• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggungjawab Usaha Klinik Bersama Terhadap Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Pasien) yang Dirugikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TANGGUNG JAWAB PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI ( JL.AR HAKIM NO.168 MEDAN )

B. Tanggungjawab Usaha Klinik Bersama Terhadap Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Pasien) yang Dirugikan

1. Hak dan Kewajiban Usaha Klinik Kesehatan Bersama

Klinik kesehatan bersama sebagai suatu institusi di dalam memberikan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik kepada pemakai jasa (pasien) dilakukan oleh para dokter yang melakukan praktik bersama pada klinik tersebut.

Dengan demikian timbul hubungan hukum dalam pelayanan medik yang disebabkan oleh karena adanya kewajiban setiap individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya dan di pihak lain juga adanya kewajiban dokter terhadap seseorang yang membutuhkan pertolongannya selaku profesional sampai orang tersebut mampu untuk berusaha mengatasi masalah kesehatannya melalui kerjasama dengan dokter yang merawatnya. Hal tersebut sesuai dengan pandangan yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yaitu “setiap hubungan hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak adalah hak sedangkan di sisi lain merupakan kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.”58

a. Jasa konsultasi

Klinik kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar mempunyai hak untuk meminta jasa pelayanan (tarif) sebagai imbalan. Besarnya biaya tersebut telah ditetapkan dalam Pasal 27 Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 920 tahun 1986, yaitu besarnya tarif upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik berpedoman kepada komponen biaya yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi setempat.

Dalam Pasal 10 Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI No. 664/BINKESMAS/DJ/V/1987 ditetapkan:

Ayat (1): Komponen jasa pelayanan yang dapat diminta, terdiri dari:

b. Biaya suntikan dan obat- obatan 58

c. Jasa tindakan medik d. Jasa penunjang medik e. Jasa perawatan

f. Komponen lain untuk menunjang pelayanan kesehatan atas persetujuan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

Ayat (2): Rincian unsur dan besar tarif dari masing- masing komponen pada ayat (1) harus disusun dan diajukan ke Perda setempat untuk memperoleh persetujuannya.

Bagi penyelenggara pelayanan medik spesialistik berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.098/Yan.Med/RSKS/1985 mempunyai hak untuk meminta jasa pelayanan medik spesialistik kepada pemakai jasa (pasien)

Disamping hak- hak tersebut usaha klinik kesehatan bersama juga mempunyai kewajiban- kewajiban. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia No.664/BINKESMAS/DJ/V/1987 adalah sebagai berikut.

Pasal 8

Ayat (1): Penyelenggara diwajibkan menyediakan peralatan medik dasar

Ayat (2): Penyediaan peralatan diluar ayat (1) harus dengan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.

Pasal 12

Ayat (1): Penyelenggara wajib membuat catatan medik dan membuat laporan setiap bulan ke Puskesmas setempat

Bagi penyelenggara Pelayanan medik spesialistik berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.098/Yan.Med/ RSKS/1987 mempunyai kewajiban- kewajiban sebagai berikut, yaitu:

a. Penyelenggara wajib memberikan pelayanan kepada pasien dan sebelumnya menginformasikan biaya yang akan dibebankan

b. Dalam memberikan pelayanan agar selalu mempertimbangkan fungsi sosialnya terutama bagi pasien yang tidak/ kurang mampu

c. Wajib menyediakan obat- obatan gawat darurat dan obat suntik yang diperlukan sesuai spesialisasi yang diberikan

d. Penyelenggara wajib mencabut dan melaporkan semua kegiatan pelayanan per- triwulan kepada Kanwil Departemen Kesehatan setempat selaku Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat I dengan tembusan kepada Kadinkes Tk. I dan Kadinkes Tk. II.

e. Segera melaporkan bila ditemukan penyakit menular dan penyakit yang termasuk dalam undang- undang wabah

Pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) adalah orang yang sedang menderita suatu penyakit baik penyakit badaniah maupun rohaniah yang memerlukan adanya bantuan medis dari tenaga kesehatan (dokter). Dalam Pasal 1 Undang- Undang No.9 tahun 1960 tentang pokok- pokok kesehatan ditentukan, “tiap- tiap warganegara setinggi- tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha- usaha kesehatan pemerintah.”

Dari ketentuan pasal tersebut dapat disebutkan, bahwa derajat kesehatan yang optimal merupakan hak setiap warga negara yang perwujudannya dilaksanakan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Adanya hak setiap warganegara untuk memperoleh perawatan yang optimal tidak dapat dilepaskan dari hak- hak pasien sebagai warga negara yang perlu mendapatkan perhatian dari penyelenggara pelayanan kesehatan. Hak- hak pasien yang dimaksudkan disini adalah hak- hak yang timbul dari hubungan hukum antar dokter dan pasien.

Fred Ameln menyebutkan hak- hak yang dimiliki oleh pasien, yaitu: 1. Hak menerima pengobatan dan perawatan

2. Hak menolak pengobatan dan perawatan 3. Hak menghentikan pengobatan dan perawatan

4. Hak memilih dokter dan sarana pelayanan keseahatan

5. Hak untuk mendapatkan informasi yang jelas perihal penyakit yang dideritanya

6. Hak atas kerahasiaan dokter

7. Hak untuk mendapatkan bantuan medis

8. Hak untuk mendapatkan perawatan yang baik dan continue

9. Hak menerima perhatian/ pelayanan atas suatu pengaduan

(klachtbehandeling).59

59

Amir, menyebutkan hak- hak yang dimiliki pasien, antara lain: 1. Hak memilih dokter dan rumah sakit

2. Hak memperoleh informasi medis dan persetujuan 3. Hak menolak pengobatan

4. Hak atas rahasia dirinya

5. Hak untuk memutuskan hubungan antara dokter dengan pasien 6. Hak menerima ganti rugi

7. Hak atas bantuan yuridiris.60

Hak untuk memperoleh informasi medis tentang diri pasien, leenen menyebutkan sebagai berikut:

1. Diagnose

2. Terapi dan kemungkinan alternative terapi yang lain 3. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter

4. Resiko yang dapat timbul

5. Kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lain 6. Keuntungan terapi

7. Prognosa.61

Disamping hak- hak tersebut juga ada kewajiban- kewajiban bagi pasien. Fred Ameln, menyebutkan kewajiban- kewajiban pasien adalah:

1. Memberikan informasi selengkapnya perihal penyakitnya kepada dokter

2. Mematuhi nasehat dokter

3. Menghormati privasi dokter yang mengobatinya (menyimpan rahasia dari dokter yang mengobatinya)

4. Memberi imbalan jasa.62

3. Tanggung jawab usaha kllinik kesehatan bersama terhadap pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien).

Dalam hubungan dokter dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien), pihak pasien selalu berada pada posisi lemah. Namun demikian, tidak berarti pasien tidak mendapat perlindungan hukum.

Klinik kesehatan bersama sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan swasta di bidang medik mempunyai tanggung jawab atas tindakan- tindakan yang

60

Amri Amir, Op.Cit.Hal.17

61

Ibid.Hal.19

62

dilakukannya terhadap pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) yang dirugikan. Tanggungjawab tersebut terjadi karena pasien mempunyai hak untuk menerima perhatian/ pelayanan atas suatu pengaduan (klachbehandeling), yaitu hak yang berkaitan dengan asas perlakuan yang layak menurut hukum dan merupakan pencerminan dari hak setiap manusia untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Dalam hubungan dengan tanggungjawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap pasien, maka tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab dokter terhadap pasien, karena klinik kesehatan bersama didalam memberikan pelayanan kesehatan dilakukan oleh para dokter yang bekerja pada klinik tersebut. Dengan demikian perlu diketahui tentang hak- hak dan kewajiban- kewajiban dokter.

Komalawati menyebutkan hak- hak dokter adalah: 1. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis

2. Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang tidak dapat ia pertanggungjawabkan secara profesional

3. Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya

(conscience) tidak baik.

4. Hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai bahwa kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya lagi

5. Hak atas privasi dokter

6. Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan kontrak terapeutik (penyembuhan)

7. Hak atas balas jasa

8. Hak atas fair play dalam mengahdapi pasien yang tidak puas terhadapnya

9. Hak untuk membela diri 10.Hak memilih pasien.63

Di samping hak- hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban- kewajiban. Kewajiban- kewajiban dokter dapat dibedakan atas 5 kelompok, yaitu:

63

1. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan

2. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis

3. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran 4. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan 5. Kewajiban yang berhubungan dengan hak- hak pasien.64

Didalam undang- undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, tugas dan kewajiban dokter dapat dilihat dalam Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 53 ayat (2).

Pasal 50 ayat (1) menentukan tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai bidang keahlian atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Pasal 53 ayat (2) menentukan tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

Dari ketentuan Pasal 53 ayat (2) tersebut dapat diketahui ada dua kewajiban dokter sebagai tenaga kesehatan, yaitu:

1. Kewajiban untuk memenuhi standar profesi

2. Kewajiban untuk menghormati hak- hak pasien serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk mealksanakan hak –hak yang dimilikinya itu.

Di samping itu dalam kode etik kedokteran Indonesia (Kodeki) yang merupakan pedoman bagi dokter di Indonesia juga terdapat kewajiban- kewajiban dokter yang harus dipenuhi di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dasar hukum berlakunya Kodeki tersebut adalah keputusan Mentri Kesehatan No.434/Men.Kes/SK/X/1983.

64

Adapun kewajiban- kewajiban dokter yang termuat di dalam Kodeki tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

Bagian I. Kewajiban Umum meliputi:

1. Seorang dokter hendaklah senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi

2. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter janganlah dipengaruhi pertimbangan pribadi

3. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik: a. Suatu perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri

b. Ikut serta dalam memberikan pertolongan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi

c. Menerima uang selain dari imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan sepengetahuan pasien

4. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insan, baik jasmani maupun mental, hanya diberikan untuk kepentingan pasien

5. Dinasehatkan kepada dokter supaya sangat berhati- hati dalam mengumumkan penemuan teknik maupun pengobatan baru

6. Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya

7. Seorang dokter hendaklah berusaha menjadi pendidik rakyat yang sebenarnya

8. Dalam kerjasama dengan para pejabat dibidang kesehatan lainnya hendaknya dipelihara pengertian sebaik- baiknya.

Bagian II. Kewajiban dokter terhadap pasien

1. Seorang dokter harus senantiasa mengingatkan akan kewajiban melindungi hidup makhluk insan.

2. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas terhadap pasien dan mempergunakan segala sumber keilmuannya. Apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka wajiblah ia berkonsultasi dengan dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit yang bersangkutan. Pasien hendaknya diberi kesempatan supaya senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat. 3. Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang seorang pasien karena kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien itu meninggal.

4. Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu untuk memberikannya.

Bagian III: Kewajiban dokter terhadap teman sejawat

1. Seorang dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan

2. Seorang dokter tidak boleh merebut pasien dari teman sejawatnya

3. Seorang dokter harus menjunjung tinggi asas declaration of Geneva yang telah diterima oleh IDI.

Bagian IV: Kewajiban dokter terhadap diri sendiri

1. Seorang dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik

2. Seorang dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita- citanya yang luhur

Dalam pelayanan medik tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya kesalahan melakukan tugas profesi yang dapat menimbulkan akibat dan kerugian pada pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien). Akibat dan kerugian pada pasien dapat terjadi jika:

1. Melalaikan kewajiban

2. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat mengingat sumpah profesi maupun sumpah jabatan

3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan

4. Berprilaku tidak sesuai dengan patokan umum mengenai kewajaran yang diharapkan dari sesama rekan seprofesi dalam keadaan yang sama dan tempat yang sama.

Jika dalam hubungan hukum antara dokter dan pasien menimbulkan kerugian pada pihak pemakai jasa kesehatan (pasien) akibat kesalahan atau kelalaian dari tenaga kesehatan (dokter) yang bersangkutan harus

bertanggungjawab atas kesalahannya tersebut. Keharusan pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagai jawaban atas suatu tindakan dan atau memperbaiki atau untuk melakukan tindakan pemulihan atas suatu tindakan yang mungkin timbul.

Menurut pandangan komalawati dasar pertanggungjawaban hukum dokter dapat dibedakan atas dua hal, yaitu:

1. Pertanggungjawaban karena kesalahan, yaitu merupakan bentuk klasik pertanggugjawaban yang didasarkan atas tiga prinsip, yaitu:

a. Setiap tindakan yang mengakibatkan kerugian atas diri orang lain, meyebabkan orang yang melakukannya harus membayar konpensasi sebagai pertanggungjawaban kerugian

b. Seorang harus bertanggungjawab tidak karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga dengan keallaian dan kurang hati- hati

c. Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya sendiri, tetapi juga karena tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya.

2. Pertanggungjawaban karena resiko, sebagai kebalikan dari pertanggungjawaban karena kesalahan. Dalam pertanggungjawaban ini biasanya juga dihubungkan dengan produk tertentu, misalnya obat, peralatan medik atau alat- alat lainnya.65

Menurut Pasal 55 Undang- undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, terdapat ketentuan, yaitu:

Ayat (1): setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan

Ayat (2): ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku

65

Dari ketentuan tersebut, dapat disebutkan bahwa pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi sepanjang kesalahan atau kelalaian dokter tersebut dapat dibuktikan. Adapun dasar dari tuntutan ganti rugi tersebut adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang menentukan : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.

Seorang yang akan menggunakan pasal 1365 KUHPerdata tersebut sebagai dasar hukum menggugat pihak lain harus membuktikan adanya unsur- unsur:

1. Adanya perbuatan melawan hukum 2. Perbuatan itu menimbulkan kerugian 3. Adanya kesalahan

4. Adanya hubungan sebab akibat antara kelalaian atau kesalahan dengan kerugian yang ditimbulkan

Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak jangkauan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dapat dirinci sebagai berikut:

1. Untuk dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah melawan hukum 2. Untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan

3. Untuk menghilangkan atau melenyapkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dan dengan memberi kuasa dimana perlu meniadakan sendiri

4. Untuk melarang meneruskan perbuatan itu

5. Untuk mengganti kerugian beserta dwangsom atau lijsdwang (penyanderaan) dalam hal perintah hakim tidak dipenuhi. Berdasarkan ,

penyanderaan tidak diperkenankan lagi karena dianggap tidak sesuai dengan pancasila.66

Dalam pelayanan medik antara dokter dan pasien terikat dalam hubungan hukum perjanjian. Namun demikian jika terjadi kelalaian atau kesalahan yang menimbulkan kerugian pada pihak pasien, dokter tidak dapat dituntut berdasarkan melakukan wanprestasi. Hal ini disebabkan oleh sulitnya mengukur prestasi dokter walaupun ia melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.

Pada dasarnya setiap orang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, dalam hal ini dokter selaku profesional, selalu berhadapan dengan resiko yang cukup tinggi, yaitu adanya kemungkinan gugatan hukum dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien). Agar dokter merasa aman dan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan baik maka para dokter berupaya melindungi dirinya terhadap kemungkinan adanya gugatan hukum yang kemudian diikuti dengan pembayaran ganti rugi dengan cara mempertanggungjawabkan (mengasuransikan) tanggungjawabnya tersebut.

“Menurut Emmy Pangaribuan, pertanggungjawaban yang dapat digunakan dalam profesi dokter tersebut merupakan professional liability insurance yang juga dikenal dengan nama malpractice liability, jenis liability insurance ini ditutup atas resiko financial responsibility dari orang- orang yang di dalam profesinya menimbulkan kerugian kepada orang lain.”67

66

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Mengenal Libility Insurance, UMM Press, Yogyakarta,1995, Hal.9

67

C. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian antara Peserta dengan