Kajian Fiskal Regional Tahunan
(
Annual Regional Fiscal Report
)
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kita panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan Kajian
Fiskal Regional Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 dengan baik.
Kajian Fiskal Regional diterbitkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Nomor 30/PB/2013 tanggal 1 Agustus 2013 dan Surat Edaran
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-43/PB/2014 sebagai sarana untuk
membangun komunikasi dua arah dalam pertukaran data dan informasi baik dengan
stakeholders internal maupun eksternal. Dengan demikian para pemangku kepentingan dalam hal ini satuan-satuan kerja, pelaku usaha di Provinsi Kepulauan Riau dan
terutama Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau diharapkan
dapat memperoleh masukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi
daerah, sehingga bisa memberikan manfaat untuk pembangunan daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
Adapun beberapa aspek yang menjadi bahasan utama dalam kajian adalah
perkembangan ekonomi regional, perkembangan keuangan baik pusat maupun daerah,
keunggulan dan potensi daerah, dan tantangan fiskal yang dihadapi daerah.
Dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015
ini kami banyak memperoleh dukungan dari instansi-instansi pemerintah pusat,
khususnya BPS, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Regional Economist
Kementerian Keuangan, serta satuan kerja BLU/BLUD di Provinsi Kepulauan Riau.
Oleh karena itu, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, semoga kerjasama yang telah terjalin selama ini dapat lebih ditingkatkan
di masa yang akan datang.
Kami menyadari penyusunan Kajian Fiskal Regional ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam meningkatkan kualitas
Kajian Fiskal Regional ini agar dapat memberikan manfaat yang optimal, terutama untuk
TIM PENYUSUN
KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2015
KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
Penanggungjawab:
Kepala Kanwil DItjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau
Didyk Choiroel
Ketua Tim
Kepala Bidang PPA II
Taufiq Widyantoro
Wakil Ketua:
Haryando Anil
Penulis:
Muhamad Ameer Noor
Didi Setyopurwanto
Desain Cover dan Layout:
Dhika Habibi Zakaria
Kontributor:
Ringkasan Eksekutif
Kajian Fiskal Regional (KFR) digunakan untuk melihat keterkaitan antara kondisi
ekonomi dengan kebijakan fiskal pemerintah berdasarkan potensi ekonomi regional dan
tantangan fiskal daerah. Oleh karena itu harus dapat menggambarkan kondisi fiskal
regional, kesinambungan fiskal, dan resiko fiskal yang terjadi di Provinsi Kepulauan
Riau. KFR menggunakan metode analisis deskriptif dengan data sekunder yang berasal
dari Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Riau, Badan Pusat Statistik, Bank
Indonesia, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan, dan sumber lainnya.
Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau memiliki karakteristik pertumbuhan
ekonomi yang digerakkan lapangan usaha industri dari free trade zone Batam, Bintan,
Karimun (FTZ BBK) dan kebijakan fiskal pemerintah yang diprioritaskan pada
pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pendapatan
masyarakat yang besar dengan pendapatan per kapita di Provinsi Kepulauan Riau pada
tahun 2015 lebih dari dua kali lipat nasional. Didukung oleh perkembangan tingkat suku
bunga yang stabil, tingkat inflasi daerah yang rendah, dan nilai tukar rupiah yang relatif
stabil semakin mendorong perekonomian Kepulauan Riau. Pembangunan di Kepulauan
Riau telah mendorong peningkatan pembangunan manusia hingga di atas nasional,
semakin menurunnya tingkat kemiskinan, dan relatif stabilnya ketimpangan pendapatan
dan turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Tabel Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Kepulauan Riau
Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
Indikator Makro & Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi (yoy) 6,96% 7,63% 7,11% 7,32% 6,02%
PDRB ADHK 2010 (Rp.triliun) 118,96 128,03 137,26 143,36 155,16
Share PDRB: Industri Pengolahan 38,23% 38,40% 38,74% 39,70% 38,81%
Share PDRB: Konstruksi 16,34% 16,90% 17,34% 18,10% 17,32%
Share PDRB: Pertambangan & Penggalian 17,13% 16,72% 16,11% 15,55% 14,80%
Kemiskinan 6,79% 6,83% 6,35% 6,40% 5,78%
Tingkat Pengangguran 7,80% 4,93% 5,63% 6,69% 6,20%
Kebijakan Fiskal Daerah
Penerimaan Pajak Daerah (Rp.miliar) 1.036,21 1.150,66 1.327,22 2.078,14 1.267.67
Penerimaan Retribusi Daerah(Rp. miliar) 89,16 88,94 102,00 122,22 72,72
Penerimaan Perpajakan Pusat (Rp. miliar) n/a n/a 5.856,81 6.039,56 6.141,22 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, pemda lingkup Provinsi Kepulauan Riau, Monev PA DJPBN,
Kebijakan APBN di Provinsi Kepulauan Riau lebih memprioritaskan fungsi
ekonomi dan pelayanan umum serta didukung belanja barang dan belanja modal untuk
memprioritaskan kebijakan pada fungsi pelayanan umum dan pendidikan yang
didukung belanja barang dan belanja pegawai yang lebih dominan dalam
mensejahterakan masyarakatnya. Sinkronisasi prioritas kebijakan pemerintah dapat
lebih mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tabel Realisasi Kebijakan Fiskal Kepulauan Riau 2015 (dalam miliar rupiah)
Jenis Belanja Pem. Daerah Pem. Pusat Pemerintah Total Porsi
Belanja Pegawai 2.792,29 1.193,43 3.985,72 26,66%
Fungsi Pem. Daerah Pem. Pusat Pemerintah Total Porsi
Pelayanan Umum 3.775,95 1.224,48 5.000,43 33,21%
Sumber: PA Perbendaharaan, Pemerintah Daerah. (diolah)
Analisis SWOT terhadap kondisi Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa
Provinsi Kepulauan Riau yang terletak di perbatasan dan di tengah-tengah jalur
perdagangan sangat terekspos terhadap kondisi perekonomian global sebagaimana
tercermin dalam perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dibandingkan dengan
perlambatan pertumbuhan nasional, penurunan signifikan pada PPN Impor, dan
penurunan kapasitas fiskal
pemerintah daerah pada
tahun 2015. Namun, kondisi
tersebut juga menyimpan
potensi besar yang masih
belum tergali secara optimal.
Dikaitkan dengan
analisis sektor, terdapat satu
sektor dan lima subsektor
yang layak menjadi prioritas
pengembangan yakni sektor
konstruksi (khususnya
Gambar Jalur Perdagangan Selat Malaka
konstruksi bangunan sipil), sub sektor industri Information and Communication Technology (ICT), sub sektor industri alat angkutan (khususnya alat angkutan perairan), sub sektor ketenagalistrikan (khususnya dengan pembangkit listrik tenaga surya), sub
sektor angkutan laut, dan sub sektor penyediaan akomodasi (perhotelan/pariwisata).
Adapun untuk mengembangkan sektor dan subsektor tersebut pemerintah
dapat memberikan insentif fiskal untuk perusahan perintis dan/atau yang membangun
proses produksi dari hulu ke hilir, mendesain wilayah industri bertema, mendorong
Kementerian Ketenagakerjaan atau instansi setempat lainnya untuk memprioritaskan
pelatihan terkait industri tersebut, Mendorong BKPM atau instansi serupa untuk
bertindak proaktif dalam menggandeng kerjasama perusahaan-perusahan yang
terdepan di industri tersebut, mendorong Kementerian ESDM atau instansi terkait untuk
melakukan feasibility study tentang pengembangan tenaga surya di provinsi bercirikan
kepulauan, menciptakan promosi pariwisata yang tepat sasaran, menggandeng negara
tetangga untuk konservasi wilayah perairan selat malaka yang keindahan alamnya
rawan tercemar lalu lintas kapal, serta meningkatkan belanja modal pemerintah dengan
fokus pembangunan pada infrastruktur FTZ Tanjungpinang, Bintan, dan Karimun yang
masih kurang kompetitif dibandingkan infrastruktur FTZ Batam dan pembangunan
infrastruktur untuk membuka wilayah pariwisata baru.
Gambar Matriks SWOT Provinsi Kepulauan Riau
Terkait dengan pengembangan infrastruktur, kebijakan pemerintah pusat untuk
meningkatkan belanja modal secara signifikan di tahun 2015 sudah sejalan dengan
urgensi pembangunan infrastruktur, namun eksekusi atas kebijakan tersebut masih
terhambat di tahun 2015. Pemerintah dapat mengoptimalkan fungsi pendampingan dari
TP4D dan BPKP serta melakukan sosialisasi tentang urgensi pembangunan
infrastruktur untuk menyamakan visi para eksekutor anggaran di Provinsi Kepulauan
Riau.
Selain itu, untuk mendorong pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Provinsi Kepulauan Riau, pemerintah perlu mendorong penyerapan
anggaran yang ideal (proporsional dan countercyclical). Pola penyerapan yang ideal
berpotensi untuk meningkatkan efek multiplier dari belanja pemerintah terhadap
pertumbuhan perekonomian sehingga manfaat yang akan dirasakan masyarakat akan
semakin besar.
Gambar Potensi Penerapan Pola Penyerapan Anggaran yang Ideal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian Regional Provinsi Kepulauan Riau
Terkait dengan implementasi perdana Dana Desa di tahun 2015, sebaiknya
dilakukan pengkategorian ulang Provinsi Kepulauan Riau ke wilayah delapan yang
bernuansa kelautan. Saat ini Provinsi Kepulauan Riau dikategorikan ke dalam wilayah
tiga (Sumatera) dengan persyaratan pembentukan desa sebesar 4.000 orang penduduk
atau 800 kepala keluarga sehingga banyak desa-desa di kepulauan yang tidak
terakomodir karena jumlah penduduk/kepala keluarganya kurang. Selain itu, sebaiknya
Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, dan Kemendagri meningkatkan intensitas
pendampingan Pemerintah Daerah untuk menghindari keterlambatan penyaluran yang
terus terjadi di tahun 2015 dan mengoptimalkan manfaat Dana Desa secara umum.
Implementasi Dana Desa yang lebih efektif juga diharapkan dapat mengurangi
kesenjangan pendapatan (Gini Ratio) yang terus meningkat hingga hanya terpaut 1
basis poin dengan tingkat nasional di tahun 2015, khususnya karena penduduk miskin
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ---I
RINGKASAN EKSEKUTIF --- III
DAFTAR ISI --- VII
DAFTAR GAMBAR --- XI
DAFTAR TABEL --- XV
BAB I PENDAHULUAN --- 1
1.1. LATAR BELAKANG --- 1
1.2. TUJUAN --- 2
1.3. RUANG LINGKUP --- 3
1.4. METODE PENELITIAN --- 3
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN --- 3
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL PROVINSI
KEPULAUAN RIAU --- 5
2.1. INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL --- 5
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) --- 5
2.1.2 Suku Bunga --- 8
2.1.3 Inflasi --- 9
2.1.4 Nilai Tukar --- 10
2.2. INDIKATOR PEMBANGUNAN --- 12
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia --- 12
2.2.2. Kemiskinan --- 13
2.2.3. Ketimpangan --- 14
2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan --- 15
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU --- 17
3.1. APBN TINGKAT PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 17
3.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT --- 17
3.2.1. Penerimaan Perpajakan --- 18
3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak --- 19
3.2.3. Pendapatan Hibah --- 20
3.3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT--- 20
3.3.1. Belanja Pemerintah Berdasarkan Organisasi --- 20
3.3.2. Belanja Pemerintah Berdasarkan Fungsi --- 22
3.3.3. Belanja Pemerintah Berdasarkan Jenis Belanja --- 23
3.5. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM --- 25
3.5.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum --- 25
3.5.2. Perkembangan Pengelolaan Aset dan Pagu Dana Badan Layanan Umum --- 27
3.5.3. Kemandirian Badan Layanan Umum --- 27
3.5.4. Profil dan Jenis Layanan Satker PNBP --- 28
3.5.5. Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU --- 28
3.6. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI --- 29
3.6.1. Penerusan Pinjaman --- 29
3.6.2. Kredit Program --- 31
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD DI PROVINSI
KEPULAUAN RIAU --- 33
4.1. APBD TINGKAT PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 33
4.2. PENERIMAAN PEMERINTAH DAERAH --- 34
4.3. BELANJA PEMERINTAH DAERAH --- 35
4.3.1. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Urusan --- 35
4.3.2. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Fungsi --- 37
4.3.3. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Jenis Belanja --- 37
4.4. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --- 38
4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah --- 38
4.4.2. Perkembangan Pengelolaan Aset Badan Layanan Umum Daerah --- 39
4.4.3. Analisis Legal Badan Layanan Umum Daerah --- 40
4.5. PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH --- 40
4.5.1. Bentuk Investasi Daerah --- 40
4.5.2. Profil dan Jenis BUMD --- 41
4.6. DEFISIT DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH DAERAH --- 41
4.6.1. Perkembangan Defisit APBD --- 41
4.6.2. Pembiayaan Daerah --- 42
4.7. ANALISIS APBD LAINNYA --- 43
4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal --- 43
4.7.2. Kesehatan Keuangan Daerah --- 46
BAB V KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI REGIONAL --- 57
5.1. SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN ANALISIS LQ, MRP, DAN SS-EM --- 57
5.2. ANALISIS SWOT KONDISI PROVINSI KEPULAUAN RIAU--- 59
5.2.1. Kekuatan (Strengths) Provinsi Kepulauan Riau --- 60
5.2.2. Kelemahan (Weaknesses) Provinsi Kepulauan Riau --- 63
5.2.3. Peluang (Opportunities) Provinsi Kepulauan Riau --- 66
5.2.4. Ancaman (Weaknesses) Provinsi Kepulauan Riau --- 68
5.3. SEKTOR POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 69
5.4. SUB SEKTOR POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 71
BAB VI ANALISIS TANTANGAN FISKAL DAERAH/REGIONAL --- 79
6.1. PERKEMBANGAN CASH FLOW KEPULAUAN RIAU --- 79
6.2. PENGARUH PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL TERHADAP FISKAL --- 81
6.3. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN URGENSI POLA PENYERAPAN ANGGARAN YANG IDEAL --- 84
6.3.1. Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau dari sisi PDRB --- 85
6.3.2. Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian Regional Provinsi Kepulauan Riau dari sisi Penyerapan Tenga Kerja --- 86
6.3.3. Urgensi Penerapan Pola Penyerapan Ideal di Provinsi Kepulauan Riau --- 86
6.4. PERKEMBANGAN DANA DESA DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 88
6.5. URGENSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 90
BAB VII
PENUTUP --- 95
8.1. KESIMPULAN --- 95
8.2. REKOMENDASI --- 97
Daftar Gambar
GAMBAR I-1 HUBUNGAN ANTARA EKONOMI DENGAN FISKAL --- 3
GAMBAR II-1 PERTUMBUHAN PDRB KEPULAUAN RIAU DAN INDONESIA (YOY) --- 5
GAMBAR II-2 PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (PDRB
ADHB SISI PENAWARAN) --- 7
GAMBAR II-3 STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DALAM PDRB ADHB
SISI PERMINTAAN TAHUN 2015 --- 8
GAMBAR II-4 PERKEMBANGAN PDRB PER KAPITA KEPULAUAN RIAU (JUTAAN RUPIAH) 8
GAMBAR II-5 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT --- 8
GAMBAR II-6 INFLASI DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN NASIONAL, 2014-2015 (YOY) - 9
GAMBAR II-7 PERGERAKAN NILAI TUKAR MATA UANG ASING TERHADAP RUPIAH TAHUN
2015 --- 10
GAMBAR II-8 EKSPOR IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 --- 11
GAMBAR II-9 HEAD COUNT INDEX OF POVERTY (HCI-P0) PROVINSI KEPULAUAN RIAU -- 14
GAMBAR II-10 INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 14
GAMBAR II-11 INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 14
GAMBAR II-12 PERKEMBANGAN KOEFISIEN GINI KEPULAUAN RIAU--- 15
GAMBAR II-13 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT
STATUS PEKERJAAN (DALAM RIBUAN) --- 16
GAMBAR II-14 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT
PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN (DALAM RIBUAN) --- 16
GAMBAR II-15 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA (DALAM RIBUAN) --- 16
GAMBAR II-16 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT
JUMLAH JAM KERJA PERMINGGU (DALAM RIBUAN) --- 16
GAMBAR III-1 PERKEMBANGAN TAX TO GDP RATIO --- 18
GAMBAR III-2 SKEMA PENERUSAN PINJAMAN --- 29
GAMBAR III-3 PENYALURAN KKP-E DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU HINGGA 2015
(DALAM RIBUAN RUPIAH) --- 32
GAMBAR IV-1 INDIKATOR PENDAPATAN DAERAH PER KAPITA DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU --- 47
GAMBAR IV-2 INDIKATOR KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU --- 48
GAMBAR IV-3 INDIKATOR RUANG FISKAL DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 49
GAMBAR IV-4 INDIKATOR PENINGKATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI PROVINSI
GAMBAR IV-5 INDIKATOR KEMAMPUAN MENDANAI BELANJA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU --- 51
GAMBAR IV-6 INDIKATOR BELANJA MODAL DAERAH DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 52
GAMBAR IV-7 INDIKATOR BELANJA PEGAWAI TIDAK LANGSUNG DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 53
GAMBAR IV-8 INDIKATOR OPTIMALISASI SILPA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 54
GAMBAR IV-9 INDIKATOR KEMAMPUAN PEMBAYARAN POKOK HUTANG DAN BUNGA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 55
GAMBAR IV-10 SKOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 56
GAMBAR V-1 MATRIKS SWOT PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 59
GAMBAR V-2 CADANGAN GAS DI INDONESIA --- 61
GAMBAR V-3 POTENSI PERIKANAN DI INDONESIA (DALAM RIBUAN TON/TAHUN) --- 62
GAMBAR V-4 POTENSI TENAGA SURYA BERDASARKAN GARIS KHATULISTIWA --- 62
GAMBAR V-5 TINGKAT KEDATANGAN WISATAWAN MANCANEGARA PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 63
GAMBAR V-6 KONEKTIVITAS ANTARWILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 64
GAMBAR V-7 POHON INDUSTRI KAPAL --- 65
GAMBAR V-8 JALUR PERDAGANGAN SELAT MALAKA --- 66
GAMBAR V-9 PERBANDINGAN PDB / PDRB PER KAPITA SIJORI TAHUN 2013 (DALAM USD) --- 67
GAMBAR V-10 INDUSTRI PRIORITAS DALAM PP 14/2015 --- 68
GAMBAR V-11 JUMLAH PEKERJA TETAP SEKTOR KONSTRUKSI --- 69
GAMBAR V-12 NILAI KONSTRUKSI MENURUT BIDANG PEKERJAAN DAN PERKEMBANGAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR (RP. TRILIUN) ---- 70
GAMBAR V-13 INDEKS INFRASTRUKTUR FISIK --- 71
GAMBAR V-14 PERBANDINGAN EKSPOR / IMPOR ICT TERHADAP TOTAL EKSPOR /IMPOR --- 72
GAMBAR V-15 TARGET DIVERSIFIKASI SUMBER ENERGI LISTRIK INDONESIA --- 75
GAMBAR V-16 KUNJUNGAN WISMAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM JUTAAN) --- 77
GAMBAR V-17 KONTRIBUSI WISMAN BERDASARKAN NEGARA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN BALI 2014 --- 77
GAMBAR V-18 REALISASI APBN SUBFUNGSI PERIKANAN DAN PROPORSINYA TERHADAP FUNGSI EKONOMI --- 78
GAMBAR VI-1 CASH FLOW 2015 DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 79
GAMBAR VI-3 SIKLUS PEREKONOMIAN DAN FISKAL --- 84
GAMBAR VI-4 PERTUMBUHAN PDRB DAN REALISASI APBN DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU TAHUN 2014 --- 87
GAMBAR VI-5 :POTENSI PENERAPAN POLA PENYERAPAN ANGGARAN YANG IDEAL
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI --- 88
GAMBAR VI-6 PERKEMBANGAN PROPORSI FDI PER NEGARA DI ASEAN --- 91
GAMBAR VI-7 SEBARAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU TAUN 2015 --- 93
GAMBAR VI-8 PERKEMBANGAN ALOKASI VS REALISASI BELANJA INFRASTRUKTUR
Daftar Tabel
TABEL II-1 PDRB ADHK MENURUT LAPANGAN USAHA PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN
DASAR 2010 ... 6
TABEL II-2 PERTUMBUHAN PDRB MENURUT PENGGUNAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN DASAR 2010 ... 7
TABEL II-3 TREN PERGERAKAN IPM ... 12
TABEL II-4 IPM PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 13
TABEL II-5 KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 14
TABEL II-6 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU: JENIS KEGIATAN UTAMA ... 15
TABEL III-1 PAGU DAN REALISASI APBN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 17
TABEL III-2 PENERIMAAN PERPAJAKAN PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 18
TABEL III-3 PENERIMAAN PNBP PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN JENIS PNBP (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 19
TABEL III-4 PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK UMUM DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 20
TABEL III-5 PERKEMBANGAN PAGU DAN REALISASI APBN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2013-2015 BERDASARKAN BAGIAN ANGGARAN (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 21
TABEL III-6 PAGU REALISASI APBN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN FUNGSI (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 22
TABEL III-7 PAGU REALISASI APBN DI KEPULAUAN RIAU 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 23
TABEL III-8 PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 24
TABEL III-9 PROFIL SATUAN KERJA BLU DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 25
TABEL III-10 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN ASET DAN PAGU DANA SATUAN KERJA BADAN LAYANAN UMUM DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 27
TABEL III-11 KEMANDIRIAN SATKER BLU DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 27
TABEL III-13 SATUAN KERJA PNBP YANG BERPOTENSI MENJADI BLU (DALAM MILIARAN
RUPIAH) ... 29
TABEL III-14 PROFIL PENERUSAN PINJAMAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 30
TABEL III-15 PENERUSAN PINJAMAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU HINGGA 31 DESEMBER
2015 (DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 31
TABEL III-16 PENYALURAN KKP-E PROVINSI KEPULAUAN RIAU HINGGA 2015 (DALAM
RIBUAN RUPIAH) ... 32
TABEL IV-1 APBD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 33
TABEL IV-2 PENDAPATAN APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN
RUPIAH) ... 34
TABEL IV-3 INDIKATOR KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU ... 35
TABEL IV-4 BELANJA APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN URUSAN
PEMERINTAHAN (DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 36
TABEL IV-5 BELANJA APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN FUNGSI
(DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 37
TABEL IV-6 BELANJA APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT JENIS
BELANJA (DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 38
TABEL IV-7 PROFIL SATUAN KERJA BLUD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM JUTAAN RUPIAH)
... 38
TABEL IV-8 DAFTAR TARIF RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 ... 39
TABEL IV-9 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN ASET BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 (DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 39
TABEL IV-10 INVESTASI DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN
RUPIAH) ... 41
TABEL IV-11 BUMD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 41
TABEL IV-12 RASIO DEFISIT APBD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 42
TABEL IV-13 KESEIMBANGAN PRIMER APBD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIAR
RUPIAH) ... 43
TABEL IV-14 ANALISIS HORIZONTAL REALISASI APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU (DALAM MILIAR RUPIAH) ... 43
TABEL IV-15 PERKEMBANGAN PORSI REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA APBD 2015
DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 44
TABEL IV-16 ANALISIS VERTIKAL REALISASI PENDAPATAN APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU ... 45
TABEL IV-17 ANALISIS VERTIKAL REALISASI BELANJA APBD 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN
RIAU ... 45
TABEL IV-18 PEMBOBOTAN SKOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN
TABEL V-1 HASIL ANALISIS POTENSI EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN
2008-2014 ... 58
TABEL V-2 WILAYAH SEGITIGA SIJORI/IMS-GT ... 66
TABEL V-3 NERACA DAYA PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2014 (DALAM MW) ... 74
TABEL VI-1 CASH FLOW 2015 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 80
TABEL VI-2 INDIKATOR EKONOMI DAN KEBIJAKAN FISKAL DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 81
TABEL VI-3 SIMULASI PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA DARI POLA PROCYLICAL VS COUNTERCYCLICAL ... 87
TABEL VI-4 DANA DESA SETIAP KABUPATEN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 89
TABEL VI-5 REALISASI TRANSFER DANA DESA DARI RKUD KE RKDESA ... 89
TABEL VI-6 REALISASI TRANSFER DANA DESA DARI RKUD KE RKDESA ... 90
TABEL VI-7 NILAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) KE NEGARA-NEGARA ASEAN (JUTAAN USD) ... 91
TABEL VI-8 PERKEMBANGAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR PEMERINTAH PUSAT (DALAM JUTAAN RUPIAH) ... 93
BAB I
Pendahuluan
1.1.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam
keragaman budaya dan keragaman potensi di setiap pulaunya. Berdasarkan amanat
UUD 1945, Negara bertanggung jawab mensejahterakan seluruh warganya. Untuk
menuju masyarakat yang sejahtera diperlukan perekonomian yang baik sebagai dasar
untuk menyokong aspek-aspek sosial politik yang menjadi prasyarat kesejahteraan
masyarakat. Pemerintah melaksanakan kebijakan publik untuk membantu
mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan publik dengan instrumen fiskal dilakukan dengan mempengaruhi
penerimaan dan belanja negara. Penerimaan dapat ditingkatkan dengan
memaksimalkan potensi yang dimiliki sedangkan belanja akan sangat bermanfaat bila
dilakukan untuk menunjang potensi yang dimiliki. Karena adanya keberagaman antar
daerah di Indonesia maka kebijakan akan lebih tepat jika berdasarkan kekhasan dan
potensi daerah masing-masing. Dan untuk membantu melihat potensi yang dimiliki tiap
daerah diperlukan suatu kajian yang dapat memberikan gambaran daerah tersebut baik
dari sisi perkembangan ekonomi regional, perkembangan pelaksanaan kebijakan fiskal
regional, keunggulan dan potensi ekonomi regional, serta tantangan fiskal daerah.
Dengan demikian, kajian fiskal regional ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang komprehensif untuk dan feedback atas pengambilan kebijakan pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah khususnya di lingkup Provinsi Kepulauan Riau.
Selain itu, dalam rangka pelaksanaan tugas pembinaan pelaksanaan anggaran
daerah oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Bidang
Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II, sebagai realisasi dari fungsi pembinaan,
koordinasi, dan supervisi, serta sebagai representasi Kementerian Keuangan di daerah
Kajian Fiskal Regional
selaku pengelola fiskal, maka perlu dilakukan penyusunan kajian seperti yang
dibutuhkan diatas melalui Kajian Fiskal Regional (KFR). Penyusunan KFR ini mengacu
pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2013 tentang
Pedoman Pembinaan Pelaksanaan Anggaran Daerah oleh Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
SE-43/PB/2014 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional.
1.2.
TUJUAN
Kajian Fiskal Regional diarahkan pada analisis fiskal dan makroekonomi untuk
pencapaian tujuan kebijakan fiskal. Kajian Fiskal Regional memiliki tujuan antara lain:
1. Mendukung pencapaian tujuan kebijakan fiskal dengan pencapaian tujuan
makroekonomi seperti:
a. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;
b. Mencapai keseimbangan internal yaitu tingkat permintaan agregat sama
dengan tingkat penawaran agregat;
c. Menekan angka pengangguran;
d. Menjaga agar angka inflasi sesuai dengan target;
e. Mengentaskan kemiskinan;
f. Mengurangi kesenjangan pendapatan;
g. Mendorong pengelolaan fiskal pemerintah yang berkesinambungan;
h. Mencapai keseimbangan eksternal dimana terjadi kesinambungan neraca
transaksi berjalan.
2. Mendukung pencapaian fungsi APBN terkait alokasi, distribusi, dan stabilisasi
seperti:
a. Menyediakan informasi untuk penyusunan kerangka ekonomi makro yang
menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal/penyusunan APBN/APBD;
b. Sebagai alat analisis dan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kebijakan
fiskal telah sesuai dengan tujuan makroekonomi yang telah ditetapkan;
c. Menjadi bahan masukkan terkait kesesuaian antara alokasi anggaran yang
telah dilakukan dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan di tingkat
regional Provinsi Kepulauan Riau.
3. Agar informasi yang terkandung dalam KFR dapat dimanfaatkan oleh para
pemangku kepentingan seperti penyusun dan pelaksana kebijakan baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akademisi, mahasiswa, investor dan
Sumber: 7seasons.wordpress.com (diolah)
1.3.
RUANG LINGKUP
Kajian Fiskal Regional digunakan untuk menggambarkan interaksi antara fiskal
dengan perekonomian. Oleh karena itu kajian harus dapat menggambarkan kondisi
fiskal regional, kesinambungan fiskal, dan resiko fiskal yang terjadi di Provinsi
Kepulauan Riau.
1.4.
METODE PENELITIAN
Penulisan menggunakan pendekatan kuantitatif dalam menggambarkan
keterkaitan antara kondisi fiskal dan makroekonomi terhadap kebijakan fiskal di Provinsi
Kepulauan Riau. Pengumpulan data menggunakan jenis data sekunder yang
bersumber dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Pemerintah Daerah lingkup
Provinsi Kepulauan Riau, Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik. Metode penelitian
menggunakan penelitian deskriptif sehingga gambaran informasi dijelaskan secara
sistematis.
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN
Kajian ini menggambarkan interaksi antara fiskal dengan ekonomi. Fiskal dii
Provinsi Kepulauan Riau merupakan dampak pelaksanaan kebijakan pemerintah baik
pusat maupun daerah yang tentunya direncanakan berdasarkan kondisi makro
ekonominya. Melihat interaksi keduanya, dapat kita lihat potensi ekonomi yang terdapat
di Provinsi Kepulauan Riau dan juga tantangan yang dihadapi pemerintah di daerah
Provinsi Kepulauan Riau itu sendiri.
Gambar I-1 Hubungan antara Ekonomi dengan Fiskal
PEREKONOMIAN REGIONAL
Potensi Ekonomi Regional Tantangan
Kajian disajikan dalam tujuh bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan sebagai acuan pelaksanaan kajian. Bab ini berisi mekanisme
penelitian secara berurutan dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode
penelitian, dan ditutup dengan sistematika penulisan.
Bab II Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional menjelaskan perkembangan
ekonomi terkini Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup indikator
makroekonomii fundamental (PDRB, pertumbuhan ekonomi dan ekspor-impor,
suku bunga, inflasi, serta nilai tukar Rupiah) dan indikator pembangunan (Indeks
pembangunan manusia atau human development index, tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, dan ketenagakerjaan).
Bab III Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN di Provinsi Kepulauan
Riau memaparkan gambaran fiskal di Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber
dari APBN. Gambaran tersebut berupa APBN dalam bentuk I account,
pendapatan dan belanja pemerintah pusat di Kepulauan Riau, dana transfer ke
Provinsi Kepulauan Riau, satker-satker PNBP, pengelolaan Badan Layanan
Umum, dan pengelolaan manajemen investasi pusat.
Bab IV Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD di Provinsi Kepulauan
Riau memaparkan gambaran fiskal di Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber
dari APBD. Gambaran tersebut berupa APBD dalam bentuk I account,
pendapatan dan belanja pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau,
pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pengelolaan investasi
daerah, SILPA dan pembiayaan, dan analisis keuangan daerah.
Bab V Keunggulan dan Potensi Ekonomi Regional menggambarkan keunggulan
yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau. Keunggulan tersebut dijelaskan dalam
gambaran sektor dan sub sektor ekonomi unggulan, analisis SWOT, dan
keterkaitannya dengan kebijakan fiskal yang digunakan dalam pembangunan
Provinsi Kepulauan Riau.
Bab VI Analisis Tantangan Fiskal Daerah/Regional menganalisa tantangan yang
dihadapi dengan memperlihatkan perkembangan cashflow, analisis pengaruh
belanja pemerintah terhadap perekonomian regional Provinsi Kepulauan Riau,
analisis perkembangan dana desa, dan posisi Provinsi Kepulauan Riau di era
persaingan negara-negara ASEAN.
Bab VII Penutup memberikan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan pembahasan
BAB II
Perkembangan DAN
ANALISIS Ekonomi Regional
Provinsi Kepulauan Riau
2.1.
INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi fundamental merupakan indikator yang bersifat dasar (pokok/
utama) dalam perekonomian. Perubahan indikator tersebut menandakan terjadinya
pergeseran dalam kondisi perekonomian.
2.1.1.
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai
tambah barang jasa dari seluruh
kegiatan pekonomian di daerah
dalam periode tertentu. Terdapat 2
metode penghitungan PDRB, yaitu
harga berlaku (ADHB) dan harga
konstan (ADHK). PDRB ADHB
menghitung nilai tambah barang dan jasa menggunakan harga yang pada tahun
tersebut, sementara PDRB ADHK dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar. PDRB
ADHB digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi sedangkan PDRB
ADHK digunakan untuk mengetahui prestasi pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya.
Pada tahun 2015, PDRB ADHK Kepulauan Riau mencapai Rp.155,16 triliun dan PDRB
ADHB mencapai Rp.203,28 triliun atau Rp.103,03 juta per kapita. PDRB tersebut
menyumbang sebesar 1,76% terhadap PDB Indonesia (kenaikan 3 basis poin). Gambar II-1 Pertumbuhan PDRB Kepulauan Riau
dan Indonesia (yoy)
Sumber: BPS Pusat dan BPS Provinsi Kepulauan Riau Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau masih
Pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau lebih baik dibanding nasional. Hal
tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang selalu di atas nasional dalam
kurun waktu enam tahun terakhir. Namun demikian, ekspos terhadap jalur perdagangan
internasional juga menjadikan Provinsi Kepulauan Riau lebih rentan terhadap pengaruh
perekonomian global, hal tersebut terlihat dari perlambatan pertumbuhan yang lebih
dalam di tahun 2015, yakni sebesar 130 basis poin dibandingkan perlambatan di tingkat
nasional sebesar 23 basis poin dari pertumbuhan tahun sebelumnya.
2.1.1.1. PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi penawaran disusun melalui pendekatan produksi yang menjelaskan
bagaimana PDRB dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu berdasarkan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi. PDRB sisi penawaran digunakan untuk
mengetahui peranan sektor tertentu dalam mendorong pertumbuhan ekonomi regional.
Tabel II-1 PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Lapangan Usaha Porsi dalam Struktur Ekonomi (%) Pertumbuhan (yoy,%) 2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Sumber utama pertumbuhan di Provinsi Kepulauan Riau pada 2015 sama
dengan sumber utama pertumbuhan di tingkat Nasional yakni pertumbuhan usaha
industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi yang mengalami naik turun didukung oleh
perubahan di semua lapangan usaha. Pada tahun 2015, laju pertumbuhan terbesar
terjadi pada lapangan usaha penyedia akomodasi dan makan minum yang mencapai
melambat 551 basis poin menjadi
3,53%. Lapangan usaha dengan
pertumbuhan yang selalu
meningkat pada periode tahun
2012-2015 adalah pertanian,
kehutanan, dan perikanan
sedangkan selain lapangan usaha
tersebut pertumbuhannya fluktuatif
bahkan menurun. Dilihat dari
struktur perekonomian lapangan
usaha yang mendominasi, sektor
Industri Pengolahan, Konstruksi,
dan Pertambangan dan Penggalian merupakan tiga sektor terbesar sejak tahun 2011.
Namun demikian, porsi sektor Pertambangan dan Penggalian terus menurun di saat
porsi sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan meningkat.
2.1.1.2. PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan disusun melalui pendekatan pengeluaran yang
menjelaskan bagaimana PDRB suatu wilayah digunakan baik untuk memenuhi
kebutuhan permintaan di dalam wilayah maupun untuk memenuhi kebutuhan di luar
wilayah. PDRB sisi permintaan digunakan untuk mengetahui peran atau kontribusi
sumber pengeluaran/penggunaan terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Tabel II-2 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Sumber Penggunaan/Pengeluaran
4.Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 7,18% 3,99% 41,69% 3,25% 1,30%
5.Perubahan Inventori -6,27% -0,98%
15,47%
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau (data diolah)
Ketidakstabilan perekonomian global di tahun 2015 telah berdampak signifikan
terhadap penurunan komponen ekspor, impor, perubahan inventori, dan net ekspor
antar wilayah dari PDRB sisi pengeluaran di Provinsi Kepulauan Riau. Efek neto dari
kondisi itu terlihat dari distribusi keempat komponen yang menurun 141 basis poin dari
16,88% di tahun 2014. Di sisi lain, empat komponen PDRB sisi pengeluaran lainnya Gambar II-2 Perubahan Struktur Ekonomi Provinsi
Kepulauan Riau (PDRB ADHB sisi Penawaran)
menunjukkan peningkatan dimana laju
pertumbuhan tertinggi (7,44%) dicatatkan
oleh komponen konsumsi LNPRT sebagai
dampak konsumsi partai politik pada pilkada
serentak di tahun 2015. Komponen sumber
pengeluaran terbesar adalah pembentukan
modal tetap domestik bruto (PMTB) dengan
porsi 41,69%, disusul oleh pengeluaran
konsumsi rumah tangga dengan porsi
sebesar 36,50%. Konsumsi Rumah Tangga
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
yang paling dominan di Provinsi Kepulauan Riau maupun di tingkat Nasional.
2.1.1.3. PDRB Per Kapita
PDRB per kapita
menggambarkan rata-rata pendapatan
penduduk suatu daerah selama satu
tahun. PDRB per kapita diperoleh
berdasarkan pembagian PDRB
terhadap jumlah penduduknya. PDRB
per kapita menggambarkan ukuran
tingkat kemakmuran suatu daerah.
PDRB per kapita Kepulauan
Riau menunjukkan tingkat kemakmuran Kepulauan Riau jauh di atas tingkat kemakmuran
nasional. Dukungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan PDRB per kapita yang besar
menunjukkan keberhasilan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Namun untuk menyingkirkan bias kesimpulan maka perlu
dilihat indikator lain seperti distribusi pendapatan di Provinsi Kepulauan Riau.
2.1.2
Suku Bunga
Suku bunga merupakan bagian
yang berdasarkan pokok hutang yang
dibayarkan sebagai imbal jasa selama
periode tertentu. Perubahan tingkat
suku bunga memiliki keterkaitan
dengan laju inflasi dan kondisi
perekonomian. Suku bunga kredit pada
Gambar II-4 Perkembangan PDRB Per Kapita Kepulauan Riau (Jutaan Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, (data diolah)
Gambar II-5 Perkembangan Suku Bunga Kredit
*Suku Bunga Bank Umum
Sumber: BPS Pusat dan Bank Indonesia
Gambar II-3 Struktur Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau dalam PDRB ADHB sisi
Permintaan Tahun 2015
bank umum mengalami kecenderungan menurun pada semua jenis kredit. Namun ketika
Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan moneter dengan meningkatkan BI rate untuk
menjaga inflasi maka ketiga suku bunga kredit (kredit modal kerja, investasi, dan
konsumsi) mengalami kenaikan tingkat bunga. Perubahan suku bunga kredit sesuai
atau sejalan dengan perubahan BI rate. Suku bunga kredit meningkat pada triwulan pertama di tahun 2015 karena BI merespon depresiasi rupiah dengan meningkatkan BI
Rate di sebesar 25 basis point menjadi 7,75 pada akhir tahun 2014. Penurunan BI Rate
menjadi 7,5% pada tanggal 17 Februari 2015 baru berdampak terhadap penurunan
suku bunga kredit mulai bulan April hingga akhir tahun.
2.1.3
Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terus menerus sejumlah
barang jasa yang merupakan kebutuhan pokok rumah tangga. Inflasi menyebabkan
penurunan daya beli masyarakat dan penurunan nilai uang secara riil. Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) yang merupakan data harga
konsumen yang diperoleh dari 82 kota mencakup 225-462 barang jasa yang
dikelompokkan dalam tujuh kelompok pengeluaran pada 33 ibukota provinsi dan 49 kota
besar di seluruh Indonesia. Inflasi Provinsi Kepulauan Riau merupakan gabungan inflasi
Kota Batam dengan inflasi Kota Tanjungpinang berdasarkan IHK masing-masing kota.
Adapun mengacu pada perhitungan yang dibuat oleh Bank Indonesia, pembobotan
inflasi kota untuk membentuk inflasi provinsi adalah 86% untuk Kota Batam dan 14%
untuk Kota Tanjungpinang sehingga inflasi Provinsi Kepulauan Riau cenderung sejalan
dengan inflasi Kota Batam.
Sumber: BPS Pusat, BPS Provinsi Kepulauan Riau, dan BI (diolah)
Tren inflasi di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 berkebalikan dengan
tahun 2014. Pada periode tahun 2014, inflasi di Provinsi Kepulauan Riau hampir selalu
di bawah tingkat inflasi nasional (Indonesia). Namun, sampai dengan akhir tahun 2015
inflasi di Provinsi Kepulauan Riau lebih sering berada di atas rata-rata nasional. Pada
nasional berada di tingkat yang lebih rendah sebesar 3,35%. Hal tersebut menunjukkan
target inflasi Bank Indonesia sebesar ±4% berhasil tercapai baik di tingkat nasional
maupun di tingkat regional Provinsi Kepulauan Riau.
Kelompok komoditas dengan tingkat inflasi tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau
selama tahun 2015 adalah kelompok bahan makanan dengan tingkat inflasi 9,47%
disusul oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan tingkat
inflasi 6,07%. Penyebab utama inflasi di kedua kelompok tersebut adalah
ketergantungan Provinsi Kepulauan Riau akan pasokan bahan makanan dari provinsi
lain atau dari negara lain sedangkan impor bahan-bahan makanan tersebut sempat
dihentikan pada tahun 2015. Sementara itu, penurunan harga minyak dunia pada
umumnya dan harga BBM di Indonesia pada khususnya membantu mengurangi
tekanan inflasi di Provinsi Kepulauan Riau sehingga target inflasi dapat tercapai.
2.1.4
Nilai Tukar
Nilai tukar adalah nilai suatu mata uang yang dipertukarkan dengan mata uang
negara lain. Nilai tukar dalam hal ini Rupiah selalu berfluktuasi tiap periodenya.
Ketidakstabilan nilai tukar tersebut mempengaruhi perdagangan internasional dan arus
modal investasi Indonesia. Negara Singapura, Malaysia, China, Australia, Amerika
Serikat, dan Jepang secara berturut-turut adalah negara yang memiliki nilai
perdagangan dengan Provinsi Kepulauan Riau tertinggi. Nilai perdagangan Singapura
dengan Provinsi Kepulauan Riau mencapai 9.561 juta Dollar AS atau 47,43% dari
seluruh nilai perdagangan internasional Provinsi Kepulauan Riau di tahun 2015.
Sementara itu, apabila negara-negara eropa yang tergabung dalam Uni Eropa dihitung
sebagai satu entitas, maka persatuan tersebut menduduki peringkat kedua dalam nilai
perdagangannya dengan Provinsi Kepulauan Riau. Pergerakan nilai tukar dari ketujuh
mata uang negara/wilayah tersebut terhadap Indonesia dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar II-7 Pergerakan Nilai Tukar Mata Uang Asing terhadap Rupiah Tahun 2015
Sepanjang tahun 2015 nilai tukar Rupiah bergerak fluktuatif khususnya terhadap
Dollar AS dimana nilainya sempat menyentuh 14.728 Rupiah per satu Dollar AS
(depresiasi 18,07% dibandingkan posisi akhir tahun 2014) dan terhadap Yen dimana
nilainya sempat menyentuh 122,99 Rupiah per satu Yen (depresiasi 18,71%
dibandingkan posisi akhir tahun 2014). Depresiasi tersebut disebabkan oleh
ketidakstabilan perekonomian global akibat kenaikan Federal Fund Rate, penurunan
harga komoditas dunia, perlambatan pertumbuhan ekonomi China, kebangkrutan
Yunani dan devaluasi Renminbi terhadap Dollar AS. Di sisi lain, Rupiah juga mengalami
kecenderungan menguat terhadap Ringgit Malaysia karena konflik politik yang mendera
negara tersebut di tahun 2015. Sementara itu, nilai tukar terhadap lima mata uang
negara/wilayah lainnya yang menjadi mitra dagang utama Provinsi Kepulauan Riau
cenderung stabil dengan perubahan setahun berada di bawah ±5%. Pada tanggal 31
Desember 2015, nilai tukar terhadap satu unit Dollar Singapura, Ringgit Malaysia,
Renminbi China, Dollar Australia, Dollar AS, Yen Jepang, dan Euro (SGD, MYR, CNY,
AUD, USD, JPY, EURO) masing-masing sebesar Rp.9.761, Rp.3.210, Rp.2.124,
Rp.10.064, Rp.13.795, Rp.114,52, dan Rp.15.070.
Secara umum, pelemahan mata uang akan merangsang ekspor dan membuat
mahal impor sehingga mengurangi defisit perdagangan (meningkatkan surplus),
menguatnya mata uang akan menekan ekspor dan merangsang impor yang kemudian
diikuti nilai mata uang akan bergerak kembali sebagai penyesuaian. Tapi sebelumnya,
sektor industri yang sangat berorientasi pada ekspor dapat hancur terlebih dahulu
karena nilai uang yang terlalu kuat. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa ekspor
memiliki hubungan terbalik dengan kekuatan mata uang domestik.
Provinsi Kepulauan Riau
sepanjang tahun 2015 memiliki total
ekspor, impor dan net ekspor sebesar
11.661, 8.496, dan 3.164 juta Dollar AS
dimana masing-masing mencerminkan
penurunan sebesar 22,59%, 23,30%,
dan 20,63% dibandingkan dengan
Tahun 2014. Penurunan tersebut
menunjukkan bahwa ketidakstabilan
ekonomi global sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya memberikan
dampak yang signifikan di Provinsi
Kepulauan Riau. Dikaitkan dengan
Gambar II-8 Ekspor Impor Provinsi Kepulauan Riau 2015
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
fluktuasi nilai tukar, depresiasi terhadap Dollar AS berpotensi untuk meningkatkan net
ekspor dengan Amerika Serikat yang pada tahun 2015 bernilai 175,16 juta Dollar AS.
Di sisi lain depresiasi terhadap Yen juga berpotensi untuk meningkatkan surplus
perdagangan dengan mengurangi net impor terhadap Jepang yang mencapai 185%
dari nilai ekspor ke Jepang di tahun 2015. Sementara itu, apresiasi terhadap Ringgit
Malaysia dapat mengurangi daya saing komoditas Provinsi Kepulauan Riau di Malaysia
dan meningkatkan daya tarik barang Malaysia di Provinsi Kepulauan Riau sehingga net
ekspor di tahun 2015 beresiko menipis.
Selain dapat mempengaruhi perdagangan internasional, nilai tukar juga dapat
mempengaruhi sisi arus modal dari neraca pembayaran dan cadangan devisa. Arus
modal seperti investasi asing langsung (FDI; Foreign Direct Investment). FDI
merupakan sumber dana yang sangat penting untuk perekonomian negara berkembang
yang pertumbuhannya sangat bergantung pada ketersediaan modal.
Depresiasi Rupiah terhadap Dollar AS yang memuncak pada pertengahan tahun
2015 sempat menimbulkan kekhawatiran. Akan tetapi, menjelang penutupan tahun
Federal Reserve telah menaikkan suku bunganya sehingga nilai tukar Rupiah kembali ke nilai fundamentalnya. Kepastian tersebut dan rencana kenaikan suku bunga secara
perlahan pada tahun 2016 diharapkan akan memberikan iklim perekonomian global
yang lebih kondusif sehingga perekonomian Provinsi Kepulauan Riau dimana sebagian
besar industrinya bergantung pada perdagangan internasional akan bertumbuh baik.
2.2.
INDIKATOR PEMBANGUNAN
Indikator pembangunan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan
pem-bangunan sesuai kebijakan fiskal pemerintah. Kajian ini menggunakan empat indikator
pembangunan dalam melihat keberhasilan pencapaian tinjauan kebijakan fiskal.
2.2.1.
Indeks Pembangunan Manusia
Kesejahteraan secara lebih luas
dapat dilihat berdasar Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) selain dari
PDRB. IPM merupakan indeks yang
memberikan ukuran pencapaian
pembangunan berdasar perbandingan
aspek dasar pembangunan manusia yang
terdiri dari kesehatan (panjang umur dan
menjalani hidup sehat diukur dengan usia
harapan hidup), pendidikan (terukur dalam kemampuan baca tulis dan tingkat
Tabel II-3 Tren Pergerakan IPM
001 002
pendaftaran sekolah), dan standar hidup
layak (diukur dari paritas daya beli,
penghasilan). Oleh karena itu
IPM digunakan untuk mengukur
pengaruh kebijaksanaan pemerintah
terhadap kualitas hidup masyarakatnya.
Semakin tinggi nilai IPM maka semakin
baik pencapaian pembangunan
manusianya (besaran indeks 0 s.d.1).
Unsur pendidikan sendiri mengalami revisi pada tahun 2015 dimana kemampuan baca
tulis yang direpresentasikan oleh Angka Melek Huruf (AMH) diganti dengan Rata-rata
Lama Sekolah. AMH dianggap sudah tidak dapat merepresentasikan perkembangan di
bidang pendidikan. Revisi tersebut diaplikasikan pada IPM tahun 2010 sampai 2014 dan
berakibat pada penurunan IPM di seluruh daerah pada periode tersebut.
Per tahun 2014, terdapat 3 Kabupaten/Kota yang memiliki IPM di bawah
Nasional Terdapat tiga daerah di Kepulauan Riau yang nilai IPM dibawah nasional yakni
Kabupaten Karimun, Lingga, dan Kepulauan Anambas. Dari ketiga Kabupaten tersebut,
Lingga memiliki IPM terendah (60,75) sedangkan Karimun (68,72) hanya terpaut 0,18
poin dibandingkan dengan nasional (68,90).
Di sisi lain, Kabupaten Natuna menunjukkan perkembangan IPM yang sangat
baik selama periode tahun 2010 sampai 2014. Pada tahun 2010 IPM Kabupaten
Natuna masih berada 0,24 poin di bawah Nasional. Di akhir tahun 2014 IPM tersebut
telah mengungguli rata-rata nasional dengan selisih sebesar 1,16 poin.
Provinsi Kepulauan Riau sendiri, dengan IPM sebesar 73,40 menduduki
peringkat empat se-Indonesia, dua peringkat di atas Provinsi Riau sebagai induk daerah
pemekaran yang memiliki IPM 70,33. Hal tersebut mengindikasikan keberhasilan
percepatan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya dalam
pengalokasian di bidang pendidikan, kesehatan, dan stimulus pendorong ekonomi.
2.2.2.
Kemiskinan
Kesejahteraan dapat juga diukur dari kemiskinan. Penurunan kemiskinan
merupakan keberhasilan pencapaian kebijakan pemerintah. Kemiskinan dapat diartikan
sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Indikator
kemiskinan terdiri dari head count index of poverty (HCI-P0), indeks kedalaman
kemiskinan (P1), indeks keparahan kemiskinan (P2), dan jumlah penduduk miskin.Pada
periode September 2015 sampai September 2015, Provinsi Kepulauan Riau berkinerja
Tabel II-4 IPM Provinsi Kepulauan Riau
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
lebih baik dalam mengurangi tingkat kemiskinan dibandingkan Nasional, terlihat dari
HCI-P0 yang menurun menjadi 5,78% di saat terjadi peningkatan sebesar 0,17 poin di
tingkat Nasional. Bahkan, apabila dilihat dari performa secara keseluruhan, HCI-P0 di
Provinsi Kepulauan Riau hanya sekitar setengah dari HCI-P0 di Indonesia sebesar
11,13% yang menunjukkan bahwa performanya jauh lebih baik.
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Selain dilihat dari indikator tersebut, keberhasilan kebijakan pengentasan
kemiskinan juga harus dilihat dari indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks
kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau
menunjukkan penurunan dalam kurun waktu Maret 2007 hingga September 2015. Hal
tersebut mengindikasi-kan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Kepulauan
Riau semakin menjauh dari kondisi extreme poverty, dan ketimpangan antar
pendapatan penduduk miskin semakin rendah.
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
2.2.3.
Ketimpangan
Distribusi pendapatan merupakan aspek penting ukuran pemerataan
pendapatan dalam masyarakat merupakan tujuan kebijakan pembangunan dalam
pengentasan kemiskinan. Koefisien gini mencerminkan tingkat ketimpangan
Tabel II-5 Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau Maret 2008 262.232 136.400 jiwa Maret 2009 283.965 128.210 jiwa Maret 2010 295.095 129.670 jiwa Maret 2011 340.581 129.557 jiwa September 2011 353.379 122.500 jiwa Maret 2012 356.873 131.222 jiwa September 2012 363.450 131.215 jiwa Maret 2013 372.941 126.667 jiwa September 2013 398.903 125.021 jiwa Maret 2014 415.800 127.800 jiwa September 2014 425.967 124.171 jiwa Maret 2015 448.652 122.398 jiwa September 2015 480.812 114.834 jiwa
Gambar II-9 Head Count Index of Poverty (HCI-P0) Provinsi Kepulauan Riau
Gambar II-10 Indeks Kedalaman Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau
pendapatan dalam masyarakat dengan nilai berkisar antara 0 (sangat merata) hingga 1
(sangat timpang).
Koefisien gini di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan peningkatan walaupun
nilainya masih terpaut 1 poin di bawah nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerataan pendapatan di Provinsi Kepulauan Riau fluktuatif namun mengindikasikan
akan terjadi peningkatan ketimpangan yang hingga 2013 telah menunjukkan koefisien
sebesar 0,36 dalam kategori sedang. Sedangkan koefisen gini nasional hingga 2013
semakin mendekati kategori tinggi/sangat timpang mencapai 0,41.
Gambar II-12 Perkembangan Koefisien Gini Kepulauan Riau
*Data Karimun, Anambas, Batam dan Tanjungpinang tahun 2013-2014 adalah hasil prognosis dan data Anabas tahun 2008-2009 adalah hasil backcasting karena BPS belum merilis data pada periode tahun tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
2.2.4.
Kondisi Ketenagakerjaan
Perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah sangat berpengaruh
terhadap kondisi ketenagakerjaan di wilayah tersebut. Beberapa permasalahan dalam
ketenagakerjaan yang ditemui antara lain terkait dengan tingginya tingkat
pengangguran, terbatasnya penyediaan lapangan kerja, serta rendahnya produktivitas
tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja
baru sehingga mengurangi tingkat pengangguran, namun kenyataannya pertumbuhan
ekonomi yang kurang berkualitas dapat menyebabkan masalah ketenagakerjaan.
Indikator untuk mengukur kesejahteraan angkatan kerja adalah jenis kegiatan utama
angkatan kerja, jumlah jam kerja, sumber penghasilan utama, dan status pekerjaan.
Tabel II-6 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau: Jenis Kegiatan Utama
Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Angkatan Kerja (jiwa) 666.000 681.769 826.535 847.997 844.393 854.150 878.415 891.988
Bekerja 612.667 626.456 769.486 781.824 802.795 806.073 819.656 836.670
Penganggur 53.333 55.313 57.049 66.173 41.598 48.077 58.759 55.318
TPAK (%) 66,09 64,75 68,85 67,48 67,18 65,92 65,95 65,07
Tk.PengangguranTerbuka (%) 8,01 7,81 6,90 7,80 4,93 5,63 6,69 6,20
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau. 000
000 000 000 000 000 001
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nasional Kep.Riau Karimun Bintan Natuna
Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja (15 tahun ke
atas), baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Angkatan kerja di Kepulauan Riau menunjukkan peningkatan sejak 2008 hingga 2015
namun, tingkat angka partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami penurunan sejak
2010 yang menunjukkan pertumbuhan penduduk bukan angkatan kerja tidak sebanding
dengan pertumbuhan angkatan kerja. Akan tetapi tingkat pengangguran terbuka yang
cenderung mengalami penurunan menunjukkan pembangunan di Kepulauan Riau
mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai bagi penduduknya.
Berdasarkan angkatan kerja yang bekerja, sebanyak 85,70% penduduk bekerja
penuh waktu (full time worker) dengan bekerja lebih dari 35 jam seminggu. Jumlah full
time worker terus meningkat menunjukkan semakin banyaknya pekerja yang bekerja penuh. Penyerapan tenaga kerja hingga 2015 masih didominasi oleh lulusan SMA
(31,79%) diikuti oleh lulusan SD ke bawah (22,70%). Pada tahun 2015, Penyerapan
pekerja lulusan SMP dan SMK mengalami penurunan sedangkan yang lain mengalami
peningkatan. Berdasarkan status pekerjaan, sebanyak 68,49% pekerja bekerja sebagai
buruh dengan sektor industri, perdagangan dan jasa secara berurutan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Gambar II-16 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Jam kerja
Perminggu (Dalam Ribuan)
90 84 105 108 108 129 113 119
522 542
664 674 695 677 707 717
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1-34 jam 35+ jam
Gambar II-14 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (Dalam Ribuan)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
SD ke bawah SMP
SMA SMK
Diploma Universitas
Gambar II-15 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (Dalam Ribuan)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian Pertambangan Industri
Listrik,Gas, Minum Konstruksi Perdagangan
Transportasi Keuangan Jasa
Gambar II-13 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Menurut Status Pekerjaan
(Dalam Ribuan)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
BAB III
Perkembangan DAN
ANALISIS Pelaksanaan APBN di
Provinsi Kepulauan Riau
3.1.
APBN TINGKAT PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan kebijakan fiskal
pemerintah yang terkait dengan pengaturan belanja dan pendapatan pemerintah. APBN
digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah pusat yang dalam hal ini berada di
lingkup Provinsi Kepulauan Riau. Kegiatan dijalankan oleh satuan-satuan kerja
kementerian/lembaga berdasarkan jenis kewenangan sesuai alokasi dana dalam DIPA.
Tabel III-1 Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
Uraian 2013 2014 2015
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
A.Pendapatan 7.253,39 6.247,05 86,13% 6.351,19 7.157,46 112,69% 9.112,56 7.487,03 82,16% Penerimaan Pajak 6.498,87 5.856,81 90,12% 5.653,38 6.039,56 107,59% 8.192,52 6.141,22 74,96% Penerimaan Bukan
Pajak 754,52 1.300,08 172,31% 697,81 1.114,62 159,73% 919,87 1.162,63 126,39%
Hibah - 22,40 - - 3,28 - - 183,18 -
B.Belanja Negara 10.839,63 10.127,84 93,47% 12.788,44 11.430,59 89,38% 12.384,74 11.553,87 93,29% Belanja Pemerintah
Pusat 3.553,23 3.220,85 90,65% 4.652,10 4.023,25 86,48% 6.477,50 5.612,25 86,64% Transfer ke Daerah 7.286,41 6.906,98 94,79% 8.136,34 7.407,34 91,04% 5.907,24 5.941,62 100,58%
C.Surplus
(Defisit) (A-B) (3.586,24) (3.880,79) 108,21% (6.437,25) (4.273,13) 66,38% (3.272,18) (4.066,71) 124,28%
Sumber: Monev PA dan OM SPAN DJPBN, dashboard Penerimaan Pajak DJP, DJBC (per 11 Februari 2016), dan LK BP BATAM (diolah)
3.2.
PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
Penerimaan pendapatan pemerintah pusat di Provinsi Kepulauan Riau hanya
bertambah tipis (4,60%) di tengah ketidakstabilan perekonomian global pada tahun
2015 yang turut mempengaruhi perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Kontribusi
penerimaan perpajakan mengalami sedikit penurunan namun tetap yang paling
Sebagai bentuk komitmen dalam memprioritaskan
signifikan dengan porsi sebesar 82,02% dari total penerimaan pemerintah pusat di
Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun sebelumnya kontribusi tersebut mencapai
84,38%.
3.2.1.
Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Perpajakan di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari penerimaan
pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan
(PBB), pajak lainnya dan bea cukai.
Tabel III-2 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
Jenis Pendapatan 2013 2014 2015*
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
Perdagangan Internasional 1.461,39 1.291,38 88,34% 548,50 547,25 99,77% 351,09 261,48 74,48%
Bea Masuk 451,64 481,83 106,68% 502,07 500,90 99,77% 351,09 261,48 74,48% Bea Keluar 1.010,18 809,56 80,41% 46,43 46,35 99,83% - - -
Total Penerimaan Perpajakan 6.498,87 5.856,81 90,12% 5.653,38 6.039,56 106,83% 8.192,69 6.141,22 74,96%
*Tidak ada target maupun realisasi Bea Keluar pada TA 2015
Sumber: Monev PA DJPBN, dashboard Penerimaan Pajak DJP, dan DJBC (per 11 Februari 2016) (diolah)
Penerimaan perpajakan secara keseluruhan mengalami kenaikan tipis sebesar
1,68%. Berdasarkan jenis pajaknya, Pajak Dalam Negeri mengalami kenaikan yang
cukup signifikan sebesar 7,05% dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang meningkat
9,18% menjadi pendorong utamanya. Namun demikian peningkatan tersebut belum
dapat mendorong penerimaan pajak secara keseluruhan sebagai akibat dari Pajak
Perdagangan Internasional (PPI) yang menurun dalam sampai -35,99% dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang menurun sebesar -6,79%.
Sebagai provinsi yang
terletak di jalur perdagangan
internasional, Provinsi Kepulauan
Riau memiliki volume
perdagangan yang tinggi dan
sangat terekspos pada kondisi
perekonomian dunia.
Ketidakstabilan ekonomi global
telah mengakibatkan anjloknya
volume perdagangan Provinsi
Kepulauan Riau di tahun 2015
sehingga berdampak signifikan
Gambar III-1 Perkembangan Tax to GDP Ratio
2013 2014 2015
pada penurunan pajak khususnya PPI (bea masuk dan bea keluar) dan PPN (PPN
Impor).
Dilihat dari sisi rasio pajak, rasio pajak di Provinsi Kepulauan Riau memang
berada jauh di bawah rasio pajak nasional sebesar ±11%, hal tersebut disebabkan oleh
pemberian insentif fiskal berupa pembebasan pajak khususnya di area Free Trade Zone
Batam. Namun demikian, rasio pajak di Provinsi Kepulauan Riau juga terus mengalami
penurunan dari 3,59% di tahun 2013 menjadi 3,02% di tahun 2015. Dilihat dari jenis
pajaknya, hanya rasio Pajak Penghasilan (PPh) yang mengalami peningkatan pada
periode tahun 2013-2015. Rasio jenis pajak lainnya menurun pada periode tersebut
dengan penurunan terdalam sebesar 66 basis poin pada rasio Pajak Perdagangan
Internasional (PPI).
3.2.2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan
Pemerintah pusat selain dari penerimaan perpajakan yaitu dari sumber daya alam
(SDA), bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya dan pendapatan
Badan Layanan Umum (BLU). PNBP dibedakan menjadi dua yaitu PNBP umum dan
fungsional. PNBP umum yaitu penerimaan yang berlaku umum di semua kementerian
negara/lembaga (K/L), tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
PNBP fungsional yaitu penerimaan dari hasil pungutan atas jasa yang diberikan
sehubungan dengan tupoksi dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Tabel III-3 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Jenis PNBP (dalam miliaran Rupiah)
Jenis PNBP 2013 2014 2015
Realisasi Realisasi Perubahan Realisasi Perubahan
Penerimaan Sumber Daya Alam 122,03 17,20 (85,91%) 1,84 (89,30%)
Bag.Pemerintah atas Laba BUMN 0,09 0,38 322,22% - (100,00%)
Pendapatan PNBP Lainnya 245,73 184,84 (24,78%) 174,51 (5,59%)
Pendapatan BLU 932,24- 912,19 (2,15%)- 986,27 8,12%
Total PNPB 1.300,08 1.114,61 (14,27%) 1.162,63 4,31%
Sumber: KFR Tahun 2014 Kanwil DJPBN Provinsi Kepulauan Riau, Monev PA dan OM SPAN DJPBN (diolah), dan LK BP BATAM PNBP BLU yang dalam hal ini berasal dari satu-satunya BLU di Provinsi
Kepulauan Riau, yakni Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), meningkat sebesar 8,12% dan menjadi
kontributor satu-satunya kenaikan PNBP pada tahun 2015. PNBP BLU sendiri
merupakan komponen utama PNBP di Provinsi Kepulauan Riau dengan porsi sebesar
84,83% dari keseluruhan PNBP. Porsi tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 299