• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Fiqih Siya@sah

3. Sult}ah Qad}a>’iyyah

Yakni institusi kekuasaan yang melaksanakan tugas di bidang peradilan.

Dalam susunan negara dewasa ini, kekuasaan ini dijalankan oleh struktur lembaga kehakiman. Kekuasaan kehakiman dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara permusuhan, pidana dan perusakan badan orang lain, menuntut hak dari orang yang telah berbuat zalim selanjutnya memberikannya kepada yang dizalimi, mengawasi harta wakaf dan masalah-masalah lain yang disengketakan di pengadilan. Adapun tujuan kekuasaan kehakiman adalah mewujukan tegaknya kebenaran , memberi jaminan perwujudan keadilan dan menguatkan negara serta menstabilkan kedudukan hukum negara. Penetapan syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya,syariat Islam memerlukan lembaga untuk menegakkannya. Dan lembaga itu adalah kekuasaan yudikatif.

Tanpa lembaga al-Qaḍā’ tersebut, hukum-negara tidak dapat diterapkan35. Kewenangan Kehakiman (al-qada@’) terdiri dari tiga bagian, yaitu wila@yah al-maz{a@lim, wila@yah al-qada@, dan wila@yah al-h{isbah. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi wila>yah al-maza>lim

34 Ibid

35 La Samsu, “Al-Sult}ah Al-Tayri’iyyah”, XIII: 168.

39

(lembaga peradilan yang menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya, penetapan aturan yang merugikan dan melanggar kepentingan atau hak-hak rakyat serta perbuatan pejabat negara yang melanggar hak rakyat,wila@yah al-qada@ (lembaga peradilan yang menyelasaikan sengketa di antara sesama warga, baik perkara perdata maupun perkara pidana), dan wila@yah al-h{isbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan sengketa sengketa ringan dan pelanggaran dalam urusan penipuan dan kecurangan dalam transaksi ekonomi)36.

Adapun kewenangan kehakiman (wilayah al-qada@’) terdiri dari tiga wilayah, yaitu:

a) wila@yah al-Maz{a@lim

Adalah gabungan dari dua kata, yaitu kata wilayah dan kata al-maz{a@lim. Kata wila>yah secara literal berarti kekuasaan tertinggi, aturan dan pemerintahan. Sementara al-mazalim merupakan bentuk jamak dari kata z}ulm yang secara literal berarti kejahatan, kesalahan, ketidaksamaan, dan tindakan tidak berperikemanusiaan. Dari sisi istilah atau terminologi, wilayah al-mazalim merupakan “ kekuasaan kehakiman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekuasaan peradilan dan kekuasaan muh{tasib, yang bertugas memeriksa kasus-kasus yang tidak masuk dalam wewenang hakim biasa, tetapi pada kasus-kasus-kasus-kasus yang menyangkut penganiayaan yang dilakukan oleh penguasa atau pejabat terhadap rakyat biasa37. Wilayah al-mazalim berwenang memeriksan dan

36 Ibid, 169.

37 Basiq Djalil, Peradilan Islam (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 113

40

mengadili para pegawai negeri dan pejabat tingginya, mencakup kepala negara, dan pegawai negara lainya yang telah melakukan kezalima kepada rakyat..

Al-Mawardi mengemukakan perkara yang ditangani oleh wila@yah al-maz{a@lim sebagai berikut:

1) Penganiayaan penguasa, baik terhadap perorangan maupun terhadap golongan

2) Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan harta-harta kekayaan negara lain

3) Mengontrol atau mengawasi keadaan para pejabat

4) Tiga hal di atas wajib ditangani oleh wilayah al-Mazalim ketika telah terbukti terjadinya kecurangan dan juga penganiayaan tanpa perlu menunggu ada pengaduan.

5) laporan yang disampaikan oleh tentara yang digaji, lantaran gaji mereka dikurangi ataupun dilambatkan pembayarannya.

6) Mengembalikan harta-harta rakyat yang dirampas oleh penguasa-penguasa yang zalim kepada rakyat . (hal ini perlu ada pengaduan dari rakyat yang hartanya telah dirampas penguasa)

7) Mengurusi dan memelihara harta wakaf dengan rincian sebagai berikut.

Lembaga ini akan mengawasi berlaku atau tidaknya syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh si pembuat wakaf dalam suatu wakaf umum.

41

Lembaga ini akan bertindak setelah ada pengaduan, jika wakaf itu bersifat khusus.

8) mengimplementasikan penetapan dan putusan hakim yang tidak bisa dilakukan oleh hakim itu sendiri, lantaran orang yang dijatuhkan hukuman atasnya adalah orang-orang yang lebih tinggi derajatnya atau pengaruhnya.

9) Meneliti dan memeriksa perkara-perkara mengenai maslahat yang tak dapat dilaksanakan oleh muhtasib.

10) Menjaga hak-hak Allah swt yaitu ibadat-ibadat yang nyata, misalnya shalat jum’at, shalat hari raya, ibadah haji dan jihad.

11) Menyelesaikan perkara-perkara yang telah menjadi sengketa di antara orang-orang yang saling bersengketa38.

Dalam rangka menguatkan kredibilitasnya, lantaran memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding lembaga peradilan dan hisbah, lembaga wilayah al-mazalim harus dilengkapi dengan pegawai-pegawai yang memiliki disiplin yang tinggi sehingga bisa bertindak sebagai pengawal dan penjaga yang akan bertindak tegas pada pihak-pihak yang melawan saat diadakan pemeriksaan.Pakar pakar di bidang peradilan yang bisa ditanyai tentang jalannnya proses pemerikasaan harus menjadi kelengkapan lembaga ini. Pakar-pakar fiqh yang bisa dimintai pendapatnya tentang hukum islam yang pendapatnya akan dicatat oleh panitera juga perlu menjadi anggota tetap lembaga ini. Lembaga ini perlu dilengkapi

38 A. Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 65.

42

dengan orang-orang yang layak dijadikan saksi yang akan dipergunakan di masa-masa persidangan sebagai orang-orang yang diminta kesaksiannya untuk menyaksikan putusan-putusan yang diberikan oleh ketua pengadilan wila@yah al-maz{al@im39.

b) Wila>yah Al-Qaḍā’

Secara harfiyyah kata qada@ berasal dari bahasa Arab yang mengandung beragam makna, di antaranya adalah hukum, al-farq min syai (memisahkan sesuatu), qat’ munaza’a@t (memutuskan persengketaan), dan al-amr (perintah). Orang yang memutuskan sengketa dinamakan hakim. Hakim merupakan orang yang menetapkan suatu hukum dengan suatu daya paksa, dan qada@ (putusan) adalah hasilnya40. Menurut ilmu hukum atau rechtpraak dalam bahasa Belanda, padanan kata lembaga peradilan adalah al-Qada@ . Menurut istilah, Al-qaḍā’ dapat dimaknai sebagai “ Suatu upaya mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga tertentu dalam suatu badan pengadilan tertentu”. Al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ merupakan dasar utama dan sumber hukum lembaga peradilan Islam. Tiga Dasar hukum itu telah menegaskan bahwa keadilan wajib ditegakkan untuk semua orang supaya tercipta perdamaian dan kedamaian dalam kehidupan sosial-masyarakat. Penegakan keadilan dapat dilakukan melalui

39 Ibid, 65-66

40 9 Basiq Djalil, Peradilan Agama, 106.

43

institusi-institusi peradilan yang dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatt41.

Keputusan hukum yang dihasilkan lembaga Qada@ memiliki daya paksa yang kuat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan sengketa yang berkembang di kalangan masyarakat dan menghindarkan hal-hal yang merugikan hak-hak masyarakat dan juga menyelesaikan sengketa antara masyarakat dan kalangan pejabat, baik kepala negara maupun pegawai biasa dalam pemerintahan. yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah hhal Wila@yah al-qad}a>’ berwenang menyelesaikan perkara-perkara perdata (madaniyya@t) dan al-ah{wa>l asy-syakhs{yah termasuk di dalamnya masalah hukum keluarga dan masalah tindak pidana (jina@ya@t). Di samping tugas utama di atas, sejarah islam mencatat, institusi ini juga menjalankan tugas tambahan yang tidak temasuk urusan penyelesaian sengketa antar warga, antar lain menikahkan perempuan yang tidak memiliki wali , mengawasi bait al-mal, dan mengangkat pengampu bagi anak yatim., sebagaiman yang terjadi di masa Bani Umayyah.

Qadi (hakim) adalah orang yang bertugas dan berwenang menyelesaikan perkara di peradilan semacam ini42.

c) Wila@yah al-H}isbah

Pengawasan dalam siya@sah Dustu@riyah telah dikenal dan dikembangkan sejak dulu dan dalam ilmu manajemen merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Pengawasan pada hakikatnya adalah suatu tindakan menilai

41 A. Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad, Formalisasi, 56-57

42 Ibid, 58

44

apakah suatu kegiatan atau acara telah berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan. Dengan pengawasan akan ditemukan kesalahan-kesalahan yang akan dapat diperbaiki dan yang terpenting jangan sampai kesalahan yang sama terulang lagi43. Mengenai pegawasan dalam syariat Islam terdapat teori yang terkait yaitu wila@yah al-h{isbah. Teori H}isbah pada dasarnya merupakan memerintahkan kebajikan dan kebaikan pada saat telah terbukti banyak orang meninggalkan kebajikan dan kebaikan dan melarang dan mencegah kemungkaran pada saat kemungkaran terbukti telah merajalela di masyarakat.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kekuasaan Wila@yah al H}isbah ini hanya terbatas pada pengawasan terhadap penunaian kebaikan dan melarang orang dari kemungkaran. Menyuruh kepada kebaikan yang terkait dengan hak hak Allah. H{isbah sebagai suatu Instansi sebenarnya sangat positif dan perlu dukungan dari semua pihak. Terutama ketika budaya amar ma’ruf nahi munkar semakin hilang di kalangan masyarakat. Kunci kesuksesan Wila@yah Al H}isbah terlihat ketika masyarakat dengan kesadaran keagamaan yang tinggi mewujudkan standar moral yang tinggi, keunggulan akhlak, dan mentaati perkara-perkara yang sudah diwajibkan atau dilarang oleh syari’at. Tetapi, ketika masyarakat kembali merajalela perbuatan amoral merebak, masyarakat berlaku curang, menipu, dan memakan riba maka wila@yah al-H}isbah tidak berperan dengan sempurna. Saat wila@yah al-H}isbah berjalan tidak sempurna berarti aparat pemerintah telah gagal menumbuhkan kesadaran melaksanakan syari’at. Pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan

43 Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan PTUN di Indonesia.

(Iiberty: Yogyakarta 2007), hlm. 37

45

pembangunan. Dengan pengawasan melekat diusahakan terhindar dari penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan. Hal tersebut berarti bahwa Pengawasan melekat lebih bermanfaat daripada pencegahan terhadap penyimpangan.

Pengendalian berasal dari kata “kendali”. Pengendalian mengandung arti mengarahkan, melakukan perbaikan pada kegiatan yang telah salah arah selanjutnya mengarahkan kea rah yang benar. Akan tetapi, ada juga yang tidak setuju ketika istilah controlling disamakan dengan pengawasan, sebab controlling lebih luas maknanya dibandingkan dengan pengawasan. Karena pengawasan hanya tindakan mengawasai saja atau hanya memperhatikan sesuatu secara cermat dan seksama selanjutnya melaporkan hasil pengawasannya. Sedangkan Controlling bermakna bukan saja melakukan pengawasan, akan tetapi mencakup kegiatan yaitu menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan kea rah yang tepat dan benarr44.

Sebagai konsep pengawasan yang bernafaskan Islam, wila@yah al-h{isbah mulai digunakan seiring dengan awal perkembangan Islam.45. Yang pertama kali menekankan pentingnya peran al-Hisbah adalah Rasulullah saw sendiri. Al-Hisbah merupakan bagain dari lembaga pemerintahan yang resmi.

Rasulullah saw sering mengelilingi pasar Madinah dalam rangka mengawasi kegiatan para pedagang. Tugas muhtasib (petugas Hisbah) adalah menyelesaikan perkara perdata dan perkara pidana yang memerlukan putusan yang cepat. Di

44 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah (Bandung: Nusa Media, 2017), hlm. 101- 102.

45 Mariadi, “Lembaga”, III: 77. Mariadi. “Lembaga Wilayatul Hisbah dalam Tinjauan Undang-Undang Pemerintahan Aceh”. Legalite: Jurnal Perundang-Undang-Undangan dan Hukum Pidana Islam, Vol. III, no. 1, Januari-Juni 2018, 77-78.

46

samping itu, muhtasib juga berwenang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf dan nahi munkar), memelihara tatakrama hidup di masyarakat, menjamin terealisirnya aturan hukum Islam dan mengawasi dan menjamin bahwa aturan perundang-undangan dan aturan kesusilaan benar benar dipatuhi dan tidak dilanggar oleh siapa pun.46.

Menurut pendapat Ibn Taymiyyah, sebagaimana dinukil dari tulisan Ahmad Mujahidi, hisbah merupakan institusi penegak hukum yang berwenang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar kekuasaan yang mandiri yang berbeda dengan kekuasaan qada@ dan kekuasaan maz{a@lim. Adapun tugas al-muhtasib dapat dikategorikan menjadi 3 tanggung jawab yaitu. Pertama, tugas yang berkaitan dengan hak-hak Allah swt, yaitu melakukan pengawasan terhadap kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan aktifitas keagamaan mereka dan memfasilitasinya. Misanya, menyuruh melakukan ibadah shalat dan menyuruh untuk menjaga fasilitas masjid. Kedua, tugas yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Yaitu memberikan perhatian yang besar terhadap terjaminnya keadilan di masyarakat, misalnya, melakukan pengawasan pada akurasi timbangan, takaran dan melakukan monitoring terhadap barang dan harga di pasar. Ketiga, tugas yang berkaitan dengan hak-hak Allah sw dan manusia sekaligus, yaitu mengawasi kegiatan administrasi dan pelayanan umum, misalnya dengan melakukan kegiatan

46 A. Irfan Habibi, “Kedudukan Jaksa Agung dalam Perspektif Ketatanegaraan dan Islam”, Skripsi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010, hlm. 62

47

preventif dalam rangka memeliharan dan menjaga fasilitas umum agar tetap terpeliharan, terjaga dan terawatt dengan baik.47.

Tugas utama melakukan pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh Muhtasib. Pada saat menetapkan hukuman, terlebih dahulu, ia harus dapat memastikan bahwa suatu tindak telah benar benar melanggar aturan hukum. Ia dituntut untuk bersikap bijak agar tindakannya tidak menimbulkan persoalan baru yang lebih besar daripada persoalan lama yang hendak diselesaikan dan diputuskan hukumnya48

Kedudukan lembaga peradilan adalah lebih tinggi daripada lembaga Hisbah.

Sebab tugas petugas hisbah hanya mengawasi berlakunya aturan perundang-undangan dan tatakrama adab kesusilaan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Mengembalikan hak orang-orang yang tidak bisa mendapatkan haknya tanpa bantuan petugas h{isbah adalah tugas utama lembaga h{isbah. Sedangkan wewenang hakim adalah menyelesaikan dan memutuskan perkara-perkara dalam suatu sidang pengadilan dan menetapkan siapa yang menang dan yang kalah dimana yang kalah wajib mengembalilan hak-hak kepada yang menang. 49.

Adapun tugas wila@yah al-h{isbah adalah:

1) Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan dan ketidak-patuhan terhadap aturan perundang-undangan dalam aspek hukum Islam

47 Akhmad Mujahidin, “Peran”, IV: 146-147. Mujahidin, Akhmad. “Peran Negara dalam H{isbah”. Al-Iqtishad, Vol. IV, no. 1, Januari 2012, 145-147

48 Ibid

49 Basiq Djalil, Peradilan Islam, 128.

48

2) Membina dan mengadvokasi secara spiritual terhadap setiap yang patut diduga melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan dalam aspek hukum islam berdasarkan bukti permulaan yang ada.

3) Memberitahukan kepada warga masyarakat tentang aturan perundang-undangan dalam asepk hukum Islam

4) Menetapkan terjadinya tindakan yang melanggar ketentuan hukum Islam.50

Adapun Wewenang wila>yah al-h{isbah adalah:

1) Mengawasi kepatuhan masyarakat terhadap aturan perundang-undangan di bidang hukum Islam.

2) Terhadap orang yang patut diduga telah, sedang atau akan melanggar aturan perundang-undangan di bidang hukum islam, wilayah al-hisbah berhak untuk menegur , menasehati, mencegah, dan melarang

Al-Muht{asib memiliki kewenangan untuk melakukan hal-hal berikut : 1) Menerima laporan pengaduan dari masyarakat

2) Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga sebagai pelaku pelanggaran

3) Meminta keterangan identitas setiap orang yang patut diduga telah dan sedang melakukan pelanggaran

50 Ibid

49

4) Menghentikan kegiatan yang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan

5) Muht{asib dalam menjalankan tugas pembinaaan terhadap seorang yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan 3 kali dalam masa tertentu

6) Setiap orang yang pernah mendapat pembinaan petugas muht{asib tetapi masih melanggar akan diajukan kepada penyidik51.

Sebenarnya wila>yah al-h{isbah sudah ada pada masa Rasulullah SAW sebagai embrio dan dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kemudian masih berkembang pada masa Bani Umayyah, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Upaya ini digolongkan pada usaha untuk memberikan penekanan terhadap ketentuan hukum, agar dapat terealisir dalam masyarakat secara maksimal. Di samping itu, wila>yah al-h}isbah dapat memberikan tindakan secara langsung bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Di sini terlihat, betapa urgen keberadaan wila>yah al-h{isbah dalam membina masyarakat untuk menaati aturan-aturan yang telah ditetapkannya.

Dengan demikian, kewenangan wila>yah al-h{isbah lebih banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran moral, baik bidang muamalah dan kemasyarakatan, maupun dalam bidang hukum dan politik52.

51 Basiq Djalil, Peradilan Islam, 231-233.

52. Lomba Sultan, “Kekuasaan Kehakiman dalam Islam dan Aplikasinya di Indonesia”, Jurnal al-Ulum, Vol. XIII, no. 2, Desember 3013, hlm. 439-440. Sultan, Lomba. “Kekuasaan Kehakiman dalam Islam dan Aplikasinya di Indonesia”. Jurnal al-Ulum, Vol. XIII, no. 2, Desember 3013, 439-440.

50

Karena fungsi sentral wila>yah al-h{isbah ini adalah amar ma’ruf dan nahi munkar, maka tugas ini pada hakikatnya harus dilaksanakan, khususnya umat Islam. Namun demikian, sebagai sebuah lembaga kenegaraan yang bukan negara Islam, walaupun penduduknya adalah mayoritas beragama Islam; seperti di Indonesia, penanggung jawab pelaksanaannya ditangani oleh orang-orang tertentu yang secara khusus ditugaskan menanganinya53.

b. Ahl al-H}alli Wa al-Aqdi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat

a. Pengertian dan ruang Lingkup

Secara harfiyyah Ahl al-H}alli Wa al-Aqdi berarti orang yang mengurai dan mengikat. Rumusan tersebuat dalam pandangan pakar fiqih siya@sah berarti orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu atas nama umat (rakyat). Ahl al-h}all wa al-‘aqd adalah lembaga perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat. Salah satu tugas mereka adalah menetapkan dan mengangkat kepala negara sebagai pemimpin pemerintahan bagi rakyat. Al-Mawardi memandang ahl al-h}all wa al-‘aqd sebagai ahl al-ikhtiya}r, yakni orang-orang dipercaya untuk mewakili rakyat dalam memilih, karena mereka yang dipercaya untuk memilih khalifah54. Ibn Taimiyah memandang Ahl al-h}all wa al-‘aqd sebagai ahl al-Syawkah,yaitu orang-orang yang dipandang memiliki kekuatan. Sementara al-Baghdadi menamakan mereka sebagai ahl al-ijtiha@d, yakni orang-orang yang memiliki kepakaran penuh dalam ilmu agama Islam.

Namun, semuanya mengacu pada satu pengertian yaitu sekelompok anggota

53 Ibid.

54 Muhammad Iqbal, Fiqih Siysah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), h. 159

51

masyarakat yang mewakili umat (rakyat) untuk menentukan dan menetapkam arah dan kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya kemaslahatan hidup mereka55.

Sebagian ahli tafsir yang mengidentikkan ahl al-h}all wa al- ‘aqd dengan uli al-amr ketika mereka membahas surah an-Nisa, 4;59, yaitu al-Naisabu@ri@, al-Nawawi@, dan Muh}ammad Abduh. Al-Naisabu@ri@ menyatakan bahwa ahl al-h}all wa al-‘aqd adalah orang-orang yang terhormat dan berfikiran luas. Al-Nawawi mengidentifikasi Ahl al-h}all wa al-‘aqd sebagai para pemimpin dan tokoh masyarakat. Sedangkan Abduh sebagamana dikutip muridnya Muhammad Rasyid Ridha, telah memerinci komponen ahl al-h}all wa al-‘aqd, sebagai para amir, hakim, ulama panglima perang dan semua pemimpin yang menjadi rujukan dalam memperjuangkan kemaslahatan umat. Hasan al-Banna mengelompokkan ahl al-h}all wa al-‘aqd menjadi 3 kelompok, yaitu yang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dengan melakukan ijtihad, orang yang berpengalaman dalam urusan urusan rakyat, dan orang yang melaksanakan kepemimpinan sebagai kepala suku atau golongan56.

b.Tugas dan wewenang ahl al-H}all wa al-‘Aqd

Pembentukan lembaga ahl al-h}all wa al-‘aqd untuk pertama kalinya dilakukan oleh pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol. Khalifah al-Hakam II (961-967 M) membentuk majelis al-Syu@ra@ yang beranggotakan para bangsawan negara dan sebagian lagi pemuka rakyat. Kedudukan anggota majelis syu@ra@ ini setingkat dengan pemerintah. Khalifah sendiri bertindak langsung

55 ibid

56 Ibid, 163

52

menjadi ketua lembaga tersebut. Majelis ini melakukan musyawarah dalam masalah hukum dan membantu khalifah melaksanakan pemerintahan negara57. Lembaga ahl al-h}all wa al-‘aqd mempunyai peran yang amat penting bagi roda pemerintahan Islam pada masa awal.

Ada beberapa alasan mengenai signifikansi lembaga syu@ra@ ini. Di antaranya adalah yaitu:

1) Rakyat secara keseluruhan tidak mungkin dilibatkan untuk dimintai pendapatnya tentang undang-undang atau aturan bersama, sehingga harus ada beberapa anggota masyarakat yang mewakili masyarakat secara umum yang bisa diajak musyawarah dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan dan pembentukan undang-undang.

2) Rakyat secara individual tidak mungkin dikumpulkan untuk melakukan musyawarah di suatu tempat, sebab membutuhkan ruang yang sangat luas.

Musyawarah tidak akan menghasilkan aturan yang bagus dan bijak karena di antara mereka pasti ada yang tidak mempunyai pandangan yang tajam dan tidak mampu mengemukakan pendapat dalam musyawarah sehingga musyawarah berjalan dalam tempo lama dan berjalan alot.

3) Kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar hanya bisa dilakukan apabila ada lembaga yang berperan menjaga kemaslahatan antara pemerintah dan rakyat;

4) Kewajiban taat kepada ulu al-amr (pemimpin pemerintahan umat) baru ada apabila pemimpin itu dipilih oleh lembaga musyawarah.

57 Ibid, 163

53

5) Ajaran Islam sendiri yang menekankan perlunya pembentukan lembaga musyawarah sebagaimana dalam surah asy-syura, 42:38 dan ali-imran 3:15958.

Nabi Muhammad SAW sendiri sering mengimplementasikan musyawarah dengan para sahabat untuk menentukan suatu kebijaksanaan pemerintah. Seiring perkembangan zaman dan berkembangnya ilmu politik,teori tentang ahl al-h{all wa al-‘aqd juga berkembang. Para ulama siyasah mengemukakan pentingnya pembentukan lembaga perwakilan rakyat sebagai representasi dari kehendak rakyat. Mereka mengemukakan gagasan tentang ahl al-h{all wa al-‘aqd dengan mengkombinasikanya dengan pemikiran-pemikiran politik yang berkembang di Barat. Menurut al-Anshari, mekanisme pemilihan anggota ahl al-h{all wa al-‘aqd dilakukan melalui beberapa cara:

1) Pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala. Dalam pemilu ini, anggota masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan memilih anggota ahl al-h{all wa al-‘aqd sesuai dengan pilihanya;

2) Pemilihan anggota ahl al-h{all wa al-‘aqd melalui seleksi dalam masyarakat.

Dalam hal ini masyarakat dapat melihat orang-orang yang terpandang dan mempunyai integritas pribadi serta memiliki perhatian yang besar untuk

Dalam hal ini masyarakat dapat melihat orang-orang yang terpandang dan mempunyai integritas pribadi serta memiliki perhatian yang besar untuk