• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Permen Jelly dari Karagenan dan Konjak dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-Oligosakarida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Permen Jelly dari Karagenan dan Konjak dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-Oligosakarida"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

THE MAKING PROCESS OF JELLY CANDY FROM CARRAGEENAN AND KONJAC WITH PREBIOTIC XILO-OLIGOSACCHARIDES APPLICATION

Nurul Hidayati Azizah, Eko Hari Purnomo, R.D. Esti Widjayanti Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, TPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia.

Phone 0856109710, e-mail : nurulazizah.itp45@gmail.com

ABSTRACT

The functional food’s consumption is growing rapidly. One of the functional ingredients is Xilo-oligosaccharides (XOS). In this study XOS was added to jelly candy which used carrageenan and konjac as gelling agent. Carrageenan and konjac was used as alternative gelatin substitute. The objective of this research is to study the influence of gelling agent (carrageenan, konjac, mixture of carrageenan and konjac), ratio of carragenan and konjac (1:1, 2:1, 3:1) and concentration of xilo-oligosaccharide used (3%,4%, 5%) to the physical and sensory characteristics of jelly candy. This research is divided in two steps, preliminary and main research. Preliminary research consists of formulation and selection of the best formula for the main research. The best formula is formula with 1.5% gelling agent, 20% sugar, 5% glucose, 0.2% citric acid, 0.1% flavor, 0.001% colorant, 73.2% water and sugar coating. Main research consists of texture, sensory, proximate, and XOS content analysis. The optimum jelly candy from texture and sensory analysis is jelly candy with mixture of carrageenan and konjac (1:1) and 5% XOS. The jelly candy has the hardness of 166.28 gf, elasticity 1.00, and stickiness 132.95 gf. The result of proximate analysis showed that jelly candy has 10.37% water content, 0.35% ash content, 1.00% fat content, 0.96% protein content, and 87.32% carbohydrates content (by difference). The XOS anlalysis show that the jelly candy contain 15.17% XOS.

(2)

NURUL HIDAYATI AZIZAH. F24080095. Pembuatan Permen Jelly dari Karagenan dan Konjak dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-Oligosakarida. Di bawah bimbingan Eko Hari Purnomo dan R.D. Esti Widjayanti. 2012.

RINGKASAN

Beberapa tahun belakangan ini trend pangan fungsional berkembang dengan pesat. Berdasarkan laporan dari The Japan Health and Nutrition Food Association (JHNFA) tahun 2007, pasar produk FOSHU (Food for Specified Health Use) mencapai sekitar 7 milyar yen dan mengalami peningkatan sebesar 7,9 persen dibandingkan tahun 2005. Ada beberapa kategori bahan pangan yang tergolong sebagai pangan fungisonal, salah satunya adalah prebiotik. Jenis prebiotik yang sedang dikembangkan yaitu Xilo-oligosakarida (XOS). Pada penelitian ini, XOS coba ditambahkan pada permen jelly. Permen jelly pada penelitian ini tidak menggunakan gelatin sebagai pembentuk gel tetapi menggunakan konjak dan karagenan. Penggunaan karagenan dan konjak diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti gelatin yang masih bergantung pada impor dan sebagian besar dibuat dari produk turunan babi. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis pembentuk gel (karagenan, konjak, campuran karagenan dan konjak) atau rasio karagenan dan konjak (1:1, 2:1, dan 3:1) serta konsentrasi xilo-oligosakarida (XOS) yang digunakan (3%, 4%, dan 5%) terhadap karakteristik fisik (tekstur) dan akseptabilitas permen jelly prebiotik.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap penelitian pendahuluan terdiri atas formulasi awal permen jelly prebiotik dan pemilihan formulasi yang akan digunakan pada penelitian utama. Formulasi yang terpilih untuk diuji pada penelitian utama adalah formula dengan konsentrasi pembentuk gel (karagenan, konjak, campuran karagenan dan konjak) 1.5%, gula pasir 20%, dan glukosa 5% dengan pelapisan menggunakan gula pasir.

Tahap penelitian utama terdiri atas pembuatan permen jelly sesuai formulasi terpilih, analisis tekstur, analisis organoleptik, dan analisis produk akhir yang terdiri atas analisis proksimat dan analisis kadar XOS. Berdasarkan hasil analisis tekstur, tiga permen jelly terbaik yang paling mendekati permen jelly komersial adalah permen jelly dengan campuran konjak dan karagenan dengan perbandingan 1: 1 serta konsentrasi XOS yang ditambahkan 3%, 4 %, dan 5%. Permen jelly tersebut memiliki nilai kekerasan 175.68 gf untuk permen XOS 3%, 146.60 gf untuk permen jelly XOS 4%, 166.28 gf untuk permen jelly XOS 5%. Permen jelly tersebut memiliki nilai elastisitas 1.00 untuk permen XOS 3%, 0.99 untuk permen jelly XOS 4%, 1.00 untuk permen jelly XOS 5%. Permen jelly tersebut memiliki nilai kelengketan 133.34 gf untuk permen XOS 3%, 118.76 gf untuk permen jelly XOS 4%, 132.95 gf untuk permen jelly XOS 5%. Berdasarkan hasil analisis tekstur juga diketahui bahwa peningkatan jumlah karagenan dalam bahan pembentuk gel akan meningkatkan kekerasan dan kelengketan tetapi menurunkan elastisitas. Berdasarkan uji organoleptik terhadap tiga formualsi terbaik oleh 70 panelis, formula yang paling disukai adalah permen jelly dengan campuran konjak dan karagenan dengan perbandingan 1: 1 serta konsentrasi XOS yang ditambahkan 5%.Hasil analisis proksimat permen jelly prebiotik terbaik dari uji organoleptik diketahui kadar air 10.37%, kadar abu 0.35%, kadar lemak 1.00%, kadar protein 0.96%, dan kadar karbohidrat (by difference) 87.32%. Hasil analsis kadar XOS dengan HPLC adalah sebesar 15.17%. Xilo-oligoasakarida tersebut tersusun atas 2.95% campuran xylotetraosa, xilopentosa, dan xiloheksaosa, 1.77% xylotriosa, 0.50% xylobiosa, dan 9.95% xilosa.

(3)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Beberapa tahun belakangan ini trend pangan fungsional berkembang dengan pesat. Menurut BPOM (2011), pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi kesehatan. Perkembangan pangan fungsional secara komersial pertama kali dimulai di Jepang dan setelah itu perkembangannya merambah ke Amerika, Eropa, dan beberapa negara Asia lainnya termasuk Indonesia (Michwan 2008). Berdasarkan laporan dari The Japan Health and Nutrition Food

Association (JHNFA) tahun 2007 pasar produk FOSHU (Food For Specified Health Use)

mencapai sekitar 7 milyar yen dan mengalami peningkatan sebesar 7.9 persen dibandingkan tahun 2005 (Michwan 2008). Perkembangan pangan fungsional ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dalam upaya tindakan preventif dan pandangan konsumen tentang perbaikan kualitas hidup terutama di masa usia lanjut.

Ada beberapa kategori bahan pangan yang tergolong sebagai pangan fungisonal, salah satunya adalah prebiotik. Prebiotik adalah komponen bahan pangan yang nonviabel, memiliki pengaruh menguntungkan terhadap inang dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota (Raid et al 2003). Selama ini prebiotik banyak ditemukan pada produk pangan seperti susu formula karena dianggap dapat meningkatkan kekebalan tubuh balita. Prebiotik yang banyak ditambahkan pada susu formula adalah frukto-oligosakarida (FOS) dan galakto-oligosakarida (GOS). Selain prebiotik tersebut ada satu jenis prebiotik lain yang sedang dikembangkan yaitu xilo-oligosakarida (XOS).

Tidak seperti FOS dan GOS yang ditambahkan pada susu formula, pada penelitian ini XOS ditambahkan pada permen jelly. Alasan memilih produk permen jelly untuk ditambahkan prebiotik XOS adalah karena permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa dan praktis. Penambahan prebiotik dalam permen jelly ini harus mempertimbangkan dosis dan jumlah konsumsi harian dari permen tersebut sehingga konsumsi permen tersebut dapat memberikan efek bagi kesehatan pencernaan dan permen jelly ini dapat dikatakan sebagai permen prebiotik. Menurut Tomomatsu (1994) dalam Hsu et al. (2004), dosis harian yang efektif dari oligosakarida(bentuk murni) bagi manusia adalah 3.0 g untuk FOS dan 0.7 g untuk XOS. Hal ini menunjukkan bahwa XOS lebih efektif dari FOS dalam meningkatkan kesehatan pencernaan. Selain itu, Xiao et al (2012) menyatakan bahwa konsumsi XOS 1.4 g per hari selama 10 hari akan meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli

dalam usus sacara signifikan dan konsumsi 1-12 g XOS per hari dapat membantu mengatasi gangguan pencernaan.Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bila 1 buah permen seberat 2.5 g mengandung 5% XOS maka konsumsi 6 buah (15 g) permen jelly ini akan memenuhi dosis harian efektif dari XOS sebesar 0.7 g atau konsumsi 8 buah (20 g) permen jelly ini akan membantu mengatasi gangguan pencernaan.

(4)

 

1.2

TUJUAN PENELITIAN

(5)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

PERMEN

2.1.1

Definisi dan Jenis Permen

Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan mencampurkan gula dengan konsentrasi tertentu ke dalam air yang kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka menggunakan madu untuk melapisi buah atau bunga untuk mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Toussaint dan Maguelonne 2009).

Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen lunak. Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah. Sementara definisi permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.

Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen, permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen. Permen yang tergolong sebagai permen lunak diantaranya:

1. Permen Jelly

Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karegenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas.

Gambar1 . Permen Jelly (http://www.alibaba.com)

2. Taffy

Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula mendidih yang ditarik hingga porous

(6)

 

Gambar 2.Taffy (http://www.grocerycouponnetwork.com)

3.Nougat

Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia. Nougat adalah permen yang terbuat dari kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan buah kering yang dimasak dalam madu atau gula hingga membentuk pasta. Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat putih dibuat dari putih telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat cokelat terbuat dari gula yang menjadi karamel dan memiliki tekstur keras. (Kimmerle 2003).

Gambar 3. Nougat (http://www.chocablog.com)

4. Karamel

Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus yang digunakan oleh para putri untuk perontok rambut bukan sebagai permen. Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu sekitar 320-350°C sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga coklat gelap. Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu menghasilkan permen yang lengket dan berawarna coklat (Kimmerle 2003).

Gambar 4. Karamel (http://www.kalb.com)

5. Marshmallow

(7)

 

setelah dipanggang di atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi sedangkan bagian dalam sedikit mencair. (Kimmerle 2003).

Gambar 5. Marshmallow (http://lordbroken.wordpress.com)

6. Permen Karet

Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya terbuat dari lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama poliisobutilen (Hendrickson 1976). Permen karet pertama yang dijual di pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800an tetapi paten pertama dari permen karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun 1869. Permen karet (chewing gum) memiliki banyak macam varietas, yaitu:

Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum ball machines dan terdiri dari berbagai warna.

Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik unik yaitu dapat ditiup.  Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.

Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen konvensional dengan permen karet.

Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu, misalnya Nicogum yang membantu mengatasi kecanduan perokok dan Vibe Energy Gum yang mengandung kafein, ginseng, dan teh hijau.

Gambar 6. Permen Karet (http://www.courtneyandnelson.co.uk)

2.1.2

Permen Jelly

(8)

 

Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan proses penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter produk yang diinginkan. Permen lunak yang diproduksi di Indonesia termasuk permen jelly harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 3547-2-2008. Adapun persyaratan mutu permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 dapat dilihat pada lampiran 1.

Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet sedangkan jelly agar-agar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar-agar-agar, tetapi gelnya lebih baik pada pH rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang bersifat larut air (Buckle et al 1987).

Permen jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi basah adalah produk pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih perlakuan, dapat dikonsumsi secara langsung tanpa penyiapan dan stabil (mengawetkan dengan sendirinya) selama beberapa bulan tanpa perlakuan panas, pembekuan, ataupun pendinginan, melainkan dengan melakukan pengesetan pada formula yaitu meliputi kondisi pH, senyawa aditif dan terutama aw yang berkisar

antara 0.6 sampai 0.85 (diukur pada suhu 25o C) (Muchtadi 2008). Pemen jelly sebagai pangan semi basah memiliki umur simpan 6- 8 bulan bila ditempatkan dalam stoples & 1 tahun jika kemasannya belum dibuka.

Permen jelly memiliki kecendrungan menjadi lengket karena sifat higroskopis dari gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis. Permen jelly umumnya memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula. Pelapisan ini berguna untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan juga untuk menambah rasa manis (Kemenristek 2010).

2.2

KARAGENAN

2.2.1

Komposisi, Struktur Kimia, dan Sifat Karagenan

Karagenan dihasilkan oleh karagenofit yaitu rumput laut atau alga yang mengandung karagenan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok alga yang tergolong sebagai karagenofit antara lain Chondrus, Gigartina, dan Euchema. Karagenofit yang tumbuh dominan di perairan Indonesia adalah rumput laut jenis Euchema ( Akbar et al 2001). Secara tradisional, karagenan diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah (Rhodopyceae) dalam larutan alkali panas selama 10-30 jam kemudian diikuti dengan pengendapan menggunakan alkohol atau potasium klorida lalu dikeringkan (William 2005).

Secara umum, karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan L-D-galaktosa 3,6 anhidroD-galaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosidik. Setiap unit galaktosa mengikat gugus sulfat. Jumlah sulfat pada karagenan lebih kurang 35,1% (Akbar et al 2001). Secara umum, karagenan bersifat larut dalam air dan membentuk larutan dengan viskositas tinggi. Viakositas dari larutan yang dihasilkan cukup stabil pada kisaran pH yang luas karena grup ester sulfat selalu terionisasi dan pada kondisi asam kuat menghasilkan molekul bermuatan negatif (BeMiller dan Whistler 1996).

(9)

 

 Kappa karagenan

Kappa karagenan dihasilkan oleh E.cottoni, E.edule, E (Kappaphycus) alvarezii (Surono 2009). Kappa karagenan terdiri dari ikatan (1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan (1,4) 3,6-anhydro-D-galaktosa (William 2005). Rasio D-3,6-anhydro-D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhydro-D-3,6-anhydro-D-galaktosa, dan gugus ester sulfat adalah 5:6:7 (Towle 1973). Struktur molekul kappa karagenan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur molekul Kappa Karagenan (Tojo dan Prado 2003)

Kappa karagenan akan membesar dan membentuk sebaran kasar saat dimasukkan dalam air dingin. Kappa karagenan akan larut pada suhu 70°C. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan bersifat mudah pecah yang ditandai dengan tingginya sineresis dan berwarna agak gelap (Fardiaz 1989). Selain itu, gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan memiliki tekstur yang solid dan reversible (BeMillerr dan Whistler 1996). Imeson (2000) juga menyebutkan gel kappa karagenan bersifat kuat namun kaku dan memiliki tingkat sineresis yang tinggi. Keberadaan ion K+, Rb+, dan Cs+ akan secara spesifik mengikat struktur helix dari gel kappa karagenan dan mendorong pembentukan formasi helix. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan akan semakin kuat dengan adanya potasium klorida dibandingkan dengan sodium klorida (William 2005).

 Iota Karagenan

Iota karagenan dihasilkan oleh E.spinosum dan E.muricatum. Iota karagenan terdiri dari D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-D-galaktosa-2-sulfat (Surono 2009). Struktur molekul iota karagenan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Struktur molekul iota karagenan (Tojo dan Prado 2003).

(10)

 

 Lambda Karegenan

Lambda karagenan dihaslikan oleh Chondorus cripus. Lamda terdiri dari D-galaktosa-2-sulfat dan D-galaktosa-2,6-disulfat (Surono 2009). Struktur molekul lambda karagenan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur molekul lambda karagenan (BeMiller dan Whistler 1996)

Lambda karagenan dapat larut dalam air dingin karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa dan mengandung ester sulfat dalam jumlah tinggi (Towle 1973). Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Glicksman 1983).

2.2.2

Pembentukan Gel Karegenan

Pembentukan gel merupakan suatu fenomena pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga membentuk struktur jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobilisasi air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku (Fardiaz 1989).

Proses pembentukan gel karagenan diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan maka polimer karagenan akan membentuk struktur pilinan ganda (double helix) dan menghasilkan titik-titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman 1979).

Gambar 10 . Proses pembentukan gel karagenan (BeMiller dan Whistler 1996)

(11)

 

Sementara iota karagenan akan membentuk gel yang kuat dengan adanya ion Ca2+ (Glicksman 1979).

2.2.3

Kegunaan Karagenan

Karagenan merupakan hidrokoloid dengan sifat yang berbeda sehingga dapat digunakan secara luas. Karagenan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bahan pembentuk gel (Food Chemical Codex 1981). Karagenan banyak digunakan pada produk berbasis susu. Penggunaan karagenan pada produk susu berkisar antara 0.01-0.05%. Kappa karagenan digunakan pada cotteg cheese untuk mencegah pemisahan whey. Kappa karagenan juga digunakan pada es krim untuk mengontrol tekstur dan pembentukan kristal. Lambda karaganan digunakan pada susu coklat untuk meningkatkan stabilitas dan mouth feel. Selain itu lambda karagenan juga digunakan untuk mencegah pemisahan lemak pada susu evaporasi (Fisheries and Agricultural Departemen. 2003).

Selain digunakan pada produk susu, karagenan juga digunakan pada pangan berbasis air. Kappa dan iota dapat digunakan untuk menggantikan pektin pada pembuatan jelly rendah kalori. Lambda karagenan dapat digunakan untuk memberikan body dan rasa yang menyenangkan pada campuran jus buah. Karagenan juga digunakan pada cake glazes dan water dessert gels karena gel karagenan jernih dan memiliki temperatur gelling yang tinggi. Karagenan juga digunakan untuk menggantikan lemak pada daging giling untuk mengatur tekstur dan titik leleh (Thomas 1999).

2.3

KONJAK

2.3.1

Sifat dan Struktur Kimia Konjak

Konjak adalah serat pangan larut air yang berasal dari umbi konjak (Amorphophallus konjac). Umbi konjak segar rata-rata mengandung bahan kering sebesar 13% dimana 64% dari bahan kering tersebut adalah glukomannan dan 30% dari bahan kering adalah pati (Thomson 1997). Penyebaran tanaman konjak lebih banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan Asia Tenggara.

Gambar 11 . Tanaman dan umbi Amorphophallus konjac (Jhonson 2002)

(12)

10 

 

Tabel 1. Standar Mutu Tepung Glukomannan

Kerakteristik Mutu

Utama I II

Bobot per karung (kg) 20 20 20

Kadar air (%) < 12 < 14 <18

Derajat tumbuk Sangat halus Halus Agak Halus

Warna Putih mengkilap Putih Agak putih

Bahan tambahan Negatif Negatif Negatif

Jumlah kandungan SO2 (g/kg) 0.6 < 0.6 < 0.9

Sumber : Asosiasi Konyaku Jepang (1976) dalam Nurjanah (2010).

Konjak merupakan polisakarida berbobot molekul tinggi antara 200.000 sampai 2.000.000 dalton yang utamanya terdiri atas manosa dan glukosa. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat konjak memiliki karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan konjak dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan (Thomson 1997).

Gambar 12. Struktur kimia konjak (Jhonson 2002)

Selain memiliki bobot molekul tinggi, konjak yang tergolong sebagai serat pangan memiliki viskositas terkuat dibandingkan serat pangan lain dan dapat menyerap air hingga 200 kali beratnya. Konjak dapat menghasilkan gel dengan viskositas yang tinggi dari 20000 hingga 40000 cp. Gel yang dihasilkan oleh konjak dapat bersifat reversible atau thermoirreversible. (Thomson 1997). Menurut Deptan (2010), senyawa konjak mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut: 1. Larut dalam air

Konjak dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka konjak tidak dapat larut kembali di dalam air.

2. Membentuk gel

Karena konjak dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur konjak dapat membentuk gel, di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.

3. Merekat

(13)

11 

 

4. Mengembang

Konjak mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya mengembangnya mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.

5. Transparan (membentuk film)

Larutan konjak dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Tetapi jika film dari konjak dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air. 6. Mencair

Konjak mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba.

7. Mengendap

Larutan konjak dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal konjakdi dalam umbi, tetapi bila konjak dicampur dengan larutan alkali (khususnya Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai 100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan konjak akan membentuk endapan putih stabil.

2.3.2

Kegunaan Konjak

Konjak banyak digunakan di negara-negara di Asia sebagai makanan tradisional seperti mie, tahu, dan produk pangan gel yang stabil panas. Di industri pangan, konjak digunakan sebagai pembentuk gel, pengental, pemantap, emulsifier, dan pembentuk film. Dalam penggunaanya, konjak biasa digunakan bersamaan dengan gum lain seperti gum xanthan, guar gum, karagenan, pektin, gelatin dan sodium alginate.

Sebagai bahan pengental, penambahan konjak sebanyak 0.02-0.03% dalam 1% gum xantan akan meningkatkan viskositas 2-3 kali selama pemanasan. Sebagai pemantap, tidak seperti gum xanthan, guar gum, atau locust bean gum, konjak merupakan tipe non ionic dan hanya sedikit dipengaruhi garam. Pada temperatur ambient, konjak tetap stabil tanpa menglami presipitasi ketika pH turun hingga dibawah 3.3 (Jhonson 2002). Ketika digunakan sebagai penstabil bersamaan dengan locust bean gum pada produk es krim, keju, dan produk olahan susu lainnya dapat menjaga kualitas dengan mencegah pembentukan kristal es.

Sebagai pembentuk gel, pada pH 5 penggunaan konjak bersamaan dengan xanthan gum menghasilkan efek sinergis terbaik dengan rasio 2:3 dan gel yang dihasilkan bersifat heat reversible yaitu akan berbentuk padat pada suhu tidak lebih dari 40°C dan berbentuk semi solid pada suhu 50°C atau lebih. Ketika temperatur turun kembali ke suhu ambient, gel akan kembali ke bentuk padat. Selain dengan xanthan, konjak juga bersinergis dengan kappa karagenan. Penambahan konjak dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al

1995).

Dengan penambahan alkali lemah seperti kalsium hidroksida, gel konjak membentuk gel yang kuat, elastis, tahan leleh ketika dilakukan pemanasan. Larutan konjak tidak akan membentuk gel karena gugus asetil mencegah rantai panjang konjak mendekat satu sama lain. Akan tetapi, gel akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10. Gel yang dihasilkan bersifat stabil pada pemanasan 100°C hingga 200°C. Pada kondisi alkali, larutan konjak membentuk gel yang bersifat

(14)

12 

 

terbentuk kerena terbentuknya ikatan hidrogen. Sebagai pembentuk film, konjak merupakan pembentuk film yang baik pada penggunanan tunggal maupun penggunaan bersama hidrokoloid lain seperti karagenan (Jhonson 2002).

Selain memiliki banyak fungsi dalam pengolahan pangan, konjak juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Konjak memiliki berbagai efek kesehatan bagi tubuh dan dapat membantu mencegah berbagai penyakit seperti mencegah kegemukan dan konstipasi serta membantu mengatasi diabetes. Konjak diketahui dapat menurunkan penyerapan lipid dan kolesterol. Konjak juga secara drastis menurunkan total kalori yang diserap tubuh. Oleh karena itu, orang dengan kelebihan berat badan dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi konjak. Sementara untuk penyakit diabetes, konjak diketahui menunjukkan efek hipoglisemik dengan cara menghambat penyerapan glukosa oleh tubuh. Penghambatan ini dilakukakan dengan cara mencegah kontak antara glukosa dengan dinding usus halus untuk penyerapan. Dengan menurunnya total gula darah, konjak dapat membantu mengatasi diabetes tipe II. Terkait pencegahan konstipasi, konjak tegolong sebagai serat pangan dan seperti halnya serat pangan lain konjak dapat meningkatkan penyerapan air dan membuat feses menjadi lembut dan mendorong pergerakan usus sehingga mencegah konstipasi (Marzio et al 1989).

2.4

XILO-OLIGOSAKARIDA

2.4.1

Sifat dan Struktur Kimia Xilo-oligosakarida

Xilo-oligosakarida (XOS) adalah oligosakarida fungsional yang terdiri dari 2-10 molekul xylosa yang membentuk ikatan β(1-4) (Mumtaz 2008). XOS secara alami terdapat dalam buah, sayur, bambu, susu dan madu serta dapat diproduksi pada skala industri melalui hidrolisis enzimatik dari xylan, yang merupakan komponen utama dari hemiselulosa tanaman yang tersedia di alam (Mäkeläinen et. al 2009). Struktur molekul dari XOS dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Strukturxlio-oligosakarida (http://www.cascadebiochems.com)

XOS bersifat stabil terhadap kisaran pH yang luas dan suhu sehingga memungkinkan digunakan pada jus yang asam dan produk turunan susu seperti yoghurt (Vazquez et al 2000). Menurut Xiao (2007), XOS memiliki stabilitas yang baik ketika dipanaskan pada suhu pasteurisasi dengan kisaran pH 2.6-7.0, pada suhu sterilisasi dengan kisaran pH 5.0-7.0 dan pada sterilisasi dikombinasi dengan tekanan tinggi dengan kisaran pH 3.8 – 6.8.

2.4.2

Xilo-oligosakarida sebagai Prebiotik

(15)

13 

 

1. tidak dihidrolisis dan tidak diserap di bagian atas traktus gastrointestinal,

2. substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan dalam kolon sehingga memicu pertumbuhan bakteria yang aktif melakukan metabolisme, 3. mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan.

Prebiotik banyak ditambahkan pada produk pangan. Contoh produk pangan berprebiotik yang beredar di pasar Eropa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh produk pangan berprebiotik di pasar Eropa

Produk Bahan Aktif

Symbalance (yogurt) Tiga strain Lactobacillus ditambah inulin Jour apres Jour (susu) Vitamin ditambah oligo-fruktosa

Probiotic plus Oligofructose (yogurt) Dua strain Lactobacillus ditambah oligo-fruktosa

Actiline (spread) Inulin

Ligne Bifide dietetic range (biskuit) Oligofruktosa (dari sukrosa) Aviva (biskuit dan minuman coklat) Oligofruktosa (dari sukrosa) Fysiq (minuman susu) L. acidophilus ditamabah inulin. Sumber : (Young 1998)

Selain produk pangan yang ditambahkan prebiotik beragam, jenis prebiotik yang ditambahkan pada produk pangan sangat beragam. Menurut data FAO (2007) terdapat sekitar 400 jenis prebiotik di pasaran yang diproduksi oleh sekitar 20 buah industri dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan. Jenis prebiotik yang paling sering dipakai diantaranya frukto-oligosakarida (FOS), inulin, galakto-oligosakarida (GOS), lactulosa, laktitol (Collin 1999; McFarlane 1999). Selain itu, terdapat pula bahan lain yang memenuhi kriteria prebiotik misalnya, xilo-oligosakarida (XOS), soya, dan mannosa (Gibson, 1998).

Fungi fisologis XOS sebagai prebiotik berasal dari sifat indigestibilitinya yang memungkinkan terjadinya proses fermentasi di usus besar, yang menyebabkan peningkatan

Bifidobacteria dan produksi asam lemak rantai pendek. Hal ini juga menyebakan munculnya banyak fungsi fisiologis lain seperti peningkatan penyerapan mineral, termasuk peningkatan densitas tulang dan mencegah anemia (Hirayama 2002).

XOS juga memiliki efek manfaat seperti peningkatan volume feses, menurunkan waktu singgah di usus, menurunkan kadar kolesterol dan gula darah, memerangkap substansi yang dapat membahayakan manusia, menstimulasi pertumbuhan flora usus, dan sebagainya. Selain itu, berdasarkan hasil percobaan makanan pada tikus diabetes dan parameter metabolisem tertentu seperti glukosa darah, serum dan lemak hati yang diuji menujukkan bahwa XOS dapat memperbaiki kelambatan pertumbuhan, hyperphagia, polydipsia, dan peningkatan glukosa serum. Selain itu, konsumsi XOS juga dapat menurunkan trigliserida hati dan mereduksi indeks desaturasi komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin hati. Berdasarkan fungsi XOS yang dapat menurunkan kadar gula darah, XOS direkomendasikan untuk digunakan sebagai pemanis untuk penderita diabetes (Imazumi et al 1991).

(16)

14 

 

Menurut Tomomatsu (1994) dalam Hsu et al. (2004), dosis dosis harian yang efektif dari oligosakarida(bentuk murni) bagi manusia adalah 3.0 g untuk FOS dan 0.7 g untuk XOS, ini menujukkan bahwa XOS lebih efektif dari FOS dalam meningkatkan kesehatan saluran pencernaan. Berdasakan hasil penelitian tersebut, bila 1 buah permen seberat 2.5 g mengandung 5% XOS maka konsumsi 6 buah (15 g) permen jelly ini akan memenuhi dosis harian efektif dari XOS yaitu sebesar 0.7 g. Selain itu, Xiao et al (2012) menyatakan bahwa konsumsi XOS 1.4 g per hari selama 10 hari akan meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus sacara signifikan dan konsumsi 1-12 g XOS per hari dapat membantu mengatsai gangguan pencernaan.

Tabel 3. Tingkat kemanisan xilo-oligosakarida dan beberapa pemanis lain.

Sumber : Prangdimurti dkk (2007)

2.5

KARAKTERISTIK TEKSTUR

Tekstur merupakan salah satu faktor penting penentu penerimaan produk pangan oleh konsumen selain penampakan dan flavor. Apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak memenuhi harapan konsumen, produk tersebut tidak akan dikonsumsi, atau bila dikonsumsi akan menimbulkan respon yang negatif dari konsumen. Menurut ISO 5492 (1992) dalam Rosenthal (1999), tekstur produk pangan didefinisikan sebagai semua atribut reologi maupun struktural (geometrik dan permukaan) produk yang dipersepsikan oleh reseptor mekanikal, peraba, visual, dan pendengaran manusia. Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal melainkan atribut multidimensional.

Menurut Larmond (1976), karakteristik tekstur dikelompokkan menjadi tiga yaitu kerakteristik mekanik, karakteristik geometrik, dan karakteristik lainnya mencakup kelembaban dan kandungan minyak. Karakteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang

Jenis Gula Kemanisan (% terhadap sukrosa)

Oligosakarida

Frukto-oligosakarida 30-60 Galakto-oligosakarida 20-40

Xilo-oligosakarida 50

Isomalto-oligosakarida 50 Soybean-oligosakarida 70

Laktosukrosa 35-60

Laktulosa 60-70

Disakarida Alkohol

Maltitol 80-95

Laktitol 30-40

Palatinit (sorbitol dan manitol (1:1) 30-40 Monosakrida Alkohol

(17)

15 

 

dipersepsikan oleh indra kinestetik dan terdiri dari lima parameter primer dan tiga parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness, viscosity, elasticity, dan adhesiveness

sedangkan parameter sekunder yaitu brittleness, chewiness, dan gumminess (Larmond 1976). Karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan meliputi gritty, grainy, flaky, stringy dan smooth. Karakteristik lain meliputi atribut mouthfeel

yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan. Beberapa karakteristik mekanikal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Beberapa karakteristik mekanikal dan definisinya

Karakteristik Definisi Sensorial Definisi Instrumental

Kekerasan Gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada

objek

Kerapuhan Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek menjadi

patah (break/fracture)

Adesivitas Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul

diantara permukaan objek dan

permukaan benda lain saat terjadi

kontak antara objek dengan benda

tersebut

Elastisitas Laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi

perubahan bentuk (deformasi)

Siklus = Kontak kedua –

Kontak pertama

Kohesivitas Kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada di dalam objek yang

menuyusun bentuk objek

Kelengketan

(gumminess/stickiness)

Tenaga yang dibutuhkan untuk

menghancurkan (memecah) pangan

semi padat menjadi bentuk yang

siap untuk ditelan.

= Kekerasan x Kohesivitas

Sumber: DeMan (1985); Rosenthal (1999)

(18)

16 

 

(TPA), merupakan metode yang paling umum dipakai; (3) pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas atau modulus elastis (Rosenthal 1999).

(19)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika, BPPT Serpong untuk pembuatan permen jelly, analisis proksimat, dan kadar XOS; Laboratorium Rekayasa Pangan ITP IPB untuk analisis tekstur permen jelly; dan Laboratorium Evaluasi Sensori Seafast IPB untuk analisis organoleptik.

3.2 BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kappa karagenan, konjak, xilo-oligosakarida, gula pasir, sirup glukosa, air mineral, flavor, pewarna makanan, dan asam sitrat. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain permen jelly prebiotik, permen jelly komersial, selenium dioxide, H2SO4, NaOH, K2SO4, CuSO4.5H2O, HCl, metilen red, bromocresol

green, etanol 95%, H3BO3, heksana, miliqu water, etanol 80%, standar xilo-oligosakarida, dan

aquades.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan permen jelly prebiotik antara lain panci, kompor gas, oven, sodet, termometer, timbangan, gelas ukur, cup plastik, sendok stainless steel, loyang, pisau, plastik (PP). Alat-alatyang digunakan untuk analisis adalah alat-alat gelas (gelas piala, gelas ukur, labu takar, pengaduk gelas, erlenmeyer, corong), pipet mikro, texture analyzer, cawan porselen, labu lemak, penangas, statip, water bath, kertas saring whatman no 4, evaporator, sentrifuse, milipore 0.2µm, kolom AminexHPX 57-H, dan alat HPLC.

3.3

METODOLOGI PENELITIAN

3.3.1

Tahap Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini, dilakukan formulasi awal permen jelly prebiotik dan pemilihan formulasi yang akan digunakan. Formulasi awal diperlukan karena permen jelly prebiotik ini tergolong produk baru dengan adanya penambahan xilo-oligosakarida dan tidak ada perbandingan pasti untuk bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan permen jelly dari penelitian sebelumnya. Formulasi awal dilakukan dengan tetap memperhatikan variabel yang telah ditetapkan dan proses pembutan mengacu pada Subaryono dan Utomo (2006) yang dapat dilihat pada Gambar14.

Penentuan proporsi bahan baku seperti gula pasir, glukosa, dan pembentuk gel (karagenan, konjak, dan campuran konjak karagenan) mengacu pada hasil penelitian sebelumnya. Proporsi xilo-oligosakarida ditentukan dari perhitungan asupan xilo-oligosakarida yang memberikan dampak bagi tubuh. Komposisi bahan yang divariasikan dalam penelitian ini adalah perbandingan campuran karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel dan untuk konsentrasi xilo-oligosakarida yang ditambahkan.

(20)

18 

 

1:1(Kemenristek 2010). Bahan pelapis diaplikasikan dengan cara mengguling-gulingkan permen jelly sambil ditekan-tekan dalam wadah berisi gula pasir.

Gambar 14. Diagram alir proses pembuatan permen jelly prebiotik

3.3.2 Tahap Penelitian Utama

Tahap ini terdiri atas pembuatan permen jelly sesuai formula terpilih, analisis tekstur, analisis organoleptik, dan analisis produk akhir yang terdiri atas analisis proksimat dan analisis kadar XOS. Pembuatan permen jelly akan mengacu pada formulsi yang terpilih dari penelitian Pewarna

0.001%

Pelapisan dengan gula pasir 0.1% Permen Jelly prebiotik Air, sukrosa,

glukosa

Pencampuran hingga larut

Pemasakan sambil diaduk pada T=80°C, t= 5 menit

Pengeringan dengan oven pada T=55°C, t=24 jam Penurunan suhu hingga 40°C

konjak/kappa karagenan/campuran konjak

dan kappa karegenan

Pencampuran hingga homogen

Pencetakkan dangan ketebalan 1.5 cm dan pendinginan di suhu

ruang Asam sitrat

0.2%

Pemotongan ukuran 2cm x 2cm x1.5cm

Flavor 0.1%

(21)

19 

 

pendahuluan disesuaikan dengan variabel yang diteliti yaitu rasio konjak dan karagenan serta konsentrasi XOS. Pada tahap ini akan dihasilkan lima belas permen jelly berbeda variabel.

Kelima belas permen jelly berbeda rasio karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS ini akan dianalisis sifat fisiknya meliputi kekerasan (hardness), kelengketan (stickiness), dan elastisitas (elasticity) Bersamaan dengan analisis tersebut dilakukan analisis yang sama pada permen jelly komersial yang akan dijadikan acuan dalam pemilihan formula yang akan diuji lebih lanjut. Setelah analisis fisik selesai, penelitian dilanjutkan dengan pemilihan tiga formulasi terbaik untuk dianalisis organoleptik Formulasi terbaik adalah formulasi yang memiliki karakteristik tekstur mirip dengan produk komersial. Satu formula permen jelly yang paling disukai pada uji organoleptik kemudian dianalisis proksimat dan kadar xilo-oligosakarida.

3.4 Analisis Produk Permen Jelly

Analisis produk dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Adapun analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

3.4.1 Uji Sineresis

Uji sineresis ini dilakukan dengan membandingkan bobot sampel dalam jumlah tertentu pada 0 jam dan setelah 24 jam penyimpanan (Verawaty 2008). Penyimpanan dilakukan dalam gelas plastik tertutup dan saat penimbangan sampel dipindahkan ke gelas plastik baru tanpa mengikutsertakan air yang keluar. Metode mengalami sedikit modifikasi terkait suhu penyimpanan dari suhu refrigerator (10°C) menjadi suhu ruang. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan dibandingkan dengan berat awal permen jelly. Persen sineresis dapat dihitung dengan persamaan (1.1).

Persen sineresis = x 100% (1.1)

Keterangan

A = Berat awal sampel sebelum penyimpanan B = Berat akhir sampel setelah penyimpanan

3.4.2 Uji Tekstur

Pengukuran tekstur (kekerasan, elastisitas, dan kelengketan) permen jelly dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat texture analyzer stable micro system. Tingkat kekerasan permen jelly dinyatakan dalam gram force (gf) yang menunjukkan besarnya gaya tekan untuk mendeformasi produk. Sementara elastisitas menunjukkan laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi) dan kelengketan menujukkan gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan objek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara objek dengan benda tersebut.

(22)

20 

 

Tabel 5. Pengaturan alat texture analyzer untuk pengukuran tekstur permen jelly

Test mode and option T.P.A

Parameters

Pre test speed 1.00 mm/s

Test speed 0.50 mm/s

Past test speed 1.00 mm/s

Rupture test distance 1.0 mm

Distance 2.0 mm

Force 0.98 N

Time 5.00 sec

Count 5

Trigger

Type Auto

Force 0.10 N

Delay Acquisition Off

Stop plot at Final

Auto tar On

Break

Detect Off

Sensitivity 0.98 N

Units

Force Newtons Distance Millimetres

Hasil pengukuran akan ditampilkan dalam bentuk grafik. Kekerasan dilihat dari nilai puncak pada tekanan pertama. Elastisitas dihitung dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh produk pada tekanan kedua hingga mencapai nilai gaya maksimum dengan jarak yang ditempuh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya. Kelengketan dihitung dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva pada penekanan kedua dibagi luasan di bawah kurva pada penekanan pertama.

3.4.3 Uji Organoleptik

Analisis organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan, yaitu rating hedonik dengan 70 orang panelis tidak terlatih (Meillgard 1999) dengan menggunakan skala 1-7. Parameter mutu yang diuji antara lain rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum terhadap tiga formulasi permen jelly dengan karakteristik fisik (tekstur) terbaik. Tiga sampel tersebut disajikan bersamaan dan telah diberi kode berdasarkan angka acak. Penelis diminta untuk memberikan respon terhadap parameter mutu yang diujikan dalam rentang tujuh skala katagori. Dari hasil analisis ini, dapat ditentukan formula terbaik dari segi selera konsumen (hedonik).

3.4.4 Analisis Kadar Air Metode Vakum (AOAC 925.45, 1999)

(23)

21 

 

Kadar air %bb x % (1.2)

Kadar air %bk x % (1.3)

Keterangan:

a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

3.4.5 Analisis Kadar Abu ( SNI 01-2891-1992)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit dan didinginkan

dalam desikator. Kemudian cawan porselen yang telah dingin ditimbang. Selanjutnya 2-3 gram sampel dimasukkan ke cawan porselen. Kemudian sampel diarangkan diatas nyala pembakar. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550oC selama 3-4 jam atau pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selasai, cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan diulang hingga bobot sampel konstan. Kadar abu basis basah dan kering dapat dihitung dengan persamaan (1.4) dan (1.5)

Kadar abu % bb % (1.4)

Kadar abu % bk % % % (1.5)

Keterangan:

a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

3.4.6 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Sejumlah 1-2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu soxhlet kemudian sampel diekstraksi selama ±6 jam. Labu soxhlet tersebut kemudian dimasukkan ke oven bersuhu 105 oC hingga seluruh sisa pelarut (heksana) menguap. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar lemak basis basah dan kering dihitung dengan persamaan (1.6) dan (1.7).

Kadar lemak %bb % (1.6)

Kadar lemak % bk % % % (1.7)

Keterangan:

(24)

22 

 

3.4.7 Analisis Kadar Protein Kasar Metode Semimikro Kjeldahl (SNI

01-2891-1992)

 

Sebanyak 0.1 gram sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl. Selanjutnya ditambahkan 0.5 gram campuran selen ( SeO2 : K2SO4 : CuSO4.5H2O = 1 : 40 : 8). Kemudian dilakukan destruksi di

atas api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam) kemudian dibiarkan dingin. Selanjutnya isi labu dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Kemudian dipipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling. Selanjutnya dilakukan penambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian dilakukan penyulingan selama ± 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator BCG-MR. Setelah itu dilakukan titrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandarisasi hingga berubah warna. Kadar protein basis basah dan kering dihitung dengan persamaan (1.8) dan (1.9).

Kadar protein %bb HC HC x N HCl x . x x . (1.8)

Kadar protein % bk % % % (1.9)

3.4.8 Analisis Total Karbohidrat (

by difference

)

 

Total karbohidrat (by difference) dapat dihitung dengan persamaan (1.10)

Kadar karbohidrat % bb % a b c d (1.10) Keterangan:

a = kadar protein (%) b = kadar air (%) c = kadar abu (%) d = kadar lemak (%).

3.4.9 Analisis Kadar XOS

Analisis kadar xilo-oligosakarida menggunakan HPLC dengan tahapan analisis mengacu pada Jennie (2011) sebagai berikut :

 Pereparasi sampel

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, lalu ditambahkan 50 ml alkohol 80% dan dikocok selama 1 menit. Kemudian dipanaskan dengan water bath pada suhu 85°C selama 15 menit lalu didinginkan. Kemudian sampel disaring dengan kertas saring whatman No. 4. Kemudian sampel dicuci dengan alkohol 80% sebanyak 5ml. Kemudian larutan dikeringkan dengan evaporator. Setelah itu, dilarutkan dengan 2ml air lalu dikocok. Kemudian disentrifuse 3000rpm selama 15 menit. Kemudian disaring dengan milipore (ukuran 0.2µm). Larutan jernih dipipet 0.02 ml dan ditambahkan aquades hingga 1 ml.

 Preparasi standar

(25)

23 

 

standar XOS dengan konsentrasi 0.1% dengan volume akhir 1 ml yang akan diinjeksikan ke dalam HPLC.

 Injeksi ke HPLC

Kondisi HPLC saat injeksi sampel dan standar adalah detektor indeks refraksi, sempel diinjeksikan sebanyak 20μl, kolom Aminex HPX-87-H, fase gerak H2SO4 0.005 M, kecepatan

aliran 0.60 ml per menit, dan suhu kolom 65oC. Konsentarasi XOS dalam sempel dihitung dengan persamaan (1.11).

Konsentrasi XOS = x FP (1.11)

Keterangan :

FP = Faktor pengencran Std = Standar

3. 5

RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua perlakuan yaitu penggunaan jenis pembentuk gel atau perbandingan pembentuk gel (kode: R) dan konsentrasi XOS yang ditambahkan (kode: M). Perlakuan dalam penggunaan jenis pembentuk gel atau perbandingan pembentuk gel adalah sebagai berikut 100% konjak, 100% karagenan, karagenan dan konjak 1:1, karagenan dan konjak 2:1, karagenan dan konjak 3:1 sedangkan perlakuan untuk konsentrasi XOS yang ditambahkan yaitu 3%, 4%, dan 5%. Masing-masing perlakuan dilakukan dua kali ulangan. Berdasarkan matriks pengujian Tabel 6 terlihat bahwa terdapat lima belas kombinasi formulasi yang harus dibuat baik untuk ulangan pertama maupun ulangan kedua.

Model umum rancangan percobaan: Yijk = μ + Si + Pj + SPij + εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan rasio karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS

yang digunakan taraf ke-k

μ = nilai rataan umum

Si = pengaruh perlakuan rasio karagenan dan konjak taraf ke-i

Pj = pengaruh perlakuan konsentrasi XOS yang ditambahkan taraf ke-j

SPij = interaksi pengaruh rasio t karagenan dan konjak serta konsentrasi XOS yang digunakan

tarak ke-j

εijk = galat percobaan i = rasio karagenan dan konjak

j = konsentrasi XOS k = ulangan I dan ulangan II

Tabel 6. Matriks pengujian penelitian Konsentrasi

XOS

Rasio karagenan dan glukomannan

R1 R2 R3 R4 R5

M1 M1R1 M1R2 M1R3 M1R4 M1R5

M2 M2R1 M2R2 M2R3 M2R4 M2R5

(26)

24 

 

Data pengujian tekstur dan organoleptik dianalisis statistik dengan menggunakan software

(27)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PEMILIHAN FORMULA

Pada penelitian ini, formula awal yang dibuat mengacu pada Salamah et al (2006) yaitu 1.5% hidrokoloid, 28% gula pasir, dan 7% glukosa. Permen yang dihasilkan dari formula tersebut mengalami sineresis yang ditandai dengan munculnya titik air pada kemasan setelah 24 jam penyimpanan. Sineresis adalah peristiwa keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel (Winarno 1992). Sineresis pada permen jelly ini dapat dilihat pada Gambar15.

Gambar15. Sineresis Permen Jelly

Untuk mengetahui penyebab sineresis tersebut, dilakukan uji sineresis. Uji sineresis pertama ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya sineresis karena proses atau sifat dari pembentuk gel yang digunakan. Ada dua jenis pembentuk gel yang digunakan pada uji sineresis pertama, yaitu gelatin 8% (kontrol) dan campuran karagenan konjak (1:1) 1.5%. Dalam pengujian ini, bahan lain seperti gula pasir, glukosa, asam sitrat, flavor, pewarna, dan XOS ditambahkan dalam jumlah yang sama untuk tiap perlakuan yaitu masing-masing 28%, 7%, 0.2%, 0.1%, 0.001%, dan 3% dari total bahan. Proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan ini juga sama.

Gelatin dengan konsentrasi 8% dipilih sebagai pembanding karena gelatin merupakan pembentuk gel yang umum digunakan pada pembuatan permen jelly. Menurut Lees dan Jackson (1983), jumlah gelatin yang dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang memuaskan berkisar antara 5-12% tergantung kekerasan produk akhir yang diinginkan. Berdasarkan penelitian Paranginangin (2009), gelatin yang menghasilkan penerimaan dan karakteristik tekstur terbaik adalah pada konsentrasi 8%. Hasil uji sineresis dari dua perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Hasil uji sineresis pengaruh jenis pembentuk gel. 1,08

0 0

0,5 1 1,5

Karagenan : Konjak (1:1)

Kontrol (tanpa oven)

P

ers

en

Si

ne

res

(28)

26 

 

Hasil uji sineresis pada Gambar 16 menunjukkan bahwa persen sineresis yang terjadi pada permen jelly campuran karagenan dan konjak 1:1 sebesar 1.08% sedangkan pada permen jelly gelatin tidak terjadi sineresis (0%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sineresis pada permen jelly prebiotik bukan karena proses, melainkan sifat dari pembentuk gel yang digunakan pada pembutan permen jelly karena proses pembuatan permen jelly untuk kedua perlakuan sama. Permen jelly karagenan dan konjak mengalami sineresis kerena gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan bersifat mudah pecah yang ditandai dengan tingginya sineresis (Fardiaz 1989). Sementara itu, permen jelly gelatin tidak mengalami sineresis karena sineresis pada gelatin akan terjadi pada titik isoelektriknya sedangkan pH permen jelly bukan merupakan titik isoelektrik gelatin (Jones 1977). Karena sineresis yang terjadi disebabkan oleh jenis pembentuk gel yang digunakan sementara jenis pembentuk gel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah campuran konjak dan karagenan yang mengalami sineresis, maka perlu dilakukan formulasi kembali untuk mengatasi sineresis pada permen jelly ini.

Untuk mengatasi sineresis, dilakukan beberapa variasi formulasi seperti variasi pembentuk gel yaitu 1.5% atau 2.5%, variasi perbandingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 atau 2:1, serta variasi jumlah gula pasir dan glukosa yang ditambahkan yaitu 28% gula pasir dan 7% glukosa atau 20% gula pasir dan 5% glukosa. Proses dan jumlah XOS, asam sitrat, flavor, dan pewarna yang ditambahkan pada pembuatan permen jelly untuk semua formula sama. Setiap formula yang dihasilkan akan diukur nilai sineresisnya melalui uji sineresis. Hasil uji sineresis dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hasil uji sineresis pengaruh konsentrasi pembentuk gel, jumlah gula pasir dan glukosa, dan rasio konjak dan karagenan

Hasil uji sineresis pada Gambar 17 menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 28% gula pasir dan glukosa 7% tidak dapat menurunkan sineresis tetapi justru meningkatkan sineresis dari

A  1,08

0,27 1,34

0

0 0,5 1 1,5

(28:7) (20:5)

Pe

rs

en

s

ine

r

esi

s

Rasio gula pasir : glukosa

A = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% B = konjak dan karagenan (1:1) 2.5% C = konjak dan karagenan (1:1) 1.5% D = konjak dan karagenan (1:1) 2.5% E = konjak dan karagenan (2:1) 1.5%

0 B

(29)

27 

 

1.08% menjadi 1.34%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tinggi menghambat pembentukkan gel karagenan sehingga gel yang terbentuk terlalu lemah untuk mengikat air ditambah lagi sifat gula yang higroskopis menyerap air lebih banyak dan menyebabkan sineresis menjadi lebih tinggi. Sementara hasil uji sineresis menunjukkan penurunan jumlah gula dan glukosa yang ditambahakan dari 28% gula pasir dan glukosa 7% menjadi 20% gula pasir dan glukosa 5% pada konsentrasi pembentuk gel (campuran karagenan dan konjak 1:1) 1.5% menurunkan sineresis dari 1.08% menjadi 0.27%. Hal ini dikarenakan jumlah gula dan glukosa yang tidak terlalu tinggi menyebabkan pembentukkan gel karagenan yang lebih baik sehingga air terikat lebih baik. Hasil uji sineresis menunjukkan peningkatan konsentrasi pembentuk gel (karagenan dan konjak 1:1) dari 1.5% menjadi 2.5% pada formula yang menggunakan 20% gula pasir dan glukosa 5% semakin menurunkan sineresis bahkan hingga 0% atau tidak terjadi sineresis tetapi permen yang dihasilkan menjadi terlalu keras dan sulit digigit. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah gula pasir yang menyebabkan pembentukan gel yang lebih baik yang akan mengikat air dengan lebih kuat dan total padatan yang semakin meningkat sehingga air yang terikat tidak terlalu banyak.

Walupun formula yang menggunakan 20% gula pasir, 5% glukosa, dan 2.5% pembentuk gel tidak mengalami sineresis, permen jelly yang dihasilkan terlalu keras sehingga tidak akan disukai konsumen. Untuk itu perlu dilakukan formulasi dengan cara lain yang dapat menghilangkan sineresis selain meningkatkan konsentrasi pembentuk gel yang digunakan. Pada formulasi selanjutnya dilakukan variasi perbadingan karagenan dan konjak yaitu 1:1 dan 1:2. Sementara untuk persen gula, glukosa, XOS dan pembentuk gel (campuran konjak dan karagenan) yang digunakan pada kedua formula tetap yaitu masing-masing 20%, 5%, 3%, dan 1.5% dan proses pembuatannya pun sama.

Hasil pengujian menunjukkan peningkatan jumlah konjak ternyata dapat menghilangkan sineresis pada permen jelly. Hal ini dikarenakan efek sinergisme antara konjak dan karagenan. Penambahan konjak glukomanan dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Akan tetapi tekstur permen jelly menjadi sangat elastis sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk dan sulit dipotong. Selain itu, pada formula karagenan dan konjak 1:2, saat kering permen jelly berbentuk pipih dan sulit digigit.

Karena perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengilangkan sineresis menghasilkan permen jelly yang kurang baik dalam tekstur dan bentuk, maka formula yang dianggap cukup baik adalah formula dengan konsentrasi hidrokoloid (karagenan dan konjak) 1.5%, gula pasir 20%, dan glukosa 5% kerena memiliki nilai sineresis yang tidak terlalu besar yaitu 0.27%, bentuk yang tidak mudah berubah, dan tektur yang tidak telalu keras. Untuk mengatasi sineresis yang masih terjadi sebesar 0.27%, diakukan uji coba pelapisan yang diharapkan dapat mengatasi sineresis. Ada dua bahan yang digunakan sebagai pelapis yaitu gula pasir granula kecil dan campuran tepung tapioka dengan tepung gula dengan perbandingan (1:1). Pengamatan uji coba pelapis hanya dilakukan secara kualitatif dan hasil uji coba pelapis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Pelapisan

Perlakuan

Hasil Pengamatan Kualitatif

24 jam 48 jam sampai 96 jam

Kontrol (tanpa pelapis) Sineresis Sineresis

Gula pasir Tidak sineresis, gula kering Tidak sineresis, gula kering

Tapioka : tepung gula (1:1) Tidah sineresis, pelapis

(30)

28 

 

Hasil uji pelapisan menujukkan bahwa pelapis yang cocok untuk menghilangkan sineresis adalah gula pasir. Gula pasir dapat menghilangkan sineresis karena gula pasir dapat mengikat air yang keluar dari jelly (Satuhu, 2004).

4.2

KARAKTERISTIK TEKSTUR PERMEN JELLY PREBIOTIK

Dalam penelitian ini, karakteristik tekstur yang diukur adalah kekerasan, elastisitas, dan kelengketan permen jelly prebiotik.

4.2.1

Kekerasan

Menurut Rosental (1999), kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek. Kekerasan merupakan salah satu kriteria penting pada permen. Permen yang terlalu keras akan sulit dikonsumsi sedangkan permen yang terlalu lunak terkesan sebagai permen yang sudah lama disimpan dan tidak lagi layak dikonsumsi.

Kekerasan permen jelly prebiotik diukur menggunakan textur analyzer stabel micro system. Kekerasan dilihat dari nilai puncak pada tekanan pertama. Nilai puncak yang semakin besar menujukkan semakin keras permen jelly dan sebaliknya nilai puncak semakin kecil menujukkan semakin lunak permen jelly.

(31)

29 

[image:31.612.169.490.82.273.2]

 

Gambar 18. Grafik rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol.

Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwapeningkatan konsentrasi karagenan dalam campuran konjak karagenan menyebabkan kekerasan permen jelly semakin meningkat. Hal ini diduga kerena sifat gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan itu sendiri. Menurut BeMillerr dan Whistler (1996), kappa karagenan menghasilkan gel yang bertekstur keras dan reversible. Peningkatan konsentrasi kappa karagenan, akan menghasilkan gel yang semakin keras. Akan tetapi, pada permen jelly yang hanya menggunakan karagenan tanpa campuran konjak, memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibanding dengan campuran konjak dan karagenan 3:1. Hal ini diduga terjadi karena efek sinergisme antara konjak dan karagenan dalam campuran konjak dan karagenan. Penambahan konjak dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al 1995). Imeson (2000) juga menambahkan bahwa gel dari kombinasi konjak dengan kappa karagenan menghasilkan gel dengan nilai kekuatan gel empat kali lebih besar dibanding gel dari kappa karagenan saja. Sementara untuk pengaruh konsentrasi XOS, dalam Gambar 18 terlihat bahwa konsentrasi XOS tidak terlalu berpengaruh terhadap kekerasan permen jelly prebiotik. Bila dilakukan pambandingan dengan permen jelly komersial yang menggunakan gelatin, permen jelly dari campuran karagenan maupun karagenan saja, memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan sifat gel dari gelatin. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet.

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dengan permen jelly komersial. Setelah dilakukan uji lanjut Multiple comparison dunnet terhadap kekerasan permen jelly, hasil uji menujukkan bahwa permen jelly prebiotik yang tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan permen jelly komersial.adalah permen jelly dengan campuran karagenan dan konjak dengan perbandingan 1:1 dengan XOS 4% dan XOS 5%.

4.2.2

Elastisitas

Menurut Rosental (1999), elastisitas didefinisikan sebagai laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi). Elastisitas merupakan karakteristik fisik penting pada permen jelly, kerena menurut SNI 3547-2-2008 tekstur kenyal merupakan ciri

0 200 400 600 800

XOS 3% XOS 4% XOS 5%

Kekeras

a

n

Konsentrasi XOS

(1:1)

(1:2) (1:3) Karagenan

kontrol

Rasio konjak

(32)

30 

 

permen jelly. Elastisitas permen jelly prebiotik diukur menggunakan texture analyzer stabel micro system. Elastisitas dihitung dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh produk pada tekanan kedua hingga mencapai nilai gaya maksimum dengan jarak yang ditempuh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya.

[image:32.612.160.480.452.647.2]

Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata nilai elastisitas permen jelly prebiotik berkisar antara 0.82 sampai 1.00. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 1.00, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.99, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:1 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 1.00. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.94, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.96, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:2 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.94. Permen jelly dengan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.80, perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.88, dan perlakuan campuran konjak dan karagenan 1:3 serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.84. Permen jelly dengan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 3% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.86, perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 4% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.82, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai elastisitas sebesar 0.82. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Semantara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 1.00. Grafik nilai rata-rata elastisitas permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Grafik rata-rata elastisitas permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol.

0,75 0,85 0,95 1,05

XOS 3% XOS 4% XOS 5%

El

as

ti

si

tas

Konsentrasi XOS

(1:1)

(1:2)

(1:3) Rasio konjak

(33)

31 

 

Berdasarkan Gamabar 19, elastisitas permen jelly semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi karagenan dalam campuran karagenan dan konjak. Hal ini diduga terjadi karena sifat gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan. Gel kappa karagenan bersifat kuat namun kaku dan memiliki tingkat sineresis yang tinggi (Imeson 2000). Sementara bila dilakukan pembandingan elastisitas antara permen jelly yang campuran karagenan dan konjak 3:1 dengan permen jelly yang hanya menggunakan karagenan, nilai elastisitasnya tidak berbeda. Hal ini diduga kerena jumlah konjak pada campuran karagenan dan konjak 3:1 sangat sedikit sehingga tidak meningkatkan elastisitas. Bila dilakukan pembandingan dengan produk komersial, elastisitas permen jelly dari campuran konjak dan karagenan 1:3maupun karagenan saja, memiliki nilai elastisitas yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan sifat gel yang dihasilkan oleh gelatin bersifat lebih elastis dibandingkan dengan gel yang dihasilkan kappa karagenan. Perbedaan elastisitas ini dikarenakan perbedaan senyawa penyusun. Karagenan tersusun atas polisakarida sedangkan gelatin tersusun atas peptida yang mengakibatkan elstisitasnya lebih tinggi (Pye 1996 dalam Subaryono 2006). Sementara untuk pengaruh konsentrasi XOS, dalam Gambar 19 terlihat bahwa konsentrasi XOS tidak terlalu berpengaruh terhadap elastisitas permen jelly prebiotik.

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dalam hal elastisitas dengan permen jelly komersial. Sementara setelah dialkukan uji lanjut Multiple comparison dunnet terhadap elastisitas permen jelly yang dihasilkan menujukkan bahwa permen jelly dengan campuran karagenan dan konjak 1:1 dan 1:2 dengan XOS 3% , XOS 4% dan XOS 5% tidak berbeda nyata dengan permen jelly komersial.

4.2.3

Kelengketan

Menurut Rosental (1999), kelengketan (gumminess/stickiness) didefinisikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Kelengketan merupakan salah satu karakteristik penting pada permen termasuk permen jelly. Permen yang terlalu lengket akan sulit untuk kunyah dan sudah pasti tidak akan disukai. Kelengketan permen jelly prebiotik diukur dengan texture analyzer stable microsystem. Kelengketan dihitung dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva pada penekanan kedua dibagi luasan di bawah kurva pada penekanan pertama.

(34)

32 

 

[image:34.612.161.486.178.389.2]

mempunyai rata-rata nilai kekerasan sebesar 302.81 gf, dan perlakuan karagenan tanpa konjak serta konsentrasi XOS 5% mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 370. 50 gf. Perlakuan konjak tanpa karagenan tidak dapat diukur karena tidak membentuk gel. Hal ini dikarenakan gel konjak akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10 (Jhonson 2000). Sementara permen jelly komersial mempunyai rata-rata nilai kelengketan sebesar 67.98 gf. Grafik nilai rata-rata kelengketan permen jelly prebiotik dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Histogram rata-rata kelengketan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol.

Berdasarkan Gambar 20, kelengketan permen jelly prebiotik meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi karagenan dalam campuran konjak dan karagenan. Hal ini diduga karena nilai kelengketan dipengaruhi oleh nilai kekerasan yang ditunjukkan dengan penentuan nilai kelengketan dengan mengalikan nilai kekerasan dengan luasan di bawah kurva penekanan kedua dibagi dengan luasan di bawah kurva pada penekanan pertama. Alasan tersebut juga yang diduga menjadi penyebab nilai kelengketan permen jelly campuran konjak dan karagenan maupun karagenan saja menjadi lebih tinggi bila dibandingkan permen jelly komersial yang terbuat dari gelatin. Selain itu, berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa konsentrasi XOS juga tidak memepengaruhi kelengketan permen jelly prebiotik.

Hasil analisis sidik ragam menujukkan bahwa bahwa permen jelly dengan penambahan XOS dan penggunan karagenan dan konjak sebagai pembentuk gel berbeda nyata dalam hal kelengketan dengan permen jelly komersial. Setelah dilakukan uji lanjut Dunnett’s multiple comparison terhadap kelengketan permen jelly yang dihasilkan, hasil uji lanjut menujukkan bahwa semua perlakuan berbeda nyata dengan permen jelly komersial.

4.3 KARAKTERISTIK SENSORI PERMEN JELLY PREBIOTIK

Suatu produk baru baik produk pangan yang benar-benar belum ada sebelumnya ataupun produk hasil pengembangan produk yang telah ada akan dikatakan berhasil bila diterima oleh

0 150 300 450 600

XOS 3% XOS 4% XOS 5%

Kelengk

e

tan

Konsentrasi XOS

(1:1)

(1:2)

(1:3)

karagenan

Rasio konjak

(35)

33 

 

masyarakat. Salah satu cara untuk menentukan daya terima konsumen adalah melalui uji sensori. Dari tiga uji sensori yang umum digunakan, uji yang digunakan untuk menentukan derajat kesukaan dan ketidaksukaan suatu produk adalah uji hedonik atau metode uji afektif. Uji hedonik yang umum dilakukan menggunakan 70-100 panelis yang umum menggunakan produk (Lawless dan Heymann 2010). Uji sensori permen jelly prebiotik menggunakan 70 panelis tidak terlatih dengan empat parameter yaitu rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan, dengan skala 1-7. Permen jelly yang diuji sensori adalah permen jelly dengan campuran konjak dan karagenan dengan perbandingan 1: 1 serta konsentrasi XOS yang ditambahkan 3%, 4 %, dan 5%. Ketiga formula tersebut merupakan formula terbaik dari hasil uji tekstur karena formula tersebut paling mendekati permen jelly komersial. Hal ini ditunjukkan dengan formula tersebut tidak berbeda nyata (α =0.05%) dengan permen jelly komersial dalam hal kekerasan dan elastisitas pada uji lanjut dunnet. Berdasarkan penelitian subjektif peneliti, permen jelly yang akan diuji pada uji organoleptik memiliki kerakteristik kurang kenyal dibanding permen jelly komersial, gula yang menempel terlalu banyak sehingga rasa cenderung terlalu manis, aroma strawberry cukup kuat, dan warna merah yang menarik.

4.3.1 Rasa

Rasa didefinisikan sebagai sensasi yang diterima oleh alat pengecap yang ada di rongga mulut. Rasa ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indra perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Rasa memegang peranan yang sangat penting dalam citarasa pangan dan citarasa merupakan penentu yang handal untuk diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen (Wijaya 2009). Menurut Winarno (1992), penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Has

Gambar

Gambar 18 . Grafik rata-rata kekerasan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol
Gambar 19. Grafik rata-rata elastisitas permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol
Gambar 20. Histogram rata-rata kelengketan permen jelly prebiotik dibandingkan dengan permen jelly komersial dari gelatin (garis lurus berwarna merah) sebagai kontrol
Gambar 1 . Permen Jelly (http://www.alibaba.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data pengamatan gula reduksi permen jelly dengan perlakuan terbaik... Sorini Agro

Gambar produk

Penambahkan ekstrak buah sirsak dan variasi konsentrasi pektin dalam pembuatan permen jelly umbi bit bertujuan untuk menghasilkan permen jelly yang mempunyai karakterisasi yang sesuai

Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna pada permen jelly buah naga dengan penambahan karagenan menunjukkan bahwa dari semua perlakuan yang paling disukai

Hasil dari tabel uji Friedman yang menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi karagenan dan gelatin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap kenampakan permen

Berdasarkan (gambar 2) diperoleh nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur pada permen jelly buah naga dengan penambahan karagenan menunjukkan bahwa dari semua

5.2 Saran Berdasarkan penelitian, untuk elastisitas permen jelly masih sangat kurang dilihat dari pemberian nilai panelis yang tinggi keras, serta warna dari permen jelly yang masih

Rasa permen jelly sari buah Pedada Tekstur Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan P2W2 100ml sari buah pedada tanpa air + 20gram CMC yang mendapat skor 3,36% dari panelis, mendapat