• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Klinik Kesehatan Bersama Di Klinik Madani JL.AR.Hakim No. 168 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Klinik Kesehatan Bersama Di Klinik Madani JL.AR.Hakim No. 168 Medan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI JL.AR.HAKIM NO. 168 MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NAMA : INDAH P. SITOMPUL

NIM : 050200285

BAGIAN : HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN HUKUM PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI JL.AR.HAKIM NO. 168 MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NAMA : INDAH P. SITOMPUL

NIM : 050200285

BAGIAN : HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh Ketua Departemen

Prof.Dr.Tan Kamello,SH,Ms NIP.131 764 665

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

ABSTRAK Indah P.Sitompul * Prof.Dr.Tan Kamello,SH,Ms** Sunarto A.Wibowo.SH,.M.Hum***

Kerjasama dalam bidang kesehatan banyak terjadi dengan didirikannya usaha klinik kesehatan bersama. Kerjasama yang bersifat terus-menerus dapat menumbuhkan suatu badan yang mempunyai azas tujuan yang bersifat komersial. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan suatu bentuk kesatuan kerjasama yang relatif baru diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum Indonesia ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, terutama aspek-aspek yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian maupun bentuk kesatuan kerjasama yang cukup penting untuk mendapatkan pengaturan. Kerjasama dalam usaha klinik kesehatan bersama akan melahirkan konsekuensi yuridis, terutama mengenai tanggung jawab terhadap kerugian usaha maupun terhadap pemakai jasa pelayanan kesehatan ( pasien ) yang dirugikan. Dengan demikian maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum usaha klinik kesehatan bersama dihubungkan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik, sehingga diperoleh gambaran mengenai dasar hukum pendirian dan bentuk kerjasama yang dipergunakan, maupun tanggung jawab klinik terhadap kerugian usaha atau kerugian pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan ( pasien ).

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa yang menjadi dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama di bidang medik yaitu perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pengusaha klinik dengan para dokter, namun tetap memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik.

Bentuk kerjasama yang digunakan di klinik madani yaitu mempergunakan bentuk persekutuan perdata (maatschap) yang mana mengenai ketentuan dalam menjalankan usahanya ditentukan oleh para pihak yang menjadi anggota persekutuan tersebut, yaitu para dokter boleh hanya menyumbangkan tenaganya saja atau keahliannya serta tidak dibebankan untuk menyumbangkan sejumlah modal tertentu sedangkan yang menjadi penanggung jawab dan penyedia modal adalah pemilik klinik kesehatan itu sendiri. Namun dalam hal yang berkaitan dengan pemakai pelayanan kesehatan (pasien), maka yang bertanggung jawab adalah tenaga kesehatan (dokter) yang bersangkutan.

Indah P.Sitompul*

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji, hormat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karunia-Nya bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

TINJAUAN HUKUM PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI JL.AR.HAKIM NO. 168 MEDAN.

Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat melengkapi persyaratan menempuh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tua penulis ( Drs.P.Sitompul dan Dra.L.Sianturi ) yang membesarkan dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan cinta kasih. Terima kasih pula atas doa,dukungan yang diberikan selama ini. Begitu juga dengan kakak-kakak dan adikku yang penuh perhatian dan selalu mendukung.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Tan Kamello,S.H,Ms., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

(5)

3. Seluruh staff pengajar dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas bantuannya.

4. Teman-temanku : Martina Karo-Karo, Putri sari Tampubolon, Adelina Siahaan, Indah Lestari Siahaan, Firdaus Girsang, Renhard harve dan Bob Sadiwijaya, terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan keceriaan yang selama ini penulis rasakan bersama teman-teman yang tak akan bisa penulis lupakan.

5. Seluruh teman-teman angkatan ’05 yang selalu memberikan keceriaan yang tak terlupakan .

Dengan menyadari kekurangan yang terdapat dalam tugas akhir ini, penulis dengan terbuka menerima setiap saran dan perbaikan dari semua pihak.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Medan, Mei 2009

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat 7

D. Keaslian Penulisan 9

E. Metode Penulisan 9

F. Tinjauan Kepustakaan 9

G. Sistematika Penulisan 11

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERIKATAN BERDASARKAN KUHPERDATA

A. Pengertian dan Istilah Perjanjian 13

B. Syarat Sahnya Perjanjian 15

C. Macam-Macam Perjanjian 24

D. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian 27

(7)

BAB III TINJUAN UMUM USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA A. Pengertian dan Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama 34

B. Syarat Pendirian Usaha Klinik Kesehatan Bersama 43

C. Bentuk Pelayanan Kesehatan Usaha Klinik Kesehatan Bersama 61

D. Bentuk Kesatuan Kerjasama dalam Usaha Klinik Kesehatan 68

Bersama

BAB IV TANGGUNG JAWAB PERDATA PADA USAHA KLINIK

KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI ( Jl.AR.Hakim No.168 Medan).

A. Tanggung Jawab Pengusaha Klinik Kesehatan Bersama 75

Terhadap Kerugian Usaha

1. Hak dan Kewajiban Peserta dalam Usaha Klinik Kesehatan 75

Bersama

2. Tanggung Jawab Usaha Klinik Kesehatan Bersama 76

Terhadap Kerugian Usaha

B. Tanggung Jawab Usaha Klinik Kesehatan Bersama Terhadap 79

Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Pasien) yang Dirugikan

1. Hak dan Kewajiban Usaha Klinik Kesehatan Bersama 79

2. Hak dan Kewajiban Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan 82

( Pasien )

3. Tanggung Jawab Usaha Klinik Kesehatan Bersama 85

Terhadap Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Pasien)

C. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian antara 94

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 96

B. Saran 98

(9)

ABSTRAK Indah P.Sitompul * Prof.Dr.Tan Kamello,SH,Ms** Sunarto A.Wibowo.SH,.M.Hum***

Kerjasama dalam bidang kesehatan banyak terjadi dengan didirikannya usaha klinik kesehatan bersama. Kerjasama yang bersifat terus-menerus dapat menumbuhkan suatu badan yang mempunyai azas tujuan yang bersifat komersial. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan suatu bentuk kesatuan kerjasama yang relatif baru diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum Indonesia ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, terutama aspek-aspek yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian maupun bentuk kesatuan kerjasama yang cukup penting untuk mendapatkan pengaturan. Kerjasama dalam usaha klinik kesehatan bersama akan melahirkan konsekuensi yuridis, terutama mengenai tanggung jawab terhadap kerugian usaha maupun terhadap pemakai jasa pelayanan kesehatan ( pasien ) yang dirugikan. Dengan demikian maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum usaha klinik kesehatan bersama dihubungkan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik, sehingga diperoleh gambaran mengenai dasar hukum pendirian dan bentuk kerjasama yang dipergunakan, maupun tanggung jawab klinik terhadap kerugian usaha atau kerugian pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan ( pasien ).

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa yang menjadi dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama di bidang medik yaitu perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pengusaha klinik dengan para dokter, namun tetap memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik.

Bentuk kerjasama yang digunakan di klinik madani yaitu mempergunakan bentuk persekutuan perdata (maatschap) yang mana mengenai ketentuan dalam menjalankan usahanya ditentukan oleh para pihak yang menjadi anggota persekutuan tersebut, yaitu para dokter boleh hanya menyumbangkan tenaganya saja atau keahliannya serta tidak dibebankan untuk menyumbangkan sejumlah modal tertentu sedangkan yang menjadi penanggung jawab dan penyedia modal adalah pemilik klinik kesehatan itu sendiri. Namun dalam hal yang berkaitan dengan pemakai pelayanan kesehatan (pasien), maka yang bertanggung jawab adalah tenaga kesehatan (dokter) yang bersangkutan.

Indah P.Sitompul*

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik mapupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan Negara dimanapun di dunia ini, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Dalam penjelasan Umum atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 1988 Tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter dan Dokter Gigi, disebutkan bahwa derajat kesehatan yang optimal merupakan hak setiap warga Negara yang perwujudannya dilaksanakan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Pembangunan kesehatan yang didukung oleh pembangunan di bidang-bidang lainnya, merupakan secara bertahap dan berkesinambungan. Kebijaksanaan Pembangunan setiap tahap bertumpu pada pendekatan pelayanan kesehatan dengan menyebarkan secara merata tenaga-tenaga kesehatan.

(11)

nasional diarahkan guna hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal.

Demikian juga di dalam Ketetapan MPR No. II / MPR / 1993 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara antara lain disebutkan bahwa :

“Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat”.

Hal itu menunjukkan, bahwa masalah kesehatan di Negara kita mendapatkan perhatian dan penanganan secara serius oleh pemerintah, yaitu dengan didirikannya sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga sampai ke desa-desa.

Adapun tujuan dan dasar pembangunan kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional dijabarkan sebagai berikut.

(1) Semua warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

(2) Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.

(3) Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatan dan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang diperlukan. (4) Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan prikemanusiaan yang

berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan.

(5) Sikap, suasana kekeluargaan, kegotong-royongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan.

(12)

(7) Semua warga Negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan.

(8) Pembangunan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepribadian bangsa. 1

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu ditunjang oleh adanya sarana kesehatan.

“Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan”. 2

Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan:

Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.

“Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat”.

1

Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan, Jakarta, 1982, Hal 6,7.

2

(13)

nampak peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan sistem kesehatan nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan didirikannya klinik-klinik swasta.

Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dapat diselenggarakan oleh perseorangan, kelompok atau yayasan, sedangkan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 menetapkan:

“Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum”.

Dalam hal pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan oleh kelompok, berarti di dalamnya terdapat beberapa orang sebagai peserta yang menggabungkan diri untuk bekerjasama mendirikan sarana kesehatan. Kerja sama itu dapat terjadi antara dokter dengan apoteker, dokter dengan bidan, dokter dengan perawat dan sebagainya.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa kerjasama di bidang kesehatan banyak terjadi dengan mendirikan usaha klinik kesehatan bersama yang kemudian menjelma menjadi suatu kerja sama yang bersifat terus-menerus, yang akhirnya menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerja sama yang berbentuk suatu badan yang mempunyai asas tujuan yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan atau kepentingan anggotanya yang dikenal dengan istilah persekutuan.

(14)

1. Bentuk kesatuan kerja sama yang merupakan badan hukum, dapat dijumpai dalam bentuk persekutuan yang dikenal dengan istilah:

a. Perseroan terbatas b. Koperasi

c. Perkumpulan saling menanggung

2. Bentuk kesatuan kerja sama yang bukan merupakan badan hukum, dapat dijumpai dalam bentuk persekutuan yang dikenal dengan istilah:

a. Persekutuan perdata (maatschap) b. Persekutuan firma

c. Persekutuan komanditer.3

Bentuk-bentuk kesatuan kerja sama tersebut sama-sama menjalankan perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, tetapi mempunyai status hukum yang berbeda. Perbedaan itu nampak dari prosedur pendiriannya, yaitu mutlak diperlukan pengesahan oleh pemerintah, sedangkan untuk mendirikan kesatuan kerja sama yang bukan badan hukum tidak diperlukan pengesahan akte pendirian oleh pemerintah.

Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan institusi yang relatif baru diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, baik dalam hukum kesehatan maupun dalam hukum persekutuan kita, terutama aspek-aspek yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama maupun bentuk kesatuan kerjasamanya. Dengan dasar hukum yang kuat dan bentuk kesatuan kerjasama yang jelas dan pasti akan dapat lebih menjamin adanya kepastian berusaha. Namun demikian, mengingat hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka yang tercermin dalam Pasal 1338 KUHPerdata, maka untuk sementara sampai dengan adanya

3

(15)

peraturan perundangan yang lebih rinci, maka semua aspek yang berkaitan dengan perjanjian untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama akan tunduk pada ketentuan-ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam penyelenggaraan usaha klinik kesehatan bersama, para pesertanya akan mengadakan kerja sama dan dengan adanya kerja sama tersebut akan melahirkan konsekuensi yuridis, terutama mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut. Dengan demikian maka lebih menjadi perhatian terhadap usaha klinik kesehatan bersama tersebut sehubungan dengan yang diteliti oleh penulis adalah mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap segala resiko usaha maupun terhadap penerima pelayanan kesehatan (pasien) yang merasa dirugikan sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik.

B. Perumusan Masalah

(16)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan yang timbul adalah:

a. Apakah dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik?

b. Bagaimana bentuk kesatuan kerja sama usaha klinik kesehatan bersama? c. Bagaimana tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap risiko

usaha atau terhadap penerima pelayanan kesehatan (pasien) yang merasa dirugikan?

C. Tujuan dan Manfaat Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian tentang “ Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama “ (Studi pada usaha klinik kesehatan bersama Jl.AR.Hakim No.168) dilakukan dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama. 2. Untuk mengetahui bentuk kesatuan kerja sama usaha klinik kesehatan

bersama tersebut di dalam menjalankan kegiatan usahanya sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut terhadap segala resiko usaha atau terhadap penerimaan pelayanan kesehatan (pasien) yang dirugikan.

(17)

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai perjanjian dan persekutuan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan kepada pemerintah dalam mengambil langkah-langkah atau kebijaksanaan-kebijaksanaan lebih lanjut, terutama di bidang usaha klinik kesehatan bersama yang semakin berkembang dewasa ini, dan juga kepada badan legislatif dapat dipergunakan sebagai bahan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang usaha klinik kesehatan bersama. Di samping itu hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan pegangan bagi pengelola usaha klinik kesehatan bersama, maupun bagi pihak lain sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama “ (Studi pada usaha klinik kesehatan bersama di Klinik Madani Medan) sepanjang pengetahuan peneliti sampai saat ini belum pernah ada yang menelitinya.

E. Metode Penulisan

(18)

melalui penelitian ini penulis mengumpulkan data-data sekunder dengan cara membaca, mempelajari dan menguraikan pasal-pasal dalam Perundang-undangan, Pandangan dan Pendapat para ahli di bidang hukum khususnya yang menyangkut mengenai Usaha Klinik Kesehatan Bersama. Di samping itu, penulis juga mengumpulkan data-data primer melalui wawancara dengan Usaha Klinik Kesehatan Bersama dan juga menganalisa hal yang berhubungan dengan perjanjian dalam usaha bersama melalui data kepustakaan dan bahan-bahan sekunder lainnya.

F. Tinjauan Kepustakaan

Dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul : “ Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama ( di Klinik Madani No.168 Medan ) “Pengertian yang dikandung dalam judul tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: - Tinjauan : “ suatu telaah,sudut pandang”.4

- hukum Perdata: “hukum yang mengatur orang perorangan atau biasa disebut dengan hukum privat”.5

- usaha : “diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud”.6

- klinik: “Balai Pengobatan atau tempat mengobati orang sakit”.7

4

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 1976, Hal. 420

5

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, Hal. 444

6

Poerwodarminta, Op.cit, Hal.513

7

(19)

- klinik kesehatan : menurut Pasal 56 ayat 1 Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 yaitu : sarana kesehatan yang meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek gokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai penelitian kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.

- usaha klinik kesehatan bersama : Suatu kegiatan bersama atau berkelompok dalam suatu tempat (klinik) dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan, guna mengobati orang sakit agar memperoleh keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika uraian di dalam skripsi ini disusun dalam bab-bab sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

(20)

BAB II. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERIKATAN BERDASARKAN KUHPERDATA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Tinjauan Yuridis Tentang Perjanjian Sebagai Bagian dari Perikatan Berdasarkan KUHPerdata, khususnya mengenai Pengertian dan Istilah Perjanjian, Syarat Sahnya Perjanjian, Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian dan Wanprestasi dalam Perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA

Pada bab ini, penulis menguraikan tentang Tinjauan Umum Usaha Klinik Kesehatan Bersama, antara lain : Pengertian dan Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama, Syarat Pendirian Usaha Klinik Kesehatan Bersama, Bentuk Pelayanan Kesehatan Usaha Klinik Kesehatan Bersama, dan Bentuk Kesatuan Kerjasama dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI ( JL. AR. HAKIM NO.168 MEDAN )

(21)

dalam perjanjian antara Pasien dengan Usaha Klinik Kesehatan Bersama pada Klinik Kesehatan Bersama di Jl.AR Hakim No.168 Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, penulis menguraikan tentang Kesimpulan dan Saran mengenai permasalahan yang telah dibahas penulis serta saran-saran atas penulisan yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu

BAB. II

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERIKATAN DALAM KUHPERDATA

A.Pengertian dan Istilah Perjanjian

Pengaturan tentang perjanjian di Indonesia diatur di dalam KUHPerdata yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan, dimana didalamnya mencakup tentang perjanjian.

Buku III KUHPerdata terdiri dari 18 bab yang terbagi dalam 2 ketentuan yaitu Bab I sampai dengan Bab IV berisikan ketentuan umum tentang perikatan dan Bab V sampai dengan Bab XVIII berisikan tentang ketentuan khusus.

Istilah perikatan berasal dari bahasa Belanda, yaitu “verbintensis” dan hukum perikatan adalah “verbinenissenrecht”. Untuk perjanjian adalah

(22)

hubungan antara perikatan dan perjanjian masih banyak orang yang belum mengetahuinya. Masyarakat awam banyak yang beranggapan bahwa perikatan itu adalah perjanjian. Dimana hal itu tidaklah sama.

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu (kreditur) hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan (debitur), sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.8

Pengertian sersebut oleh para sarjana yang berkecimpung dalam bidang ilmu hukum dianggap memiliki beberapa kelemahan, karena di samping terlalu luas dan kurang lengkap juga tidak memberikan gambaran yang jelas tentang perjanjian itu sendiri.

Jadi dalam hal ini, menimbulkan hubungan hukum antara 2 (dua) orang tersebut yang dinyatakan perikatan. Dengan adanya perjanjian menerbitkan perikatan, perjanjian adalah sumber dari perikatan selain daripada undang-undang ( Pasal 1233 KUHPerdata ). Perikatan adalah suatu hal yang abstrak karena kita tidak dapat melihat dengan mata kepala kita sendiri adanya suatu perikatan, karena perikatan itu adalah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) orang, sedang perjanjian adalah suatu hak yang konkrit karena merupakan suatu peristiwa yang nyata dimana kita dapat melihat ataupun membaca suatu perjanjian ataupun mendengarkan perkataan- perkataan yang diatur dalam perjanjian itu.

Pengertian perjanjian sendiri diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata dimana dikatakan “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

8

(23)

”Dianggap terlalu luas, karena perjanjian tersebut diartikan sebagai “suatu perbuatan,” (handeling) dan bukan “perbutan hukum” ( rechts handeling). Yang termasuk kata “perbuatan” (handeling) adalah juga tindakan-tindakan seperti “zaak

waarneming”, “onrechtmatige daad” dan sebagainya, yang mana itu

menimbulkan perutangan karena undang-undang.” 9

Badrulzaman juga menyebutkan, pengertian perjanjian yang terdapat di dalam pasal 1313 KUHPerdata dapat mencakup hal-hal mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang juga dapat menimbulkan perjanjian, namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri, sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Begitu pula mengenai perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan.

Apabila setiap tingkat perjanjian dikatakan sebagai suatu perbuatan, dapat menimbulkan konsekuensi, bahwa segala macam perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum pun dapat dikatakan sebagai perjanjian.

10

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad yaitu, ”bahwa pengertian perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1313 KUHPerdata dapat juga mencakup pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam hukum keluarga, sedangkan perjanjian yang dimaksud oleh Buku III KUHPerdata hanya perjanjian yang bersifat kebendaan. “11

Dianggap kurang lengkap, karena dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Rumusan tersebut menimbulkan kesan adanya perjanjian sepihak, yaitu hanya menyangkut satu pihak saja yang mengikatkan diri kepada pihak yang lainnya.

9

M.Sri Soedewi Sofwan, Hukum Perdata Tentang Hukum Perhutangan Bagian B, Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1980, Hal. 1

10

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Buku III Hukum

Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983, Hal. 89 11

(24)

Dianggap tidak memberikan gambaran yang jelas, karena belum menunjukkan tentang maksud diadakannya perjanjian itu, yaitu untuk menimbulkan adanya akibat hukum. Perjajian yang tidak menimbulkan akibat hukum tidak dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak untuk mempertahankan kepentingan kepada pihak lain.

Dengan adanya beberapa kelemahan tersebut, kemudian para sarjana memberikan sumbangan pemikirannya dengan memberikan pengertian perjanjian yang lebih jelas, yaitu antara lain :

Subekti merumuskan:

“Perjanjian kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.12

“perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.

Abdulkadir Muhammad menyebutkan:

13

“Perjanjian adalah suatu hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam lalu lintas hukum yang mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara mereka yang berkenaan dengan barang dan jasa.”

Ridwan Halim memberikan pengertian perjanjian sebagai berikut.

14

Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa: “perjanjian adalah hubungan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.15

12

R.Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, Hal.1

13

Abdulkadir Muhammad, Op.cit, Hal.78

14

(25)

Menurut Franken, “perjanjian pada umumnya adalah perbuatan hukum yang berisi banyak antara dua pihak atau lebih mengadakan.”16

M. Yahya Harahap, memberikan defenisi tentang perjanjian. “Perjanjian adalah suatu hubungan atau harta benda antara dua pihak atau lebih memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.”

Comunis opinion doctorium dengan bertitik tolak pada pasal 1313 BW berupaya

untuk memberikan pengertian perjanjian yang lebih jelas, yaitu bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang berisi dua untuk menimbulkan persesuaian kehendak guna melahirkan akibat hukum. Suatu perbuatan hukum yang berisi dua di sini adalah perbuatan penawaran dan penerimaan.

Pengertian perjanjian seperti ditegaskan oleh doktrin modern tersebut menunjukkan, bahwa suatu perjanjian bukan lagi dipandang sebagai satu perbuatan yang berisi dua (Een tweezijdige rechts handeling), tetapi merupakan dua perbuatan yang masing-masing berisi satu (Twee een zijdige rechts handeling). Pengertian tersebut juga menegaskan, bahwa untuk mewujudkan suatu perjanjian harus ada kata sepakat atau konsensus dari para pihak. Jika tidak ada kata sepakat dari para pihak, maka tidak mungkin terjadi suatu perjanjian.

17

15

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1986, Hal.95

16

Ibid, Hal.15

17

M.Yahya Harahap, Segi- segi Hukum Perjanjian, PT.Alumni,Bandung,1986,Hal.13.

(26)

Dengan adanya pengertian perjanjian yang diberikan oleh para sarjana di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana 2 (dua) pihak saling mengikat dirinya atau seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, yang dapat dituntut pelaksanaanya oleh salah satu pihak yang lain yang tidak memenuhi janjinya. Dan pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu dan dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Perjanjian yang dibuat tertulis mempunyai keuntungan daripada perjanjian lisan karena perjanjian tertulis dapat sebagai alat pembuktian apabila terjadi suatu perselisihan.

B.Syarat Sahnya Perjanjian

Hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak, yang termuat di dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat para pihak bagaikan undang-undang. Jadi setiap orang dapat mengikat perjanjian dengan syarat- syarat yang ditetapkan sendiri, tetapi tidak menyimpang dari ketentuan yang terdapat dalam undang-undang sehingga diakui oleh hukum. KUHPerdata mengatur syarat- syarat yang diberlakukan untuk sahnya perjanjian dalam Buku III Bab 2 bagian kedua (pasal 1320- 1337 KUHPerdata).

Syarat untuk sahnya perjanjian tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi: untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:

(27)

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Keempat syarat sahnya perjanjian dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Sepakat mereka yang membuat perjanjian

”Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui

(overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang

menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).”18

18

Mariam darus Badrulzaman,dkk,Op.cit,Hal.74.

Jadi kata sepakat adalah, bahwa kedua subjek yang membuat perjanjian itu harus setuju, atau seia sekata, menganai hal- hal pokok dari perjanjian yang harus dibuat itu, apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga harus dikehendaki pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik.

(28)

Ada 4 (empat) teori yang mencoba memberikan penyelesaian persoalan itu sebagai berikut:

a) Uitings theorie (teori saat melahirkan kemauan). Menurut teori ini

perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah dilahirkan kemauan menerimanya dari pihak lain. Kemauan ini dapat dikatakan telah dilahirkan pada waktu pihak lain mulai menulis surat penerimaan.

b)Verzend theorie (teori saat mengirimkan suatu penerimaan). Menurut teori

ini perjanjian terjadi saat surat penerimaan dikirimkan kepada si penawar. c) Onwangs theorie (teori saat menerima surat penerimaan). Menurut teori ini

perjanjian pada saat menerima surat penerimaan sampai di alamat penawar.

d)Vernemings theorie (teori saat mengetahui surat penerimaan). Menurut

teori ini perjanjian baru terjadi, apabila si penawar telah membuka dan membaca surat penerimaan itu.19

Menurut Subekti menyatakan bahwa menurut ajaran yang dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat dimana pihak melakukan penawaran (efferte) yang termaktub dalam surat tersebut, sebab delik itulah dapat dianggap sebagai delik lahirnya kesepakatan. Bahwa mungkin ia tidak membaca surat itu maka hal itu menjadi tanggung jawab sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat- surat yang diterimanya dalam waktu sesingkat- singkatnya.20

a) Salah pengertian atau kekhilafan

Kata sepakat harus diberikan secara bebas atau sukarela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat yang diberikan akan menjadi tidak sah, apabila kata sepakat diberikan karena:

b) Paksaan, atau c) Penipuan

Ad.a Salah pengertian

Salah pengertian terjadi apabila pihak yang bersangkutan menghendaki sesuatu dan membuat pernyataan yang sesuai dengan kehendak itu tetapi

19

Riduan Syahrani, Seluk beluk dan Asas- Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 1992,Hal.215.

(29)

ternyata kehendak itu didasarkan atas suatu gambaran atau anggapan yang tidak benar. Suatu gambaran atau anggapan yang tidak benar haruslah mengenai inti atau pokok dari perjanjian, jadi harus mengenai objek dan prestasi yang dikehendaki.

Ad.b Paksaan

Paksaan adalah kekerasaan jasmani atau ancaman dengan sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh hukum yang menimbulkan ketakutan pada seseorang sehingga ia membuat suatu perjanjian. Di sini paksaan harus benar- benar menimbulkan ketakutan bagi yang menerima paksaan (pasal 1324 KUHPerdata).

Ad.c Penipuan

Penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja melakukan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya (pasal 1328 KUHPerdata).

Kata sepakat yang diberikan karena salah pengertian, paksaan atau penipuan adalah tidak sah, karena persetujuan diberikan dengan cacat kehendak. Perjanjian yang dibuat dengan demikian dapat dimohonkan pembatalannya kepada Pengadilan Negeri oleh pihak yang bersangkutan. Menurut pasal 1454 KUHPerdata, pembatalannya dapat dimintakan dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun, dalam hal ada paksaan dihitung sejak hari pertama paksaan berhenti, dalah hal ada kekhilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya kekhilafan dan penipuan ini.

(30)

Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar- benar mempunyai kewenangan membuat suatu perjanjian, dengan lain perkataan pihak yang bersangkutan harus cakap untuk berbuat menurut hukum, dan harus menyadari benar akan tanggung jawab yang dipikulnya sebagai akibat dari perjanjian, yang dibuatnya itu. Undang- undang menyatakan dengan jelas, siapa- siapa yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

Pasal 1330 KUPerdata, menyatakan bahwa orang- orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

a. Orang- orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan dalam undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu

Mengenai orang-orang perempuan yang dimaksud di atas, diatur dalam Pasal 108 KUHPerdata yang menyatakan seorang wanita yang bersuami, yang hendak melakukan perjanjian, memerlukan bantuan atau izin dari suaminya. Jadi menurut pasal ini wanita yang bersuami tidak cakap membuat perjanjian. Namun, Pasal ini dilihat sangat merendahkan derajat kaum wanita dan oleh karena itu, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan SEMA No.3 Tahun 1963, tanggal 14 Agustus 1963, yang isinya antara lain, agar para hakim tidak menerapkan pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya.

(31)

dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumahtangga dan pergaulan bermasyarakat. Dan dalam ayat 2 dikatakan lebih lanjut bahwa masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Jadi dengan demikian maka istri diperbolehkan melakukan perbuatan hukum seperti halnya mengadakan perjanjian jual- beli, sewa- menyewa, dsb

Maka orang- orang yang dapat membuat perjanjian adalah:

a. Orang- orang yang sudah dewasa

b. Orang- orang yang tidak berada dalam pengampuan

Ad.a Orang-orang yang sudah dewasa

Menurut pasal 1330 KUHPerdata, orang dewasa adalah orang yang telah berumur 21 tahun, atau yang berumur kurang dari 21 tahun, akan tetapi sebelumnya pernah menikah. Menurut UU No.1 tahun 1974, tentang perkawinan yang boleh melangsungkan perkawinan bagi pria adalah 19 tahun dan bagi wanita adalah 16 tahun dan ada pula ketentuan dalam Undang-Undang ini bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan tapi usianya belum genap 21 tahun harus mendapat izin dari orang tuanya, batas usia dewasa menurut Mahkamah Agung belum ada kesepakatan, namun dalam lokakarya hukum yang diadakan bagi para hakim di Indonesia, selalu dikemukakan bahwa selama belum ada ketegasan dari Mahkamah Agung, batas usia dewasa adalah tetap 21 tahun dan sebelumnya belum pernah menikah.

(32)

Orang yang berada dalam pengampuan menurut pasal 433 KUHPerdata adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan :

1. Dungu

2. Sakit otak

3. Gelap mata ( pemarah ), dan

4. Boros

Dianggap juga di bawah pengampuan walaupun kadang-kadang seseorang tersebut cakap menggunakan pikirannya, dan untuk melakukan perbuatan hukum orang yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh pengampunya.

3) Suatu hal Tertentu

Suatu perjanjian haruslah mempunyai suatu hal (bepaald onderwerp) tertentu, sekurang- kurangnya dapat ditentukan bahwa suatu hal tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada, antara lain:

a. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan

b. Barang- barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung- gedung umum dan sebagainya, tidaklah dapat dijadikan obyek perjanjian

c. Dapat ditentukan jenisnya d. Barang yang akan datang21

Dalam pasal 1333 KUHPerdata menyatakan, bahwa paling sedikit yang menjadi obyek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, baik mengenai benda

21

(33)

berwujud maupun tidak berwujud. Objek perjanjian dapat pula berupa barang- barang yang diharapkan akan ada di kemudian hari, jadi barang itu belum ada saat perjanjian dibuat (pasal 1334 KUHPerdata). Dalam perjanjian kredit objeknya jelas adalah sejumlah uang.

Syarat bahwa prestasi itu harus ditentukan atau dapat ditentukan, guna untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum.

4) Suatu sebab yang halal

Syarat terakhir untuk sahnya suatu perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Yang dimaksud sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, yang mana isi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,ketertiban umum dan nilai kesusilaan sesuai dengan Pasal 1337 KUHPerdata.

Contohnya: perdagangan anak dan perempuan adalah dilarang, karena bertentangan dengan kesusilaan.

(34)

Dalam pasal 1335 KUHPerdata ditegaskan bahwa perjanjian akan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, jika dibuat tanpa sebab atau dibuat berdasarkan sebab yang palsu atau sebab yang terlarang.

Perjanjian dibuat tanpa sebab jika tujuan dimaksud oleh pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak tercapai, misalnya apabila dibuat suatu perjanjian novasi (pambaharuan hutang) atas suatu perjanjian yang tidak ada sebelumnya.

Yang dimaksudkan dengan sebab yang palsu adalah suatu benda yang dibuat oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu, misalnya apabila dibuat perjanjian jual–beli morfin untuk pengobatan yang sebenarnya adalah dipakai secara bebas di luar.

(35)

C. Macam- Macam Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan atas beberapa macam. Adapun macam- macam daripada perjanjian itu adalah:

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut, contoh: perjanjian jual- beli (pasal 1457 KUHPerdata), perjanjian sewa- menyewa dan perjanjian kredit.

2. Perjanjian cuma- Cuma, adalah suatu perjanjain dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa mendapatkan keuntungan baginya, contoh: Hibah (pasal 1666 KUHPerdata) dan pinjam pakai (pasal 1740 KUHPerdata).

3. Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang terdapat prestasi dari pihak yang satu dan selalu terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum atau dengan pengertian yang lebih sederhana lagi dapat diartikan perjanjian yang mewajibkan masing- masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, contoh: Perjanjian pinjam- ganti dengan bunga.

(36)

bernama antara lain: jual beli, sewa- menyewa, tukar- menukar, hibah dan lain- lain. Pengaturan tentang perjanjian bernama/ khusus ini terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata. Sedangkan perjanjian tidak bernama/ umum merupakan perjanjian yang dikenal tanpa sebutan khusus diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian tidak bernama/ umum ini antara lain: leasing, franchise dan lain- lain. Lahirnya perjanjian tidak bernama/ umum ini karena adanya azas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian.

5. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan melakukan penyerahan kepada pihak lain diantara pihak- pihak yang mengikat dirinya ke dalam perjanjian tersebut. Contoh, jual- beli dikatakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban kepada pihak lain melakukan penyerahan (merupakan perjanjian kebendaan).

6. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdapat berbagai unsur daripada perjanjian, seperti: hotel yang menyewakan kamar (sewa- menyewa) dan menyajikan makanan (jual- beli) dan juga memberikan pelayanan.

7. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dimana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda keapda orang lain dimana hal ini menimbulkan kewajiban baginya untuk menyerahkan barang itu kepada orang lain.

(37)

perjanjian telah tercapainya suatu penyesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan, berdasarkan KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal 1338 KUHPerdata) sedangkan Perjanjian rill adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah diadakan penyerahan barang oleh pihak yang membuat perjanjian, misalnya, penitipan barang (pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (pasal 1470 KUHPerdata).

9. Perjanjian pembuktian adalah perjanjian antara para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka yang membuat perjanjian tersebut.

10.Perjanjian untung- untungan (bewijsovereenkomst) adalah perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Contoh, perjanjian asuransi (pasal 1774 KUHPerdata)

11.Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada di dalam perjanjian sebelumnya, misalnya, pembebasan hutang (pasal 1438 KUHPerdata).

(38)

D. Tanggung Jawab para Pihak dalam Perjanjian

KUHPerdata sangat menekankan mengenai tanggung jawab atau kewajiban para pihak dalam perjanjian atau biasa disebut dengan prestasi. Prestasi untuk melaksanakan kewajiban tersebut memiliki dua unsur penting. Pertama, berhubungan dengan persoalan tangggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh pihak yang berkewajiban (schuld ) dan yang kedua yaitu : berkaitan dengan pemenuhan kewajiban dari harta kekayaan dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban tersebut, tanpa memperhatikan siapa pihak yang memenuhi kewajiban tersebut (haftung ). Azas pokok dari haftung diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang isinya antara lain : “ segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. “

(39)

Mengenai tanggung jawab para pihak dalam perjanjian yaitu sama halnya dengan prestasi. Prestasi diatur dalam pasal 1234 BW yang mengelompokkan perikatan berdasarkan wujud dari isi prestasi perikatannya yang dibedakan atas:

1. Untuk memberikan sesuatu

2. Untuk melakukan/ berbuat sesuatu 3. Untuk tidak melakukan sesuatu

Ad.1. Untuk memberikan sesuatu

Arti memberikan sesuatu ditandai dengan adanya penyerahan

(levering) yang memberikan sesuatu baik berupa benda berwujud maupun

benda tidak berwujud. Contohnya, kewajiban si penjual dalam suatu perjanjian jualbeli yang mana dalam perjanjian jual- beli si penjual berkewajiban untuk menyerahkan apa yang menjadi objek dari jual beli.

Ad.2. Untuk melakukan/ berbuat sesuatu

(40)

berkewajiban untuk melakukan sesuatu pekerjaan tertentu, dan memikul kewajiban perikatan untuk melakukan sesuatu.

Ad.3. Untuk tidak melakukan sesuatu

Kewajiban dalam perikatan untuk tidak melakukan sesuatu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung. Contohnya, dua orang yang bertetangga berjanji untuk tidak membangun pagar diantara rumah mereka. Apabila salah satu pihak ternyata membangun pagar diantara rumah mereka, maka pihak tersebut dianggap telah melanggar perjanjian.

“Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa semua perikatan sebagaimana yang dikenal dalam KUHPerdata dapat digolongkan kedalam salah satu dari ketiga kelompok perikatan tersebut di atas”.22

E. Wanprestasi dalam Perjanjian

Wanprestasi adalah keadaan dimana seseorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh undang-undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat daripada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Jika tidak ditentukan lain daripada isi perjanjian tersebut maka seseorang atau sering disebut dengan debitur harus segera memenuhi prestasi ( harus segera

menpresteerd ).23

Dalam KUHPerdata, Wanprestasi diatur dalam pasal 1266 KUHPerdata yang isinya antara lain : syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak

22

Ibid, Hal.50

23

(41)

memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.

“Secara umum ada 3 macam bentuk Wanprestasi, yaitu”: 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

2. Keliru berprestasi 3. Terlambat berprestasi24

Menurut Prof.Dr.Mariam Darus Badrulzaman,S.H.,wujud dari wanprestasi itu ada 3, yaitu :

1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan. 2. Debitur terlambat memenuhi perikatan.

3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.25

Ad. 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

Dalam hal debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi, hal tersebut bisa disebabkan karena debitur memang tidak mau berprestasi atau juga bisa disebabkan karena debitur secara objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak lagi mampu berprestasi.

Ad.2. Keliru berprestasi

Dalam hal ini, debitur menyangka dirinya telah memberikan prestasi padahal sebenarnya belum, disebabkan debitur tersebut memberikan prestasi lain dari apa yang diperjanjikan, misalnya dalam

24

L.Satrio, Hukum Perikatan, Alumni, 1999, Bandung,Hal.122.

25

(42)

perjanjian jual- beli mobil warna mobil yang diperjanjikan adalah warna hitam ternyata yang diberikan mobil berwarna merah. Dalam hal tersebut maka debitur dianggap tidak berprestasi.

Ad.3. Terlambat berprestasi

Dalam hal ini debitur memberikan prestasi dengan objek yang beanr, tetapi tidak sesuai dengan masa tenggang waktu yang diperjanjikan. Jadi debitur tersebut dapat dikatakan terlambat berprestasi, orang yang terlambat berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai.

Akibat Wanprestasi Pada Umumnya Mengenai Penggantian Biaya, Kerugiandan Bunga.

Wanprestasi dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya atau tidak dipenuhinya perjanjian tersebut karena adanya unsur salah mengakibatkan adanya tuntutan hukum.

Dalam pasal 1236- 1243 KUHPerdata dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya, kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos- ongkos, kerugian dan bunga.

(43)

“ Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaiakannya, atau jika sesuatu harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. “

Akibat hukum yang demikian menimpa debitur baik dalam perikatan yang memberikan sesuatu, untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu. Selanjutnya dalam pasal 1237 KUHPerdata mengatakan bahwa sejak debitur lalai maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Berdasarkan pasal 1266, sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi. Namun, hal tersebut tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap menuntut pemenuhan prestasi dari debitur

(44)

Jadi dapat dilihat bahwa perikatan baru yang timbul akibat terjadinya wanprestasi itu, antara lain berupa :

1. ongkos

2. rugi dan

3. bunga.

Ad.1. ongkos

Ongkos adalah : “ biaya yang dikeluarkan oleh debitur dalam perjanjian.”26

Rugi adalah : “ kerugian yang diderita oleh kreditur akibat adanya wanprestasi.”

Contohnya : biaya notaris, biaya perjalanan, dan lain-lain.

Ad.2. rugi

27

Bunga adalah : “keuntungan yang seharusnya diterima oleh kreditur jika tidak terjadi wanprestasi.”

contohnya : kerusakan atas barang-barang yang sudah dibayar.

Ad.3. bunga

28

26

Komariah, Op.Cit, Hal.152

27

Ibid, Hal.153.

28

Ibid, Hal.154.

(45)

perjanjian, sehingga B kehilangan keuntungan yang akan diperolehnya jika pertunjukan berlangsung.

Ada 3 macam jenis bunga, yaitu :

1. Bunga convensional

Yaitu : bunga yang diperjanjikan antara debitur dan kreditur. Contoh : A meminjam uang kepada B dengan bunga 15% pertahun 2. Bunga compensatoir, ialah bunga yang harus dibayar debitur kepada

kreditur sebagai keterlambatan debitur dalam memenuhi prestasinya (penyerahan barang), sehingga harus mengambil uang dari modalnya untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga dengan harga yang telah naik.

3. Bunga moratoire, yaitu : bunga yang harus dibayar debitur yang terlambat mengembalikan pinjamannya. ( besarnya bunga moratoire menurut LN.No 22 Tahun 1848 adalah 6 % pertahun ).29

Jadi dapat disimpulkan bahwa penuntutan penggantian biaya, kerugian dan bunga dibebankan kepada debitur yang tidak dapat melaksanakannya kewajibannya apakah itu karena melanggar janji, ataupun karena kelalaian si debitur itu sendiri dan sepanjang debitur diminta pertanggungjawabannya oleh kreditur untuk melaksanakan kewajibannya.

29

(46)

BAB III

TINJAUAN UMUM USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA

A. Pengertian dan dasar hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama

Pengertian Usaha Klinik Kesehatan Bersama

(47)

Perubahan orientasi tersebut akan mempengaruhi proses penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Dengan diundangkannya Undang- undang No. 23 tahun 1992 dapat dikatakan sebagai jawaban terhadap kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

Dalam Undang- undang Kesehatan tahun 1992 tidak ada dijumpai istilah atau pengertian tentang klinik kesehatan, hanya dalam pasal 56 ayat 1 ditentukan, sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek gokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai penelitian kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.

Sarana kesehatan lain yang dimaksud sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 56 ayat 1 Undang- undang No. 23 tahun 1992 adalah antara lain: Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), Balai Pengobatan Penyakit Paru- Paru (BP4), Pusat atau Balai atau Statiun Penelitian Kesehatan, Rumah Bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

(48)

“Dalam kamus umum bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, klinik diartikan sebagai balai pengobatan atau tempat mengobati orang sakit.”30

1. WHO, mengartikan “sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang dipunyainya.”

Mengenai pengertian kesehatan ada beberapa pendapat, diantaranya adalah:

31

2. Dalam Undang- undang No. 23 tahun 1992 Pasal 1 (1) disebutkan bahwa “kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Dalam hubungan dengan pengertian kesehatan, ada dua (2) aspek dari kesehatan, yaitu aspek upaya sehat dan aspek sumber daya kesehatan. Aspek upaya kesehatan salah satunya adalah pemeliharaan kesehatan, sedangkan aspek sumber daya kesehatan terdiri dari sarana kesehatan, antara lain: Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, tempat Praktik Dokter dan tenaga kesehatan antara lain Dokter, Apoteker, Perawat, Bidan.32

30

Poerwadarminta, Op. cit, hal. 513.

31

A.Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, Hal.6.

32

Wilachandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, Hal.15

Kata “bersama” dalam kamus umum bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta diartikan sebagai berbareng atau kelompok.

(49)

Praktik bersama atau berkelompok baik yang dilakukan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis diselenggarakan dalam suatu tempat (klinik), sehingga dapat disebut sebagai klinik kesehatan bersama.

“Kata “usaha” diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud”.33

33

Poewodarminta. Op.Cit, Hal.213

Dari arti kata- kata tersebut di atas dapat dirumuskan pengertian Usaha Klinik Kesehatan Bersama tersebut yaitu Suatu kegiatan bersama atau berkelompok dalam suatu tempat (klinik) dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan, guna mengobati orang sakit agar memperoleh keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Klinik kesehatan bersama yang menjalankan suatu usaha dapat disebut sebagai badan usaha, yaitu perusahaan atau bentuk usaha yang berbentuk badan hukum yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.

Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama

(50)

“ Salah satu diataranya yang dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan”.34

“Adapun yang dimaksud dengan penyedia pelayanan kesehatan (health

provider) adalah pihak yang bertanggungjawab secara langsung dalam

menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan .”

Usaha klinik kesehatan bersama yang menyelenggarakan pelayanan medik, baik pelayanan medik dasar maupun pelayanan medik spesialistik merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu unsur di dalam sistem kesehatan, yaitu sebagai penyedia pelayanan kesehatan.

35

Dengan demikian Undang-undang Kesehatan dan juga Sistem Kesehatan Nasional memang mengakui adanya peranan pihak swasta. Sebagai akibat dari telah dibenarkannya pemilik mulai banyak didirikan usaha-usaha klinik kesehatan swasta yang diseleggarakan secara bekerja sama dan dikelola secara komersial serta yang berorientasi untuk mencari keuntungan.

Ditinjau dari segi pihak yang menyelenggarakan , maka sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang tercantum dalam sistem kesehatan Nasional terutama dalam uraian tentang bentuk-bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional, maka pelayanan medik di Indonesia dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu pelayanan medik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh pihak swasta.

34

A.Azwar.Op.Cit, Hal.1.

35

(51)

Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, bahwa pendirian usaha klinik kesehatan bersama dapat terjadi karena adanya kerjasama yang diadakan antara pengusaha apotek atau pemilik modal dengan para dokter. Mereka mengadakan kerjasama karena masing-masing pihak saling membutuhkan, yaitu pihak dokter membutuhkan tempat yang strategis untuk menyelenggarakan kegiatannya sehingga mudah dikunjungi oleh setiap orang yang membutuhkan pelayanan medik. Sedangkan pihak pengusaha apotek mengharapkan dari penukaran resep umumnya akan langsung menukarkan resepnya pada apotek tersebut ( apotek yang terdekat), sehingga dengan demikian volume penjualan obat akan menjadi lebih banyak dan keuntungan yang lebih besar.

Dengan demikian terjadi perjanjian antara pemilik apotek atau pengusaha klinik dengan para dokter, sehingga dapat disebutkan bahwa dalam pendirian usaha klinik kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian sebagaimana diatur di dalam Buku III KUHPerdata. Hal ini sesuai dengan pasal 1319 KUHPerdata yang menentukan bahwa :

Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu.

Menurut Wirjono Prodjodkoro, “sistem perundang-undangan yang kini dianut, dasar hukum dari segala perkumpulan adalah adanya suatu persetujuan

(overeenkoms) antara pihak-pihak yang bersangkutan.”36

36

(52)

Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan bentuk persekutuan perdata (maatschap) merupakan perjanjian berdasarkan atas penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian berdasarkan atas penyerahan milik, maka tunduk pada perjanjian khusus (bijzondere ovreenkomst) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata.

Usaha klinik kesehatan bersama yang menggunakan bentuk perseroan Terbatas di samping tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian , juga tunduk pada ketentuan –ketentuan tentang PT yang diatur dalam Undang-undang RI No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Oleh karena kerjasama yang diadakan oleh para peserta dalam usaha klinik kesehatan bersama tunduk pada peraturan-peraturan umum tentang perjanjian, maka dapat disebutkan bahwa dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama adalah perjanjian yang tercantum di dalam Buku III KUHPerdata.

Perjanjian yang diadakan oleh peserta dalam pendirian usaha klinik kesehatan bersama adalah sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Meliala menyebutkan bahwa:

“Prinsip kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam Undang-undang maupun belum diatur dalam Undang-undang.”37

37

(53)

Menurut Erman Rajaguguk “prinsip kebebasan berkontrak ini diberlakukan secara luas dalam praktik hukum di Indonesia, bahkan prisip ini menjadi begitu penting karena digunakan sebagai prinsip kunci dan mengembangkan berbagai jenis perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum dan praktik hukum di Indonesia.”38

1. Kumpulan orang-orang yang bersama-bersama bertujuan untuk mendirikan suatu badan yaitu perkumpulan.

Prinsip kebebasan yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut tidak berarti bahwa mereka yang membuat perjanjian itu bebas sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat suatu perjanjian ada pembatasnya, yaitu sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata.

Jika yang mengadakan perjanjian itu subjeknya berupa Badan Hukum, maka untuk dapat melakukan perbuatan hukum, dalam Pasal 1654 KUHPerdata dinyatakan dengan tegas :

2. Kumpulan harta kekayaan yang disediakan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Perjanjian yang menjadi dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama adalah hanya mengenai perjanjian untuk menimbulkan perikatan yang disebut dengan perjanjian obligatoir (memberi hak dan kewajiban kepada kedua

38

(54)

belah pihak), tidak berlaku bagi perjanjian jenis lainnya seperti misalnya perjanjian pembuktian.

Akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian adalah berbeda dengan akibat hukum dari perjanjian yang diadakan untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama, karena dalam perjanjian perndirian usaha klinik kesehatan bersama akibat hukum yang ditimbulkan adalah sama atau manfaat yang diperolehnya adalah sama.

Meskipun pendirian usaha klinik kesehatan bersama mempunyai dasar hukum perjanjian yang tercantum dalam KUHPerdata, tetapi para peserta yang membuat perjanjian itu tetap harus memperhatikan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik atau kedokteran.

Dari hasil penelitian dapat dikemukakan, bahwa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta dibidang medik adalah:

1. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 920/Men. Kes/Per/XII/86 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik.

(55)

3. Surat Keputusan Direktur Jendera Pelayanan Medik No. 098/Yan.Med/RSKS/1987 Tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan menteri kesehatan R.I. No.920/Men.Kes/Per/XII/86 Tentang upaya pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, khusus bentuk Pelayanan Medik, khusus Bentuk Pelayanan Medik Spesialistik.

4. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1988 Tentang Masa Bakti dan Praktik Dokter dan Dokter Gigi.

5. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.385/Men.Kes/Per/V/1988 Tentang Pelaksanaan Masa bakti dan ijin Praktik Bagi dokter dan Dokter Gigi.

6. Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan R.I No.0210/SJ/SE/HMH/III/1989 Tentang petunjuk Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Praktek Bagi Dokter dan Dokter Gigi.

(56)

B. Syarat Pendirian Usaha Klink Kesehatan Bersama

Dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama ada beberapa orang yang ikut didalamnya sebagai peserta. Mereka melakukan perbuatan-perbuatan hukum, dalam hal ini perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan yang berakibat hukum yang ditimbulkan oleh kehendak dari dua subyek hukum atau lebih yang sering disebut dengan perjanjian, karena kedua belah pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal yang telah mereka sepakati bersama. Mengenai syarat umum dari pendirian usaha klinik kesehatan sama halnya dengan syarat sahnya perjanjian yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Sebab, pendirian usaha klinik kesehatan bersama ini didasarkan dengan adanya perjanjian oleh para pihak. Sedangkan syarat khusus adalah syarat yang berhubungan dengan bentuk pelayanan kesehatan di bidang medik.

Untuk penyelenggaraan Pelayanan Medik Dasar harus mempunyai izin yang dapat terdiri dari :

a. Izin sementara yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Izin sementara ini berlaku selama enam (6) bulan dan dapat diperpanjang maksimal satu kali.

(57)

Untuk memperoleh izin tetap harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan didalam keputusan Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI No. 664/BINKESMAS/DJ/V/1987 tentang petunjuk pelaksanaan Usaha Kesehatan Swasta di Bidang Pelayanan Medik Dasar, yaitu pada Pasal 3 mengenai Praktik berkelompok Dokter Umum atau Dokter Gigi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Pemohon adalah pimpianan yayasan atau dokter penanggungjawab

b. Dilaksanakan minimal oleh tiga orang dokter umum atau tiga orang dokter gigi

c. Adanya pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi pemohon perorangan

d. Mempunyai surat izin sementara dan rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat

e. Rekomendasi Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/ Kodya setempat

f. Kelengkapan bangunan pelayanan disesuaikan dengan syarat kesehatan untuk pelayanan kesehatan

g. Kelengkapan lain, yaitu terdiri dari: 1) Salinan/ fotokopi akte pendirian

2) Salinan/fotokopi izin gangguan dari Pemerintah Daerah setempat

(58)

4) Salinan/fotokopi Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin Praktek (SIP) dokter- dokter pelaksana.

Mengenai persyaratan bangunan sesuai dengan lampiran I keputusan Direktur Jendral Pembinaan Masyarakat No.664/BINKESMAS/DJ/V/1987 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Papan Nama

a. Untuk membedakan identitas maka setiap bentuk pelayanan Medik Dasar swasta harus mempunyai nama tertentu yang diambil dari nama yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal atau nama lain yang sesuai fungsinya.

b. Ukuran papan nama luasnya maksimal 1x1,5 meter

c. Tulisan huruf balok warna hitam dan dasarnya berwarna putih

d. Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat

e. Nama- nama dokter dan jadwalnya pada praktek berkelompok dipasang di ruang tunggu pasien.

2. Tata Ruang

a. Setiap ruang periksa mempunyai luas minimal 2x3 meter

b. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai satu ruang periksa, satu ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan, satu ruang tunggu dan satu kamar mandi/WC

(59)

3. Lokasi

a. Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah setempat/ Tata Kota, tidak berbaur atau satu atap dengan kegiatan umum lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan yang sejenisnya

b. Tidak berdekatan dengan lokasi bentuk pelayanan yang sejenis dan juga agar sesuai dengan fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

4. Hak Guna Pakai

a. Mempunyai surat pemilikan bangunan/ surat hak milik/ surat hak guna pakai

b. Mempunyai surat hak guna pakai/ surat kontrak bangunan minimal selama dua tahun

(60)

a. Praktik berkelompok dokter spesialis dari satu disiplin keahlian dapat dilaksanakan apabila mempunyai tiga dokter spesialis dari satu disiplin keahlian.

b. Praktik berkelompok dokter spesialis dari tiga atau lebih disiplin keahlian, dapat dilaksanakan apabila mempunyai minimal tiga dokter spesialis dari masing- masing disiplin keahlian.

c. Praktik berkelompok dokter spesialis dapat dibuka 24 jam atau sebagai praktek sore.

d. Nama praktik berkelompok dokter spesialis.

Untuk membedakan identitas, maka setiap praktik berkelompok dokter spesialis harus mempunyai nama tertentu yang dapat diambil dari nama yang berjasa dibidang kesehatan yang telah meninggal atau nama lain yang sesuai dengan fungsinya

e. Pemasangan papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat

f. Penyelenggara.

Praktik berkelompok dokter spesialis diselenggarakan oleh yayasan yang berbentuk badan hukum atau perorangan. Bila diselenggarakan oleh perorangan, maka yang bersangkutan adalah sebagai pengelola/pimpinan praktik berkelompok dokter spesialis tersebut.

g. Bentuk pelayanan.

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak daun Eupathorium inulifolium memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dalam meredam radikal bebas yaitu sebesar 38,9 ppm.

Yang menjadi pengurus pada divisi tajwid tahsin adalah mahasiswa yang sebelumnya telah mengikuti pembelajaran atau menjadi anggota pembelajaran selama 1 tahun atau 2

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas), telah menggariskan beberapa hal berkenaan dengan

karbon sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam larutan elektrolit jenuh karbon dioksida yang sesuai dengan kondisi di industri petroleum serta mempelajari mekanisme

Artinya tidak ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung kombinasi hormonal dengan kejadian vaginal discharge patologis, walaupun dalam penelitian

7 ANANDA RAYHAN PUTRA FIRDAUS SDIT LUQMAN AL HAKIM 4 BERBAKAT A 8 ANDINI SALSABILA NAJIYYA TSAQIIFA SD MUHAMMADIYAH 1 KRIAN 4 BERBAKAT A. 9 ANDREA FITRI AZ ZAHRA SD YIMI GRESIK

Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda..

Selanjutnya peserta yang dinyatakan diterima dapat melakukan pendaftaran ulang (Registrasi) dengan mengikuti ketentuan pada Pengumuman Pendaftaran Ulang (Registrasi)