• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Sumber Air untuk Budidaya

Menurut modifikasi dari Purwadhi (1998), sistem penelitian kesesuaian lahan untuk kawasan tambak meliputi jarak dari pantai, jarak dari sungai, aksesabilitas, tekstur tanah, penggunaan lahan, dan slope, maka dapat dikatakan bahwa tambak yang dikembangkan di Tongke-Tongke adalah sesuai. Artinya lahan tambak budidaya tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahanakan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut antara lain keberadaan air tawar.

Jarak dari pantai merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan tingkat kesesuaian pengembangan tambak. Hal ini berkaitan dengan

ketersediaan air untuk pengairan tambak dengan salinitas yang sesuai. Sumber air yang digunakan untuk tambak harus tersedia sepanjang tahun baik air tawar maupun air laut.

Parameter lain yang ikut berperan dalam ketersediaan air untuk tambak adalah jarak dari sungai yang berkaitan dengan ketersediaan air tawar, tetapi untuk lokasi penelitian hal ini tidak menjadi faktor yang sangat menentukan karena salinitas air yang diperoleh dari laut telah memenuhi kriteria budidaya tambak.

Sungai yang berpotensi sebagai sumber air tawar untuk kebutuhan budidaya adalah sungai Salo Baringang. Sungai ini masih dipengaruhi oleh pasang surut, sehingga airnya bisa berfungsi ganda, yaitu sebagai sumber air tawar sekaligus sebagai sumber air asin pada waktu pasang.

Dari sumber air yang ada di lokasi penelitian sampai saat ini belum ada yang berpotensi mencemari areal pertambakan, tapi yang perlu mendapatkan perhatian adalah adanya sisa pakan dan kotoran udang/ikan yang dibuang melalui saluran dan masuk kembali ke dalam tambak pada saat pemasukan air pasang bila air yang dibuang tersebut belum sampai terbuang ke laut, sehingga masuk kembali ke dalam tambak. Selain itu sumber pencemaran yang berasal dari air sawah pada waktu pemberantasan hama, terutama pada petak-petak tambak yang berdekatan dengan persawahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan dan pengaturan air tambak.

b. Kualitas Air Tambak

Banyak faktor yang mempengaruhi daya dukung tambak salah satu diantaranya adalah kualitas air tambak. Kualitas air tambak sangat penting dan menentukan keberhasilan budidaya udang maupun ikan. Kualitas air tambak dapat berpengaruh positif atau negatif, berpengaruh positif bila kualitas air masih dalam kisaran nilai kandungan yang masih dapat diterima oleh tubuh udang atau ikan, sedangkan pengaruh negatif terjadi bila kualitas air tersebut di luar kisaran ambang batas dari yang dapat diterima oleh udang atau ikan.

Kualitas air dapat dijadikan salah satu parameter dalam penentuan tingkat kelayakan atau kesesuaian tambak.

Dalam pembangunan ekonomi di wilayah pesisir diperlukan input dari ekosistem seperti tanah, air dan lain sebaginya yang akan menghasilkan output

berupa barang dan jasa serta eksternalitas yang dilepaskan ke ekosistem. Dengan demikian ekosistem (kualitas air dan pH tanah) tambak akan mempengaruhi manfaat dan biaya usaha budidaya ikan dan udang di tambak.

Kualitas air dan pH tanah tambak sangat dipengaruhi oleh kualitas air di luar tambak. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kegiatan budidaya ikan/udang adalah limbah yang berasal dari kegiatan pertanian di lahan atas, seperti budidaya tanaman pangan (padi dan palawija). Dalam kegiatan tersebut tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia berupa pestisida dan insektisida. Kondisi ini dapat dipastikan akan berpengaruh negatif terhadap kegiatan budidaya ikan/udang, karena areal pertambakan berada di wilayah pesisir (hilir) berbatasan langsung dengan areal pertanian yang berada diatasnya (hulu).

Hasil analisis faktorial diskriminan menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata (

α

=0,01) pada kualitas air antara tambak di kawasan mangrove (DK1), Tambak Parit (Silvofishery) (DK2), dan tambak darat (DK3) (Lampiran 2).. Variabel yang paling mengkarakteristikkan perbedaan adalah DO, Amoniak (NH3), Derajat keasaman (pH), dan Suhu.

Oksigen Terlarut (DO) dalam air sangat menentukan kehidupan udang dan ikan dalam budidaya, karena rendahnya kadar oksigen terlarut dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Fungsi oksigen di dalam tambak selain untuk pernapasan organisme, juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di dasar tambak. Dari hasil analisis diskriminan diperoleh oksigen terlarut sangat berpengaruh nyata terhadap kualitas air tambak (Lampiran 5), dimana DO DK1 lebih berpengaruh dibanding DO DK2 dan DO DK2 lebih berpengaruh dibanding DO DK3 (Lampiran 6). DO yang diperoleh masih dalam batas toleransi kehidupan udang/ikan yang dipelihara dalam tambak, karena DO dalam air yang baik untuk kehidupan udang dan ikan tidak boleh kurang dari 3 ppm, bahkan untuk budidaya intensif dengan padat penyebaran 300.000 ekor per Ha kandungan oksigen yang optimal berkisar antara 5 sampai 10 ppm (Direktorat Jenderal

Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Daerah Tingkat 1 Sulawesi-Selatan, 1998).

NH3 pada DK1 lebih berpengaruh dibanding NH3 pada DK2 dan NH3

pada DK2 lebih berpengaruh dibanding NH3 pada DK3. Namun konsentrasi NH3

yang terdapat pada ketiga (3) jenis tambak tersebut sudah bersifat racun/berbahaya bagi udang/ikan karena kandungan NH3 dalam air maksimal 0,002 ppm. Adanya konsentrasi NH3 yang tinggi sangat wajar karena pengaturan air tidak dilakukan secara baik untuk menjaga kualitas air dalam tambak, dengan cara mengganti air yang baru. Penggantian air ini sangat penting untuk meningkatkan kandungan oksigen dan menghilangkan bahan-bahan beracun.

pH air dari ketiga (3) jenis tambak tersebut berpengaruh sangat nyata (Lampiran 5), tetapi karena rendah sehingga kurang layak untuk usaha budidaya udang walaupun masih dalam batas kisaran yang dapat ditolerir oleh bandeng. Berdasarkan Keputusan Menteri KLH Nomor : 02/MEN-KLH/1988 tentang baku mutu air laut untuk budidaya perikanan pH berkisar antara 6-9. Sedangkan pH untuk budidaya udang berkisar antara 7,5 – 8,7 dengan optimum 8,0 – 8,5 (Poernomo, 1992). Rendahnya pH air tambak pada lokasi penelitian disebabkan oleh penguraian bahan organik yang terakumulasi di dasar tambak pada waktu digunakan untuk budidaya sebelumnya terutama pada tambak silvofishery, sehingga terjadi pelepasan ion H+ yang akan mempengaruhi derajat keasaman air tambak. Untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan cara (1) pembuangan bahan organik yang terdapat di dasar tambak khususnya pada pelataran tambak, karena selama ini yang dikeruk hanya parit/caren sedangkan pelataran tidak pernah dikeruk, (2) penggantian air sesering mungkin, (3) budidaya ikan, sehingga bahan organik yang ada pada dasar tambak menjadi sumber makanan ikan, dan (4) pengapuran.

Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kualitas air pada ketiga (3) jenis tambak yang dimaksud (Lampiran 5). Suhu air tersebut masih dalam batas toleransi dimana suhu yang dapat diterima untuk kehidupan udang berkisar antara 18 0C sampai 35 0C sedangkan suhu optimal berkisar antara 25 0C sampai 30 0C (Direktorat Jenderal Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan, 1998). Suhu pada DK1 dan DK2 lebih

rendah dibandingkan pada suhu DK3 (Lampiran 6) karena kedua jenis tambak tersebut berada pada kawasan mangrove dimana pohon-pohon mangrove menghalangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke permukaan air tambak.

Dokumen terkait