• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.3 METODOLOGI PENELITIAN 1 Tahap Penelitian Pendahuluan

3.3.2 Tahap Penelitian Utama

Tahap ini terdiri atas pembuatan permen jelly sesuai formula terpilih, analisis tekstur, analisis organoleptik, dan analisis produk akhir yang terdiri atas analisis proksimat dan analisis kadar XOS. Pembuatan permen jelly akan mengacu pada formulsi yang terpilih dari penelitian Pewarna

0.001%

Pelapisan dengan gula pasir 0.1% Permen Jelly prebiotik Air, sukrosa,

glukosa

Pencampuran hingga larut

Pemasakan sambil diaduk pada T=80°C, t= 5 menit

Pengeringan dengan oven pada T=55°C, t=24 jam Penurunan suhu hingga 40°C

konjak/kappa karagenan/campuran konjak

dan kappa karegenan

Pencampuran hingga homogen

Pencetakkan dangan ketebalan 1.5 cm dan pendinginan di suhu

ruang Asam sitrat 0.2% Pemotongan ukuran 2cm x 2cm x1.5cm Flavor 0.1% XOS

19 

 

pendahuluan disesuaikan dengan variabel yang diteliti yaitu rasio konjak dan karagenan serta konsentrasi XOS. Pada tahap ini akan dihasilkan lima belas permen jelly berbeda variabel.

Kelima belas permen jelly berbeda rasio karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS ini akan dianalisis sifat fisiknya meliputi kekerasan (hardness), kelengketan (stickiness), dan elastisitas (elasticity) Bersamaan dengan analisis tersebut dilakukan analisis yang sama pada permen jelly komersial yang akan dijadikan acuan dalam pemilihan formula yang akan diuji lebih lanjut. Setelah analisis fisik selesai, penelitian dilanjutkan dengan pemilihan tiga formulasi terbaik untuk dianalisis organoleptik Formulasi terbaik adalah formulasi yang memiliki karakteristik tekstur mirip dengan produk komersial. Satu formula permen jelly yang paling disukai pada uji organoleptik kemudian dianalisis proksimat dan kadar xilo-oligosakarida.

3.4 Analisis Produk Permen Jelly

Analisis produk dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Adapun analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

3.4.1 Uji Sineresis

Uji sineresis ini dilakukan dengan membandingkan bobot sampel dalam jumlah tertentu pada 0 jam dan setelah 24 jam penyimpanan (Verawaty 2008). Penyimpanan dilakukan dalam gelas plastik tertutup dan saat penimbangan sampel dipindahkan ke gelas plastik baru tanpa mengikutsertakan air yang keluar. Metode mengalami sedikit modifikasi terkait suhu penyimpanan dari suhu refrigerator (10°C) menjadi suhu ruang. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan dibandingkan dengan berat awal permen jelly. Persen sineresis dapat dihitung dengan persamaan (1.1).

Persen sineresis = x 100% (1.1) Keterangan

A = Berat awal sampel sebelum penyimpanan B = Berat akhir sampel setelah penyimpanan

3.4.2 Uji Tekstur

Pengukuran tekstur (kekerasan, elastisitas, dan kelengketan) permen jelly dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat texture analyzer stable micro system. Tingkat kekerasan permen jelly dinyatakan dalam gram force (gf) yang menunjukkan besarnya gaya tekan untuk mendeformasi produk. Sementara elastisitas menunjukkan laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi) dan kelengketan menujukkan gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan objek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara objek dengan benda tersebut.

Jenis probe dan kedalaman penekanan pada pengukuran tekstur ini mengacu pada Tuazon (1996) yaitu probe silinder nomor p/6 dan kedalaman penekanan 2mm. Sementara pengaturan alat untuk pengukuran tekstur permen jelly dapat dilihat pada Tabel 5

20 

 

Tabel 5. Pengaturan alat texture analyzer untuk pengukuran tekstur permen jelly

Test mode and option T.P.A

Parameters

Pre test speed 1.00 mm/s

Test speed 0.50 mm/s

Past test speed 1.00 mm/s

Rupture test distance 1.0 mm

Distance 2.0 mm Force 0.98 N Time 5.00 sec Count 5 Trigger Type Auto Force 0.10 N

Delay Acquisition Off

Stop plot at Final

Auto tar On Break Detect Off Sensitivity 0.98 N Units Force Newtons Distance Millimetres

Hasil pengukuran akan ditampilkan dalam bentuk grafik. Kekerasan dilihat dari nilai puncak pada tekanan pertama. Elastisitas dihitung dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh produk pada tekanan kedua hingga mencapai nilai gaya maksimum dengan jarak yang ditempuh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya. Kelengketan dihitung dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva pada penekanan kedua dibagi luasan di bawah kurva pada penekanan pertama.

3.4.3 Uji Organoleptik

Analisis organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan, yaitu rating hedonik dengan 70 orang panelis tidak terlatih (Meillgard 1999) dengan menggunakan skala 1-7. Parameter mutu yang diuji antara lain rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum terhadap tiga formulasi permen jelly dengan karakteristik fisik (tekstur) terbaik. Tiga sampel tersebut disajikan bersamaan dan telah diberi kode berdasarkan angka acak. Penelis diminta untuk memberikan respon terhadap parameter mutu yang diujikan dalam rentang tujuh skala katagori. Dari hasil analisis ini, dapat ditentukan formula terbaik dari segi selera konsumen (hedonik).

3.4.4 Analisis Kadar Air Metode Vakum (AOAC 925.45, 1999)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan yang telah dingin ditimbang. Selanjutnya 1-2 gram sampel dimasukkan ke cawan aluminium yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan berisi sampel dimasukkan ke oven vakum bersuhu 70 oC, 25 mmHg selama 2 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dan berat kering dengan menggunakan persamaan (1.2) dan (1.3).

21 

 

Kadar air %bb x % (1.2)

Kadar air %bk x % (1.3) Keterangan:

a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

3.4.5 Analisis Kadar Abu ( SNI 01-2891-1992)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit dan didinginkan

dalam desikator. Kemudian cawan porselen yang telah dingin ditimbang. Selanjutnya 2-3 gram sampel dimasukkan ke cawan porselen. Kemudian sampel diarangkan diatas nyala pembakar. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550oC selama 3-4 jam atau pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selasai, cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan diulang hingga bobot sampel konstan. Kadar abu basis basah dan kering dapat dihitung dengan persamaan (1.4) dan (1.5)

Kadar abu % bb % (1.4)

Kadar abu % bk % % % (1.5)

Keterangan:

a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

3.4.6 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Sejumlah 1-2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu soxhlet kemudian sampel diekstraksi selama ±6 jam. Labu soxhlet tersebut kemudian dimasukkan ke oven bersuhu 105 oC hingga seluruh sisa pelarut (heksana) menguap. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar lemak basis basah dan kering dihitung dengan persamaan (1.6) dan (1.7).

Kadar lemak %bb % (1.6)

Kadar lemak % bk % % % (1.7)

Keterangan:

a = berat labu dan sampel awal (g) b = berat labu dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

22 

 

3.4.7 Analisis Kadar Protein Kasar Metode Semimikro Kjeldahl (SNI 01-

2891-1992)

 

Sebanyak 0.1 gram sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl. Selanjutnya ditambahkan 0.5 gram campuran selen ( SeO2 : K2SO4 : CuSO4.5H2O = 1 : 40 : 8). Kemudian dilakukan destruksi di

atas api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam) kemudian dibiarkan dingin. Selanjutnya isi labu dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Kemudian dipipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling. Selanjutnya dilakukan penambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian dilakukan penyulingan selama ± 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator BCG-MR. Setelah itu dilakukan titrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandarisasi hingga berubah warna. Kadar protein basis basah dan kering dihitung dengan persamaan (1.8) dan (1.9).

Kadar protein %bb HC HC x N HCl x . x x . (1.8)

Kadar protein % bk % % % (1.9)

3.4.8 Analisis Total Karbohidrat (by difference)

 

Total karbohidrat (by difference) dapat dihitung dengan persamaan (1.10)

Kadar karbohidrat % bb % a b c d (1.10) Keterangan: a = kadar protein (%) b = kadar air (%) c = kadar abu (%) d = kadar lemak (%).

3.4.9 Analisis Kadar XOS

Analisis kadar xilo-oligosakarida menggunakan HPLC dengan tahapan analisis mengacu pada Jennie (2011) sebagai berikut :

 Pereparasi sampel

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, lalu ditambahkan 50 ml alkohol 80% dan dikocok selama 1 menit. Kemudian dipanaskan dengan water bath pada suhu 85°C selama 15 menit lalu didinginkan. Kemudian sampel disaring dengan kertas saring whatman No. 4. Kemudian sampel dicuci dengan alkohol 80% sebanyak 5ml. Kemudian larutan dikeringkan dengan evaporator. Setelah itu, dilarutkan dengan 2ml air lalu dikocok. Kemudian disentrifuse 3000rpm selama 15 menit. Kemudian disaring dengan milipore (ukuran 0.2µm). Larutan jernih dipipet 0.02 ml dan ditambahkan aquades hingga 1 ml.

 Preparasi standar

Campuran standar xilosa, xilopentosa, xilohexaosa, xilotriosa, xilobiosa, dan xilotetraosa dihomogenisasikan dengan miliqu water hingga dihasilkan campuran standar dengan konsentrasi 10%. Campuran standar xilosa, xilopentosa, xilohexaosa, xilotriosa, xilobiosa, dan xilotetraosa 10% dijadikan sebagai stok standar XOS. Selanjutnya dari larutan stok standar tersebut dibuat

23 

 

standar XOS dengan konsentrasi 0.1% dengan volume akhir 1 ml yang akan diinjeksikan ke dalam HPLC.

 Injeksi ke HPLC

Kondisi HPLC saat injeksi sampel dan standar adalah detektor indeks refraksi, sempel diinjeksikan sebanyak 20μl, kolom Aminex HPX-87-H, fase gerak H2SO4 0.005 M, kecepatan

aliran 0.60 ml per menit, dan suhu kolom 65oC. Konsentarasi XOS dalam sempel dihitung dengan persamaan (1.11).

Konsentrasi XOS = x FP (1.11)

Keterangan :

FP = Faktor pengencran Std = Standar

3. 5RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua perlakuan yaitu penggunaan jenis pembentuk gel atau perbandingan pembentuk gel (kode: R) dan konsentrasi XOS yang ditambahkan (kode: M). Perlakuan dalam penggunaan jenis pembentuk gel atau perbandingan pembentuk gel adalah sebagai berikut 100% konjak, 100% karagenan, karagenan dan konjak 1:1, karagenan dan konjak 2:1, karagenan dan konjak 3:1 sedangkan perlakuan untuk konsentrasi XOS yang ditambahkan yaitu 3%, 4%, dan 5%. Masing-masing perlakuan dilakukan dua kali ulangan. Berdasarkan matriks pengujian Tabel 6 terlihat bahwa terdapat lima belas kombinasi formulasi yang harus dibuat baik untuk ulangan pertama maupun ulangan kedua.

Model umum rancangan percobaan: Yijk = μ + Si + Pj + SPij + εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan rasio karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS

yang digunakan taraf ke-k

μ = nilai rataan umum

Si = pengaruh perlakuan rasio karagenan dan konjak taraf ke-i

Pj = pengaruh perlakuan konsentrasi XOS yang ditambahkan taraf ke-j

SPij = interaksi pengaruh rasio t karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS yang digunakan

tarak ke-j

εijk = galat percobaan i = rasio karagenan dan konjak

j = konsentrasi XOS k = ulangan I dan ulangan II Tabel 6. Matriks pengujian penelitian

Konsentrasi XOS

Rasio karagenan dan glukomannan

R1 R2 R3 R4 R5

M1 M1R1 M1R2 M1R3 M1R4 M1R5

M2 M2R1 M2R2 M2R3 M2R4 M2R5

24 

 

Data pengujian tekstur dan organoleptik dianalisis statistik dengan menggunakan software

SPSS 20. Data pengujian tekstur dianalisis menggunakan ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan nyata antara permen jelly prebiotik dengan premen jelly komersial. Bila terbukti ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett’s multiple comparison test. Sementara untuk data pengujian sensori dinalisis dengan menggunkan ANOVA untuk mengerahui perbedaan nyata antar sampel yang diuji dalam uji organoleptik. Bila terbukti ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan yang menjaga agar alpha risk tetap maksimum 5%.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PEMILIHAN FORMULA

Pada penelitian ini, formula awal yang dibuat mengacu pada Salamah et al (2006) yaitu 1.5% hidrokoloid, 28% gula pasir, dan 7% glukosa. Permen yang dihasilkan dari formula tersebut mengalami sineresis yang ditandai dengan munculnya titik air pada kemasan setelah 24 jam penyimpanan. Sineresis adalah peristiwa keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel (Winarno 1992). Sineresis pada permen jelly ini dapat dilihat pada Gambar15.

Gambar15. Sineresis Permen Jelly

Untuk mengetahui penyebab sineresis tersebut, dilakukan uji sineresis. Uji sineresis pertama ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya sineresis karena proses atau sifat dari pembentuk gel yang digunakan. Ada dua jenis pembentuk gel yang digunakan pada uji sineresis pertama, yaitu gelatin 8% (kontrol) dan campuran karagenan konjak (1:1) 1.5%. Dalam pengujian ini, bahan lain seperti gula pasir, glukosa, asam sitrat, flavor, pewarna, dan XOS ditambahkan dalam jumlah yang sama untuk tiap perlakuan yaitu masing-masing 28%, 7%, 0.2%, 0.1%, 0.001%, dan 3% dari total bahan. Proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan ini juga sama.

Gelatin dengan konsentrasi 8% dipilih sebagai pembanding karena gelatin merupakan pembentuk gel yang umum digunakan pada pembuatan permen jelly. Menurut Lees dan Jackson (1983), jumlah gelatin yang dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang memuaskan berkisar antara 5- 12% tergantung kekerasan produk akhir yang diinginkan. Berdasarkan penelitian Paranginangin (2009), gelatin yang menghasilkan penerimaan dan karakteristik tekstur terbaik adalah pada konsentrasi 8%. Hasil uji sineresis dari dua perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Hasil uji sineresis pengaruh jenis pembentuk gel. 1,08 0 0 0,5 1 1,5 Karagenan : Konjak (1:1) Kontrol (tanpa oven) P ers en Si ne res is

26 

 

Hasil uji sineresis pada Gambar 16 menunjukkan bahwa persen sineresis yang terjadi pada permen jelly campuran karagenan dan konjak 1:1 sebesar 1.08% sedangkan pada permen jelly gelatin tidak terjadi sineresis (0%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sineresis pada permen jelly prebiotik bukan karena proses, melainkan sifat dari pembentuk gel yang digunakan pada pembutan permen jelly karena proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan sama. Permen jelly karagenan dan konjak mengalami sineresis kerena gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan bersifat mudah pecah yang ditandai dengan tingginya sineresis (Fardiaz 1989). Sementara itu, permen jelly gelatin tidak mengalami sineresis karena sineresis pada gelatin akan terjadi pada titik isoelektriknya sedangkan pH permen jelly bukan merupakan titik isoelektrik gelatin (Jones 1977). Karena sineresis yang terjadi disebabkan oleh jenis pembentuk gel yang digunakan sementara jenis pembentuk gel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah campuran konjak dan karagenan yang mengalami sineresis, maka perlu dilakukan formulasi kembali untuk mengatasi sineresis pada permen jelly ini.

Untuk mengatasi sineresis, dilakukan beberapa variasi formulasi seperti variasi pembentuk gel yaitu 1.5% atau 2.5%, variasi perbandingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 atau 2:1, serta variasi jumlah gula pasir dan glukosa yang ditambahkan yaitu 28% gula pasir dan 7% glukosa atau 20% gula pasir dan 5% glukosa. Proses dan jumlah XOS, asam sitrat, flavor, dan pewarna yang ditambahkan pada pembuatan permen jelly untuk semua formula sama. Setiap formula yang dihasilkan akan diukur nilai sineresisnya melalui uji sineresis. Hasil uji sineresis dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hasil uji sineresis pengaruh konsentrasi pembentuk gel, jumlah gula pasir dan glukosa, dan rasio konjak dan karagenan

Hasil uji sineresis pada Gambar 17 menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 28% gula pasir dan glukosa 7% tidak dapat menurunkan sineresis tetapi justru meningkatkan sineresis dari

A  1,08 0,27 1,34 0 0 0,5 1 1,5 (28:7) (20:5) Pe rs en s ine r esi s

Rasio gula pasir : glukosa

A = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% B = konjak dan karagenan (1:1) 2.5% C = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% D = konjak dan karagenan (1:1) 2.5% E = konjak dan karagenan (2:1) 1.5%

0 B

27 

 

1.08% menjadi 1.34%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tinggi menghambat pembentukkan gel karagenan sehingga gel yang terbentuk terlalu lemah untuk mengikat air ditambah lagi sifat gula yang higroskopis menyerap air lebih banyak dan menyebabkan sineresis menjadi lebih tinggi. Sementara hasil uji sineresis menunjukkan penurunan jumlah gula dan glukosa yang ditambahakan dari 28% gula pasir dan glukosa 7% menjadi 20% gula pasir dan glukosa 5% pada konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) 1.5% menurunkan sineresis dari 1.08% menjadi 0.27%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tidak terlalu tinggi menyebabkan pembentukkan gel karagenan yang lebih baik sehingga air terikat lebih baik. Hasil uji sineresis menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 20% gula pasir dan glukosa 5% semakin menurunkan sineresis bahkan hingga 0% atau tidak terjadi sineresis tetapi permen yang dihasilkan menjadi terlalu keras dan sulit digigit. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah gula pasir yang menyebabkan pembentukan gel yang lebih baik yang akan mengikat air dengan lebih kuat dan total padatan yang semakin meningkat sehingga air yang terikat tidak terlalu banyak.

Walupun formula yang menggunakan 20% gula pasir, 5% glukosa, dan 2.5% pembentuk gel tidak mengalami sineresis, permen jelly yang dihasilkan terlalu keras sehingga tidak akan disukai konsumen. Untuk itu perlu dilakukan formulasi dengan cara lain yang dapat menghilangkan sineresis selain meningkatkan konsentrasi pembentuk gel yang digunakan. Pada formulasi selanjutnya dilakukan variasi perbadingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 dan 1:2. Sementara untuk persen gula, glukosa, XOS dan pembentuk gel (campuran konjak dan karagenan) yang digunakan pada kedua formula tetap yaitu masing-masing 20%, 5%, 3%, dan 1.5% dan proses pembuatannya pun sama.

Hasil pengujian menunjukkan peningkatan jumlah konjak ternyata dapat menghilangkan sineresis pada permen jelly. Hal ini dikarenakan efek sinergisme antara konjak dan karagenan. Penambahan konjak glukomanan dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Akan tetapi tekstur permen jelly menjadi sangat elastis sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk dan sulit dipotong. Selain itu, pada formula karagenan dan konjak 1:2, saat kering permen jelly berbentuk pipih dan sulit digigit.

Karena perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengilangkan sineresis menghasilkan permen jelly yang kurang baik dalam tekstur dan bentuk, maka formula yang dianggap cukup baik adalah formula dengan konsentrasi hidrokoloid (karagenan dan konjak) 1.5%, gula pasir 20%, dan glukosa 5% kerena memiliki nilai sineresis yang tidak terlalu besar yaitu 0.27%, bentuk yang tidak mudah berubah, dan tektur yang tidak telalu keras. Untuk mengatasi sineresis yang masih terjadi sebesar 0.27%, diakukan uji coba pelapisan yang diharapkan dapat mengatasi sineresis. Ada dua bahan yang digunakan sebagai pelapis yaitu gula pasir granula kecil dan campuran tepung tapioka dengan tepung gula dengan perbandingan (1:1). Pengamatan uji coba pelapis hanya dilakukan secara kualitatif dan hasil uji coba pelapis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Pelapisan

Perlakuan

Hasil Pengamatan Kualitatif

24 jam 48 jam sampai 96 jam

Kontrol (tanpa pelapis) Sineresis Sineresis

Gula pasir Tidak sineresis, gula kering Tidak sineresis, gula kering

Tapioka : tepung gula (1:1) Tidah sineresis, pelapis

28 

 

Hasil uji pelapisan menujukkan bahwa pelapis yang cocok untuk menghilangkan sineresis adalah gula pasir. Gula pasir dapat menghilangkan sineresis karena gula pasir dapat mengikat air yang keluar dari jelly (Satuhu, 2004).

4.2KARAKTERISTIK TEKSTUR PERMEN JELLY PREBIOTIK

Dalam penelitian ini, karakteristik tekstur yang diukur adalah kekerasan, elastisitas, dan kelengketan permen jelly prebiotik.

4.2.1Kekerasan

Menurut Rosental (1999), kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek. Kekerasan merupakan salah satu kriteria penting pada permen. Permen yang terlalu keras akan sulit dikonsumsi sedangkan permen yang terlalu lunak terkesan sebagai permen yang sudah lama disimpan dan tidak lagi layak dikonsumsi.

Kekerasan permen jelly prebiotik diukur menggunakan textur analyzer stabel micro system. Kekerasan dilihat dari nilai puncak pada tekanan pertama. Nilai puncak yang semakin besar menujukkan semakin keras permen jelly dan sebaliknya nilai puncak semakin kecil menujukkan semakin lunak permen jelly.

Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai kekerasan permen jelly prebiotik berkisar antara 146.60 gf sampai 722.15 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 175.68 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 146.60 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 166.28 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 176.75 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 247.60 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 299.20 gf. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 722.15 gf, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 663.93 gf, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 554.53 gf. Permen jelly dengan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata- rata nilai kekerasan sebesar 498.20 gf, perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 486.50 gf, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 450.15 gf. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Sementara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 80.23 gf. Grafik nilai rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 18.

29 

 

Gambar 18. Grafik rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol.

Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwapeningkatan konsentrasi karagenan dalam campuran konjak karagenan menyebabkan kekerasan permen jelly semakin meningkat. Hal ini diduga kerena sifat gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan itu sendiri. Menurut BeMillerr dan Whistler (1996), kappa karagenan menghasilkan gel yang bertekstur keras dan reversible. Peningkatan konsentrasi kappa karagenan, akan menghasilkan gel yang semakin keras. Akan tetapi, pada permen jelly yang hanya menggunakan karagenan tanpa campuran konjak, memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibanding dengan campuran konjak dan karagenan 3:1. Hal ini diduga terjadi karena efek sinergisme antara konjak dan karagenan dalam campuran konjak dan karagenan. Penambahan konjak dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Imeson (2000) juga menambahkan bahwa gel dari kombinasi konjak dengan kappa karagenan menghasilkan gel dengan nilai kekuatan gel empat kali lebih besar dibanding gel dari kappa karagenan saja. Sementara untuk pengaruh konsentrasi XOS, dalam Gambar 18 terlihat bahwa konsentrasi XOS tidak terlalu

Dokumen terkait