• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUB SEKTOR POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Dalam dokumen Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulaua (Halaman 93-100)

BAB V KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI REGIONAL

5.4. SUB SEKTOR POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Berdasarkan analisis overlay pada sub bab 5.1. beberapa sub sektor potensial di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, spesialisasi, dan pertumbuhan menonjol sebagai berikut:

1. Sub sektor industri logam dasar dari sektor industri pengolahan.

Industri yang memproduksi komoditas hasil pemrosesan seperti besi baja, alumunium, tembaga, nikel, dan lain sebagainya ini merupakan industri yang sangat berpotensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya mengingat Indonesia saat ini masih banyak mengekspor bahan mineral mentah untuk industri tersebut.

Dikaitkan dengan analisis SWOT pada sub bab 5.2, industri logam dasar didukung oleh regulasi UU Nomor 4/2009 yang sejak penerapannya di tahun 2014 melarang ekspor mineral mentah dan PP 45/2015 yang memasukkan industri logam dasar sebagai prioritas. Dengan mempertimbangkan keadaan sumber daya mineral di Indonesia yang berlimpah dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan pemanfaatannya selama ini masih dalam ekspor bahan mentah, letak Provinsi Kepulauan Riau yang berada di pintu gerbang perdagangan internasional dapat dimanfaatkan untuk dijadikan pusat industri logam dasar. Dengan pemusatan industri logam dasar di Provinsi Kepulauan Riau, sumber daya mineral akan dikumpulkan, diproses, dan dapat segera diekspor sehingga biaya logistik dapat ditekan dan hasil produksi semakin kompetitif. Pemerintah dapat membantu pembentukan pusat industri logam dasar tersebut dengan memberikan fasilitas tax holiday khusus untuk perusahaan yang bergerak di bidang industri logam dasar

Gambar V-13 Indeks Infrastruktur Fisik

Sumber: Political and Economic Risk Consultancy (diolah)

dan/atau menciptakan PPP untuk membangun kawasan industri khusus industri logam dasar. Namun, perlu juga dipertimbangkan resiko dari spesialisasi industri logam dasar tersebut yakni penurunan harga komoditas yang terjadi sepanjang tahun 2015 dan kemungkinan recovery harganya yang belum dapat diprediksi yang dapat menjadikan prospek industri logam dasar menjadi turun.

2. Sub sektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik dari sektor industri pengolahan.

Sub sektor dengan tingkat teknologi menengah-tinggi ini berpotensi untuk

menciptakan nilai tambah yang besar dan transfer knowledge yang signifikan

apabila pemrosesan dari hulu ke hilir dapat dilakukan di Indonesia. Dikaitkan dengan analisis SWOT pada sub bab 5.2, industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik juga termasuk industri prioritas dalam PP 14/2015 (industri elektronika dan telematika/ICT). Adanya kawasan-kawasan

yang ditetapkan sebagai Free Trade Zone apabila didukung dengan pasokan

sumber daya manusia dengan keahlian yang cukup memadai dan promosi yang terarah dari pemerintah berpotensi besar untuk mengembangkan industri tersebut di Provinsi Kepulauan Riau menjadi jauh lebih besar lagi.

Industri yang berkaitan dengan Information and Communication Technology

(ICT) memiliki urgensi tersendiri untuk lebih diprioritaskan dibandingkan industri-industri lainnya karena Indonesia belum memiliki basis industri-industri ICT yang baik sementara tren penggunaan barang-barang berteknologi tinggi terus meningkat. Sebagaimana tercermin dari data perbandingan ekspor/impor ICT terhadap total ekspor/impor dimana tren perbandingan ekspor ICT terhadap total ekspor dalam tren menurun sedangkan tren perbandingan impor ICT terhadap total impor dalan tren menaik. Hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi ketergantungan pada pasokan impor barang-barang berteknologi tinggi.

Guna mendorong pertumbuhan

industri ICT di Provinsi Kepulauan Riau, pemerintah dapat melakukan hal serupa

dengan memberikan tax holiday dan

menyediakan kawasan industri khusus untuk industri ICT. Karena karakteristik industri ICT yang membutuhkan teknologi tingkat menengah-tinggi, pemerintah juga perlu membangun basis sumber daya manusia yang memiliki kemampuan Gambar V-14 Perbandingan Ekspor/Impor

ICT terhadap total Ekspor/Impor

Sumber: World Bank (diolah)

seperti dengan mengembangkan Technology Center seperti Sillicon Valley atau Bandung Techno Park. Selain itu, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dapat mengarahkan Perguruan Tinggi Negeri di Provinsi Kepulauan Riau untuk memprioritaskan jurusan-jurusan yang berhubungan dengan ICT,

Kementerian Ketenagakerjaan dapat mengembangkan pelatihan-pelatihan yang

bertema ICT, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dapat bersikap proaktif dengan membuat proposal untuk menggaet kerjasama dari perusahaan ICT ternama dalam membentuk PPP seperti yang telah dilakukan oleh Investment Promotion Agency (IPA) Costa Rica dengan Intel.

Adapun industri berteknologi cenderung lebih resilien karena karakteristiknya yang mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena itu, prospek jangka panjang dari industri ICT sangat baik khususnya bila dibandingkan industri-industri lain seperti industri berbasis komoditas yang rawan terkena dampak perubahan teknologi.

3. Sub sektor industri alat angkutan dari sektor industri pengolahan.

Sebagai provinsi yang memiliki 2.408 pulau dan 95% lautan dalam wilayahnya, Provinsi Kepulauan Riau mengandalkan moda transportasi laut sebagai sarana utama dalam meningkatkan interkonektivitas wilayah. Bertumbuhnya industri alat angkutan di Provinsi Kepulauan Riau didorong oleh tingginya kebutuhan terhadap produk industri alat angkutan laut seperti kapal dan perahu. Sebagaimana dua sub sektor sebelumnya, sub sektor alat angkutan juga termasuk industri prioritas dalam PP Nomor 14/2015. Pemenuhan kebutuhan alat angkutan laut selama ini masih banyak didatangkan dari luar negeri, dukungan terhadap sub sektor ini di Provinsi Kepulauan Riau akan mengurangi ketergantungan impor alat transportasi laut bagi Provinsi Kepulauan Riau yang bercirikan kepulauan.

4. Sub sektor ketenagalistrikan dari sektor listrik dan gas.

Sub sektor ketenagalistrikan yang mencakup kegiatan pembangkitan, transmisi dan pendistribusian energi listrik kepada konsumen akhir telah menjadi industri prioritas pemerintah sesuai amanat PP Nomor 14/2015 (Industri Pembangkit Energi) dan target peningkatan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW.

Hasil analisis sub bab 5.1. menunjukkan bahwa ketenagalistrikan merupakan sektor unggulan dan potensial dari sudut pandang pertumbuhan dan kontribusinya. Namun, terlepas dari kinerja yang baik, sektor ketenagalistrikan di Provinsi Kepulauan Riau belum dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakatnya sebagaimana terlihat dari frekuensi pemadaman listrik dan data neraca daya dari PLN dimana pada kondisi beban puncak, Provinsi Kepulauan Riau dapat

mengalami defisit listrik

sebesar 112,37% dari

kapasitas terpasang di PLN. Pada satu sisi, hal tersebut

menunjukkan bahwa sub

sektor ini memiliki ruang yang

sangat luas untuk

berkembang karena masih banyak permintaan yang belum terpenuhi. Di sisi lain, hal tersebut dapat diartikan bahwa masih banyak industri di Provinsi Kepulauan Riau yang belum terpenuhi kebutuhan listriknya, hal tersebut dapat mengurangi daya saing dalam menarik investasi.

Provinsi Kepulauan Riau masih banyak menggunakan pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel atau batu bara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Padahal berdasarkan analisis SWOT, Provinsi Kepulauan Riau memiliki dua jenis sumber daya alam lokal yang dapat menjadi alternatif.

Alternatif yang pertama adalah gas dimana hampir setengah dari cadangan gas yang sudah ditemukan di Indonesia berada di di Kabupaten Natuna. Selama ini, sebagian besar pemanfaatan gas di Natuna baru berupa ekspor. Apabila pemerintah memilih pembangkit listrik tenaga gas untuk pengembangan berikutnya, Provinsi Kepulauan Riau dapat mengurangi ketergantungan akan pasokan sumber energi dari wilayah lain dan berpotensi untuk meningkatkan efisiensi. Selain itu, apabila pasokan energi melimpah, maka perencanaan pembangunan pembangkit listrik barupun akan lebih fesibel. Tentunya pemerintah harus terlebih dahulu bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang mengekstraksi gas untuk dapat memanfaatkan keberlimpahan gas tersebut. Alternatif kedua adalah pemanfaatan tenaga surya karena lokasi yang berdekatan dengan garis khatulistiwa. Pemilihan tenaga surya sebagai pembangkit listrik tentunya jauh lebih baik dibandingkan sumber-sumber lainnya yang berbahan dasar fosil dalam konteks berkelanjutan (sustainability) dan polusi yang ditimbulkan. Selain itu, penggunaan tenaga surya sebagai sumber utama listrik di Provinsi Kepulauan Riau juga akan membantu pemerintah mencapai target pengurangan emisi gas efek rumah kaca dan target diversifikasi sumber daya listrik. Potensi yang lebih besar lagi timbul dari kemungkinan efisiensi biaya yang dapat diciptakan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) apabila dikaitkan dengan konteks ciri kepulauan yang dimiliki. Dengan kondisi geografis kepulauan yang terpisah lautan satu sama lainnya, pembangkit listrik yang memiliki dasar economies of scale membutuhkan biaya pembangunan jaringan listrik untuk

Tabel V-3 Neraca Daya Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 (dalam MW) Satuan PLN Kapasitas Terpasang *) Daya Mampu Beban Puncak PLN Wilayah Riau

(Bagian Kepulauan Riau) 85,30 53,55 53,12

PLN Batam 132,33 94,02 339,00

Total 217,63 147,57 392,12

*belum termasuk kapasitas yang dihasilkan selain PLN Sumber: PLN, Statistik PLN 2014

menyambungkan antar pulau. Di sisi lain, PLTS dapat dibangun secara kecil-kecilan dan tidak perlu tersambung ke jaringan luas, sehingga PLTS sebagai alternatif akan memotong biaya pembangunan jaringan

yang membebani

daerah kepulauan.

Dalam skala nasional,

pemilihan PLTS

sebagai alternatif juga dapat membantu negara Indonesia dalam mencapai target diversifikasi sumber energi listrik dimana porsi New and Renewable Energy (NRE) atau energi baru dan terbarukan harus mencapai 25,9% pada tahun 2025, 30,9% pada tahun 2030, dan 39,5% pada tahun 2050.

5. Sub sektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya dari sektor perdagangan dan reparasi.

Sub sektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya dari sektor perdagangan dan reparasi mencakup seluruh kegiatan (kecuali industri dan penyewaan) yang berhubungan dengan mobil dan sepeda motor.

Dikaitkan dengan analisis SWOT, pertumbuhan pesat sub sektor ini didorong oleh adanya pembebasan PPN, PPNBM, dan Bea Masuk atas kendaraan di wilayah FTZ BBK. Dalam konteks ekonomi, kinerja tersebut turut berkontribusi terhadap kekuatan perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Namun, sub sektor perekonomian yang cenderung konsumtif ini membawa resiko dimana volume impor akan meningkat dan tidak diimbangi oleh volume ekspor sehingga tujuan awal untuk membangun export-oriented zone menjadi melenceng.

6. Sub sektor angkutan laut dari sektor transportasi dan pergudangan

Sub sektor angkutan laut meliputi usaha pengangkutan atau barang pada kapal yang beroperasi pada perairan laut atau pesisir. Termasuk didalamnya adalah penarik atau pendorong tongkang (tug and barge), kapal minyak dan lain sebagainya, kecuali pengoperasian bangunan struktur terapung, kegiatan rumah

Gambar V-15 Target Diversifikasi Sumber Energi Listrik Indonesia

makan dan bar di atas kapal yang disediakan unit terpisah dan pengoperasian tempat berjudi di atas kapal.

Pada dasarnya, pertumbuhan di sub sektor angkutan laut bergantung dari arus barang dan penumpang antar atau di dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Arus barang dan penumpang sendiri lebih banyak ditentukan oleh kinerja dari sektor atau sub sektor lainnya sedangkan fungsi dari sub sektor angkutan laut adalah sebagai pendukung dari sektor atau sub sektor lain tersebut. Sektor atau sub sektor yang sangat mempengaruhi sub sektor angkutan lautnya diantaranya, namun tidak terbatas pada sektor industri pengolahan, sektor pariwisata dan penyediaan infrastruktur pelabuhan.

Dikaitkan dengan analisis SWOT di sub bab 5.2, Provinsi Kepulauan Riau yang bercirikan kepulauan, berada di jalur perdagangan internasional, memiliki pariwisata yang potensial, dan merupakan wilayah industri pengolahan seyogyanya memiliki sub sektor angkutan laut yang kuat. Namun, RPs sub sektor angkutan laut di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa pertumbuhannya hanya lebih cepat 1,06 kali dibandingkan pertumbuhan nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak sekali potensi yang belum digali dari sub sektor angkutan laut di Provinsi Kepulauan Riau. Akan tetapi, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah sebaiknya berfokus pada hal-hal di luar industri angkutan laut itu sendiri yakni penguatan industri pengolahan dan pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau, serta pembangunan infrastruktur pelabuhan yang kompetitif. Sedangkan untuk sub

sektor angkutan laut sendiri, pemberlakuan kebijakan cabotage yang

mengharuskan pengangkutan jalur laut domestik untuk dikerjakan perusahaan pelayaran Indonesia sudah cukup membantu pertumbuhannya.

7. Sub sektor penyediaan akomodasi dari sektor akomodasi dan restoran

Sub sektor penyediaan akomodasi mencakup akomodasi jangka pendek untuk pengunjung dan pelancong (berkaitan dengan pariwisata) seperti perhotelan, home stay, youth hostel, guesthouse, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan apartemen hotel. Selain itu, sub sektor ini juga mencakup penyediaan akomodasi yang lebih lama untuk pelajar, pekerja dan sejenisnya seperti tempat tinggal pelajar, asrama sekolah, asrama atau pondok kerja dan rumah kost. Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud juga dapat disertai penyediaan makanan dan minuman dan/atau fasilitas rekreasi.

Sebagaimana telah dibahas pada analisis SWOT di sub bab 5.2, pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau didukung oleh kekayaan dan keindahan alam yang dimiliki seperti pantai yang indah dan alami di semua kabupaten/kota. Tidak hanya pantai

nan elok, pesona kehidupan bawah laut,

keindahan panorama, dan

keanekaragaman seni dan budaya yang didominasi kekayaan budaya leluhur

bangsa melayu serta bangunan

peninggalan sejarah juga memiliki daya tarik yang sangat besar.

Sejalan dengan pertumbuhan pesat sub sektor penyediaan akomodasi, kunjungan wisatawan mancanegara

(wisman) di Provinsi Kepulauan Riau terus meningkat dengan rata-rata peningkatan pada periode tahun 2012-2014 sebesar 5,67%. Sementara itu, pada periode yang sama, Provinsi Bali sebagai destinasi utama wisman dan benchmark pariwisata di Indonesia mencatatkan rata-rata peningkatan sebesar 13,02%. Mengingat utilisasi daerah pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau baru terkonsentrasi di pulau Batam dan Bintan, dapat disimpulkan bahwa dengan pembangunan infrastruktur dan promosi pariwisata yang tepat sasaran, sub sektor penyediaan akomodasi di Provinsi Kepulauan Riau dapat bertumbuh lebih cepat lagi bahkan mungkin menyaingi pertumbuhan di Provinsi Bali.

Dalam konteks menciptakan promosi pariwisata yang efektif dan efisien, pada dasarnya sektor pariwisata memiliki keterbatasan pasar dimana walaupun jumlah wisman terus bertambah seiring

dengan bertumbuhnya

perekonomian dunia, akan tetapi masing-masing wisman memiliki waktu yang terbatas sehingga ketika seorang wisman memilih satu destinasi, wisman tersebut tidak dapat mengunjungi destinasi lainnya yang berjauhan dengan destinasi pilihan. Koordinasi dalam promosi antara Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Bali dengan melihat perbandingan kontribusi wisman berdasarkan negara asal di masing-masing provinsi dapat membantu menciptakan strategi promosi yang efektif dan tidak saling menciptakan opportunity

Gambar V-16 Kunjungan Wisman di Provinsi Kepulauan Riau

(dalam jutaan)

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, Statistik Daerah Provinsi Kepulauan Riau 2015

Gambar V-17 Kontribusi Wisman Berdasarkan Negara di Provinsi Kepulauan Riau dan Bali 2014

991.923 586.300 1.042.730 Australia RRC Malaysia Jepang Singapura India Korea Selatan orang (ribuan)

Bali Kepulauan Riau

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau dan BPS Provinsi Bali (diolah)

cost. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Bali sebaiknya memfokuskan promosi pariwisata di negara Australia, RRC, dan Jepang dimana Bali sudah memiliki keunggulan dan reputasi. Di sisi lain, untuk wisman korea selatan, malaysia, dan india dapat diarahkan ke Provinsi Kepulauan Riau karena Provinsi Kepulauan Riau sedikit lebih berpotensi untuk dikembangkan.

Dalam dokumen Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulaua (Halaman 93-100)

Dokumen terkait