• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Keuangan Desa

3. Sumber-Sumber Keuangan Desa

Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 membawa peluang bagi desa untuk terus berkembang. Peluang untuk mewujudkan desa menjadi sejahtera semakin terbuka melalui berbagai alokasi dana untuk desa.

Berbagai alokasi dana desa merupakan sumber pendapatan desa secara umum yang dapat berbentuk99 :

a. Pendapatan asli desa; yang terdiri hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotongroyong dan lain-lain pendapatan asli desa.

b. Alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara.

c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota. d. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan

yang diterima kabupaten/kota.

e. Bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan. g. Lain-lain pendapatan desa yang sah.

Pasal 72 ayat (2) menyatakan Alokasi angaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf (b) bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Ayat (3) bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah. Ayat (4) alokasi dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Ayat (5) dalam rangka pengelolaan

75

keuangan desa, kepala desa melimpahkan sebagian kewenangannya kepada perangkat desa yang ditunjuk. Ayat (6) bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemerintah dapatmelakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa.100

Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa UU No. 6 Tahun 2014 akan memberikan alokasi 10% dari APBN kepada desa. Dengan anggaran tersebut, desa diberi kewenangan untuk menggunakan anggaran yang ada demi mewujudkan desa yang sejahtera. Angaran 10% dari APBN tentu bukan jumlah yang sedikit bagi pembangunan desa, maka dari itu pengaturan dan pengelolaan anggaran tersebut menjadi tantangan yang tidak bias dipisahkan. Selain itu, mlalui UU No. 6 Tahun 2014 memberikan „jaminan‟ bahwa desa tidak akan „disandera‟oleh pemerintah atasannya, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota, karena jika pemerintah kabupaten/kota tidak memberikan alokasi dana desa maka pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar

100 Pada saat pembahasan di Panja Alokasi Dana Desa tersebut terdapat beberapa alternatif yaitu : alternatif-1, sebagaimana draft awal, besaran alokasi anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b, ditentukan setiap tahun sesuai dengan kemampuan keuangan negara yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Alternatif ke-2 , besaran alokasi anggaran yang bersumber dari angaran pendapat dan belanja negara untuk desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b, ditentukan 5% dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk desa. Alternatif ke-3, besaran alokasi anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b, ditentukan sebesar 15% dari anggaran pendapatan dan belanja negara setelah dikurangi dana perimbangan subsidi belanja pegawai dan anggaran mengikat lainnya. Alternatif ke-4, besaran alokasi anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b, ditentukan 10% on-top dari dana transfer daerah.

alokasi dana perimbangan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan kepada desa melalui pemerintah daerah kabupaten/kota. Maka hal ini dapat dikatakan bahwa alokasi dana desa yang masuk dalam komponen transfer daerah bersifat memaksa bagipemerintah daerah untuk direalisasikan ke desa.

Hal di atas,sangat berbeda dengan pengaturan keuangan/dana alokasi untuk desa sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Ketentuan sumber pendapatan desa dalam Pasal 212 angka (3) yakni : sumber pendapatan desa terdiri atas :

a. Pendapatan asli desa.

b. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota.

c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota.

d. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

Tidak terdapat ketentuan yang memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak/terlambat mentransfer dana kepada pemerintah desa. Dengan demikian maka posisi desa sangat lemah, bahkan cenderung bergantung pada kesadaran dan kebaikan pemerintah daerah dalam permasalahan keuangan.

77

UU No. 19 Tahun 1965 Pasal 46 mengatakan bahwa “segala harta benda kekayaan dan segala sumber penghasilan menurut adat atau peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah atasan yang telah ada pada waktu Undang-undang ini berlaku, maka seluruhnya menjadi harta benda kekayaan dan sumber penghasilan Desapraja.” Rezim orde lama memberikan kesempatan desa untuk menyelenggarakan pemerintahan secara otonom. Salah satunya melalui ketetapan sumber-sumber kekayaan desayang tercantum dalam Bagian III Tentang Sumber-sumber Pendapatan Desa diantaranya :101

 Desapraja berhak mendapat hasil dari perusahaan Desapraja atau bagian hasil dari perusahaan Daerah Atasan.

 Desapraja berhak memungut pajak dan retribusi, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

 Kepada Desapraja dapat : diserahkan pajak daerah, diberikan sebagian dari hasil pungutan pajak daerah, diberikan bantuan lain dari instansi atasan dalam bentuk apapun.

 Desapraja dapat memperoleh penghasilan dari pinjaman dan lain-lain hasil usaha yang sesuai dengan kepribadian Indonesia.

101

Pasal 52-55 Undang-undang No. 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.

Kewenangan Desapraja dalam menggali sumber-sumber penghasilan Desapraja harus dilaksanakan dengan peraturan Desapraja yang harus disepakati berdasarkan penetapan Badan Musyawarah Desapraja.Selain itu peraturan tersebut harus dievaluasi oleh Pemerintah Atasan/Daerah Tigkat II agar tercipta sinkronisasi regulasi dan kinerja antara pemerintah Desapraja dengan pemerintah atasan/Daerah Tigkat II.Sedang dalam hal pengaturan dan pengurusan administrasi keuangan, Desapraja harus didasarkan pada peraturan Daerah Tingkat II berdasarkan Pedoman Kepala Daerah Tingkat I.102

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa dinamika pengelolaan keuangan Desa selalu mengalami perubahan disetiap rezim yang memimpin Negara Indonesia. Batasan-batasn sumber pendapatan desa baik yang berasal dari potensi yang dimiliki hingga sumber pendapatan yang berasal dari dana transfer selalu mengalami perubahan. Melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan desa dalam menjalankan roda pemerintahannya secara mandiri, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sumber-sumber pendapatan desa seperti yang tertuang dalam Pasal 72 UU No. 6 Tahun 2014. Diantara sumber pendapatan tersebut, sumber pendapatan yang berasal dari dana transfer dapat dikatakan sebagai sumber pendapatan desa yang paling signifikan dalam menopang roda pemerintahan desa, sumber

102

Pasal 57 ayat (2) Undang-undang No. 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia

79

dana trasnfer yang berupa Dana Desa dan Alokasi Dana Desa diharapkan memberikan kemajuan dalam perwujudan desa yang mandiri dalam segala urusan rumah tangganya serta mampu memajukan masyarakat desa melalui pemberdayaan masyarakatnya.

Besarnya alokasi dana desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, masih diperlukan sinkronisasi regulasi. Berkaitandengan bagi hasil 10% PDRD dari kabupaten/kota kepada desa. Mengenai kesenjangan/keadilan antar desa penghasil dan non penghasil pajak dan retribusi daerah, daerah dengan PAD kecil (<10% rasio terhadap total penerimaan daerah), sistem pengendalian Internal pemerintah di mana Inspektorat Daerah saat ini berperan pada keuangan kabupaten/kota,103 bukan keuangan desa. Selain itu, sistem pemerintah daerah dan keuangan daerah, penyesuaian klausul-klausul terkait dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 dan terakhir adalah perlunya mengefektifkan fungsi budgeting BPD agar pengaturan dalam penganggaran penyelengaraan pemerintahan desa berjalan dengan efektif dan maksimal.