BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.1 Struktur Organisasi Formal (Kontraktual)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Manajemen Proyek
Proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Manajemen proyek konstruksi
adalah proses penerapan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan dan
pengendalian) secara sistematis dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal. Pengaplikasian manajemen proyek pada kontraktor pelaksana adalah dengan cara mengelola dan mengorganisir berbagai aset, sumber daya manusia, waktu serta kualitas pekerjaan proyek, sehingga proyek menghasilkan kualitas pekerjaan yang maksimal, meliputi mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. Menurut Soeharto (1995), manajemen perencanaan hanya berperan 20% dan sisanya terdiri dari manajemen
pelaksanaan. Kontraktor bertanggung jawab melakukan koordinasi dan
menyiapkan kebutuhan sumber daya konstruksi meliputi keuangan/dana, sumberdaya manusia/tenaga kerja ahli, material, peralatan dan menyusun metode kerja. Manajemen proyek meliputi langkah-langkah atau tahapan sebagai berikut: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penyelesaian proyek. Pembahasan dikhususkan pada lingkup pelaksanaan dan pengawasan, yang tidak terlepas dari fungsi pengendalian (controlling) dan pengawasan (reporting).
5.1.1 Struktur Organisasi Formal (Kontraktual)
Dalam organisasi ditetapkan pedoman dan petunjuk kegiatan, pembagian tugas, komunikasi, jalur pelaporan dan tanggung jawab masing-masing individu. Pihak-pihak yang terlibat di dalam suatu proyek memiliki tugas, tanggung jawab dan fungsinya masing-masing, disebut juga sebagai pelaku proyek. Hubungan antar pelaku proyek memiliki dasar hubungan formal atau kontraktual, artinya pihak-pihak yang terlibat memiliki wewenang dan tanggung jawab sesuai kontrak yang disetujui bersama. Kontrak berperan dalam pembatasan tanggung jawab, penentuan cakupan dan peranan penyelenggara proyek serta berkaitan dengan hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia jasa. Skema hubungan kerja antar
25 pelaku proyek pada Proyek Penataan Kawasan SCR dapat dilihat di Gambar 15. Struktur organisasi menggunakan jasa konsultan manajemen konstruksi yang bertindak sebagai manajer konstruksi dan wakil dari pemilik (owner).
Owner Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau (DISPORA) Manajemen Konstruksi PT. Riau Multi Cipta Dimensi Konsultan Perencana CV. Persada Nusantara Keterangan Hubungan Kontrak Hubungan Fungsional Kontraktor Pelaksana Nindya-TWW, JO. Sub kontraktor Supplier
Gambar 15. Struktur Organisasi Proyek Penataan Kawasan Sport Center Rumbai (Sumber: Nindya-TWW, JO. 2011)
Pemilik proyek (owner) adalah pihak yang memiliki gagasan mengenai proyek yang diinginkan dan berperan sebagai pihak pemberi tugas yang memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pemenang tender. Pada proyek penataan kawasan SCR, yang berperan sebagai owner adalah Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Riau, yaitu pejabat struktural instansi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan jasa, mengelola administrasi kontrak dan mengendalikan pekerjaan.
Konsultan perencana berperan sebagai pihak yang menerjemahkan dan membuat gambaran yang jelas dari aspek-aspek teknis, arsitektur dan ekonomis mengenai proyek yang dicita-citakan oleh owner. Konsultan Perencana berperan dalam pembuatan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS). Begitu juga dalam pembuatan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) dari proyek tersebut. Konsultan perencana merupakan badan atau perseroan yang membuat perencanaan bangunan secara lengkap baik bidang arsitektur, sipil dan bidang-bidang terkait dengan sistem bangunan, dalam proyek ini adalah CV. Persada Nusantara.
Jenis proyek, kompleksitas dan volume pekerjaan mempengaruhi pertimbangan akan pendekatan manajemen dalam suatu manajemen proyek. Pada
proyek berskala besar, biasanya pemilik proyek (owner) memberikan kepercayaan manajerial secara penuh pada manajemen konstruksi (MK). Pengawasan proyek dilakukan MK, mulai dari tahap pengembangan, perancangan, pelelangan, pelaksanaan, sampai pada tahap penyerahan proyek. Pada tahap pelaksanaan, MK
berfungsi sebagai koordinator pengelola pelaksanaan melalui kegiatan
pengendalian atau pengawasan. Keuntungan dari pengawasan langsung oleh MK adalah durasi dan biaya terkontrol dengan baik. Sistem manajemen proyek
konstruksi menerapkan pengawasan mutu (Quality Control), pengawasan biaya
(Cost Control) dan pengawasan waktu pelaksanaan (Time Control). Badan yang dipercaya sebagai Manajemen Konstruksi/MK pada proyek Penataan Kawasan SCR adalah PT. Riau Multi Cipta Dimensi. MK berwenang untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan dan memberikan konsultasi terkait teknis operasional kepada pihak kontraktor, agar didapatkan hasil kerja terbaik sesuai RKS, memberikan peringatan terhadap pihak pelaksana jika terjadi penyimpangan terhadap kontrak kerja, menghentikan pelaksanaan pekerjaan jika pelaksana proyek tidak memperhatikan peringatan yang diberikan, memeriksa gambar shop drawings, melakukan pengontrolan dalam pemesanan material maupun perlengkapan bangunan, serta melakukan perubahan melalui berita acara perubahan (site instruction).
Kontraktor Pelaksana adalah pihak yang mendapat tugas dari pemilik proyek untuk melaksanakan proyek sesuai yang telah direncanakan konsultan perencana, sesuai dengan gambar-gambar, RKS dan dokumen kontrak. Kontraktor adalah perusahaan berbadan hukum yang bergerak dalam bidang pemborongan pembangunan suatu proyek sesuai dengan spesifikasi pekerjaan dan jadwal yang telah ditentukan. Kontraktor yang memenangkan pelelangan umum pada proyek SCR adalah Nindya-TWW JO, yaitu gabungan dari dua perusahaan penyedia jasa konstruksi PT Nindya Karya dengan PT. Tuju Wali Wali (TWW). JO atau Joint Operation adalah kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan, tanpa pihak-pihak membentuk suatu badan hukum baru/tersendiri sebagai badan yang mempunyai usaha tertentu. Kerja sama operasi ini tertuang
27 menyelesaikan pekerjaan proyek penataan kawasan SCR dalam waktu tertentu, sesuai dengan kegiatan bersama dari masing-masing unit kerja dan pendanaan bersama. Joint Operation merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir faktor resiko dengan membentuk ikatan kerja sama finansial, dimana dua atau lebih perusahaan kontraktor berkomitmen pada pembagian untung atau rugi, sesuai dengan presentase yang telah disepakati. Surat perjanjian kemitraan Kerja Sama Operasi (KSO) atau Joint Operation Agreement disebutkan bahwa PT. Nindya Karya sebagai perusahaan utama (leading firm). Keikutsertaan modal (sharing) pada setiap perusahaan memiliki persentase yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun stakeholder yang berada di bawah tanggung jawab kontraktor adalah supplier pohon dan sub kontraktor rumput. Supplier atau pemasok material pohon bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pohon baik jenis maupun jumlah sesuai dengan dokumen kontrak yang telah disepakati, sedangkan sub kontraktor rumput memiliki kewajiban untuk bekerja memenuhi kebutuhan rumput pada lanskap kawasan SCR sesuai dengan dokumen kontrak.
Secara umum hubungan kerja antar pelaku proyek Penataan Kawasan SCR dapat dikatakan baik, namun kehadiran suatu konflik adalah sesuatu yang wajar. Beberapa penyebab konflik yang umum terjadi adalah masalah komunikasi, seperti perbedaan persepsi individual yang berhubungan dengan hasil akhir, kriteria dan prioritas, otoritas tugas dan keputusan. Hubungan kerja antara pengawas/MK dan kontraktor pelaksana dapat dikatakan kuat dikarenakan kantor direksi yang berada di dalam satu lokasi. MK sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, hendaknya memberikan pengawasan yang netral dan objektif sehingga tercapai praktik manajerial profesional dan mengkomunikasikan seluruh proses konstruksi kepada owner. Dalam beberapa kasus MK dapat dikatakan kurang netral dalam menjalankan tugasnya, misalnya pada pemesanan material walaupun MK berwenang dalam memberikan usulan terkait operasional pelaksanaan, namun bukan berarti MK berhak menentukan siapa pemasok/sub kontraktor yang akan ditunjuk untuk bekerja sama dengan pihak kontraktor. Pada kasus pekerjaan softscape, MK merekomendasikan supplier tanaman, padahal pihak kontraktor lebih berkenan jika penanaman dilakukan oleh sub kontraktor untuk mengecilkan kompleksitas proyek dan mentransfer risiko agar hasil
pekerjaan menjadi lebih terjamin. Kontraktor kurang tegas dan terpaksa menerima supplier yang telah ditunjuk MK, padahal dari segi kualitas dan harga kurang kompeten. Kasus serupa terjadi kembali pada pekerjaan rumput, dimana owner merekomendasikan sub kontraktor rumput, padahal pekerjaan penanaman rumput dapat diswakelola oleh kontraktor. Hendaknya kontraktor dapat menunjuk sendiri sub kontraktor/supplier yang akan dijadikan partner kerjanya sehingga diharapkan terjadinya kerjasama dan koordinasi yang lebih baik.