَعْفَ ي (Dia melakukan besok): disebut mustaqbal.
30 Fi’il māḍi adalah kata kerja yang menunjukkan makna yang terjadi pada waktu yang telah lewat.
mendapat azab yang pedih. Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin ber- tambah: dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan”.
Kemudian yang menggunakan fi’il muḍāri’ terdapat di 34 ayat dalam al-Qu’an dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Contohnya Qs. al-
‘Ankabūt/ 29:21 sebagai berikut:
ِۚ ُءۤاَش ي ْنَم ُمَحْرَ يَو ُءۤاَش ي ْنَم ُبِ ذَعُ ي َنْوُ بَلْقُ ت ِهْيَلِاَو
٢١
“Dia (Allah) mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi
rahmat kepada siapa yang Dia kehendaki, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”
Dan lafaz yang menggunakan fi’il māḍi terdapat di 4 ayat dalam al- Qur’an hanya dengan satu bentuk yaitu
َب ذَع
. Seperti contoh pada Qs. al- Taubah/ 9: 26 sebagai berikut:لا َب ذَعَو اَهْوَرَ ت ْ لَّ اًدْوُ نُج َلَزْ نَاَو َْيِنِمْؤُمْلا ىَلَعَو هِلْوُسَر ىٰلَع هَتَ نْ يِكَس ُٰ للّا َلَزْ نَا ُثُ
َنْيِذ
ٰكْلا ُءۤاَزَج َكِلٰذَو ۗاْوُرَفَك َنْيِرِف
٢٦
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan
kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir. Itulah balasan bagi orang-orang kafir.”
Selama ini sebagian dari kita memahami zaman yang melekat pada fi’il dengan pemahaman yang monoton. Dalam artian fi’il māḍi dipahami hanya dengan makna zaman lampau. Pemahaman tersebut tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada dalam al-Qur’an. Seperti fi’il māḍi kadang kala bermakna sekarang dan akan datang. Seperti contoh Qs. al-Naḥl/ 16: 98 sebagai berikut:
ِمْيِج رلا ِنٰطْي شلا َنِم ِٰ للِّبِ ْذِعَتْساَف َنٰاْرُقْلا َتْأَرَ ق اَذِاَف
“Apabila engkau hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah pelindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
Lafaz
َتْأَرَ ق
merupakan bentuk fi’il māḍi yang tidak menunjukkan waktu lampau, melainkan waktu mendatang karena didahului oleh ẓaraf zaman. Jadi makna ayat ini menyuruh beristiazah (mohon perlindungan) sebelum membaca al-Qur’an, bukan sesudah membaca al-Qur’an.Dengan keberagaman tersebut muncul permasalahan, mengapa dalam al-Qur'an lafaz azab digambarkan dengan berbagai bentuk, apa saja penyebabnya, bagaimana perbedaan dan persamaan satu sama lain mulai dari subjek dan objeknya, kapan dan di mana kejadiannya, serta bagaimana konteks masing-masing ayat.
Penelitian dengan topik azab sebenarnya bukan hal baru, dengan kata lain sudah banyak dilakukan dalam berbagai bentuk karya ilmiah.
Sebagaimana contohnya skripsi dengan judul Konsep Azab dalam al- Qur’an: Kajian Tafsir Mauḍu’i tahun 2017 karya Muchammad Zahir Mahfudh mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Ponorogo. Peneliti tersebut memaparkan bahwa makna azab dalam al-Qur’an dapat dilihat dari substansi-substansinya. Di antaranya yaitu golongan yang di azab adalah kāfirūn, musyrikūn, munāfikūn, fāsiqūn, dan zālimūn. Sedangkan macam- macam azab yaitu azab dunia dan azab akhirat.
Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk melanjutkan kajian terdahulu dengan topik yang sama namun dengan wajah yang berbeda.
Seperti memfokuskan kajian kepada lafaz ‘ażżaba bentuk fi’il māḍi sebagai pembeda dari penelitian-penelitian sebelumnya yang fokus kepada al-‘Ażāb bentuk isim maṣdar. Pemilihan fi’il māḍi karena objektifitas dalam pengumpulan data (lafaz) dan diduga mampu mengungkapkan keunikan lafaz (makna) azab dalam al-Qur’an. Kemudian penggunaan Qaḍiyah al- Syarṭiyyah dinilai mampu menghadirkan bukan hanya sekedar makna eksplisit, tetapi juga makna yang implisit. Dalam beberapa karya ilmiah yang penulis temukan, ada beberapa kekurangan yang penulis ingin
melengkapinya. Dengan beberapa alasan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji suatu pembahasan dengan judul “Konsep Azab dalam al-Qur’an”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan, setidaknya ada beberapa permasalahan yang teridentifikasi di antaranya, yaitu:
1. Deskripsi ayat-ayat azab dalam al-Qur’an.
2. Makna azab sebagai salah satu kosa kata dalam al-Qur’an.
3. Pemahaman ayat azab di berbagai derivasinya, baik isim maṣdar, fi’il muḍāri’, dan fiil māḍi.
4. Pendekatan-pendekatan keilmuan untuk memahami al-Qur’an.
5. Azab perspektif kitab-kitab tafsir.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini fokus, teratur, dan tidak melebar ke mana-mana, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Pada penelitian ini penulis membatasi pembahasan pada kata azab yang berbentuk fi’il māḍi dalam al- Qur’an yakni ‘ażżaba (
َب ذَع
), dianalisis menggunakan pendekatan ilmu mantik dalam hal ini Qaḍiyah al-Syarṭiyyah. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpul-kan seluruh ayat yang terdapat kata azab di dalamnya, untuk kemudian diteliti melalui pendekatan Qaḍiyah al- Syarṭiyyah dengan menentukan kalimat muqaddam dan tālī. Hal ini dilakukan guna mendapatkan hasil dan pemaknaan yang mendalam.D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana memahami konsep azab dalam al-Qur'an melalui derivasi dari bentuk lafaz
‘ażżaba (
َب ذَع
) apabila dikaji menggunakan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah?E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mencari signifikansi dari derivasi bentuk lafaz azab, yakni
‘ażżaba, bagi pemahaman mengenai konsep azab.
b. Untuk memahami implikasi penafsiran atas lafaz ‘ażżaba dengan pendekatan Ilmu Mantik, yakni, Qaḍiyah al-Syarṭiyyah
c. Untuk memberikan gambaran yang berbeda dari penelitian- penelitian sebelumnya yang lebih sering menggunakan bentuk isim maṣdar.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam terkait makna azab dan hal-hal yang terkait dengannya dalam al-Qur’an, Memahami wawasan kajian tafsir al-Qur’an berdasarkan lafaz.
b. Penggunaan pendekatan Ilmu Mantik, Qaḍiyah al-Syarṭiyyah, selain dapat membuktikan bahwa al-Qur’an memiliki struktur logis yang ketat, dan memungkinkan pemerolehan makna tafsir yang sebelumnya implisit, dapat mengawali upaya pendekatan lain yang baru dalam kajian tafsir secara umum.
c. Dapat menjadi referensi tambahan dan informasi bagi para akademisi untuk memperluas wawasan dalam mengkaji ayat-ayat dalam al-Qur’an. Sehingga mempermudah para peneliti di kemudian hari mencari data-data terkait al-Qur’an secara komprehensif.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian dengan topik azab sebenarnya bukan hal baru, dengan kata lain sudah banyak dilakukan dalam berbagai bentuk karya ilmiah. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk melanjutkan kajian terdahulu dengan topik yang sama namun dengan wajah yang berbeda. Dalam beberapa karya
ilmiah yang penulis temukan, ada beberapa kekurangan yang penulis ingin melengkapinya. Di antara karya-karya tersebut:
Skripsi dengan judul Hadis-Hadis Tentang Perselisihan Antara Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab: Studi Kritik Sanad dan Matan tahun 1998 karya Arief Rachman Efendi. Skripsi ini menjelaskan tentang perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab tentang cerita orang yang bertobat lalu meninggal, dan dia diperselisihkan apakah akan dibawa oleh malaikat rahmat atau malaikat azab.31
Skripsi dengan judul Gambaran Kata Azab dalam al-Qur’an dalam Kitab al-Kasysyaf ‘An Haqāiq al-Tanzīl Wa ‘Uyūn al-Aqāwil fi Wujūh al- Ta’wīl tahun 2014 karya Nur Izzah salah seorang mahasiswi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian ini berkesimpulan bahwa al-Zamakhsyari dalam tafsirnya memberikan pengertian azab sebagai bentuk ancaman kepada mereka yang menentang Allah. Azab mencakup segala sesuatu yang sakit dan sulit, oleh karena itu dinamakan azab, hukuman atau siksaan, yang mana pelaku dosa terhalang untuk kembali. Menurut al-Zamakhsyari, berdasarkan tujuannya azab merupakan ancaman kepada para pelakunya. Berdasarkan ditimpakannya, azab akan ditimpakan kepada orang yang melakukan dosa. Dan berdasarkan fungsinya, azab merupakan bentuk hukuman bagi pelaku dosa.32
Skripsi dengan judul Konsep Azab dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Mauḍu’i tahun 2017 karya Muchammad Zahir Mahfudh mahasiswa Fakultas Ushluddin IAIN Ponorogo. Peneliti tersebut memaparkan bahwa makna azab dalam al-Qur’an dapat dilihat dari substansi-substansinya. Di antaranya yaitu golongan yang diazab adalah kāfirūn, musyrikūn,
31 Arief Rachman Efendi, “Hadis-Hadis Tentang Perselisihan Antara Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab: Studi Kritik Sanad dan Matan” (Skripsi S1.,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1998).
32 Nur Izzah, “Gambaran Kata Azab dalam al-Qur’an dalam Kitab al-Kasysyāf ‘An Haqāiq al-Tanzīl Wa ‘Uyūn al-Aqāwil Fi Wujūh al-Ta’wīl” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014).
munāfikūn, fāsiqūn, dan zālimūn. Sedangkan macam-macam azab yaitu azab dunia dan azab akhirat. Allah SWT sebagai pemilik azab menghendaki apa pun atas terjadinya azab, dia juga zat yang memberi ancaman azab kepada hamba-Nya, dan hanya kepada-Nya doa-doa agar terhindar dari azab dipanjatkan. Selain itu al-Qur’an banyak menyebutkan peringatan- peringatan yang disampaikan oleh para utusan Allah SWT dan juga gambaran-gambaran penyesalan dari orang-orang yang diazab. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa azab dalam al-Qur’an merupakan peringatan yang datang dari Allah SWT untuk hamba-hamba- Nya.33
Skripsi dengan judul Penafsiran Ali Aṣabuni Terhadap Ayat-Ayat al- Qur’an Tentang Azab (Siksaan) dalam Ṣafwāh al-Tafāsir tahun 2020 karya Siti Ayu Alfiah mahasiswi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam al- Qur’an klasifikasi ayat azab (ażābun ‘alīm, ażābun aẓīm, dan ażābun muḥīn) tersebar sebanyak 31 ayat yang dimuat dalam 13 surat. Selanjutnya, makna dari azab yang pedih (ażābun ‘alīm) ialah siksaan Allah yang akan diberikan kelak di akhirat kepada orang-orang yang durhaka dengan cara dijauhkan dari rahmat Allah dan tidak dapat bertemu dengan-Nya. Bentuk dari azab yang pedih ialah menelan api neraka, akan berada dalam neraka yang mengerikan, ditempatkan di antara api yang berada di atas dan di bawah, serta meminum air yang mendidih dari api neraka. Adapun makna azab yang besar (ażābun aẓīm) ialah siksaan yang akan diberikan Allah kepada orang-orang yang durhaka di dua tempat sekaligus yakni di dunia dengan laknat-Nya dan di akhirat dengan siksaan-Nya berupa neraka jahanam. Bentuk dari azab yang besar di antaranya ialah mendapatkan azab yang membakar, menjerit kesakitan di dalam neraka dan tidak dapat
33 Muchammad Zahir Mahfudh, “Konsep Azab dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Maudhu’i” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2017).
mendengar, perut dan kulitnya hancur diluluhkan, dicambuk dengan cemeti besi dan wajahnya hitam pucat. Dan makna dari azab yang menghinakan (ażābun muḥīn) ialah azab yang penuh dengan kehinaan di mana seseorang tersebut akan direndahkan kelak di akhirat sebagai akibat dari segala keingkarannya terhadap Allah. Bentuk dari azab yang menghinakan ini di antaranya aialah mukanya ditampar dengan api neraka, mukanya dibolak- balikan dalam api neraka, api yang membakar mereka sampai ke hati, dan mereka diikat oleh rantai dan belenggu-belenggu api neraka.34
Skripsi dengan judul Konsep Azab dalam al-Qur’an: Kajian Semantik Toshihiko Izutsu tahun 2020 karya Mhd. Hidayatullah mahasiswa Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kajian ini menemukan bahwa kata ’ażāb dalam konteks al-Qur’an mempunyai makna dasar sebagai siksaan, hukuman atau kesulitan. Kemudian pada penelusuran makna relasionalnya, kata ’ażāb memiliki hubungan dengan kata każżaba (mendustakan), ’atat (durhaka), mahżūr (ditakuti), salaba (menyalib), yatawallā (berpaling), kafara/lā yasykuru (tidak pandai bersyukur), ẓalama (berlaku zalim), atā (datang). Selanjutnya pada tahap analisis paradigmatik, kata azab memiliki kemiripan dengan kata niqmah, ’iqāb, la’nah, halāk, balā’, gadab, alīm, musībah, fitnah. Kata-kata tersebut terhimpun dalam makna yang sama, yaitu suatu hal yang bersifat kesulitan dan menyiksa.
Akan tetapi dalam penggunaannya masing-masing menunjukkan orientasi makna yang berbeda satu sama lain. Selain itu, juga terdapat kata-kata yang kontradiksi dengan azab, misalnya kata ni’mah, rahmah, mahabbah, gafūr, ṡawāb. Adapun terkait masalah bencana alam yang terjadi apakah disebut azab atau musibah dan sebagainya? Berdasarkan analisisnya berkesimpulan bahwa bencana yang terjadi di sekitar lebih tepatnya disebut sebagai fitnah.
34 Siti Ayu Alfiah, “Penafsiran Ali Aṣabuni Terhadap Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Azab (Siksaan) dalam Ṡafwah al-Tafassir” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2020).
Selanjutnya, mengaitkan bencana alam dengan percaturan politik sekitar adalah merupakan suatu hal yang keliru. Berpolitik adalah suatu keniscayaan. Namun sangat tidak tepat memanfaatkan dalil-dalil agama berupa ayat-ayat al-Qur’an dan hadis soal azab untuk meraup dukungan dan menjatuhkan lawan politik apalagi itu sesama umat Islam.35
Buku dengan judul Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka: Belajar dari Azab-Azab Allah kepada Umat-Umat Terdahulu karya Ronny Astrada.
Buku ini membahas mengenai azab yang lebih menekankan pada historitas sejarah umat-umat terdahulu yang ditimpa azab. Kaum-kaum tersebut yaitu kaum Tsamud, kaum ’Ad, kaum Nabi Luth, sampai pada konteks sejarah bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Meskipun buku ini banyak mendeskripsikan azab dari berbagai bentuk dan historisnya, namun tidak ada pembahasan makna azab itu sendiri.36
Buku dengan judul Azab Bagi Orang-Orang Zalim karya Said Yusuf Abu Azir.37 Kedua buku tersebut terfokus pada historisitas dari para pelaku zalim, dimulai dari kisah Qabil putra Nabi Adam yang membunuh saudaranya sendiri hingga kisah umat Nabi Muhammad yang masih mau berbuat zalim. Buku ini sama halnya dengan buku sebelumnya, pembahasannya lebih mengarah pada bentuk-bentuk azab tetapi tidak menjelaskan makan azab itu sendiri.
Buku dengan judul Menghindari Azab Kubur: Renungan dan Persiapan Menghadapi Hari Kiamat karya Hasan Zakaria. Buku ini adalah terjemahan dari kitab al-Qabr: ’Ażāb al-Na’īm. Sebagaimana judul buku tersebut, buku ini membahas tentang azab kubur. Buku ini mengulas tentang dalil-dalil naqli baik dari al-Qur’an maupun hadis tentang gambaran azab
35 Mhd. Hidayatullah, “Konsep Azab Dalam al-Qur’an: Kajian Semantik Toshihiko Izutsu” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020).
36 Ronny Astrada, Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka: Belajar dari Azab-Azab Allah kepada Umat-Umat Terdahulu (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2002).
37 Said Yusuf Abu Azir, Azab Allah Bagi Orang-Orang Zalim (Bandung, Pustaka Setia, 2005).
kubur dan kiat-kiat untuk menghindarinya. Buku ini hanya fokus pada pembahasan azab kubur, tidak menjelaskan makna azab itu sendiri.38 Buku dengan judul Kisah Orang-Orang Zhalim karya Hamid al-Thahir.39 Buku ini menggambarkan bagaimana kezaliman umat-umat terdahulu sehingga Allah mengazab mereka yang diceritakan dalam al-Qur’an.
Jurnal yang berjudul Perkaitan Makna Jerebu dan Azab dalam al- Qur’an karya Afrizal Nur, Mukhlis Lubis, dan Sabri Mohamad. Musibah jerebu (kabut asap) yang melanda akhir-akhir ini boleh saja diartikan sebagai ujian dan peringatan, namun tidak menolak kemungkinan juga dengan makna azab. Kemaksiatan manusia kepada Allah merupakan penyebab utama terjadinya berbagai musibah yang berupa bencana alam maupun krisis di berbagai bidang kehidupan. Satu-satunya jalan untuk mengelak dari segala musibah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Dan yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bahwa segala doa yang telah dilakukan akan dikabulkan Allah bila kaum muslim bersungguh-sungguh menegakkan amar makruf dan memberantas segala kemungkaran.40
Jurnal dengan judul Mitologi “Bencana adalah Azab” dalam Meme Media Sosial karya Atropal Asparina dan Karina Rahmi Siti Farhan. Meme terkait bencana alam Indonesia di media sosial, sekurang-kurangnya mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, Meme konten singkat. Meme ini berisi kata-kata semisal kata-kata “Dosa-dosa penyebab datangnya bencana alam” atau ‘Dosa mendatangkan azab dan bencana”. Kedua, meme konten qaul sahabat atau ulama. Meme ini berisi kata-kata ‘Ali bin Abī Thālib dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Ketiga, meme konten ayat al-Qur’an.
38 Hasan Zakaria Fulaifal, Menghindari Azab Kubur: Renungan dan Persiapan Menghadapi Hari Kiamat (Jakarta, Qultum Media, 2006).
39 Hamid Ahmad al-Thahir, Kisah Orang-Orang Zalim (Jakarta, Darus Sunnah Press, 2012).
40 Afrizal Nur, Mukhlis Lubis, dan Sabri Mohamad “Perkaitan Makna Jerebu dan Azab dalam al-Qur’an” Jurnal al-Turath. vol. 1, no. 1 (2016).
Ayat yang paling sering muncul adalah Qs. al-Syūrā/ 42: 30. Selian itu ada juga Meme konten yang mengarah pada pemimpin zalim sebagai datangnya bencana alam. Makna literal qaul sahabat dan ulama, hadis nabi, dan ayat al-Qur’an dipotong, direduksi, dan dijauhkan dari maknanya yang kaya, kemudian dimotivasi oleh konsep yang mempunyai “kepentingan” tertentu.
Pada proses ini terjadilah apa yang disebut deformasi. Kemudian proses mitologisasi ini diperkuat dengan visualisasi design dalam setiap Meme.
Meme tersebar di media sosial, sehingga menimbulkan normalisasi, dan terbentuklah mitos yang menjadikan konotasi bencana adalah azab Tuhan yang disebabkan oleh dosa-dosa penduduknya. Hal itu mengalahkan, sekaligus mengeliminasi sebaliknya, bahkan qaul sahabat dan ulama, hadis nabi, dan ayat al-Qur’an yang berbicara sebaliknya.41
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda dengan karya-karya di atas, karena skripsi ini pembahasannya lebih mengarah kepada makna kata azab itu sendiri dalam al-Qur’an dengan menggunakan struktural bahasa.
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena data yang digunakan berupa dokumentasi kepustakaan. Penelitian ini masuk ke dalam penelitian kepustakaan (Library Research),42 yaitu studi dengan mengkaji buku-buku, dan naskah-naskah, majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dan bahan-bahan rujukan berasal dari data yang tertulis.
Adapun data yang diambil dari penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber,
41 Atropal Asparina, “Mitologi Bencana adalah Azab dalam Meme Media Sosial”.
Khazanah Theologia. vol. 2, no. 3 (Desember 2020): 176.
42 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi (Salatiga: Fuadah IAIN Salatiga, 2018), 6.
yaitu primer dan sekunder. Penelitian ini juga menggunakan Pendekatan mauḍūʻi Salāh Abdul al-Fattāh al-Khālidī, dengan dalam bukunya al-Tafsīr al-Mauḍū’i Baina al-Naẓariyyah wa al-Taṭbiqīqi dengan metodenya Mauḍū’i Iṣtilāhi fi Qur’ānī.43
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sebagaimana penjelasan berikut:
a. Sumber data primer dalam penelitian ini ialah al-Qur’an, dengan mengkhususkan pada ayat-ayat azab dengan bentuk fi’il māḍi yakni ‘ażżaba (
َب ذَع
) yang hendak dianalisis. Maka rujukan pada penelitian ini adalah al-Qur’an dan terjemahnya.b. Sumber data sekunder ialah berupa kamus-kamus seperti Mu’jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur’an al-Karīm, Lisān al-‘Arabi karya Ibn Manzūr, Fathu al-Rahmān,44 Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata karya Quraish Shihab dkk, dan kamus al-Qur’an yang lain. Juga melihat kitab-kitab tafsir di antaranya al-Tafsīr al- Mauḍū’i Baina al-Naẓariyyah wa al-Taṭbiqīqi, Tafsir Jalālain,45 Tafsir al-Misbah,46 Tafsir al-Azhar47 dan Tafsir al-Wajīz.48 Terakhir sebagai pendukung ialah penelitian terdahulu seperti
43 Ṣalāhu ‘Abdul al-Fatāh al-Khālidī, al-Tafsīr al-Mauḍū’ī Baina al-Naẓariyyah wa al-Taṭbīqi:Dirāsat Naẓariyyat Taṭbīqiyyat Muraffaqatun Binahāżiji wa Laṭāʻifi al- Tafsīr al-Mauḍū’ī (Ardan: Dār al-Nafāʻis, 1433 H/2012 M).
44 ‘Alamī Zādah Faidullāh Al-Hasanī Al-Muqaddasī, Fathurrahman Li Ṭālibi Āyatil Qur’ān (Bairūt: Dār al-Fikr, 1995).
45 Jalāluddīn al-Mahallī dan Jalāluddīn al-Suyūṭī, Tafsir Jalālain (Suriah: Dār Ibn Kaṡīr, 1986).
46 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2005).
47 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka Nasinal PTE LTD Singapura, 1990).
48 Wahbah Zuhaili, Tafsīr al-Wajīz ‘Alā Hāmisy al-Qur’an al-‘Aẓīm (Suriah: Dār al-Fikr, 1996).
buku-buku, skripsi, tesis, jurnal, artikel atau referensi lainnya yang mendukung penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berdasarkan cara kerja Mauḍū’i Iṣtilāhi fi Qur’ānī milik Salāh Abdul al-Fattāh al-Khālidī. Kemudian dilanjut dengan teknik studi dokumen, yaitu dengan mengkaji dokumen-dokumen terkait topik penelitian. Dokumen tersebut dapat berupa surat, arsip foto, notulen rapat, jurnal, buku harian dan lain-lain. Cara kerja studi dokumen yaitu dengan cara mengumpulkan seluruh data dari sumber kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Kemudian menggunakan metode analisis- deskriptif yang berarti interpretasi terhadap isi dibuat dan disusun secara menyeluruh dan sistematis.49 Data-data yang telah dikumpulkan hendak diolah dengan cara-cara berikut:
a. Memilih dan menetapkan lafaz ‘ażżaba sebagai topik permasalahan yang hendak diangkat (Musṭalāh al-lafz).
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat ażżaba menggunakan kamus seperti Mu’jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur’an al-Karīm, Fathu al-Rahmān dan sebagainya.
c. Menentukan kitab tafsir yang akan digunakan sebagai perbandingan dengan peneliti berdasarkan corak yang berbeda.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yaitu suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar. Kemudian dianalisis agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian, karena dari analisis ini dapat diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun formal. Penelitian ini menggunakan metode berpikir deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan tematik/mauḍū’i iṣtilāhi fi qur’ānī al-Khālidī, dengan melacak
49 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), 37.
dan menentukan Musṭalāh al-Lafz dilanjut dengan analisis Siyāq al-Qur’ān.
Penulis bermaksud agar dapat melakukan kajian tafsir dengan meneliti ayat azab dalam salah satu seginya yang sudah dibatasi. Kemudian melakukan analisis berdasar Qaḍiyah al-Syarṭiyyah dalam ilmu mantik terhadap ayat al-Qur’an untuk mendapatkan pemahaman bahkan makna yang lebih dalam agar bisa menjelaskan pokok-pokok permasalahan.
5. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi (koding) lafaz dan ayat azab (Musṭalāh al-Lafz).
b. Mengumpulkan secara Mauḍū’i Iṣtilāhi fi Qur’ānī al-Khālidī (Musṭalāh al-Lafz).
c. Melacak derivasi lafaz azab, mengungkap makna lafaz azab, mengidentifikasi pemaknaan lafaz azab dalam al-Qur’an.
d. Menganalisis ayat menggunakan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah dalam Ilmu Mantik.
e. Mengungkap Siyāq al-Qur’ān.
f. Melakukan analisis klasifikasi persamaan dan perbedaan dengan kitab tafsir
g. Mengungkapkan pemahaman penafsiran 6. Teknik Penulisan
Secara teknis penulisan skripsi berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.50 Kemudian Pedoman Contoh Penulisan Footnote, Daftar Pustaka dan Ayat Al-Qur’an dalam Penulisan Skripsi yang dicetak untuk memudahkan Mahasiswa Ilmu al- Qur’an dan Tafsir yang disusun oleh ketua Program Studi Ilmu Qur’an dan Tafsir. Kemudian Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil
50 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor :0543b/u/1987.
Keempat Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Oleh Tim pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, edisi keempat Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016. Ayat al-Qur’an pada penelitian ini menggunakan Qur’an Kemenag in MS. Word yang dikembangkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an (LPMQ) dengan merujuk terjemahannya kepada Terjemahan al-Qur’an Edisi Penyempurnaan 2019.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab berbeda. Dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta pembahasan yang lebih rinci. Sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Pada bab satu ini berusaha memberikan wacana penelitian, baik itu topik yang dipilih hingga permasalahan penelitian. Kemudian memberikan gambaran singkat yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya.
Bab kedua menjelaskan gambaran umum lafaz azab dalam al-Qur’an yang meliputi: pengertian dan definisi azab, derivasi lafaz azab secara bahasa dan derivasi lafaz azab yang ada dalam al-Qur’an baik itu secara sigah (bentuk) ataupun secara makna. Kemudian menghadirkan medan lafaz, yaitu lafaz-lafaz yang terkait atau berhubungan langsung dengan lafaz azab dalam ayat al-Qur’an yang sudah dikumpulkan. Terakhir, bab ini memaparkan pendekatan yang digunakan dalam analisis penelitian ini.
Peneliti menggunakan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah, salah satu cabang dalam ilmu
mantik yang berguna untuk memahami atau membuat putusan atas kalimat- kalimat hipotetis.
Bab ketiga berjudul konteks lafaz ‘ażżaba dalam al-Qur’an yang meliputi: redaksi ayat-ayat azab yang akan dibahas dalam penelitian ini, berisikan ayat dan terjemahannya. Kemudian konteks ayat azab yang berisikan konteks peristiwa dan konteks ayat, baik itu dalam satu ayat maupun satu ‘ain (
ع
). Kemudian menghadirkan Asbāb al-Nuzūl dari ayat azab yang sudah kumpulkan, untuk menambah gambaran konteks peristiwa sebab turunnya ayat azab berdasarkan riwayat-riwayat yang ada. Terakhir memaparkan perspektif atau pandangan beberapa mufasir dalam kitab tafsir. Dihadirkan sebagai wacana perbandingan antara mufasir dalam kitab tafsirnya dengan peneliti atas hasil yang diperoleh pada bab berikutnya.Bab keempat merupakan pemahaman struktur lafaz ‘ażżaba dalam al- Qur’an yang meliputi: Analisis struktur ayat azab dengan menggunakan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah. Berdasarkan pendekatan Qaḍiyah al-Syarṭiyyah dengan cara kerja muqaddam dan tālī. Kemudian peneliti mengklasifikasi hasil analisis, yaitu menyejajarkan persamaan antara hasil analisis peneliti dan perspektif mufasir dalam kitab tafsirnya. Selanjutnya peneliti mengung- kapkan pemahaman yang diperoleh setelah melakukan analisis dan memaparkan perbedaan antara hasil analisis dan perspektif mufasir dalam kitab tafsirnya. Terakhir peneliti memaparkan hasil temuan dari penelitian ini.
Bab kelima merupakan bab penutup. Pada bab ini berisikan kesimpulan penelitian atau jawaban dari topik permasalahan yang diangkat.
Kemudian ditutup dengan saran-saran untuk penelitian yang akan datang.
23 BAB II
GAMBARAN UMUM LAFAZ AZAB
Pada bab ini peneliti akan memberikan penjelasan umum terkait topik yang akan dibahas pada penelitian ini. Ada beberapa hal yang peneliti anggap penting untuk disampaikan, yaitu: pengertian azab, derivasi azab secara bahasa dan yang tertulis di dalam al-Qur’an, serta teori pendekatan yang peneliti gunakan untuk memahami ayat-ayat dari topik yang diangkat.
A. Definisi Azab dan Derivasi Lafaz Azab 1. Definisi Azab
Secara etimologi, kata azab sebagaimana dalam kamus al-Mu’jam al- Wasīṭ didefinisikan sebagai siksaan, sanksi dan hukuman, atau suatu kesukaran yang ditimpakan kepada diri yang membuat diri tersebut merasakan sangat kesusahan atau kesakitan.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “azab” berarti siksa Tuhan diganjarkan kepada manusia yang meninggalkan perintah dan melanggar larangan agama.2 Di antara kata-kata yang menyerupai azab yaitu siksa dan siksaan. Siksa dalam KBBI artinya penderitaan atau kesengsaraan sebagai hukuman, atau hukuman dengan cara disengsarakan,3 sedangkan siksaan artinya hasil menyiksa atau perlakuan secara sewenang-wenang.4 Kemudian dalam bahasa inggris azab berarti punishment atau torture yaitu hukuman, siksaan, dan penderitaan.5
1 Syauqī Ḍaīf, Al-Mu’jam al-Wasīṭ, cet. V (Mesir: Maktabah al-Syurūq al-Dauliyah, 2011), 611.
2 Abdul Gaffar Ruskhan dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Diambil dari Aplikasi KBBI Edisi V (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2016).
3 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 81.
4 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1063.
5 Desy Anwar, Kamus Lengkap 1 Miliar Inggris-Indonesia (Surabaya: Amelia, 2003), 260 dan 303.