• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1 Perbedaan antara Sistem Konvensional dan Sistem Dua Jalur

Dalam dokumen KULTURA VOL. 15 No.1 Juni 2014 (Halaman 132-135)

No. Perbedaan Sistem Konvensional Sistem Dua Jalur

1 Pengajiran  Jarak tanam 3m x 3m

 Populasi 1.100-1.300 batang per hektar  Tidak ada aturan penanaman

 Jarak tanam 1m x 2m x 4m

 Populasi 2.000-2.200 batang per hektar

 Penanaman menghadap timur

2 Penanaman  Bibit tidak diperhatikan

 Bibit tidak mendapat perlakuan sebelum di tanam

Bibit harus bebas dari penyakit  Bibit direndam dahulu dengan larutan

bayclin

3 Pengaturan

Anakan 

Dalam 1 rumpun terdapat 5-6 tanaman  Tidak ada penyeleksian anakan

(pengaturan anakan)

 Dalam 1 rumpun hanya terdapat 3 tanaman

 Adanya pemilihan anakan (pengaturan anakan)

4 Penyiangan  Dilakukan 1 x 3 bulan Secara kimiawi (herbisida)

Sesuai rumput yang tumbuh Secara manual (tenaga manusia 5 Pembersihan  Jumlah daun tidak diperhatikan  Jumlah daun minimal 6 daun

14

4321 Batang  Daun dipotong bila sudah tua/ kering

100%

 Tidak ada pensterilan alat

 Daun dipotong bila sudah tua/ kering > 50%

Ada pensterilan alat 6 Pemupukan  Dilakukan 1 x 3 bulan

 Pupuk yang diberikan hanya pupuk makro (N, P, K, s)

 Dilakukan 1 x 1 bulan

 Pupuk yang diberikan pupuk makro (N, P, K, S) dan mikro (fe, Cu, Co, Mg)

7 Perawatan  Pemberian obat-obatan/bahan kimiawi (herbisida,pestisida, insektisida)

 Tidak ada perlakuan khusus yang lain

 Sangat meminimalkan pengunaan bahan kimia sehingga aman bagi lingkungan

 Adanya penyuntikan

ontong/pemberonsongan, pemotongan kuku dan ontong, pemasangan pita.

8 Panen 3 x 3 Tahun 3 x 2 tahun

Rumusan masalah

Hubungan faktor sosial ekonnomi petani (uang)

Bagaimana

Tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap sistem dua jalur dan budidaya pisang

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat, pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan dan jumlah tanggungan keluarga) terhadap sistem dua jalur dalam budidaya pisang barangan

Hipotetisis Penelitian

Ada hubungan faktor sosial-ekonomi petani meliputi: Umur petani, Tingkat Pendidikan, Pengalaman bertani, Luas lahan, Jumlah Tanggungan Keluarga terhadap tingkat adopsi sistem dua jalur budi daya pisang barangan secara parsial dan serempak di daerah penelitian

Metode Analisis

Hipotesis dianalisis dengan menggunakan Rumus Korelasi Rank Spearman untuk masing-masing faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan petani dalam mengadopsi sistem dua jalur dalam budidaya pisang barangan yang akan diuji dengan rumus di bawah ini

r s = 1 – th = r s t = α ; db (n - 2) dimana range rs = - 1 Keterangan : rs = Rank Spearman

di = Selisih antara ranking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi n = Jumlah petani yang mengadopsi sistem dua jalur

4322 Dengan kriteria sebagai berikut:

t-hitung tα (0,05)... Ho diterima, atau tolak H1.

t-hitung > tα (0,05)... Ho ditolak, atau terima H1 (Siegel, 1997).

Ho :Tidak ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap sistem dua jalur dengan faktor sosial ekonomi petani. H1 : Ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap sistem dua jalur faktor sosial ekonomi petani.

Hasil penelitian dan pembahasan

Adopsi Petani Dalam sistem dua jalur

Tingkat adopsi petani terhadap suatu teknologi selalu di hubungkan oleh faktor sosial ekonomi petani sendiri, meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan adan jumlah tanggungan keluarga. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana hubungan masing-masing faktor sosial ekonomi petani terhadap tingkat adopsi petani dalam sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan, maka digunakan penguji dengan analisis Korelasi Rank Spearman.

1. Korelasi antara Umur dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel

Secara teori umur diasumsikan dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Petani yang berada dalam usia produktif lebih cenderung mencari inovasi yang baru yang dapat meningkatkan produktivitasusahataninya. Namun kenyataan di lapangan tidak selalu terjadi demikian. Tingkat korelasi signifikan pada taraf 0.01, artinya jika koefisien korelasi (Rs) 0.01, maka korelasi disebut signifikan, tetapi jika sebaliknya, maka korelasi tidak signifikan. Korelasi antara faktor umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur memperlihatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2 Hasil Korelasi antara Umur dan Tingkat Adopsi Petani Sampel

Variabel Range Rataan

Umur (tahun) 27-65 41.5

Tingkat Adopsi (Skor) 13-33 23.37

t-tabel 0.463

t-hitung 0.744

Sig. (2-tailed) 0.000

Siga 0.01

Sumber : Data Primer diolah

Hubungan umur dilihat dengan tingkat adopsi teknologi double row, maka diuji dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 2 memperlihatkan bahwa t-hitung (umur) = 0.744 dan sig-p =0.000. Jika dibandingkan dengan t-tabel = 0.463 (yang diperoleh dari daftar nilai kritis korelasi) dan sig-α =0.01 terbukti bahwa t-hitung (0.744) > t-tabel (0.463) dan sig-p (0.000) sig-α (0.01). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis korelasi yakni Ho ditolak dan H1 diterima artinya ada korelasi antara umur dengan tingkat adopsi dua jalur. Dalam hal ini, faktor umum berkorelasi signifikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan diterima.

Secara teori ada hubungan korelasi antara faktor umum dengan tingkat adopsi, begitu juga dalam penelitian ini, korelasi antara variabel umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur berkorelasi secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1994)

4323 Bahwa untuk menerapkan suatu inovasi atau metode budidaya tertentu, diperlukan tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani yang berkembang sesuai dengan waktu.

2. Korelasi antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel

Tingkat pendidkan formal yang dimiliki oleh petani akan memperlihatkan tingkat pengetahuan pengetahuan serta wawasannya, dimana pada akhirnya akan mempengaruhi petani dalam menerapkan teknologi tepat guna yang digunakan dalam mengelola usahataninya. Korelasi antara faktor pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi double row memperlihatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3 Korelasi antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Adopsi Petani Sampel

Variabel Range Rataan

Pendidikan (tahun) 0-17 9.5 Tingkat Adopsi 13-33 23.37 t-tabel 0.463 t-hitung 0.869 Sig. (2-tailed) 0.000 Sigα 0.01

Sumber : Data primer diolah

Hubungan tingkat pendidikan dilihat dengan tingkat adopsi sistem dua jalur, maka diuji dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 3 memperlihatkan t-hitung (tingkat pendidikan) = 0.869 dan sig-p =0.000. Jika dibandingkan dengan t-tabel =0.463 (yang diperoleh dari daftar nilai kritis korelasi) dan sig-α =0.01 terbukti bahwa t-hitung (0.869) > t-tabel (0.463) dan sig-p (0.000) < sig-α (0.01). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis korelasi yakni Ho ditolak H1 diterima artinya ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Dalam hal ini, faktor tingkat pendidikan berkorelasi signifikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan diterima.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1994) Bahwa perubahan perilaku melalui penyuluhan pertanian pada diri petani pada umumnya berjalan lambat karena terkait dengan pengetahuan, kecakapan, dan mental petani. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan seorang petani, semakin besar kemungkinannya ia menerima inovasi baru termasuk adopsi teknologi

3. Korelasi antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi

Pengalaman bertani dalam mengelola usahatani berbeda-beda. Oleh karena itu,

Dalam dokumen KULTURA VOL. 15 No.1 Juni 2014 (Halaman 132-135)