No. Perbedaan Sistem Konvensional Sistem Dua Jalur
1 Pengajiran Jarak tanam 3m x 3m
Populasi 1.100-1.300 batang per hektar Tidak ada aturan penanaman
Jarak tanam 1m x 2m x 4m
Populasi 2.000-2.200 batang per hektar
Penanaman menghadap timur
2 Penanaman Bibit tidak diperhatikan
Bibit tidak mendapat perlakuan sebelum di tanam
Bibit harus bebas dari penyakit Bibit direndam dahulu dengan larutan
bayclin
3 Pengaturan
Anakan
Dalam 1 rumpun terdapat 5-6 tanaman Tidak ada penyeleksian anakan
(pengaturan anakan)
Dalam 1 rumpun hanya terdapat 3 tanaman
Adanya pemilihan anakan (pengaturan anakan)
4 Penyiangan Dilakukan 1 x 3 bulan Secara kimiawi (herbisida)
Sesuai rumput yang tumbuh Secara manual (tenaga manusia 5 Pembersihan Jumlah daun tidak diperhatikan Jumlah daun minimal 6 daun
14
4321 Batang Daun dipotong bila sudah tua/ kering
100%
Tidak ada pensterilan alat
Daun dipotong bila sudah tua/ kering > 50%
Ada pensterilan alat 6 Pemupukan Dilakukan 1 x 3 bulan
Pupuk yang diberikan hanya pupuk makro (N, P, K, s)
Dilakukan 1 x 1 bulan
Pupuk yang diberikan pupuk makro (N, P, K, S) dan mikro (fe, Cu, Co, Mg)
7 Perawatan Pemberian obat-obatan/bahan kimiawi (herbisida,pestisida, insektisida)
Tidak ada perlakuan khusus yang lain
Sangat meminimalkan pengunaan bahan kimia sehingga aman bagi lingkungan
Adanya penyuntikan
ontong/pemberonsongan, pemotongan kuku dan ontong, pemasangan pita.
8 Panen 3 x 3 Tahun 3 x 2 tahun
Rumusan masalah
Hubungan faktor sosial ekonnomi petani (uang)
Bagaimana
Tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap sistem dua jalur dan budidaya pisang
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat, pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan dan jumlah tanggungan keluarga) terhadap sistem dua jalur dalam budidaya pisang barangan
Hipotetisis Penelitian
Ada hubungan faktor sosial-ekonomi petani meliputi: Umur petani, Tingkat Pendidikan, Pengalaman bertani, Luas lahan, Jumlah Tanggungan Keluarga terhadap tingkat adopsi sistem dua jalur budi daya pisang barangan secara parsial dan serempak di daerah penelitian
Metode Analisis
Hipotesis dianalisis dengan menggunakan Rumus Korelasi Rank Spearman untuk masing-masing faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan petani dalam mengadopsi sistem dua jalur dalam budidaya pisang barangan yang akan diuji dengan rumus di bawah ini
r s = 1 – th = r s t = α ; db (n - 2) dimana range rs = - 1 Keterangan : rs = Rank Spearman
di = Selisih antara ranking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi n = Jumlah petani yang mengadopsi sistem dua jalur
4322 Dengan kriteria sebagai berikut:
t-hitung tα (0,05)... Ho diterima, atau tolak H1.
t-hitung > tα (0,05)... Ho ditolak, atau terima H1 (Siegel, 1997).
Ho :Tidak ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap sistem dua jalur dengan faktor sosial ekonomi petani. H1 : Ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap sistem dua jalur faktor sosial ekonomi petani.
Hasil penelitian dan pembahasan
Adopsi Petani Dalam sistem dua jalur
Tingkat adopsi petani terhadap suatu teknologi selalu di hubungkan oleh faktor sosial ekonomi petani sendiri, meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan adan jumlah tanggungan keluarga. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana hubungan masing-masing faktor sosial ekonomi petani terhadap tingkat adopsi petani dalam sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan, maka digunakan penguji dengan analisis Korelasi Rank Spearman.
1. Korelasi antara Umur dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel
Secara teori umur diasumsikan dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Petani yang berada dalam usia produktif lebih cenderung mencari inovasi yang baru yang dapat meningkatkan produktivitasusahataninya. Namun kenyataan di lapangan tidak selalu terjadi demikian. Tingkat korelasi signifikan pada taraf 0.01, artinya jika koefisien korelasi (Rs) 0.01, maka korelasi disebut signifikan, tetapi jika sebaliknya, maka korelasi tidak signifikan. Korelasi antara faktor umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur memperlihatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2 Hasil Korelasi antara Umur dan Tingkat Adopsi Petani Sampel
Variabel Range Rataan
Umur (tahun) 27-65 41.5
Tingkat Adopsi (Skor) 13-33 23.37
t-tabel 0.463
t-hitung 0.744
Sig. (2-tailed) 0.000
Siga 0.01
Sumber : Data Primer diolah
Hubungan umur dilihat dengan tingkat adopsi teknologi double row, maka diuji dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 2 memperlihatkan bahwa t-hitung (umur) = 0.744 dan sig-p =0.000. Jika dibandingkan dengan t-tabel = 0.463 (yang diperoleh dari daftar nilai kritis korelasi) dan sig-α =0.01 terbukti bahwa t-hitung (0.744) > t-tabel (0.463) dan sig-p (0.000) sig-α (0.01). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis korelasi yakni Ho ditolak dan H1 diterima artinya ada korelasi antara umur dengan tingkat adopsi dua jalur. Dalam hal ini, faktor umum berkorelasi signifikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan diterima.
Secara teori ada hubungan korelasi antara faktor umum dengan tingkat adopsi, begitu juga dalam penelitian ini, korelasi antara variabel umur dengan tingkat adopsi sistem dua jalur berkorelasi secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1994)
4323 Bahwa untuk menerapkan suatu inovasi atau metode budidaya tertentu, diperlukan tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani yang berkembang sesuai dengan waktu.
2. Korelasi antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel
Tingkat pendidkan formal yang dimiliki oleh petani akan memperlihatkan tingkat pengetahuan pengetahuan serta wawasannya, dimana pada akhirnya akan mempengaruhi petani dalam menerapkan teknologi tepat guna yang digunakan dalam mengelola usahataninya. Korelasi antara faktor pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi double row memperlihatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3 Korelasi antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Adopsi Petani Sampel
Variabel Range Rataan
Pendidikan (tahun) 0-17 9.5 Tingkat Adopsi 13-33 23.37 t-tabel 0.463 t-hitung 0.869 Sig. (2-tailed) 0.000 Sigα 0.01
Sumber : Data primer diolah
Hubungan tingkat pendidikan dilihat dengan tingkat adopsi sistem dua jalur, maka diuji dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 3 memperlihatkan t-hitung (tingkat pendidikan) = 0.869 dan sig-p =0.000. Jika dibandingkan dengan t-tabel =0.463 (yang diperoleh dari daftar nilai kritis korelasi) dan sig-α =0.01 terbukti bahwa t-hitung (0.869) > t-tabel (0.463) dan sig-p (0.000) < sig-α (0.01). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan penerimaan hipotesis korelasi yakni Ho ditolak H1 diterima artinya ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Dalam hal ini, faktor tingkat pendidikan berkorelasi signifikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi sistem dua jalur pada usahatani pisang barangan diterima.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1994) Bahwa perubahan perilaku melalui penyuluhan pertanian pada diri petani pada umumnya berjalan lambat karena terkait dengan pengetahuan, kecakapan, dan mental petani. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan seorang petani, semakin besar kemungkinannya ia menerima inovasi baru termasuk adopsi teknologi
3. Korelasi antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi