• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

C. Syarat sah dan dasar hukum perjanjian terapeutik

Adapun keempat hal persetujuan tersebut diperlukan karena bentuk persetujuan pasien hanya dalam bentuk lisan sehingga kesepakatan yang terjadi merupakan kesepakatan dalam bentuk abstrak, dan pada saat dokter melakukan terapi maka persetujuan pasien yang abstrak berubah menjadi suatu persetujuan yang konkrit. Sehingga apabila setelah proses pengobatan terjadi hal-hal yang merugikan pasien, dimana dokter tidak melakukan keempat langkah di atas, maka pasien akan sulit untuk meminta pertanggung jawaban dari dokter.

1. Syarat sah perjanjian terapeutik

Semua bentuk perikatan haruslah taat terhadap asas-asas yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 66

65

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,

Penerbit:PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm.30

66

R.Subekti & Tjitrosudibio,Op.cit,hlm.339

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang halal.

Unsur pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif, karena kedua unsur ini langsung menyangkut orang atau subjek yang membuat perjanjian. Apabila salah satu dari syarat subjektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut atas permohonan pihak yang bersangkutan dapat dibatalkan oleh hakim. Maksudnya perjanjian tersebut selama belum dibatalkan tetap berlaku, jadi harus ada putusan hakim untuk membatalkan perjanjian tersebut. Pembatalan mulai berlaku sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap(etnunc), jadi perjanjian itu batal tidak sejak semula atau sejak perjanjian itu dibuat.

Sedangkan unsur ketiga dan keempat disebut unsur objektif, dikatakan demikian karena kedua unsur ini menyangkut objek yang diperjanjikan. Jika salah satu unsur ini tidak terpenuhi, perjanjian tersebut atas permohonan pihak yang bersangkutan dalam putusan hakim dapat dinyatakan batal demi hukum oleh hakim, maka perjanjian tersebut diangggap tidak pernah ada.Jadi pembatalannya adalah sejak semula, konsekuensi hukumnya bagi para pihak, posisi kedua belah pihak dikembalikan pada posisi semula sebelum perjanjian itu dibuat.67

Apabila dilihat terutama dari persyaratan subjektifnya, maka perjanjian medis mempunyai keunikan tersendiri yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya.Pernyataan sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).68

67

Bahder Johan Nasution,Op.cit.hlm.12

68

Mariam Darus Badrulzaman,Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni , Bandung, 2005, hlm.108.

Dalam perjanjian medis tidak seperti halnya perjanjian biasa, terdapat hal-hal khusus.Disini pasien merupakan pihak yang meminta

pertolongan sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan dokter.Oleh karena itu syarat ini menjelma dalam bentuk “Informed Consent”, suatu hak pasien untuk mengizinkan dilakukannya suatu tindakan medis. Secara yuridis

Informed Consent merupakan suatu kehendak sepihak , yaitu dari pihak pasien. Jadi karena suatu persetujuan tersebut tidak bersifat suatu persetujuan yang murni, dokter tidak harus turut menandatanganinya.Selain itu pihak pasien dapat membatalkan pernyataan setujunya setiap saat sebelum tindakan medis dilakukan.Padahal menurut KUHPerdata Pasal 1320, suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak, pembatalan sepihak dapat mengakibatkan timbulnya gugatan ganti kerugian.69

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sebabnya orang yang belum dewasa dan orang yang tidak sehat pikirannya dianggap tidak dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, ialah karena dikhawatirkan kalau-kalau orang tersebut terjerumus dalam perangkap yang disediakan oleh pihak lain dalam pergaulan hidup.

Hubungan dokter dengan pasien sangatlah mudah untuk dipahami, karena apabila salah satu pihak tidak setuju/ sepakat maka transaksi tidak terjadi.

70

- Belum dewasa, yaitu haruslah memenuhi Pasal 330 KUHPerdata. Seseorang dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 21 tahun.

Menurut Pasal 1330 yang dikatakan tidak cakap hukum dalam membuat suatu perjanjian adalah :

- Berada di bawah pengampuan

69

Danny Wiradharma,Op.cit,hlm.49

70

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung, 1981, hlm.134.

- Perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tersebut.

Dalam hal ketiga poin di atas, poin ketiga dinyatakan telah dihapus dan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkan SEMA No.3/1963 tanggal 4 Agustus 1963.Oleh karena itu setiap perempuan diberikan kebebasan untuk membuat suatu perjanjian.

Dalam perjanjian terapeutik kecakapan yang dimaksud di atas haruslah dimiliki oleh pasien dan dokter.Bagi pasien yang belum cakap hukum dapat didampingi oleh pendamping yang mampu untuk bertanggungjawab atas tindakan pengobatan terhadap pasien yang didampingi. Sedangkan kecakapan bagi dokter adalah memiliki keahlian profesional sebagai dokter yang dapat dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat yang diakui oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 sampai angka 8 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Ketentuan mengenai hal tertentu yaitu menyangkut objek yang diperjanjikan. Suatu hak tertentu dalam suatu transaksi terapeutik yang dimaksudkan sebagai objek dari transaksi yaitu kondisi pasien yang dalam keadaan sakit sehingga diperlukan suatu upaya penyembuhan yang harus dilakukan oleh dokter, dengan upaya maksimal demi kesembuhan si pasien. Jaminan akan kepastian kesembuhan terhadap si pasien memang tidak dapat dipastikan melalui upaya penyembuhan oleh dokter (inspanningverbintenis), namun dokter dengan segala ikhtiar dan keahliannya dalam bidang kedokteran

yang dimiliki, maka dokter diharapkan dapat membantu dalam upaya penyembuhan.

Suatu sebab yang halal juga berkaitan dengan objek yang diperjanjikan.Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa “ Suatu sebab yang halal adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.71. Hal ini menjelaskan bahwa suatu sebab yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang adalah terlarang untuk diperjanjikan dalam suatu transaksi terapeutik, misalnya saja suatu perjanjian untuk melakukan abortus provocatus yang ilegal (Pasal 344 KUHP), operasi plastik pada wajah untuk mengubah identitas diri guna menghindari tanggungjawab hukum dan tindakan euthanasia72

2. Dasar hukum perjanjian terapeutik

.

Walaupun di dalam hukum perikatan tidak mengatur hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan, rumah sakit, namun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Buku III KUHPerdata harus dipatuhi dalam pelaksanaan kontrak terapeutik antara pasien dan tenaga kesehatan,rumah sakit.73

a. Pasal 1313 KUHPerdata, disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

Hal-hal tersebut antara lain :

b. Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai syarat-syarat sah untuk melakukan suatu perjanjian, yaitu yang terdri dari adanya kata sepakat,

71

R.Subekti & Tjitrosudibio,Op.cit,hlm.342

72

M.Jusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Jakarta, 1999, hlm.105

73

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek yang diperjanjikan dan suatu sebab yang halal.

c. Pasal 1338 KUHPerdata :

(1) “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya...”74

(2) “ ...Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu...”

Adapun asas kebebasan berkontrak dalam Pasal ini berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan.

75

(3) “...Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Adapun kutipan Pasal ini menjelaskan bahwa suatu perjanjian yang telah disepakati haruslah dipatuhi setiap pihak yang berjanji.Dalam hal ini disebutlah dengan asas pacta sunt sarvanda.

76

d. Pasal 1365 KUHPerdata

Pasal ini juga disebut dengan asas itikad baik.

Pasal ini membahas tentang suatu perbuatan melawan hukum yang mana perbuatan tersebut membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

e. Pasal 1366 KUHPerdata

74

R.Subekti & Tjitrosudibio,Op.cit,hlm.342

75 Ibid 76

Dalam Pasal ini disebutkan bahwa dalam hal seseorang bertanggungjawab bukan hanya karena kerugian akibat perbuatannya tapi juga kerugian akibat kelalaiannya atau kurang hati-hatinya.

f. Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa tidak hanya orang yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum dapat dihukum, tetapi juga orang lain yang berada di bawah pengawasannya melakukan suatu perbuatan melawan hukum, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum. Orang tua dan wali bertanggungjawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak- anak belum dewasa. Majikan - majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka. Guru - guru sekolah dan kepala - kepala tukang bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid tukang-tukang mereka. Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir jika orang tua, wali, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan atas mana mereka seharusnya bertanggungjawab.

g. Undang – Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan juga perlindungan terhadap pasien, yaitu Pasal 55 yang berisikan ketentuan antara lain sebagai berikut :

1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan,

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangn yang berlaku.

h. Undang – Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

i. Undang- Undang No.8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun tidak diatur dengan jelas mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan seorang konsumen jasa dari pada tenaga kesehatan dan rumah sakit.77

D. Para Pihak Dalam Perjanjian Terapeutik

Dokumen terkait