• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

B. Aqidah Akhlak

2. Sumber Aqidah Akhlak

Sumber aqidah Akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah.55

Artinya apa yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Rasulullah dalam

sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan), bukan hanya sekedar pengetahuan dan wawasan. Berikut adalah sumber-sumber aqidah akhlak: a. Sumber aqidah akhlak dalam Al-Qur’an terdapat pada:

Sumber aqidah di dalam Al-Qur’an terdapat pula dalam Qs.

Ali Imran, (3): 19.

55

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam (LPPI), 2000), hlm. 6.

43 artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Qs. Ali Imran, (3): 19)56

Berdasar tafsir Al-Mishbah, sesungguhnya semua agama dan syariat yang didatangkan oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam (menyerahkan diri), tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal agak berbeda, hal ini pulalah yang selalu diwasiatkan oleh para nabi. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya, dan disertai keimanan, tanpa memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada. Kata akhlak memiliki banyak arti, antara lain: ketaatan, ketundukan, balasan, perhitungan. Kata tersebut juga berarti agama oleh karena itu agama seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan diperitungkan amal perbuatannya dan akan mendapat balasan dan

ganjaran. Sesungguhnya agama yang disyari’atkan di sisi Allah adalah

Islam. Terjemahan atau makna tersebut belum sepenuhnya jelas, bahkan dapat menimbulkan kerancuan sehingga harus dihubungkan dengan ayat sebelumnya. Ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa Tiada Tuhan yakni penguasa yang memiliki dan mengatur seluruh

56

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Bandung: Diponegoro, 2000). hlm. 40.

44 alam kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Bijaksana. Dengan demikian ketaatan dan ketundukan kepada-Nya suau keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hanya keIslaman yaitu penyerahan diri secara penuh kepada Allah yang diakui dan diterima di sisi-Nya.

Agama atau ketaatan kepada-Nya, ditandai dengan penyerahan diri secara mutlak kepada Allah. Islam dalam arti “penyerahan diri”

merupakan hakikat yang ditetapkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Ayat ini menurut Ibnu Katsir mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama di sisi-Nya, yang diterima-Nya dari seorangpun kecuali Islam mengikuti rasul-rasul yang diutus-nya hingga berakhir dengan Muhammad saw. Dengan kehadiran Nabi Muhammad telah tertutup semua jalan menuju Allah kecuali jalan dari arah beliau, sehingga siapa saja yang menemui Allah setelah diutusnya Muhammad saw dengan cara penganut agama selain syariat yang disampaikan, maka tidak diterima oleh-Nya sebagaimana dalam firman-Nya: “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka

sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Qs. Ali Imran (3): 85)57 dengan demikian Islam adalah agama yang bersumber dari Allah yang diajarkan oleh Nabi dan Rasul Allah untuk disebar luaskan pada seluruh umat.

Kemudian dalam Qs. Al-Ahzab, (33): 21 dijelaskan pula.

57

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume

45 Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. Al-Ahzab, (33): 21)58

Ayat tersebut mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneadani Nabi saw. Ayat tersebut menyatakan:

“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi

Muhammad saw suri tauladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut –nyebut nama-Nya dengan

banyak baik dalam suasana susah maupun senang”. Namun bisa juga ayat ini dianggap suatu kecaman pada orang-orang yang mengaku memeluk Islam tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan dengan kata Laqad , seakan-akan ayat itu menyatakan:

kamu telah melakukan kedurhakaan padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad yag mestinya kamu teladani”.

Kalimat liman kana memiliki fungsi menjelaskan sifat orang-orang yang mestinya meneladani sifat Rasul saw yang mana untuk

58

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2000), hlm. 336.

46 meneladani Rasul Saw secara sempurna dengan dzikir kepada Allah dan selalu mengingat-Nya.59

Ayat yang mulia ini merupakan prinsip atau pijakan yang utama dalam meneladani Rasulullah, baik dalam ucapan, perilaku, maupun perbuatannya. Ayat ini merupakan perintah Allah kepada manusia agar meneladani Nabi Saw. Peristiwa Al-Ahzab, yaitu meneladani kesabaran, upaya, dan penantiannya atas jalan keluar yang diberikan Allah. Shalawat serta salam selalu tercurahkan pada Allah hingga haru kiamat, karena itu Allah berfirman kepada orang-orang yang hatinya kalut dan guncang dalam peristiwa al-ahzab.

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang

baik bagimu”. Maksudnya adalah mengapa kamu tidak mengikuti dan meneladani perilau Rasulullah? Kemudian Allah berfirman, “Yaitu

bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat, dan

dia banyak mengingat Allah”.60

Sesungguhnya semua agama dan syari’at yang didatangkan

oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam (meyerahkan diri), tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal agak berbeda, hal ini pulalah yang selalu diwasiatkan oleh para nabi. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya, dan disertai keimanan, tanpa

59

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume

11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 242.

60

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 841

47 memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada. Diisyaratkan Din karena dua hal:

1) Meluruskan hati dengan cara memperbaiki amal dan ikhlas dalam berniat baik karena Allah atau untuk menolong sesama. Menerapkan kata ikhlas dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah, sebab harus diiringi dengan niat tanpa mengharap imbalan apapun dari manusia dan berserah diri pada Allah bahwa apa yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah.

2) Untuk membersihkan rohani dan membebaskan akal dari berbagai kotoran akidah, yang menganggap hal-hal gaib itu berkuasa atas diri makhluk. Sehingga dengan kekuatan gaib tersebut, seseorang bisa mengatur makhluk hidup sekehendaknya yang bertujuan agar orang tunduk dan menyembah siapa saja yang dianggap bukan Tuhan.

Masalah ibadah di syari’atkan untuk mendidik ruh akhlak agar

orang tersebut mudah melaksanakan kewajiban agama. Orang-orang ahlul kitab tidak keluar dari Islam yang dibawa oleh para Nabi dan mereka, sebagaimana sudah kami rincikan sehingga mereka terpecah menjadi beberapa sekte yang saling bermusuhan dalam masalah agama. Pada hal agama adalah satu, tidak ada persengketaan, kecuali karena kelakuan aniaya dan melewati batas yang dilakukan para pemimpin mereka. Bila saja tidak ada unsur aniaya dan fanatisme mereka terhadap sebagian lainnya dalam masalah sekte, dan upaya

48 mereka menyesatkan orang-orang yang menentangnya dengan cara menafsirkan nas-nas agama berdasarkan pendapat dan hanya nafsu, serta mewakilkan sebagian atau merubahnya, maka tidak akan terjadi perselisihan antar mereka. Penjelasan diatas menerangkan bahwa sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Al-Qur’an

yang menjelaskan tentang aqidah terdapat pada Qs. Ali Imran (3): 19, dan Qs. Al-Ahzab, (33): 21.

b. Al-Sunnah.

Al-Sunnah dijadikan sumber yang kedua, ini didasarkan pada firman Allah Swt yang menegaskan pentingnya seorang muslim mengikuti perintah dan larangan Rasulullah Saw dan menjadikannya sebagai sumber rujukan dan teladan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai ekspresi kecintaan dan sayangnya kepada Allah Swt. Sumber aqidah akhlak yang terdapat dalam Sunnah adalah

Artinya: “Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Dariyi

Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Saw bersabda: "Agama adalah

49 Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin, dan masyarakat

pada umumnya”. (HR. Buhkori dan Muslim)61

Kemudian hadits-hadits yang merujuk pada sumber aqidah akhlak, antara lain:.

Artinya: “Dari An Nawwas bin Sam‟an r.a, dari Nabi Saw, bersabda: “kebajikan adalah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa

adalah sesuatu yang membimbangkan dalam hatimu dan kamu tidak senang jika ada orang yang melihatnya”. (HR. Muslim)62 Kemudian dari HR. Ahmad.

قاخأا مراكم ممتأ تثعب امنإ

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (HR. Ahmad)

Dengan demikian secara lengkap aqidah akhlak bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai sumber aqidah Islam tidak memiliki keraguan sedikitpun, kebenarannya mutlak tidak perlu dipertanyakan lagi dan wajib diimani seluruh makhluk. Sumber aqidah berdasarAl-Qur’an dan Hadits ini digunakan sebagai pedoman

61

Al Imam Yahya bin Syarafuddin An Nawawi. Hadits Arba‟in An Nawawiyyah, (Jakarta: PT. Aliansi Belajar Mandiri, 2009), hlm. 11.

62

Al Imam Yahya bin Syarafuddin An Nawawi. Hadits Arba‟in An Nawawiyyah, (Jakarta: PT. Aliansi Belajar Mandiri, 2009), hlm. 37.

50 manusia, untuk mendapatkan rahmat dan nikmat Allah manusia harus bersikap baik dengan sesama, sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah. Allah dan Rasul tidak mengajarkan untuk menyakiti sesama, karena orang beriman adalah orang yang tidak menyakiti orang lain. Pembentukan akhlak dapat dikatakan mudah apabila selalu berpegang teguh pada prinsip bahwa Allah akan membantu, dan yakin dapat berubah menjadi lebih baik.

c. Hati Nurani.

Hati nurani manusia yang bersih dapat dijadikan sebagai sumber akhlak, sesuai dengan fitrahnya yang cenderung kepada kebenaran dan kebaikan. Pada hakikatnya hati nurani manusia penuh dengan cinta kasih, manusia memiliki hati nurani yang dapat membedakan antara hal yang baik dan yang buruk.63 Hati nurani mengantarkan manusia menuju cinta kasih antara satu dengan yang lainnya, mengenai manusia yang melakukan keburukan itu adalah pilihan dari manusia itu sendiri.Sumber akhlak berpangkal pada hati nurani terdapat dalam Al-Qur’an:

63

51 Artinya: “Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu)

ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (Qs. Al-Qashah, (28): 50)64

Ayat lalu menentang kaum musyrikin untuk mendatangkan sesuatu yang melebihi petunjuk Al-Qur’an, pada ayat ini menegaskan

bahwa: maka jika mereka menuduh wahyu Ilahi sebagai sihir dan Rasul-Nya adalah penyihir tidak menyambut tantanganmu untuk mendatangkan satu kitab yang melebihi al-qur’an. Semisal dengannya

atau jika mereka tidak menyambut ajakanmu untuk beriman, maka ketahuilah wahai Nabi Muhammad atau siapapun bahwa mereka tidak lagi memiliki dalih atau alasan penolakan. Dengan demikian jika mereka tetap menolak, maka sesungguhnya mereka tidak melakukan sesuatu kecuali senantiasa hanya mengiuti secara sungguh-sungguh bahwa nafsu mereka yang mendorong kepada kekufuran dan kedurhakaan, demikian pula mereka pada hakikatnya tidak memperoleh petunjuk bahkan mereka adalah orang-orang sesat, dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang itu yang telah bersungguh-sungguh mengikuti hawa nafsunya tanpa sedikitpun petunjuk dari Allah dan tanpa memiliki pijakan yang logis? Pastilah

64

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Bandung: Diponegoro, 2000). hlm. 313.

52 tidak ada yang lebih sesat dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada mereka dan kepada orang-orang yang zalim.65

serta dalam Qs. Al-Naaziat, (79): 40-41.

Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka

sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya”. (Qs. Al-Naaziat, (79): 40-41)66

Ayat ini menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang taat dengan menyatakan: Dan adapun yang takut kepada kebesaran atau keagungan Tuhan pencipta dan pemelihara-Nya sehingga mendorongnya untuk beramal shaleh dan menghalangi nafsu, yaki menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah yang menjadi tempat tinggalnya. Kata maqam pada mulanya berarti tempat berdiri, kata ini digunakan dalam arti keadaan yang sedang dialami. Ayat ini menjelaskan tentang keadaan siapa saja yang takut menghadapi keadaannya berada disisi Tuhan dalam menghadapi perhitungan-Nya dihari kemudian, ketakutan yang menjadikannya patuh dan taat kepada-Nya maka dialah yang tinggal disurga Allah.

65

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume

10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 365.

66

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Bandung: Diponegoro, 2000). hlm. 467.

53 Sedang bila memahami keadaan yang sedang dialami berkaitan dengan Allah, berarti keagungan Allah. Setiap orang dapat mempeluas makna keaungan Allah sehingga mencakup semua bagian rahmat dan murka-Nya. Mengingat rahmat Allah akan menambah semangat dan optimis dalam menjauhi larangan Allah. Takut yang dimaksud disini adalah bukan takut kepada siksa Allah melainkan rasa takut akan ibadah yang tidak tulus kepada Allah yang belum mencapai puncak pengabdiannya. Kemudian hawa nafsu adalah keinginan nafsu yang bertentangan dengan tuntunan agama. Ia dilukiskan oleh al-qur’an sebagai selalu

mendorong kepada hal-hal yang bersifat buruk kecuali mereka yang dipelihara Allah (Qs. Yusuf (12): 53) yang mendorong manusia menuju kebinasaannya. Apabila seseorang mampu menahan nafsunya itu sekaligus seagai obat penyakit yang diakibatkan nafsunya.67 Bersumber pada Al-Qur’an, hati nurani tersebut dapat sesuai dengan

fitrahnya, yang tercantum pada Qs. Al-Qalam, (68): 4, Qs. Al-Qashaah, (28): 50 dan Qs. Al-Naaziat, (79): 40-41. Manusia sebagai makhluk Allah yang beradab, mengembalikan konsep akhlak bersumber pada hati nurani pada Al-Qur’an dan Hadits. Jika Hati nurani sesuai dengan

fitrahnya, akan dapat menuntun hati nurani manusia untuk memilih kejalan Tuhan-Nya dan tidak merugikan orang lain. Yang terpenting adalah mengenai pengendalian nafsu, bagi siapa saja yang dapat mengendalikan nafsu, dia akan selamat dan justru nafsu itu sendiri

67

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume

54 adalah obat bagi penyakitnya. Mengingat rahmat Allah akan menambah semangat dan optimis dalam menjalani hidup.