• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.2. Subjective Well-Being

2.2.1 Definisi subjective well-being

Diener (2000) mengungkapkan bahwa “good life” atau kehidupan yang baik, atau disebut juga subjective well-being (SWB) dan dalam kalimat sehari-hari terkadang disebut sebagi kebahagiaan, merupakan evaluasi seseorang akan kehidupannya baik afektif dan kognitif. Lebih lanjutnya, Diener, Oishi dan Lucas (2003) mendefinisikan subjective well-being sebagai “people’s emotional and cognitive evaluations of their lives, includes what lay people call happiness, peace, fulfillment, and life satisfaction.”. Yaitu, evaluasi emosional dan kognitif

31

seseorang mengenai kehidupannya, termasuk apa yang secara awam disebut kebahagiaan, pencapaian, dan kepuasan hidup.

Diener, Suh, Lucas dan Smith (1999) mengungkapkan subjective well-being sebagai “a broad category of phenomena that includes people’s emotional

responses, domain satisfactions, and global judgements of life satisfaction”. Yaitu sebuah kategori yang luas dari fenomena yang mencakup respon emosional, domain kepuasan, dan penilaian umum akan kepuasan hidup.

Sementara itu Eid dan Diener (2003) mengungkapakan bahwa “Subjective well-being (SWB) is an important indicator of quality of life. SWB can be conceptualized as a momentary state (e.g., mood) as well as a relatively stable trait (e.g., life satisfaction)”. Yaitu subjective well-being merupakan indikator penting dari kualitas hidup. Subjective well-being dapat di konseptualisasikan sebagai keadaan sementara (mood) maupun sebagai trait yang relatif stabil (kepuasan hidup).

Dasar dari subjective well-being (SWB), terdiri dari analisis ilmiah tentang bagaimana orang menilai kehidupan mereka. Baik pada saat ini dan untuk jangka waktu yang lebih lama seperti beberapa tahun kebelakang. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional akan suatu kejadian, mood, dan penilaian yang dibentuk mengenai kepuasan hidup, capaian dan kepuasan pada domain tertentu seperti pernikahan dan pekerjaan (Diener et. al, 2003)

2.2.2 Dimensi subjective well-being

Komponen subjective well-being dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi kognitif (penilaian atau judgement) dan afektif dalam kehidupan setiap individu yang sedang berlangsung dan merasa sehat secara psikologis (Dienner, et. al 1999)

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap kepuasan hidup, yang didefinisikan sebagai penilaian diri hidup seseorang. Kepuassan hidup merupakan sebuah proses judgemental, dimana individu mengukur kualitas hidup mereka berdasarkan kriteria unik masing-masing. (Pavot & Diener, 1993)

Kepuasan hidup merujuk pada proses penilaian kognitif, Shin dan Johnson (dalam Diener, Emmons, Larsen & Griffin, 1985) mendefinisikan kepuasan hidup sebagai penilaian global atas kualitas kepuasan dalam hidup seseorang berdasarkan kriteria yang ia pilih. Penilaian akan kepuasan bergantung pada perbandingan keadaan seseorang dengan apa yang dinilai sebagai standar yang tepat. Sangatlah penting untuk menyampaikan bahwa penilaian dari seberapa puas seseorang dengan keadaan mereka sekarang ini berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah dibuat setiap individu untuk dirinya sendiri, bukan ditentukan dari luar. pertanda dari wilayah subjective well-being berpusat pada penilaian individu itu sendiri, bukan berdasarkan kriteria yang dinilai penting bagi peneliti (Diener et. al, 1985).

Contohnya, meskipun kesehatan, energi, dan lain-lain bisa diukur, beberapa individu mungkin saja menempatkan nilai yang berbeda-beda.

33

Dengan alasan ini Diener et. al (1985) merasa perlu untuk menanyakan kepada individu mengenai evaluasi keseluruhan akan kehidupan mereka, daripada menyimpulkan kepuasan seseorang dengan dimensi spesifik untuk mengukur kepuasan hidup keseluruhan. Seperti yang diungkapkan Tatarkiewicz (dalam Diener et. al, 1985), kebahagian memerlukan kepuasan total, yaitu kepuasan atas hidup secara keseluruhan.

Komponen kognitif dari subjective well-being dapat diukur melalui survey kepuasan hidup dan juga dapat diukur dari kepuasan dan pencapaian dari berbagai domain kehidupan seperti pernikahan, pekerjaan, dan waktu luang. sehingga evaluasi terhadap kepuasan hidup dapat dibagi menjadi evaluasi kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu.

2. Komponen afektif

Secara umum, komponen afektif subjective well-being merefleksikan

pengalaman dasar dalam peristiwa yang terjadi didalam hidup seseorang. Komponen afektif subjective well-being dapat dibagi menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek positif dan negatif. Positive Affect (PA) dan Negative Affect (NA) muncul sebagai dua dimensi dominan dari pengalaman emosional (Watson, Clark & Tellegen, 1988).

a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif

Afek positif menggambarkan sejauh mana sesorang mengalami keterikatan yang menyenangkan dengan lingkungan (Watson, Clark & Carey, 1992). Positive Affect (PA) mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif dan waspada. PA yang tinggi merupakan keadaan

penuh energi, konsentrasi dan keterikatan dengan kesenangan, sementara PA yang rendah dikarakterisasikan dengan kesedihan dan kelesuan (Watson et. al, 1988).

b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif

Negative Affect (NA) merupakan dimensi umum dari tekanan subjektif dan keterikatan dengan rasa tidak senang yang tergolong berbagai macam keadaan susana hati yang aversif seperti kemarahan, jijik, muak, rasa bersalah dan kegelisahan. Nilai NA yang rendah menggambarkan keadaan tenang dan tentram (Watson et. al, 1988).

2. 2.3 Pengukuran subjective well-being

Sebagian besar alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being mengasumsikan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup dapat disusun dalam sebuah kontinum mulai dari “sangat bahagia” sampai dengan “sangat tidak bahagia”. Salah satu skala yang memiliki nilai reabilitas yang tinggi dan paling sering digunakan adalah Satisfaction With Life Scale oleh Diener et. al (1985) untuk mengukur nilai individu mengenai kepuasan hidupnya dan positive Affect Negative Affect Schedule oleh Watson, Clark dan Tellegen (1988) untuk mengukur tingkat afek positif dan negatif individu pada satu waktu.

Pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala baku The Satisfaction With Live Scale (Pavot & Diener, 1993), yang menggambarkan tingkat kepuasan hidup seseorang secara keseluruhan. Pada skala baku berisi lima pernyataan yang masing-masing pernyataan memiliki tujuh pilihan jawaban, pada

35

penelitian ini peneliti melakukan sedikit modifikasi dengan mengganti pilihan jawaban menjadi empat pilihan jawaban, yaitu “sangat setuju (SS)“, “setuju (S)“,“tidak setuju (TS)“ dan “sangat tidak setuju (STS)“. Sementara itu, subjective well-being afektif diukur dengan menggunakan modifikasi dari skala baku dari Watson dan Clark (1994) yaitu The PANAS-X, yang berupa kata-kata yang menggambarkan kondisi suasana hati seseorang secara umum.

Dokumen terkait