TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
2.1.1 Pengertian Struktur Modal
Sawir (2004: 2) menyatakan bahwa struktur modal merupakan komposisi
pendanaan parmanen perusahaan, yaitu bauran pendanaan jangka panjang
perusahaan. Struktur modal merupakan struktur keuangan dimana struktur
keuangan mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendanai
aktivanya.
selanjutnya Riyanto (2008: 4) keseluruhan aktivitas yang bersangkutan
dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan
dana tersebut disebut pembelanjaan perusahaan. Perolehan dan penggunaan dana,
harus didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Adapun penggunaan
dana harus dilakukan secara efisien artinya setiap rupiah dana yang tertanam
dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan
tingkat keuntungan investasi atau rentabilitas yang maksimal. Efisiensi
penggunaan dana secara langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat
keuntungan yang dihasilkan dari investasi tersebut atau rentabilitas. Sedangkan
penggunaan dana harus dilakukan secara efisien, artinya manajer keuangan harus
mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan
biaya yang minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan.
Tujuan manajemen struktur modal kerja adalah menciptakan bauran
saham dan agar tujuan manejemen keuangan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan
manajemen ini disebut sruktur modal optimal.
2.1.2 Teori Struktur Modal
Teori struktur modal adalah teori yang menjelaskan bahwa kebijakan
pendanaan perusahaan dalam menentukan bauran antara hutang dan ekuitas yang
bertujuan untuk memaximumkan nilai perusahaan. Setiap keputusan pendanaan
mengharuskan manajer keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan
biaya dari sumber-sumber dana yang akan dipilih.
Sumber pendanaan di dalam perusahaan dibagi kedalam dua kategori,
yaitu sumber pendanaan internal dan sumber pendanaan eksternal. Sumber
pendanaan internal dapat diperoleh dari laba ditahan dan depresiasi aktiva tetap
sedangkan sumber pendanaan eksternal dapat diperoleh dari para kreditur yang
disebut dengan hutang.
Teori struktur modal pertama kali dikemukakan oleh Modigliani dan
Miller pada tahun 1958, yang selanjutnya disebut dengan teori MM. Teori MM
dibagi dalam dua bagian yaitu teori MM tanpa pajak dan teori MM dengan pajak.
1. Teori MM Tanpa Pajak
Dalam teori MM tanpa pajak dijelaskan bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan dengan memiliki beberapa asumsi, diantaranya:
a. Tidak terdapat Agency cost.
b. Tidak ada pajak
d. Investor mempunyai informasi yang sama dengan manajemen mengenai
prospek perusahaan dimasa depan.
e. Tidak ada biaya kebangkrutan.
f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan dari hutang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar.
Teori MM tanpa pajak dalam Syahyunan (2013: 60) menyatakan Teori
MM tanpa pajak menyatakan dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM
tanpa pajak yaitu:
a. Preposisi I
Jika tidak ada pajak nilai perusahaan tidak tergantung pada struktur modal
(menggunakan hutang atau tidak). Hal ini terjadi karena nilai perusahaan
yang menggunakan hutang sama dengan perusahaan yang tidak menggunakan
hutang akibat kemungkinan munculnya proses arbitrase. Proses arbitrase
muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan
dana yang lebih sedikit.
b. Preposisi II
Penggunakan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan, karena
keuntungan dari biaya hutang yang lebih kecil ditutup dengan naiknya biaya
modal sendiri yang diinginkan pemilik akibat meningkatnya risiko yang
2. Teori MM Dengan Pajak
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis karena kenyataannya
peraturan pemerintah mengharuskan pembayaran pajak bagi setiap perusahaan.
Oleh sebab itu, pada tahun 1963, Teori MM menerbitkan lanjutan teori mengenai
adanya efek pajak (Brigham dan Houston, 2006: 37). Dalam teori MM dengan
pajak juga terdapat dua preposisi yaitu:
a. Preposisi I
Nilai perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak
berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang.
Implikasinya adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan
struktur modal optimal adalah penggunaan seratus persen hutang.
b. Preposisi II
Biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang,
tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan
nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi teori tersebut adalah
sebaiknya perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya.
2.1.3 Kebijakan Struktur Modal
Pada dasarnya, pendanaan melalui utang akan meningkatkan tingkat
pengambalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan
melalui utang juga meningkatkan tingkat resiko atas investasi. Menurut Brigham
dan Hoston (2006: 6) kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu
a. penggunaan lebih banyak utang akan meningkatkan resiko yang ditanggung
oleh para pemengang saham,
b. namun penggunaan utang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan
terjadinya espektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi.
Selanjutnya menurut Brigham dan Houston (2006: 101) seberapa jauh
perusahaan menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga)
implikasi penting yaitu:
a. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat
mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus
membatasi investasi yang mereka berikan,
b. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai
suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal
yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi
kreditor.
c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana
hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka
pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage).
2.1.4 Rasio Struktur Modal
Rasio yang digunakan untuk mengukur struktur modal adalah dengan
menggunakan rasio leverage. Rasio leverage mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh
beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni
Fakhrudin (2008: 109) menyatakan bahwa leverage merupakan jumlah
utang yang digunakan untuk membiayai atau membeli aset-aset perusahaan.
Perusahaan yang memiliki utang lebih besar dari equity dikatakan sebagai
perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi.
Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) rasio leverage bertujuan untuk
menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal
serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya.
Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio,
dan cash flow coverage.
Dalam penelitian ini, struktur modal diukur dengan menggunakan Debt to
Assets Ratio (DAR). Sawir (2004: 2) menyatakan bahwa leverage keuangan dapat diukur berdasarkan nilai buku yaitu dengan rasio nilai buku seluruh utang
terhadap total aktiva (Debt to Asset Ratio). Pengukuran manfaat penggunaan
utang atau analisis leverage keuangan dapat dilakukan dengan
memperbandingkan tingkat pengembalian aktiva (Sawir, 2004:4).
Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) Debt to Assets Ratio merupakan
perbandingan antara total hutang dan total aktiva. Para kreditur menginginkan
debt ratio yang rendah karena semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko para kreditur. Debt to Assets Ratio dirumuskan sebagai berikut (Sugiono dan