BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Skema 1 Struktur Diri Burns
demikian. konsep diri atau “me”, merupaka kan oleh individu, konsep dan evaluasi mengenai
mbaran orang lain terhadapnya dan gambaran pkan yang diperoleh dari suatu pengalaman li secara pribadi.
an Konsep Diri
(2004) dalam Kamus Psikologi mengatakan kan evaluasi individu mengenai diri sendiri, mengenai diri sendiri oleh individu yang urns (1993) konsep diri adalah suatu gambaran ta pikirkan, pendapat orang lain mengenai kita, ta inginkan.
1993) yang dapat
upakan hal-hal yang nai dirinya sendiri, an tentang pribadi lingkungan yang
kan bahwa konsep ndiri, penilaian atau ng bersangkutan. ran campuran dari kita, dan seperti apa
Cooley (Rakhmat, 1994) menggambarkan konsep diri dengan gejala looking-glass self (diri cermin) dimana konsep diri dipengaruhi oleh apa yang diyakini individu tentang pendapat orang lain mengenai individu tersebut dan seakan-akan menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti berada dalam cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.
Mead (dalam Burns, 1993) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Oleh karena itu, individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.
William D. Brooks (Rakhmat, 1994) mendefinisikan konsep diri sebagai ”those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with ourselves that we have derived from experience and our interactions with others”. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri yang didapat dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan dan perasaan tentang diri yang diperoleh dari
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Konsep diri terdiri dari bagaimana individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana pandangan orang lain tentang diri individu itu sendiri, dan bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri menjadi individu yang ideal
3. Komponen Konsep Diri
Komponen konsep diri menurut Bruns (1993) dalam struktur diri adalah citra atau gambaran diri dan evaluasi diri atau penerimaan diri. a. Citra diri atau gambaran diri
Citra diri merupakan pengetahuan individu tentang diri sendiri. Pengetahuan tentang diri sendiri ini mencakup pemahaman seseorang mengenai dirinya sendiri dan diri lainnya atau diri yang individu yakin orang lain persepsikan. Semua aspek tersebut memperlihatkan kualitas diri seseorang baik kelebihan ataupun kelemahannya.
b. Evaluasi diri dan penerimaan diri
Evaluasi diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang mengacu pada penilaian yang berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seseorang. Pengukuran yang dipakai biasanya, pertama adalah perbandingan dari citra diri yang individu persepsikan dengan citra diri yang ideal atau gambaran jenis pribadi yang diinginkan. Titik acuan yang kedua melibatkan internalisasi dari penilaian masyarakat. Hal ini mengandaikan bahwa evaluasi diri ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi diri. Titik acuan terakhir melibatkan individu yang bersangkutan mengevaluasi dirinya
sendiri sebagai seseorang yang relatif sukses ataupun gagal di dalam melakukan apa yang diminta oleh identitasnya.
Mead (dalam Horton & Hunt, 1989) memandang diri dan masyarakat sebagai dua aspek yang saling berkaitan. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, individu memahami apa yang menjadi harapan masyarakat untuk dilakukan (generalized other). Kesadaran individu akangeneralized other berkembang melalui pengambilan peran. Pada individu dewasa, pengambilan peran yang paling menonjol adalah dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat karena terkait dengan tugas perkembangan mereka. Oleh karena itu, konsep diri akan dilihat dalam 3 konteks kehidupan individu yaitu diri dalam konteks pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.
a. Diri dalam konteks pekerjaan
Peran yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan perubahan kepribadiaan sehingga terdapat pengaruh timbalbalik dari individu terhadap pekerjaan dan dari pekerjaan terhadap individu. Dengan demikian, pengetahuan dan pengalaman akan pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan masukan dalam konsep diri individu tersebut.
b. Diri dalam konteks keluarga
Dalam hal ini, konsep diri dilihat dari latar belakang individu dan hubungan keluarga. Hubungan keluarga disini mencakup komunikasi serta peranan individu dalam keluarga. Sikap atau respon orang tua dan
lingkungan akan menjadi bahan informasi dalam individu menilai siapa dirinya.
c. Diri dalam konteks masyarakat
Yang dimaksud masyarakat disini adalah masyarakat dimana individu tinggal. Penilaian dan sikap orang lain terhadap diri individu akan mempengaruhi konsep diri individu tersebut.
Dengan demikian, konsep diri merupakan gambaran mengenai diri yang meliputi citra diri dan evaluasi diri. Selain itu, konsep diri akan dilihat dalam konteks-konteks kehidupan individu yaitu diri konteks dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.
4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri individu tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup individu dan berkembang sejalan dengan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan individu lain. M.Argyle (dalam Hadry & Heyes, 1988) mengatakan bahwa ada empat faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri, yaitu :
a. Reaksi dari orang lain
Individu dapat mempelajari dirinya sendiri dengan bercermin mengenai perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikan oleh orang lain. Orang-orang yang memiliki arti pada diri individu (significant other) sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri.
b. Pembandingan dengan orang lain
Konsep diri individu sangat tergantung kepada bagaimana cara individu membandingkan dirinya dengan orang lain.
c. Peranan individu
Setiap individu memainkan peranan yang berbeda-beda dan pada setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu pula. Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
d. Identifikasi terhadap orang lain
Anak-anak mencoba menjadi pengikut orang dewasa dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasi ini menyebabkan individu merasakan bahwa dirinya telah memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi.
Menurut Stuart dan Sudeen (Salbiah, 2003) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri yaitu :
a. Persepsi diri
Persepsi diri merupakan pandangan individu terhadap diri sendiri. Selain itu, persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal dan penguasaan lingkungan yang baik. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
b. Orang lain
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Individu melihat diri sendiri melalui cermin orang lain sehingga diri merupakan interprestasi dari pandangan orang lain terhadap individu tersebut. Significant other ini meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan individu. Mereka mengarahkan tindakan, membentuk pikiran dan menyentuh perasaan secara emosional.
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri terbentuk seiring dengan pertumbuhan individu melalui proses belajar. Faktor yang mempengaruhi dalam pembentukkan konsep diri adalah persepsi diri, orang lain (reaksi dan pembandingan) serta peran individu. Persepsi diri adalah pandangan individu terhadap diri sendiri, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Sumber informasi dalam perkembangan konsep diri adalah orang lain. Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Oleh karena itu, konsep diri juga merupakan interprestasi dari pandangan orang lain terhadap diri. Selain itu, konsep diri juga dipengaruhi oleh peran yang individu lakukan, baik peran dalam keluarga, pekerjaan, dan dalam masyarakat.
B. Stigma Sosial
Stigma memiliki konotasi sosial yang menjurus pada hal-hal yang dianggap aib dan kenistaan. Menurut Goffman (1963) stigma merupakan label yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh orang lain karena dianggap telah melanggar aturan atau norma yang sangat dihormati. Stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, pekerjaan yang bertentangan dengan norma agama, anak diluar nikah, kaum homoseksual, dan etnis. Goffman (1963) membagi tiga jenis stigma yang sering disebutkan, yaitu
a. Stigma pada orang dengan cacat fisik atau tubuh seperti orang buta, orang lumpuh, orang tuli, dan orang bisu.
b. Stigma pada orang dengan cacat karakter, seperti gangguan mental, penjahat, pemabuk, pengangguran, kaum homoseksual, orang yang pekerjaannya bertentangan dengan norma yang ada, dan orang yang pernah mencoba bunuh diri.
c. Stigma suku, ras, bangsa, dan agama.
Stigma dapat meningkatkan potensi stres pada individu karena penilaian atau perlakuan yang tidak adil. Sejumlah perspektif teoritis menunjukkan bahwa orang yang mendapat stigma cenderung melakukan pertahanan ego, merasa rendah diri, dan depresi. Crocker dan Major (1989) melakukan kajian yang luas melihat pengaruh stigma sosial, dan melaporkan bahwa stereotip negatif yang ada pada individu dengan cacat fisik, homoseksual dan sakit mental berpengaruh pada keadaan ekonomi dan
hubungan interpersonal pada kelompok ini, seperti sulit mendapat pekerjaan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal. Dalam kajian mereka, Crocker dan Mayor (1989) berpendapat bahwa anggota kelompok stigma memiliki self-esteem lebih rendah dari anggota kelompok non-stigma.
Dari pengertian di atas, stigma merupakan label yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh orang lain karena dianggap telah melanggar aturan atau norma yang ada dalam masyarakat. Stigma sendiri biasanya terjadi pada orang-orang yang mengalami cacat fisik, cacat karakter, dan perbedaan ras. Pemberian stigma berpengaruh pada keadaan individu karena penilaian atau perlakuan yang tidak adil.
C. Pemandu Karaoke
Kata karaoke berasal dari bahasa Jepang. Karaoke terdiri dari dua kata yaitu kara yang berarti kosong dan okesutora yang berarti orkestra. Dalam bahasa Jepang, karaoke artinya sebuah bentuk hiburan dimana seorang penyanyi amatir bernyanyi dengan diiringi musik atau video musik dengan menggunakan mikrofon. Alat karaoke sendiri ditemukan oleh musisi Jepang, Daisuke Inoue, pada awal 1970-an. Alat ini menjadi populer sehingga tersebar ke seluruh Asia dan dunia. Sebelumnya, karaoke hanya tersedia di klub malam dan hotel-hotel berbintang karena eksklusif dan berhubungan dengan hiburan malam. Karaoke di Indonesia kadang masih dianggap sebagai hobi yang kurang baik. Namun, beberapa tahun ini karaoke semakin disukai oleh segala kalangan. Bukan hanya kalangan eksekutif yang ingin melepas
penat dan lelah selama bekerja di kantor, namun anak-anak muda seperti mahasiswa dan pelajar pun juga hobi bersenang-senang di tempat karaoke (Jurnalis Pos Kupang, 2009).
Tempat karaoke sendiri merupakan tempat hiburan yang menyediakan sarana untuk berkaraoke, menyediakan makanan dan minuman baik yang tidak beralkohol atau pun berakhohol (Redaksi Simpang 5, 2008). Tempat karaoke tidak bisa terlepas dari peran handal para pemandu karaoke yang selalu siap sedia melayani pengunjung. Pemandu karaoke sendiri digambarkan sebagai seseorang yang bekerja untuk memberikan pelayanan dan menjamu pengunjung tempat karaoke sehingga pengunjung merasa nyaman. Pemandu karaoke biasanya bertugas untuk menemani tamu mengobrol, bernyanyi, dan memandu atau mencarikan lagu untuk tamu (Minggu Pagi, Sabtu 31 Januari 2004).
Pemandu karaoke biasanya bekerja pada malam hari dan pulang di pagi hari. Oleh karena itu, tidak jarang mereka sering dipandang miring, apalagi mereka bekerja di tempat hiburan malam, berpakain sedikit seksi dan berdandan agak mencolok. Para pemandu karaoke ini juga sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat hanya karena bekerja menemani orang bermabuk-mabukan hingga larut malam. Sejalan dengan hal tersebut Ariyudha (2010) seorang pengamat life style berpendapat bahwa profesi sebagai pemandu karaoke sangat-sangat merendahkan derajat wanita. Pandangan masyarakat yang negatif ini membuat para pemandu karaoke
cenderung tidak ingin mengakui profesinya kepada orang lain bahkan kepada keluarga sendiri.
Dari pengertian tersebut, maka peneliti dapat menggambarkan bahwa pemandu karaoke merupakan seseorang yang bekerja pada sebuah tempat karaoke dan memiliki tugas untuk menjamu dan melayani tamu yang sedang menikmati hiburan karaoke sehingga tamu merasa nyaman dan terpuaskan ketika berkaraoke. Pemandu karaoke sering mendapat pandangan miring dari masyarakat karena mereka bekerja ditempat hiburan malam, menemani tamu mabuk, dan pulang dipagi hari.
D. Stigma dalam Pembentukan Konsep Diri pada Pemandu Karaoke
Seseorang harus berinteraksi dengan orang lain terlebih dahulu sebelum konsep diri terbentuk. Mead (Public Relation, 2009) berpendapat bahwa dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, individu mampu mengembangkan pikiran sehingga dapat menciptakan konsep atau pandangan bagi masyarakat yang berada di luar diri individu. Pikiran tidak hanya tergantung pada masyarakat. Akan tetapi, keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika individu mempelajari bahasa, ia juga belajar berbagai norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya. Selain itu, melalui interaksi individu juga mempelajari cara-cara untuk membentuk dan mengubah dunia sosialnya. Mead (dalam Ardhyana, 2010) menekankan pentingnya looking-glass self (cermin diri) dalam konsep pengembangan diri. Menurut pandangan ini,
konsep diri berkembang melalui interaksi individu dengan orang lain dan merupakan refleksi dari penilaian orang lain atas diri individu. Jadi, konsep diri merupakan produk kesadaran individu tentang bagaimana orang lain mengevaluasi diri dan bagaimana individu mengadopsi pandangan orang lain tersebut.
. Menurut Mead (dalam Griffin, 2012), self adalah proses mengkombinasikan I dan me. I merupakan subyek diri dimana individu bertindak dan memiliki sebuah dorongan spontan untuk memelihara segala sesuatu, kreatif, dan impulsif. Sedangkan meadalah obyek diri yang hadir di cermin diri karena reaksi orang lain terhadap individu. Misalnya guru berkata kepada seorang murid bahwa nilai-nilainya tidak mencapai standar kelas dan mendapat peringkat terendah di kelas. Oleh karena itu, murid tersebut akan berpikir bahwa dirinya bodoh dan tidak akan naik kelas. Meterbentuk ketika individu mulai berinteraksi dengan orang lain. Dalam individu berinteraksi, ia memahami apa harapan masyarakat untuk dilakukan. Oleh karena itu, generalized other mempengaruhi bagaimana bentuk mekarena mengevaluasi segala perilaku individu dalam suatu situasi sosial. Generalized other membentuk bagaimana individu berpikir dan berinteraksi dalam suatu komunitas.
Kajian Mead (Public Relation, 2009) mengenai cermin diri dalam proses pengembangan diri mengimplikasikan kekuasaan yang dimiliki oleh sebuah label terhadap konsep diri dan perilaku individu. Kekuasaan ini menunjukkan prediksi pemenuhan diri yang dihasilkan oleh pemberian
sebuah label yang dinamakan efek Pygmalion (Pygmlaion effect) yang merujuk pada harapan-harapan orang lain yang mengatur tindakan individu. Kelompok stigma menyadari bahwa mereka dianggap negatif oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka memberikan sikap negatif juga ke dalam konsep diri sehingga menjadi lebih rendah dalam harga diri.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Me merupakan obyek diri yang hadir di cermin diri karena reaksi orang lain terhadap individu. Reaksi ini bisa berupa sikap, perlakuan, pandangan ataupun stigma terhadap diri dari orang lain. Cermin diri ini menunjukkan pentingnya sebuah label terhadap pembentukan konsep diri dan perilaku. Oleh karena itu, stigma yang diterima oleh individu dapat memberikan masukan negatif ataupun positif dalam proses pembentukan konsep diri.
E. Pertanyaan Penelitian
Diri adalah proses mengkombinasikan I dan me. I merupakan diri dimana individu bertindak dan me adalah diri sebagai dikenal atau konsep diri. Konsep diri terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya yang mengarah pada bagaimana orang lain mengevaluasi diri dan bagaimana individu mengadopsi pandangan orang lain tersebut. Oleh karena itu, pandangan orang lain dan pemberian label atau stigma menjadi penting dalam pembentukan konsep diri dan perilaku. Selain itu, konsep diri juga dipengaruhi oleh peran yang individu lakukan, baik peran dalam keluarga,
pekerjaan, dan dalam masyarakat. Konsep diri ini dilihat dari aspek citra diri dan evaluasi diri. Salah satu profesi yang dapat menggambarkan stigma negatif adalah pemandu karaoke karena bekerja ditempat hiburan malam, menemani tamu mabuk, dan pulang di pagi hari. Oleh karena itu, rumusan pertanyaan dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana konsep diri pemandu karaoke menurut model konsep diri Burns?
a. Gambaran diri umum
b. Bagaimana konsep diri pemandu karaoke dalam konteks-konteks kehidupan (pekerjaan, masyarakat, dan keluarga)?
2. Bagaimana stigma yang terjadi pada pemandu karaoke menurut Goffman?