• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN UMUM USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA

B. Syarat Pendirian Usaha Klink Kesehatan Bersama

Dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama ada beberapa orang yang ikut didalamnya sebagai peserta. Mereka melakukan perbuatan-perbuatan hukum, dalam hal ini perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan yang berakibat hukum yang ditimbulkan oleh kehendak dari dua subyek hukum atau lebih yang sering disebut dengan perjanjian, karena kedua belah pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal yang telah mereka sepakati bersama. Mengenai syarat umum dari pendirian usaha klinik kesehatan sama halnya dengan syarat sahnya perjanjian yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Sebab, pendirian usaha klinik kesehatan bersama ini didasarkan dengan adanya perjanjian oleh para pihak. Sedangkan syarat khusus adalah syarat yang berhubungan dengan bentuk pelayanan kesehatan di bidang medik.

Untuk penyelenggaraan Pelayanan Medik Dasar harus mempunyai izin yang dapat terdiri dari :

a. Izin sementara yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Izin sementara ini berlaku selama enam (6) bulan dan dapat diperpanjang maksimal satu kali.

b. Izin tetap yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi setempat yang berlaku selama lima (5) tahun.

Untuk memperoleh izin tetap harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan didalam keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI No. 664/BINKESMAS/DJ/V/1987 tentang petunjuk pelaksanaan Usaha Kesehatan Swasta di Bidang Pelayanan Medik Dasar, yaitu pada Pasal 3 mengenai Praktik berkelompok Dokter Umum atau Dokter Gigi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Pemohon adalah pimpianan yayasan atau dokter penanggungjawab

b. Dilaksanakan minimal oleh tiga orang dokter umum atau tiga orang dokter gigi

c. Adanya pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi pemohon perorangan

d. Mempunyai surat izin sementara dan rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat

e. Rekomendasi Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/ Kodya setempat

f. Kelengkapan bangunan pelayanan disesuaikan dengan syarat kesehatan untuk pelayanan kesehatan

g. Kelengkapan lain, yaitu terdiri dari: 1) Salinan/ fotokopi akte pendirian

2) Salinan/fotokopi izin gangguan dari Pemerintah Daerah setempat

3) Daftar tenaga profesi kesehatan dan struktur organisasi pelayanan yang diuraikan dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan pelayanan

4) Salinan/fotokopi Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin Praktek (SIP) dokter- dokter pelaksana.

Mengenai persyaratan bangunan sesuai dengan lampiran I keputusan Direktur Jendral Pembinaan Masyarakat No.664/BINKESMAS/DJ/V/1987 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Papan Nama

a. Untuk membedakan identitas maka setiap bentuk pelayanan Medik Dasar swasta harus mempunyai nama tertentu yang diambil dari nama yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal atau nama lain yang sesuai fungsinya.

b. Ukuran papan nama luasnya maksimal 1x1,5 meter

c. Tulisan huruf balok warna hitam dan dasarnya berwarna putih

d. Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat

e. Nama- nama dokter dan jadwalnya pada praktek berkelompok dipasang di ruang tunggu pasien.

2. Tata Ruang

a. Setiap ruang periksa mempunyai luas minimal 2x3 meter

b. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai satu ruang periksa, satu ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan, satu ruang tunggu dan satu kamar mandi/WC

c. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan/ pencahayaan yang cukup.

3. Lokasi

a. Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah setempat/ Tata Kota, tidak berbaur atau satu atap dengan kegiatan umum lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan yang sejenisnya

b. Tidak berdekatan dengan lokasi bentuk pelayanan yang sejenis dan juga agar sesuai dengan fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

4. Hak Guna Pakai

a. Mempunyai surat pemilikan bangunan/ surat hak milik/ surat hak guna pakai

b. Mempunyai surat hak guna pakai/ surat kontrak bangunan minimal selama dua tahun

Untuk pelayanan medik spesialistik sebelum melakukan kegiatan, maka berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.098/Yan.Med./1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mentri Kesehatan RI No.920/Men.Kes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang medik, khusus bentuk pelayanan medik spesialistik, syarat- syarat yang harus dipenuhi untuk penyelenggaraan praktik berkelompok dokter spesialis adalah:

a. Praktik berkelompok dokter spesialis dari satu disiplin keahlian dapat dilaksanakan apabila mempunyai tiga dokter spesialis dari satu disiplin keahlian.

b. Praktik berkelompok dokter spesialis dari tiga atau lebih disiplin keahlian, dapat dilaksanakan apabila mempunyai minimal tiga dokter spesialis dari masing- masing disiplin keahlian.

c. Praktik berkelompok dokter spesialis dapat dibuka 24 jam atau sebagai praktek sore.

d. Nama praktik berkelompok dokter spesialis.

Untuk membedakan identitas, maka setiap praktik berkelompok dokter spesialis harus mempunyai nama tertentu yang dapat diambil dari nama yang berjasa dibidang kesehatan yang telah meninggal atau nama lain yang sesuai dengan fungsinya

e. Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat

f. Penyelenggara.

Praktik berkelompok dokter spesialis diselenggarakan oleh yayasan yang berbentuk badan hukum atau perorangan. Bila diselenggarakan oleh perorangan, maka yang bersangkutan adalah sebagai pengelola/pimpinan praktik berkelompok dokter spesialis tersebut.

g. Bentuk pelayanan.

Pelayanan praktik berkelompok dokter spesialis merupakan konsultasi dan atau tindakan (minor surgery = operasi kecil) tanpa anastesi umum

h. Organisasi

1. Merupakan satu unit pelayanan kesehatan swasta yang dipimpin seorang dokter umum atau dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) sebagai penanggungjawab

2. Apabila buka 24 jam harus mempunyai dokter jaga yang setiap saat ada di tempat dan mempunyai dokter spesialis yang dapat dipanggil sewaktu-waktu (on call) sesuai dengan jadwal dan mempunyai perawat minimal satu orang yang setiap saat ada di tempat.

3. Apabila hanya buka sore hari, maka pada jam- jam praktik mempunyai tenaga perawat dan tenaga non medis sesuai dengan kebutuhan.

i. Lokasi

Mempunyai lokasi tersendiri, tidak berbaur dengan kegiatan umum lainnya seperti pertokoan, bioskop, hotel- hotel dan yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah setempat/ Tata Kota.

j. Tata Ruang

1. Setiap ruang periksa mempunyai luas minimal 2x3 meter

2. Minimal dua (2) ruang periksa, satu (1) ruang administrasi, satu (1) ruang tunggu, satu (1) ruang penunjang sesuai dengan kebutuhan dan satu (1) Kamar Mandi/WC

3. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup 4. Mempunyai tempat parkir

k. Peralatan

Setiap ruang periksa sesuai dengan spesialisnya mempunyai minimal satu set peralatan kedokteran untuk pemeriksaan rutin dan satu set peralatan gawat darurat sesuai bidang spesialisasinya

2. Peralatan penunjang medis dan non medis sesuai dengan kebutuhan 3. Peralatan canggih

Disamping syarat- syarat tersebut, syarat lainnya untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik, pelayanan medik atau pelayanan kedokteran maupun pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu:

1. Tersedia dan berkesinambungan, yaitu pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan

(continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar yaitu yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. 3. Mudah dicapai, yaitu bahwa pelayanan kesehatan yang baik adalah yang

mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Untuk itu maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

4. Mudah dijangkau, yaitu bahwa pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu (Quality), yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.39

39

Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada masyarakat, mutu pelayanan kesehatan sangat perlu dijaga. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya tuntutan dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) jika terjadi suatu resiko yang menimpanya dalam pelayanan medis.

Prinsip menjaga mutu dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan 1

Prinsip Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan

Sumber : Koeswadji, Hermien Hadiati, Hukum Kedokteran, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, Hal.25 Akreditasi tenaga Akreditasi fasilitas Akreditasi teknologi - Alat - Obat - Prosedur Standar Pelayanan Medis/Kesehatan

Standar Prosedur Rekam Medisa

Disamping itu penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik pelayanan medik dasar maupun medik spesialistik juga harus memperhatikan asas hukum yang mendasari atau terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat disebutkan sebagai berikut.

1. Asas Legalitas

Asas ini tersirat dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang No.23 Tahun 1992 yang menentukan, bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sisuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan dan perjinaan yang ditur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Asas perikehidupan dalam Keseimbangan Asas ini dapat dilihat dari

ketentuan Pasal 2 huruf (c) Undang-undang No. 23 tahun 1992 yang menentukan, bahwa asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, antara materil dan spiritual.

Hal ini sesuai dengan fungsi hukum , yaitu melindungi kepentingan manusia dan juga memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu dan keseimbangan yang terganggu itu harus dipulihkan kembali (Restitutio in entegrum). Di dalam pelayanan medik, asas keseimbangan ini dapat diartikan sebagai keseimbangan antara tujuan dan sarana, antara

sarana dan hasil, antara manfaat dan resiko yang ditimbulkan dari upaya medik yang dilakukan .40

“Keadilan adalah penilaian terhadap perbuatan dan perlakuan seseorang terhadap orang lain dan lazimnya hanya dilihat dari sudut orang lain dan lazimnya hanya dilihat dari sudut orang yang terkena atau dikenai perlakuan itu dan bicara tentang keadilan berarti juga bicara tentang perlindungan kepentingan.”

Asas perikehidupan dalam keseimbangan erat kaitannya dengan masalah keadilan yang terikat dalam Pasal 2 huruf (d) Undang-undang No. 23 tahun 1992, yaitu asas adil dan merata yang berarti, bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

41

“Oleh karena itu dihubungkan dengan pelayanan medik, maka keadilan yang dimaksud bersifat kasustis, karena menyangkut pula alokasi sumber daya dalam pelayanan kesehatan. Keadilan ini mengenai pembagian manfaat dan beban, serta pembagian penggunaan sarana dan jasa menurut standar yang adil .”

42

3. Asas Itikad Baik

Tiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas ini tersirat dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

40

V.Komalawati, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, Hal.27

41

Sudikno Mertokusumo, Peranan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal.87

42

V.Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Teraupetik ( Persetujuan

Antara Dokter dan Pasien), Suatu Tinjauan Yuridis, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999,

menentukan, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Itikad baik yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif, maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa- apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.

Asas ini merupakan pegangan dalam penyelenggaraan pelayanan medik, yaitu bahwa pengguna jasa pelayanan medik memberikan kepercayaan kepada Dokter untuk melakukan suatu perbuatan berkenan dengan keadaan kesehatannya dan pihak dokter menjalankan kewajiban sesuai dengan standar profesinya dan menghormati hak-hak pasien.

4. Asas Tepat Waktu

Dalam pelayanan medik ini sangat penting untuk diperhatikan karena apabila tidak akan bisa mengakibatkan fatal bagi si pasien atau setidak-tidaknya dapat menimbulkan kerugian. Untuk itu dokter harus dapat melakukan tindakan secara tepat waktu pada saat dibutuhkan.

5. Asas Kejujuran

Asas ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 53 Ayat (2) Undang- undang No. 23 Tahun 1992 yang menentukan bahwa tenaga kesehatan

dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

Asas ini sangat penting dan merupakan dasar bagi terlaksananya penyampaian informasi yang benar dalam rangka membina hubungan saling percaya antara dokter dan pasien.

6. Asas kehati-hatian

Asas ini bermaksud agar tenaga kesehatan tidak melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pasien, karena apabila terjadi kesalahan atau kelalaian ia harus bertanggung jawab atas tindakannya itu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 54 Ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 1992 yaitu terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan dan kelalaian dalam mealaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Tindakan disiplin yang dimaksudkan sesuai dengan penjelasan Pasal 54 Ayat (1) tersebut adalah salah satu bentuk tindakan admisistratif misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kealalaian yang dilakukan.

7. Asas kekeluargaan

Asas ini ditentukan dalam Pasal 2 huruf (c) Undang-undang No. 3 Tahun 1992, dalam asas usaha bersama dan kekeluargaan, dalam asas usaha bersama dan kekeluargaan, yaitu bahwa penyelenggaraan kesehatan

dilaksanakan mealaui kegiatan yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Dalam asas terkandung asas keterbukaan, karena dalam pelayanan medik didasarkan atas sikap paling percaya antara tenaga kesehatan dan pasien dan sikap saling percaya tersebut dapat ditumbuhkan jika terjalin komunikasi secara terbuka antara tenaga kesehatan dan dokter.

Dengan demikian untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama terlebih dahulu harus diadakan perjanjian oleh para pesertanya. Sebagai suatu perjanjian maka perlu diuraikan tentang pengertian perjanjian itu sendiri.