TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Ukuran Perusahaan
2.2.1 Pengertian Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008: 313) adalah besar kecilnya
perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai aktiva.
Menurut Sawir (2004: 101) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan
dari struktur keuangan
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang
dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total
aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau
produk organisasi.
2.2.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran
perusahaan ke dalam kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,
dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada
total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro,
usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan
usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini
usaha. Untuk kriteria usaha mikro asset yang harus dimiliki maksimal 50 juta
dan omzet maksimal yang dicapai 300 juta.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini
digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah
usaha. Untuk kriteria usaha kecil asset yang harus dimiliki 50 juta sampai 500
juta dan omzet yang dicapai 300 juta sampai 2,5 miliar.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut
undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang
dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha menengah asset yang harus
dimiliki 500 juta sampai 10 miliar dan omzet yang dicapai 2,5 miliar sampai
50 miliar.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau
swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia.
2.2.3 Rasio Ukuran Perusahaan
Ukuran Perusahaan (size) bisa diukur dengan menggunakan total aktiva,
penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur yang
menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan
tersebut.
Menurut Riyanto (2008: 299), suatu perusahaan yang besar di mana
sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan
mempunyai pengaruh kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya
control dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya
perusahaan yang kecil di mana sahamnya hanya tersebar di lingkungan kecil,
penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang
bersangkutan.
Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar di mana sahamnya
tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi
kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan
perusahaan yang kecil.
Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk memperoleh
besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau
bertahan dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih
fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat
bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Semakin besar ukuran suatu
perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal asing juga semakin besar.
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Jogiyanto
(2007: 282) mengemukakan bahwa Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur
besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total
aktiva. Sedangkan Prasetyantoko (2008: 257) menyatakan bahwa total asset
dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset biasanya
perusahaan tersebut makin besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan
digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari
total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperkecil aset tersebut yang sangat
besar dibanding variabel keuangan lainnya.
2.3 Profitabilitas
2.3.1 Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas menurut Harahap (2007: 304) menyatakan bahwa
profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Brigham & Houston
menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang
pada hasil operasi.
Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian
penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus
berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya
keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari
luar.
2.3.2 Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2009: 162), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu
periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen
suatu perusahaan.
Rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang
tercermin pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau
dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi
dalam pengelolaan kewajiban dan modal (Sugiono dan Untung, 2008: 70).
Rasio-rasio profitabilitas antara lain: Gross Profit Margin, Net Profit Margin,
Cash Flow Margin, Return, Return on Assets, dan Return on Equity.
Rasio profitabilitas pada penelitian ini diukur dengan Return on asset
(ROA). Return on asset adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aktiva, atau dapat dikatakan perbandingan antara laba bersih dengan total
aset. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
penggunaan aset. Begitu juga sebaliknya bila ROA kecil maka tingkat keuntungan
yang dicapai oleh perusahaan akan kecil dan posisi perusahaan akan kurang baik.
Hanafi (2008: 42) menyatakan bahwa Return on Assets mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang
tertentu. Menurut Fahmi (2012: 98) Return on asset sering juga disebut sebagai
return on investment, karena Return on Assets ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai
dengan yang diharapkan dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset
perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan. Selanjutnya, Dendawijaya
(2009: 118) menyatakan bahwa Return on Assets digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Menurut Sartono (2001: 35) menyatakan bahwa Return on Assets
mengukur kemampuan perusahaan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang
tertentu. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan efisiensi manajeman asset.
Menurut Rivai et al. (2013: 490) Return on Assets menunjukkan
kemampuan dalam mengelola aset yang menghasilkan laba sebelum pajak.
Sehingga Return on Assets dihitung dengan rumus sebagai berikut: