• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suntingan Teks 1. Pedoman Suntingan

Dewi اﻮﯾدارﺪﻨ 6 CandraDewi

هﺪﻨﮭﯾا 2 ayahandah هﺪﻨﮭﯾا 9 ayahandah ayahan dah

B. Suntingan Teks 1. Pedoman Suntingan

Salah satu tujuan penelitian ini adalah menyajikan suntingan teks Hikayat

Darma Taʻsiya yang mudah dibaca dan dipahami, serta isi teks dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan pedoman suntingan. Pedoman suntingan tersebut sebagai berikut.

a. Tanda dan angka yang digunakan dalam penyuntingan.

1) Tanda garis miring satu, ( / ), menunjukkan pergantian baris. 2) Tanda garis miring dua, ( // ), menunjukkan pergantian halaman. 3) Kata, frase, atau kalimat yang diberi angka, (1,2,3,…), di kanan atas

dapat dilihat di dalam catatan kaki.

4) Angka, (1,2,3,…), yang terdapat pada sisi pias kanan teks, menunjukkan halaman naskah.

5) Tanda kurung, ( ... ), menunjukkan adisi, yaitu bagian yang mendapatkan penambahan huruf, kata, atau frasa pada teks.

6) Tanda kurung siku, [ ... ], menunjukkan lakuna, yaitu bagian yang terdapat penghilangan huruf, kata, atau frasa pada teks.

7) Tanda backslash atau garis miring terbalik, \ ... \, menunjukkan substitusi, yaitu bagian yang terdapat pergantian huruf, suku kata, atau frasa oleh penyunting.

8) Tanda kurung sudut, < … >, menunjukkan ditografi, yaitu bagian yang terdapat perangkapan kata pada teks.

9) Tanda kurung kurawal, { ... }, menunjukkan transposisi, yaitu bagian yang terdapat pemindahan letak kata, frasa, atau kalimat dalam teks.

kata, atau frasa yang tidak terbaca. b. Ketentuan dalam pedoman ejaan.

1) Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang terdapat pada Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).

2) Kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI).

3) Kosakata bahasa Melayu yang dianggap arkais (tidak lazim digunakan) ditransliterasikan sebagaimana adanya dan diberi garis bawah.

4) Istilah-istilah dan kosakata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia ditulis sesuai dengan asal kata dan dicetak miring.

5) Penulisan kata ulang disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia

(EBI) yakni, ditulis lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

6) Apabila di dalam teks terdapat angka yang ditulis menggunakan huruf, maka ditulis menggunakan huruf pula. Apabila di dalam teks terdapat angka yang ditulis menggunakan angka, maka ditulis menggunakan angka pula.

7) Frase dan kata-kata yang berasal dari bahasa Arab yang belum terserap ke dalam bahasa Indonesia ditransliterasikan dengan ketentuan sebagai berikut.

a) Huruf ain ( ع ) yang terletak di tengah dan disukunkan, diedisikan dengan /k/ pada kosakata yang telah diserap dalam

terdapat pada kosakata yang belum diserap. Misalnya ni‘mat ditulis menjadi nikmat, Ta‘siya tetap ditulis Ta‘siya.

b) Tanda tasydid ( ّ◌ ) dilambangkan dengan huruf rangkap. Misalnya Innallāha (huruf n dan l ditulis rangkap).

c) Tanda fatah tanwin

( ً◌ )

ditransliterasikan dengan /an/, tanda kasrah tanwin

( ٍ◌ )

ditransliterasikan dengan /in/, dan tanda damah tanwin

( ٌ◌ )

ditransliterasikan dengan /un/ apabila terletak di awal atau di tengah kalimat. Apabila fatah tanwin

( ً◌)

terletak di akhir kalimat selain huruf ta` marbuthah ( ة ), maka ditransliterasikan dengan /ā/.

d) Tanda madah alif ( ا ), wawu ( و ), dan ya ( LJ ) sebagai

penanda vokal panjang diedisikan dengan memberi garis datar di atasnya. Misalnya huruf /ā/ pada kata Rahmān, huruf /ī/ pada kata Rahīm , huruf /ū/ pada kata ghafūru.

e) Huruf-huruf pendiftong, yaitu ( و ا ) ditulis dengan vokal /au/ dan ( ي ) ditulis dengan vokal /ai/. Misalnya vokal /ai/ pada kataا alaihi.

f) Kata sandang ( ل ا ) yang diikuti huruf kamariah (ا,ب, ح, خ, ج, ع, غ, ف, ق, ك, م, و, ي, ه) diedisikan dengan /al-/ apabila terletak di awal kata atau di awal kalimat. Apabila terletak di tengah kata, frasa, atau kalimat, maka diedisikan dengan /`l-/. Misalnya pada huruf kamariah ditulis Bismi `l-Lāhi.

(ت, ث, د, ذ, ر, ز, س, ش, ص, ض, ط, ظ, ل, ن) diedisikan menjadi huruf syamsiah yang mengikutinya. Misalnya pada huruf syamsyiah ditulis Az-Zahra.

h) Huruf-huruf yang hidup atau mendapat harakat fatah ( َ◌ ), kasrah

( ِ◌ )

, dan damah

( ُ◌ )

pada awal atau tengah kata, frasa, atau kalimat ditransliterasikan sesuai bacaan tersebut. Apabila huruf-huruf tersebut terletak pada akhir kalimat, maka ditransliterasikan dengan huruf mati/diwakafkan, kecuali kosakata yang berhubungan dengan sifat Allah.

i) Huruf hamzah ( ء ) dilambangkan dengan tanda aksen ( ` ) jika terletak di tengah atau di akhir kata.

j) Huruf ta` marbuthah ( ة ) yang terletak di awal atau di tengah kata, frasa, atau kalimat ditransliterasikan dengan /t/ apabila huruf tersebut mendapat harakat fatah

( َ◌)

, kasrah

( ِ◌)

, dan damah

( ُ◌)

. Apabila huruf tersebut tidak mendapat harakat atau menunjukkan kosakata khusus yang berhubungan dengan sifat Allah, maka ditransliterasikan dengan /t/ atau /h/ mengikuti ketentuan yang berlaku pada kata-kata yang bersangkutan.

k) Penulisan huruf besar atau huruf kapital disesuaikan dengan penggunaan huruf Latin dalam bahasa Indonesia. Contoh: Allah, nama orang, nama tempat, huruf awal pada sebuah kalimat, dan sebagainya.

Hikayat Darma Ta‘siya adalah sistem yang digunakan oleh

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Namun, tidak semua fonem tercakup dalam sistem ini sehingga terdapat penambahan beberapa fonem untuk melengkapi fonem-fonem bahasa Melayu.

Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Berdasarkan Sistem yang Dipakai di UIN Syarif Hidayatullah

Huruf Latin Huruf Latin

ا

a

ط

th

ب

b

ظ

zh

ت

t

ع

ث

s

غ

gh

ج

j

ف

f/p

ح

h

ق

q/k

خ

kh

ك

k

د

d

ل

l

ذ

z

م

m

ر

r

ن

n

ز

z

و

w

س

s

ھ

h

ش

sy

ي

y

ص

sh

ء

`

ض

dl

ة

t/h

Tambahan Huruf Arab Melayu dan Angka Arab

Huruf Latin Angka Latin

ك

k/g

٠

0

ݘ

c

١

1

ݞ

ng

٢

2

ݒ/ڽ

y

٣

3

٤

4

٥

5

٦

6

٧

7

٨

8

٩

9

Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm. / Wa bihī nastaʻīnu bi `l-Lāhi ʻala

ini hikayat ada seorang / perempu[a]n1 yang bernama Darma Taʻsiya yang amat budiman / lagi bijaksana kepada hal berbuat bakti kepada / suaminya serta dengan sabar hatinya dan takut / akan seksa Allah Taala.

Bermula suaminya bernama / Syeikh2Bi`l-Maʻruf terlalu baik rupanya lagi / pertapa kepada Allah Taala dan mukmin dan lagi // suci hatinya pada segala hamba Allah.

Adapun Syeikh / Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalam khalwatnya / tempat ia berbuat ibadah setelah s[u]dah3 magrib, maka / ia pulang ke rumahnya.

Syahdan apabila datanglah / Syeikh Bi`l-Maʻruf itu, maka datanglah isterinya4 membawa / air membasuh kakinya. Setelah s[u]dah5 dibasuhnya, maka disapunya / dengan rambutnya serta ia sujud kepada kaki suaminya, /

serta katanya, “Ya ma\kh\dumku6, ampun kiranya barang dosa / dan salah

hambamu”. Maka ujar Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Apakah / dosa diri? Karena diri

orang berbakti dan // lagi dikasihankan Allah Taala”.

1

2

3

1 Tertulis نﻮﻔﻣﺮﻓ –perempun (lakuna)

2 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 172 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:1334) syeikh (syéikh) 1. sebutan kepada orang yang beketurunan sahabat-sahabat Nabi; 2. sebutan kepada orang Arab; 3. sebutan kepada alim ulama; 4. haji atau orang-orang yang mengurus orang naik haji.

3 Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna)

4 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 63 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:501) isteri 1. perempuan yang menjadi pasangan hidup kepada seorang lelaki, bini; 2. perempuan yang sudah berkahwin, wanita.

5 Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna)

Darma / Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikh / itu maka Syeikh itu pun makanlah.

Hatta beberapa lamanya / dengan hal yang demikian Darma Taʻsiya berbuat kebaktian / kepada suaminya, maka apabila pagi-pagi Syeikh itu masuk / khalwatnya dan petang hari ia kembali ke rumahnya./

Syahdan maka dalam hal yang demikian itu, maka / Darma Taʻsiya pun ham[i]llah7. Setelah beberapa lamanya / ia ham[i]l8 itu, maka pada suat[u]9 hari tuan Syeikh // itu hendak masuk ke dalam khalwatnya, maka

katanya, “Hai / dayang orang yang berbakti, jika diri beranak /

peremp[u]an10 namai Candra Dewi dan jika laki-laki namai / akan dia Ahmad”. Maka jawab Darma Taʻsiya, “Mana titah / tuanku tiadalah hamba lalui karena peremp[u]an11 itu / di bawah perintah suaminya”. Seperti firman Allah Taala, / “Al-ʻabad lā ‘abda tariba lithūlin12, artinya bahwa

hamba / itu di bawah perintah Tuhannya”. Setelah itu, maka Syeikh /

Bi`l-Maʻruf pun masuklah ke dalam khalwatnya dengan / sukacitanya dari sebab menengar kata-kata isterinya. //

4

5

7 Tertulisﮫﻠﻠﻣﺎﺣ –hamllah (lakuna)

8

Tertulis ﻞﻣﺎﺣ –haml (lakuna) 9 Tertulis اﻮﺳة –suat (lakuna) 10

Tertulis نﻮﻔﻣﺮﻓ –perempun (lakuna)

11

Tertulis نﻮﻔﻣﺮﻓ –perempun (lakuna) 12

Tertulis لﻮﻄﻟ بﺮﺗ ﺪﺒﻋﻻ ﺪﺒﻋﻻا - Al-ʻabad lā ‘abda tariba lithūlin artinya adalah bahwa hamba tercipta dari tanah.

Kalimat dalam bahasa Arab yang sesuai untuk “bahwa hamba itu di bawah perintah Tuhannya”

beranaklah seorang peremp[u]an15 terlalu indah-indah / rupanya. Maka dinamainya kanak-kanak itu Candra Dewi. /

Syahdan maka diketahuilah oleh tuan Syeikh / itu akan isterinya telah beranak, maka kembalilah ia / ke rumahnya. Setelah Darma Taʻsiya melihat suaminya / datang itu, maka ia pun segeralah berdiri mengambil air / di batil16 akan membasuh kaki suaminya. Setelah s[u]dah17, / maka disapunya dengan rambutnya sambil sujud kepada kaki / suaminya serta katanya,

“Ampun barang dosa dan // salah bebal hambamu”. Maka kata tuan Syeikh, “BārakalLāh / HafizhalLāh”. Maka katanya, “Apakah dosa diri? Karena

diri / mengikut Fath(t)imah18Az-Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha”.

Kemudian / maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun duduklah hampir kepada isterinya / serta mengambil anaknya lalu diribanya. Maka Darma Taʻsiya / pun mengangkatkan hidangan ke hadapan tuan Syeikh. / Maka tuan Syeikh itu pun membaca doa selamat.

Hatta beberapa / lamanya tuan Syeikh itu berkasih-kasihan dua laki isteri. / Maka dengan takdir Allah Taala, maka datanglah per\c\obaan19 / setan pada hati tuan Syeikh itu. Maka suat[u]20 malam Syeikh // Bi`l-Maʻruf

6

7

13 Tertulis فاﺮﺑ –berapa (lakuna)

14 Tertulis ﻞﻣﺎﺣ –haml (lakuna)

15

Tertulis نﻮﻔﻣﺮﻓ –perempun (lakuna)

16 batil I bekas (daripada tempurung, perak, tembaga, dll) yang berbentuk tempurung (KD,

1994:113).

batil I n 1 pencedok air, dibuat dari tempurung; 2 wadah (bekas) yang dibuat dari tempurung

(tembaga, kuningan, dsb yang bentuknya seperti tempurung), ada yang bertutup ada yang tidak; (KBBI, 2008: )

17

Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna) 18

Tertulis ﺔﻤﺘطﺎﻓ - Fathtimah (adisi) 19 Tertulis نءﺎﺑﻮﺟﺮﻓ - perjobaan (substitusi) 20 Tertulis ةاﻮﺳ –suat (lakuna)

suaminya makan itu dan anaknya diribanya, / maka sumbu pelita pun hendak padam. Maka Darma Taʻsiya pun / pikirlah dalam hatinya, “Apa \d\iriku21 akan meninggalkan suamiku / tengah makan lagi pun anakku ini akan menangis. Karena / terlalulah besar dosanya orang meninggalkan suaminya itu / makan kepada Allah Taala dan derhaka22kepada Rasulullah”. /

Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya / ia mengerat rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita. / Maka tatkala ia mengerat rambutnya itu ada dilihat oleh // suaminya. Maka bertanyalah ia kepada isterinya. Katanya, “Hai / Darma Taʻsiya, apakah engkau buat sumbu

pelita itu terlalu / amat terangnya?”. Maka sahut Darma Ta’siya, “Ya

Tuanku, tatkala / tuan hamba santap tadi, maka pelita hendak padam. Maka / sebab pun hamba tiada boleh bangkit karena takut meninggalkan / tuan hamba lagi santap dan kalau anak hamba itu pun / menangis. Maka hamba keratlah rambut hamba tujuh helai, hamba / buatkan sumbu pelita”. Maka

kata Syeikh itu, “Jika barang suat[u]23 / pekerjaan diri, baik memandikan anak atau barang / suat[u]24 semuanya memberi tahu kepada hamba. Maka

diri mengerat // rambut tiada memberi tahu hamba”. Maka kata Darma /

Taʻsiya, “Ya Tuan junjunganku, adapun salah bebal hambamu / sekali ini, melainkan ampun tuanku juga banyak-banyak / akan hambamu”. Maka kata

8

9

21 Tertulisﻮﻜﯾﺮﻓ - piriku (substitusi)

22 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 37 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:295) derhaka tidak taat atau khianat kepada negara (Tuhan, orang tua, dll), menentang kekuasaan yang sah.

23

Tertulis اﻮﺳة –suat (lakuna)

engkau dari rumahku ini”. / Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku ke mana

lagi hamba / pergi? Jikalau hambamu mati sekali pun di bawah kadam26 / tuanku juga karena harap hambamu kepada tuan / juga”. Maka Syeikh itu pun terlalu sangat gusarnya / akan isterinya itu.

Syahdan maka kata Syeikh // Bi`l-Maʻruf , “Nyahlah engkau dari sini \j\angan27 lagi duduk / dalam rumahku ini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ke

mana lagi / hambamu membawa diri? Dan biarlah hambamu akan menjadi /

pengasuh tuanku”. Maka kata Syeikh, “Aku pun tahu juga / mengasuh akan

anakku. Insya Allah Taala dengan berkat / Nabi Muhammad Rasulullah

shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam, tetapi / nyahlah engkau dari sini sekali-kali

jangan engkau duduk / di sini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku, akan / barang-barang gunanya biarlah hamba menjadi penunggu / pintu dan

menjadi penyapu sampah di bawah rumah // tuanku”. Setelah Syeikh itu

menengar kata Darma Taʻsiya itu, / maka terlalu sangat marahnya seperti api bernyala rupanya. / Maka Tuan Syeikh itu pun pergilah mengambil rotan lalu / dipukulnya Darma Taʻsiya itu. Maka pengsanlah28 ia tiada / khabarkan29 dirinya. Setelah ia ingat akan dirinya, maka / ia pun berkata,

“Ya Tuanku, ampunilah kiranya dosa / hamba yang hina dan bebal ini

bertambah-tambah daif / lagi bangsa perempu[a]n30 niscaya dikata orang, / 10

11

25

Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 121 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:935) nyah pergi, berhambus, lari.

26

kadam Ar tapak kaki; duli (KD, 1994:556)

27 Tertulis –cangan (substitusi)

28Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 130 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:1007) pengsan (péngsan) dalam keadaan tidak sedarkan diri.

29 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 85 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:671) khabar Ar 1. laporan tentang sesuatu hal atau kejadian; 2. sedar.

30

rumah serta anak lakinya, dan berhanyutlah ke sana- // sin[i]32 dengan tiada berketahu[a]n33 tempatnya duduk”. Maka / apabila didengar oleh Syeikh itu

makinlah bertambah-tambah marahnya. / Maka dihambatnya bergelang tiang rumahnya. Maka Darma Taʻsiya / pun menangislah dan air matanya turun umpama hujan. / Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiya membawa / dirinya daripada suat[u]34 tiang datang kepada suat[u]35 tiang, / itu pun dipalunya juga. Maka larilah ia ke serambi / serta dengan ratap tangis sebab terkenangkan suaminya / dan anaknya tengah menyusu lagi kecil. Maka kata Syeikh / Bi`l-Maʻruf, “Janganlah banyak lagi tangismu, baiklah // engkau nyah dari sini sementara engkau belum berhal36”. Maka / Darma

Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnya / lalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusui anaknya / itu, serta dengan sayangnya maka dipeluknya dan dici[u]mnya37 / akan dia. Maka sangatlah sedih dan masyg[u]l38tiada / dapat dikatakan lagi, se[u]mpama39air laut dipukul ribut, / maka [o]mbaknya40naik ke darat serta dengan bunyinya demikianlah / rasa hatinya. Maka Darma Taʻsiya pun berkata, “Hai / anakku Candra Dewi, dan buah hatiku, dan biji / mataku, dan cahaya wajah bundah, tinggallah engkau

12

13

31

Tertulis نﻮﻔﻣﺮﻓ –perempun (lakuna) 32 Tertulisﻦﯿﺳ –sin (lakuna)

33 Tertulisنﻮﮭﺘﻛﺮﺑ –berketahun (lakuna) 34

Tertulis اﻮﺳة –suat (lakuna) 35

Tertulis اﻮﺳة –suat (lakuna)

36 berhal ada sesuatu hal (halangan, kesulitan, urusan, dll) (KD, 1994:429)

37 Tertulis –dicimnya (lakuna)

38 Tertulis ﻞﻐﺸﻣ –masyghl (lakuna)

Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 110 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:866) masyghul Ar 1. merasa dukacita karena sesuatu, susah hati, murung, sedih; 2. kesal hati, sebal hati.

39 Tertulis ﺎﻤﻔﻣﺎﺳ –sampama (lakuna) 40 Tertulis ﻖﺒﻣا –ambak (lakuna)

akan bapamu. Hai anakku, jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya / hadirkan olehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini / sudah dibuangkan oleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka / dengan sebenar-benarnya dalam kebaktian juga. Hai anakku, dan / batu kepalaku, dan nyawa badanku, maka kasih ibu / tiadalah sampai kepada anakku, tinggallah engkau

baik-baik menyimpan / dirimu dan peliharakan bapamu”. Setelah disusuinya

anaknya / itu, maka Darma Taʻsiya pun sujud pada kaki suaminya. / Maka

katanya, “Ya Tuanku, ampun beribu-ribu ampun.” Serta // dengan air

matanya cemerlang seperti mutiara yang terhambur daripada / kerang(an)nya41, demikianlah rupanya.

Hatta maka Darma Ta’siya / pun berjalanlah ke rumah ayah bundanya.

Setelah sampai ia / ke pintu ayah bundanya, maka ujar Darma Taʻsiya, “Ya Ayahandah, / Bundah, bahwa hamba ini telah dibuangkan oleh suami /

hamba”. Maka kata ayah bundanya, “Bahwa aku pun tiada mau / menerima

engkau, karena engkau s[u]dah42 lepas daripada tanganku. / Akan sekarang, mengapa juga kemari? Karena engkau s[u]dah43/ kuserahkan kepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf. Karena takut / aku kepada Allah Taala dan malu aku akan Nabi Muhammad shallā // `l-Lāhu ’alaihi wa sallam”. Maka kata Darma Taʻsiya , “Ya Ayahandah, / Bundah, jikalau hambamu tiada diterima sekali pun, mintalah / hambamu air barang setitik karena hamba terlalu amat

dahaga / tiada makan dan minum hingga menyusui Candra Dewi”. / Maka

15

16

41

Tertulis –kerangannya (adisi) 42

Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna)

43

berkenanlah aku akan kejahatanmu itu. Pada bicara / aku, sebab jahat perangaimu dan kelakuanmu itu / dan apa sebabnya engkau dibuangkan lakimu itu? Maka ada juga / kelakukanmu itu yang tiada patut, maka digusari oleh / suamimu. Dan janganlah lagi engkau hampir lagi kepada // aku karena tiada aku mahu memandang muka orang yang derhaka / kepada suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orang / yang demikian

itu”. Maka Darma Taʻsiya pun menangislah / terlalu sangat sebab

terkenangkan [u]nt[u]ng45 badan yang malang / hendak merasa yang demikian ini. Maka basahlah kain / dipakainya itu sebab kena air matanya itu. Maka Darma Taʻsiya / pun bermohon kepada ayah bundanya serta memohonkan / ampun beribu-ribu ampun dengan khidmatnya serta / sujud pada kaki ayah bundanya dengan takutnya akan / ayah bundanya. Maka lalulah ia berjalan masuk ke dalam // hutan rimba tiada berketahuan dengan ratap tangisnya / sepanjang hutan itu, serta menyerahkan dirinya kepada / Allah Taala, serta ia meminta doa kepada Allah hingga / waktu asar

demikian bunyinya, “Yā Ilāhī yā / Rabbī yā Sayyidi yā Maulā yā Ilāhil

ʻālamīn wa yā khairun nāshirīn, / engkau anugerahi kiranya hambamu air

karena hambamu hendak / sembahyang”.

Hatta dengan takdir Allah Taala, maka / dikabulkan Allah doa Darma Taʻsiya itu karena ia orang / benar lagi orang yang berbakti kepada suaminya.

17

18

44

Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 119 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:926) nescaya tidak boleh tida, sudah tentu.

dengan perhiasannya di hadapan Darma Taʻsiya. Setelah dilihatnya / akan hal yang demikian itu, maka ia pun memuji-muji Allah / dengan puji yang tiada berkeputusan daripada lidahnya serta / dengan hatinya, serta takut dan ngerinya akan Tuhan / kita. Setelah selesailah daripada itu, maka Darma Taʻsiya pun / mengambil air sembahyang. Setelah itu, maka ia pun berpikir/ seketika itu juga akan kainnya zhan48 pada hatinya / karena bekas kena

kencing anaknya. Maka firman Allah, “Hai / Jibrail49, pergilah engkau kepada hambaku Darma Taʻsiya / itu karena ia orang yang berbakti kepadaku dan kepada // suaminya. Bawakan olehmu kain dari dalam syurga50 dan / berikan kepada hambaku Darma Taʻsiya itu. Maka engkau

sapukan / mukanya dan suruhkan ia pulang kepada suaminya”.

Hatta / maka Jibrail ʻAlaihi `s-salām pun pergilah mengambil / kain ke dalam syurga, lalu dibawa oleh Jibrail kepada / Darma Taʻsiya. Maka ujar Jibrail, “Hai Darma Taʻsiya, / inilah kain dari dalam syurga dianugerahi

Allah Taala / kepada tuan hamba disuruh pakai kain ini”. Maka / kata Darma

Taʻsiya, “Hamba menjunjung anugerah Tuhan / Yang Mahamulia lagi

Mahatinggi”. Serta dengan beberapa puji-puji // -an serta mengucap

beribu-ribu syukur dengan mengatakan, “Alhamdu / li`l-Lāhi Rabbi`l-ʻālamīn ar–

Rahmāni `r–Rahīm”. Maka Darma Taʻsiya / pun memakailah kain dari

20

21

46

Tertulis ةاﻮﺳ –suat (lakuna) 47 Tertulisﻲﻜﯿﻟﺎﮭﻣ –mahaligai (adisi)

48 zhan prasangka, keraguan, kebimbangan (Al-Munawwir, 1984:883)

49

Penulisan berdasarkan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:537) Jibrail malaikat yang menyanpaikan wahyu kepada rasul atau nabi.

50

Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 172 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:1335) syurga = ~ jannah = ~jannat alam akhirat, tempat balasan pahala dan tempat mengecap nikmat Tuhan.

hamba dua rakaat / salam”. Setelah s[u]dah51 sembahyang maka(o)52 Jibrail pun / menyapu muka Darma Taʻsiya dengan sayapnya.

Hatta maka / rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulan / purnama empat belas hari bulan. Maka <kata> ujar Jibrail53, / “Hai Darma

Taʻsiya, kembalilah tuan hamba kepada suami / tuan hamba dengan firman

Allah Taala”.

Syahdan // maka Darma Taʻsiya pun berjalanlah ke rumah ayah bundanya. / Setelah sampailah ia ke rumah ayah bundanya, maka Darma Taʻsiya / pun bertanya kepada ayah bundanya, “Ya Tuanku, di manakah rumah / Syeikh Bi`l-Maʻruf itu?”. Maka oleh ayah bundanya, “Hai / dayang,

apakah pekerjaan tuan hamba akan dia?”. Maka kata / Darma Taʻsiya, “Hamba hendak bertemu dengan dia, akan / menyampaikan pesan Darma

Taʻsiya”.

Setelah s[u]dah54 berkata-kata / itu, maka berjalanlah ia ke rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Maka / apabila sampailah ia, maka kata Darma Taʻsiya,

“Ya Tuanku / Syeikh, di manakah rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf ?”. Maka ujarnya, // “Hambalah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Apakah pekerjaan tuan hamba / kemari ini?”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Hamba hendak / menyampaikan

pesan(an)55 Darma Taʻsiya kepada anaknya”. Maka kata / tuan Syeikh itu,

“Jikalau demikian, baiklah tuan naiklah / ke rumah hamba karena hamba

22

23

51

Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna) 52

Tertulis وا ﻚﻣ - makao (adisi)

53Tertulisﻞﯿﺋاﺮﺒﺟ ﺮﺟؤا تﺎﻛ^ ﻚﻣ –maka ^kata ujar Jibrail (ditografi) 54

Tertulis هﺪﺳ –sdah (lakuna) 55 Tertulis ﻦﻧﺎﺴﻓ –pesanan (adisi)

Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku, bahwa rumah hamba pun terlalu / jauh, dan lagi hamba pun seorang diri, maka bertambah-tambah / takut hamba hendak segera kembali”. Maka Syeikh Bi`l-Maʻruf / pun memandang-mandang muka Darma Taʻsiya. Maka dilihatnya // seperti bulan purnama empat belas hari bulan gilang- / gemilang cahayanya tiada dapat ditentang nyata. Maka /

ujarnya, “Ya Adindah, naiklah ke rumah hamba dahulu / barang seketika juga”. Maka Darma Taʻsiya itu pun naiklah / ke rumah tuan Syeikh itu, serta katanya, “Ya Tuanku, adapun / akan Darma Taʻsiya itu berkirim sembah ke

bawah kaki tuan / Syeikh.

Adapun seperti hukuman tuan Syeikh / itu telah terjunjunglah ke atas batu kepala adindah / itu . Maka barang salah dan bebal, maka sebab kurang / budi adindah itu, ia meminta ampun banyak-banyak // ke bawah