• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Analisa

5. Subjek 5

Narasi diawali dengan subjek yang memiliki sifat manja dan suka tergantung dengan orang lain. Subjek tidak pernah mau menyentuh pekerjaan rumah sedikitpun. Subjek memandang kehidupannya tidak terlalu baik pada awal cerita. Subjek menceritakan bahwa dirinya dan ibunya sangat dekat, akan tetapi kedekatan tersebut

terjadi karena ayah subjek yang sudah meninggal sebelumnya menyebabkan subjek hanya tinggal berdua dengan ibunya. Tidak jarang subjek berselisih paham dengan ibunya, akan tetapi hal ini tidak mengganggu kepedulian mereka satu sama lain. Seperti saat ibu subjek pergi tanpa pamit, subjek yang cemas mencari ibunya sampai ketemu. Begitu pula sebaliknya, saat subjek sakit, ibu subjek akan sedih dan terus menemani subjek.

Subjek mengalami fase pertama teori Sanders yaitu Shock. Subjek kaget dan sedih saat mengetahui bahwa ibunya telah meninggal. Subjek tidak menyangka bahwa ibunya sudah meninggal, karena awalnya subjek berpikir masih ada harapan. Subjek masih berada dalam fase Shock (ketidakpercayaan). Rasa sedih subjek memuncak saat dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa subjek harus tinggal sendiri. Keadaan tersebut sulit untuk diterima oleh subjek dan subjek sempat melakukan penolakan seperti tidak mau pulang dari makam. Keadaan ini masuk dalam fase dua teori Sanders yaitu Awareness of Loss (Conflict). Penolakan subjek dapat dilihat dalam kutipan berikut:

ah kalo aku kan kerasa banget sepi nya, gak ada siapa-siapa lagi. Pas dimakam itu habis dimakamin kan aku gak mau pulang.

S5. B 326-331 Saat subjek berada di titik puncak ketakutannya, keluarga subjek memberi subjek dukungan kepada subjek agar tidak merasa kesepian karena subjek masih memiliki keluarga. Keluarga subjek juga

berusaha untuk menghibur subjek agar tidak merasa kesepian dan sedih. Keadaan ini masuk dalam fase tiga teori Sanders Conservation and Need to Withdrawal (Diminished Social Support) dan dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

nek koe suntuk ning omah langut (langut itu apa ya kalo kesepian, ga ada kerjaan) ya main-mainlah kesini. Kan disini ada anaknya Ijan sama Deta. Bisa bantu-bantu warung Kalo misalnya kamu gak punya maem, eh apa kalo gak sempet masak ya kesini aja.. Yang lain-lain itu gak usah mikir misalnya uang kuliah, gak musingin mau kerja mau ngapainlah. Keluarga si pasti gitu. Kalo jalan-jalan diajak sama mereka. Jadi ya sebisa mungkin aku gak merasa sendirian lah”

S5. B 421-430 ; B 432-440 Walaupun keluarga sudah berusaha memberikan subjek dukungan sosial akan tetapi rasa sedih karena harus tinggal sendiri tidak bisa dihindari oleh subjek. Kesendirian yang subjek alami menjadi titik balik dari narasi subjek. Subjek yang tidak pernah memegang urusan rumah tangga, sekarang harus belajar untuk mengerjakan semuanya sendiri. Subjek juga belajar untuk menghadapi ketakutannya sendiri karena sudah tidak ada ibu atau ayah yang bisa membantunya. turning point subjek terjadi dalam fase empat teori Sanders yaitu Healing (Centering Ourselves).

“saya ngerenung selama setengah jam, saya ngerengung kek gini, sudah saya harus diem. Saya sekarang sendiri, sudah gak ada siapa-siapa. Saya harus lawan dia, karena kalo bukan saya yang lawan, mau siapa lagi? Konsekuensinya tinggal sendiri itu ya harus berani mau ngapa-ngapain sendiri.

S5. B 570-600 Setelah subjek berhasil menemukan titik tolak, subjek perlahan berubah menjadi seseorang yang lebih mandiri dan lebih menghormati

orang tua. Subjek juga akhirnya berhasil menerima kepergian ibunya dengan membangun sebuah pemikiran bahwa ibunya sudah tidak sakit lagi. Hal yang masih mengganjal subjek adalah keinginannya untuk mengulang waktu dan bersikap lebih baik kepada ibunya. Tinggal sendiri dan belajar mengerjakan urusan rumah tangga sendiri menjadikan subjek masuk fase lima teori Sanders yaitu Renewal (Accepting Responsibility for Ourselves). Berikut kutipan dimana subjek menerima tanggung jawab baru pada dirinya:

“jadi prinsipnya tinggal sendiri itu semuanya mesti bisa kamu tanganin, semuanya.”

S5. B 647-650 Jika ditinjau dari struktur narasinya, narasi ini bersifat progresif. Subjek berhasil mengubah sifatnya yang kurang baik menjadi lebih baik setelah kepergian ibunya. Kepergian ibu subjek adalah hal yang berat bagi subjek karena berarti subjek harus menjalankan segala kewajiban sendiri. Kedekatan subjek dengan ibunya menjadikan subjek seorang anak yang manja. Subjek tidak bisa mengurus urusan rumah tangga. Akan tetapi kematian ibu subjek adalah sebuah pukulan keras bagi subjek dimana subjek mau tidak mau harus belajar untuk mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Setelah beberapa saat subjek berhasil memproses kesendiriannya dan berhasil membuatnya bangkit dari rasa sedih dan keterpurukan. Subjek sekarang sudah bisa mengurus urusan rumah tangga dengan baik dan menjadi lebih mandiri dari sebelumnya.

Ciri-ciri struktur narasi progresif ditemukan dalam narasi ini Subjek merasa kehidupannya berubah kearah positif dan berhasil menemukan makna dibalik peristiwa kematian. Akan tetapi subjek masih memiliki keinginan untuk memperbaiki sikapnya kepada ibunya sebelum ibunya meninggal. Berikut kutipan kalimat subjek yang menunjukkan bahwa dirinya masih memiliki penyesalan di masa lalu, ..aku di depan ibu tuh memorinya pasti buruk semua gitu. Jadi seandainya bisa ngulang waktu aku pengen bener-bener ngerubah sikap aku. Penyesalan subjek menuntut subjek untuk berproses lebih baik lagi agar bisa merelakan semua yang terjadi agar bisa sampai kepada penerimaan kematian secara penuh. Penyesalan subjek tidak merubah struktur narasi yang dimiliki oleh subjek. Hal ini dikarenakan subjek tetap berproses dan berhasil berubah menjadi lebih positif sehingga subjek tetap mendapat struktur narasi progresif.

Dokumen terkait