• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Batu Kasar di Permukaan (b)

2.5. Analisis Kemampuan Lahan dengan Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang

3.3.4. Tahapan Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan penelitian dari tahap pra-survei hingga pasca survei terdapat di Gambar 4.

a. Kegiatan Pra-Survei

Pada pelaksanaan penelitian ini dibutuhkan data awal sebagai penunjang dan mempermudah jalannya penelitian. Yang pertama menyusun peta survei dan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder yang diperlukan adalah data curah hujan selama 10 tahun (2005-2014) dari Badan Klimatologi Karangploso dan data suhu udara. Dalam penyusunan peta survei diperlukan beberapa jenis peta untuk di overlay. Penggunaan Peta RBI Lembar Batu 1608-111 skala 1:25.000 dan Lembar Bumiaji 1608-113 dengan skala 1:25.000 adalah bahan awal dalam pembuatan peta administrasi. Peta lereng dari hasil extract antara peta administrasi lokasi penelitian dan DEM. Peta penggunaan lahan yang berasal dari hasil overlay peta administrasi dengan Citra Landsat 8. Dalam melakukan overlay setiap peta menggunakan software ArcGIS 9.3 dan didapatkan output dari overlay adalah peta operasional untuk wilayah survei. Peta yang digunakan terdapat di Lampiran 4 sampai Lampiran 8.

26

b. Pelaksanaan Survei

Satuan Peta Lahan (SPL) terdiri dari 11 SPL hasil overlay antara peta lereng dan peta penggunaan lahan. Peta SPL dapat dilihat di Lampiran 7. Namun, yang menjadi sampel untuk penelitian ini hanya menggunakan 4 SPL dengan kriteria luasan yang paling luas yaitu lebih dari 100 ha. Groundcheck dilakukan untuk pengamatan di lapangan dan memperbaharui peta apakah dari yang sebelumnya dibuat ada perubahan. Data yang diambil dilapang adalah pengukuran kemiringan lereng, drainase, kedalaman efektif, batuan permukaan, tingkat erosi, kepekaan erosi, ancaman banjir dan permeabilitas. Salinitas, permeabilitas dan tekstur tanah diambil sampel tanahnya lalu dilakukan uji di laboratorium. Pengamatan yang dilakukan dengan membuat profil sedalam 2 meter. Kemudian, pada setiap SPL akan dilakukan pemboron 3x (60 cm). Tujuan pemboran untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah secara terbatas, pengecekan batas satuan peta, dan penyebaran tanahnya.

c. Kegiatan Pasca Survei

Kegiatan setelah survei yaitu menganalisis sampel di laboratorium dan yang didapatkan selama pengamatan dilapang. Kemudian kelas kemampuan lahan dihasilkan dari skoring dengan karakteristik tertentu yang sudah tercantum di bab II. Setelah itu, didapatkan klasifikasi kemampuan lahan di Desa Donowarih.

Selanjutnya, pembuatan peta kemampuan lahan menggunakan skoring.

27 Gambar 3. Diagram Kegiatan Penelitian

1.Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-111 Batu 1: 25.000 2.Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-113 Bumiaji 1: 25.000Citra Landsat 8DEM SRTM 1 Arc-Second 30m Peta Administrasi Desa Donowarih 1:50.000Peta Penggunaan Lahan 1:50.000Peta Kelerengan 1:50.000 Peta Satuan Lahan 1:50.000 Penentuan titik pengamatan dan pelaksanaan survei Peta Kemampuan Lahan

Analisis Laboratorium dan Pembuatan Peta Hasil Survei

Data Sekunder: -Curah Hujan -Data Suhu Udara -Wawancara Petani

Data Primer

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Desa Donowarih merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Topografi Desa Donowarih meliputi datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-30%), curam (30-45%) dan sangat curam (>65%). Desa Donowarih berbatasan dengan Desa Tawangargo disebelah Barat, Desa Bocek disebelah Timur, Desa Pendem dan Girimoyo disebelah selatan serta hutan lindung disebalah utara. Peta administrasi Desa Donowarih, Karangploso Malang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Penggunaan lahan di Desa Donowarih meliputi pemukiman, tegalan, kebun dan hutan. Desa Donowarih termasuk mempunyai tanah yang subur untuk usaha pertanian sehingga masyarakat sebagian besar mempunyai usaha pertanian sayur-mayur, padi, jagung, tanaman buah-buahan (apel, jeruk), kopi, tebu pada lahan basah dan kering. Peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Geologi Desa Donowarih, Karangploso Malang termasuk dalam Qvaw atau Quarter Vulkanik Gunung Arjuno-Welirang. Penentuan geologi ini didapatkan dari peta geologi 44-1608 Lembar Malang. Menurut Badan Geologi (2017) bahwa batuan penyusun kompleks Gunung Arjuno-Welirang dihasilkan oleh tiga buah erupsi pusat dari Gunung Arjuno Tua, Gunung Arjuno Muda dan Gunung Welirang berupa aliran lava, aliran piroklastik, jatuhan piroklastik dan lahar yang sebarannya ke arah utara dan barat. Lava yang dihasilkan oleh Gunung Arjuno terdiri dari basalt olivin dan andesit pyroksen, sedangkan dari Gunung Welirang adalah andesit augit hyperstein. Sedangkan untuk landform lokasi penelitian berada di lereng bawah hingga dataran vulkanik.

Salah satu kriteria yang menentukan kelas kemampuan lahannya adalah faktor iklim. Beberapa faktor iklim yang diamati adalah curah hujan dan temperatur. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu tempat tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter (mm). Intensitas hujan menunjukkan tingginya curah hujan per satuan waktu yang mana dinyatakan dalam mm/jam. Jumlah hujan menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan dalam jangka waktu tertentu. Intensitas hujan merupakan sifat hujan yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi erosi.

29

Data curah hujan selama 10 tahun dari 2005-2014, sedangkan data temperatur dihitung menggunakan persamaan Braak, 1928 (dalam Mohr et al., 1972). Rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 2005-2014 berturut-turut 130.08 mm; 137.50 mm; 173.82 mm; 197.17 mm; 197.08 mm; 394.58 mm; 219.58 mm;

170.25 mm; 223.50 mm; 215.42 mm. Berdasarkan data tersebut dan perhitungan dari Schmidt-FergusoQ GLGDSDWNDQ LNOLPQ\D WHUPDVXN GDODP WLSH³&¶ \DLWX DJDN

basah. Data lengkap curah hujan dapat dilihat di Lampiran 1. Untuk suhu udara di titik SPL 2 sebesar 22.320C, di SPL 3 19.590C, di SPL 4 sebesar 20.900C dan di SPL 8 sebesar 19.420C.

4.2. Karakteristik Kemampuan Lahan 4.2.1. Lereng

Kemiringan lereng di daerah penelitian meliputi datar hingga sangat curam, namun wilayah yang dijadikan sampel penelitian meliputi landai atau berombak hingga miring atau berbukit. Data lereng dibuat menggunakan Digital Elevation Models (DEM) 30 m. Hasil peta dan pengukuran langsung menunjukkan tidak berbeda. Kelerengan yang didapat dari 3% hingga 25%. Hasil pengamatan dapat dilihat di Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Pengamatan Lereng

SPL Lereng Deskripsi

2 3% Landai atau berombak

3 15% Agak miring atau bergelombang

4 20% Miring atau berbukit

8 25% Miring atau berbukit

Sumber: Analisis Data

Pengamatan lereng ini menggunakan alat klinometer. Berdasarkan hasil di atas bahwa dengan kemiringan 3% hingga 25% masih cocok untuk lahan pertanian. Titik Pengamatan P2 memiliki kemiringan 3% dengan penggunaan lahan tegalan, P3 memiliki kemiringan 15% dengan penggunaan lahan kebun campuran, P4 memiliki kemiringan 20% dengan penggunaan lahan tegalan dan P8 memiliki kemiringan 25% dengan penggunaan lahan kebun campuran. Peta lereng dapat dilihat di Lampiran 6.

Kemiringan lereng menjadi faktor penting dalam menunjukkan kelas kemampuan lahannya. Kemiringan lereng sangat berpengaruh untuk menghilangkan lapisan atas (top soil) yang subur. Apabila terjadi hujan, aliran

30

permukaan cepat terbentuk di lahan miring dan menghanyutkan lapisan paling subur di permukaan tanah. Hal itu juga akan mempercepat terjadinya pemadatan.

Bahan organik dan unsur-unsur hara tanaman akan hilang dari tanah, sehingga kesuburan dan produktivitasnya akan menurun.

Lahan yang relatif datar mempunyai laju aliran permukaan yang relatif lebih kecil dibandingkan tanah yang bergelombang atau miring. Tanah yang memiliki persentase kemiringan yang besar serta tidak tertutup oleh vegetasi diatasnya memiliki aliran permukaan yang semakin cepat sehingga mampu mengikis dan mengangkut material yang ada pada permukaan tanah dengan daya penghanyut yang lebih kuat.Sesuai pendapat Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991 (dalam Saragih, dkk, 2014) pada tanah yang berlereng, air hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas (topsoil) yang umumnya tanah subur.

Menurut Hendrawan, 2004 (dalam Sitohang, dkk, 2013) lahan-lahan yang miring berpengaruh besar terhadap keagresifan limpasan karena kemiringan lahan turut mengendalikan volume, kecepatan, daya rusak, dan daya angkut limpasan.

Kemiringan lahan yang semakin besar memperbesar peluang terjadinya erosi.

Damayanti (2005) menyatakan bahwa jika derajat meningkat dua kali maka laju erosi tanahnya meningkat sebesar 2.8 kali.

Dokumen terkait