• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI DASAR PENGGUNAAN LAHAN OPTIMAL DI DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI DASAR PENGGUNAAN LAHAN OPTIMAL DI DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI DASAR PENGGUNAAN LAHAN OPTIMAL DI DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO,

KABUPATEN MALANG

Oleh

ATIQAH AULIA HANUF 135040201111362

JURUSAN TANAH

MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

(2)

2

KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI DASAR PENGGUNAAN LAHAN OPTIMAL DI DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO,

KABUPATEN MALANG

Oleh

ATIQAH AULIA HANUF 135040201111362

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

JURUSAN TANAH

MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

(3)

3

PERNYATAAN

Saya Atiqah Aulia Hanuf menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh oarang lain kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 29 Mei 2017

Atiqah Aulia Hanuf

(4)

4

Skripsi ini saya persembahkan untuk

Kedua orang tua tercinta Kakak dan adik yang terkasih dan tersayang Calon pendamping di masa depan

Saudara Seperjuangan di HmI Komisariat Pertanian Brawijaya

Tim survei tanah terbaik sepanjang masa

6HOXUXKWLP´KRUHµ\DQJVHODOXMDGLSHQGXNXQJGDQSHQ\HPDQJDW

Orang-orang hebat yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Ilmu Pengetahuan

(5)

5

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Kemampuan Lahan sebagai Dasar Penggunaan Lahan Optimal di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang

Nama : Atiqah Aulia Hanuf NIM : 135040201111362 Jurusan : Tanah

Laboratorium : Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL)

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui:

Pembimbing Utama,

Prof.Dr.Ir. Soemarno, MS.

NIP. 195508171980031003

Diketahui, Ketua Jurusan Tanah,

Prof.Dr.Ir. Zaenal Kusuma, SU.

NIP. 19540501 198103 1 006

Tanggal Persetujuan :

(6)

6

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan MAJELIS PENGUJI Penguji I

Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS.

NIP. 195508171980031003

Penguji II

Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU.

NIP. 195802141985031003 Penguji III

Danny Dwi Saputra, SP., M.Si NIK.2011068603171001

Penguji IV

Aditya Nugraha Putra, SP., MP.

NIK. 2016098912271001

Tanggal Lulus :

(7)

i

RINGKASAN

Atiqah Aulia Hanuf. 135040201111362. Kemampuan Lahan sebagai Dasar Penggunaan Lahan Optimal di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Dibimbing oleh Soemarno sebagai Dosen Pembimbing Utama.

Hutan tropis terus hilang pada tingkat kritis hingga 13 juta ha/tahun di seluruh dunia (FAO, 2010) dan sekitar 1.1 juta ha/tahun khusus di Asia Tenggara (Miettinen et al., 2011). Selain itu produktivitas lahan untuk kegiatan pertanian juga terus mengalami penurunan akibat erosi dan hilangnya kesuburan (FAO, 2002) dan jumlah negara yang menghadapi krisis kekurangan air semakin banyak.

Kenyataan juga menunjukkan bahwa sekitar 1,6 milyar jiwa masyarakat terutama di wilayah sekitar hutan masih hidup di dalam kemiskinan (Scherr et al. 2003;

FAO, 2006). Berdasarkan data yang ada, luas lahan hutan di Kabupaten Malang mencapai 127.089 ha dan 59 ribu ha diantaranya dikelola oleh Perhutani. Dari 127.089 ha hutan di wilayah itu, sekitar 15 ribu ha dalam kondisi kritis akibat penebangan liar oleh masyarakat di sekitar hutan sehingga terjadi penggundulan hutan secara besar-besaran. Sebelumnya, hutan kritis di daerah itu mencapai 35 ribu ha, namun setelah dilakukan rehabilitasi secara bertahap yang dilakukan berbagai pihak di bawah koordinasi Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, sekarang tinggal 15 ribu ha. Hutan seluas 127.089 ha itu terdiri dari hutan produksi seluas 44.180 ha, hutan lindung 46.207 ha, hutan konservasi 28.811 ha, dan hutan raya seluas 7.891 ha (Anonymous, 2016). Upaya untuk menghindari kesalahan dalam tataguna lahan dan dayaguna lahan serta mengatasi masalah turunnya kemampuan lahan. Salah satu jalan adalah dengan adanya perencanaan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui kelas kemampuan lahan di Desa Donowarih dan menentukan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan di Desa Donowarih.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pelaksanaan Penelitian dilakukan dengan membuat peta satuan lahan (SPL atau Satuan Peta Lahan), kemudian titik diambil dilakukan secara purposive sampling yaitu titik sampel dipilih secara sengaja dengan memperhatikan luasan (>100 ha). Peta satuan lahan didapat dari hasil overlay peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan. Titik pengamatan, pengukuran dan pengambilan sampel

(8)

ii

ditentukan dengan metode stratified random sampling yaitu titik pengamatan lahan di ambil secara acak namun tetap memperhatikan titik luasan yang dihasilkan dari overlay peta SPL tersebut. Pengamatan yang dilakukan dengan membuat profil sedalam 2 meter. Kemudian, pada setiap SPL akan dilakukan pemboran 3x (60 cm).

Hasil penelitian ini adalah dari keempat SPL yang diambil, kelas kemampuan lahan yang didapatkan adalah kelas III dengan faktor pembatas permeabilitas dan tekstur tanah. Hal ini disebabkan karena nilai berat isi tanah termasuk kategori rendah sehingga dikategorikan porus. Sejalan dengan itu, maka kemampuan meloloskan air melewati pori besar. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut. Lahan di kelas III ini dapat digunakan untuk tanaman semusim, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung/cagar alam. Jika digunakan untuk lahan pertanian maka pengelolaannya dalam taraf sedang. Jika didasarkan uraian diatas, penggunaan lahan sebelumnya masih tetap dapat digunakan yaitu tegalan dan kebun campuran.

Untuk mempertahankan kesuburan tanah perlu pemupukan. Hal ini didukung dengan hasil analisis laboratorium mengenai C-organik sangat rendah, yaitu sebesar 0.05 ± 0.36%. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki sifat tanah secara fisika, kimia dan biologi. Salah satu upaya tersebut adalah melalui penambahan bahan organik.

(9)

iii

SUMMARY

Atiqah Aulia Hanuf. 135040201111362. Land Capablity as Foundation to Utilize Land Optimally in Donowarih Village, Karangploso, Malang.

Supervised by Soemarno as the Main Supervisor

Tropical forests continue to disappear at a critical level of up to 13 million ha/year worldwide (FAO, 2010) and about 1.1 million ha/year in Southeast Asia (Miettinen et al., 2011). In addition the productivity of land for agricultural activities also continue to decline due to erosion and loss of fertility (FAO, 2002) and the number of countries facing a water shortage crisis more and more. The fact also shows that around 1.6 billion inhabitants of the community especially in the area surrounding the forest still live in poverty (Scherr et al. 2003; FAO, 2006). Based on existing data, extensive forest land in Malang reached 127,089 hectares and 59 thousand hectares of which are managed by the Forestry Department. From 127,089 hectares of forest in the area, about 15 thousand hectares in critical condition due to illegal logging by communities around the forest so that massive deforestation occurred. Earlier, critical forest in that area reaching 35 thousand hectares, but after a gradual rehabilitation conducted various parties under the coordination of Forestry Malang, now lives 15 thousand hectares. Covering an area of 127,089 hectares that consists of production forest area of 44,180 hectares, protected forest conservation, forest acres 46,207 28,811 hectares, and forest area of 7,891 hectares (Anonymous, 1999). The effort to avoid errors in tataguna and dayaguna of the land as well as addressing the problem of the decline of the ability. One way is by having the appropriate land use planning with its ability. This research aims to know the land capability classes in the village of Donowarih and determine the direction of land use which corresponds to the capabilities of the land in the village of Donowarih.

The research was carried out using the method of survey. Implementation of the Research done by making a map of land units (SPL or units of land use Map), then the point taken in purposive sampling done i.e the point samples are chosen deliberately by observing the extents (> 100 ha). Map of land units are obtained from the results of the overlay map slope slopes and land use maps. The point of observation, measurement and sampling are determined by the method of

(10)

iv

stratified random sampling that is a point of land observation taken at random however remains attentive to the point of land coverage resulting from the overlay map of the SPL. Observations made by creating a profile as deep as 2 meters.

Then, on each drilling will be done 3 x SPL (60 cm).

The results of this study are from the fourth SPL taken, acquired land capability classes are class III with a limiting factor and the permeability of soil texture. This is because the value of the weight of the contents of the land including category low so categorized acusticus. In line with it, the ability to get large pore water passing through. Pore very set once in the permeability of the soil, the larger the pores in the soil, the more quickly the soil permeability anyway. Land in class III can be used to plant annuals, lawns, pastures, forest production, forest protected areas/nature reserves. If used for farmland medium level management then. If the above description is based, the previous land use still remains can be used namely moorland and gardens blend. To maintain the fertility of the soil need fertilizing. This is supported by the results of the laboratory analysis regarding the C-organic very low 0.05 ± 0.36%. Need for efforts to improve soil properties in physics, chemistry and biology. One of these efforts was through the addition of organic matter.

(11)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi, pada program studi Agroekoteknologi, minat Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian 8QLYHUVLWDV %UDZLMD\D GHQJDQ MXGXO ³Kemampuan Lahan sebagai Dasar Penggunaan Lahan Optimal di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, .DEXSDWHQ0DODQJ´.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak, kepada Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS., selaku dosen pembimbing utama atas kesabaran, nasihat dan arahan serta bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh dosen serta karyawan di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya atas fasilitas dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bimbingan bantuan saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari dengan segala keterbatasan yang ada baik pada diri penulis, masih banyak hal-hal yang perlu disempurnakan dan dikembangkan dari tulisan ini.

Penulis sangat mengharapkan masukan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Malang, April 2017

Penulis

(12)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Atiqah Aulia Hanuf dilahirkan di Kebumen, 9 Juli 1995 sebagai putri kedua dari 2 bersaudara dari Bapak Nurwibowo dan Ibu Endang Sri Wahyuni. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 1 Karangtanjung pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007.

Kemudian, penulis melanjutkan ke SMPN 3 Kebumen pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun 2009 sampai dengan 2013 penulis melanjutkan ke tingkat menengah atas di SMAN 2 Kebumen. Pada tahun 2013, penulis tercatat sebagai mahasiswi Strata-1 (S1) Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah aktif dalam organisasi ekstra kampus yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Penulis pernah didaulat menjadi Ketua Umum KOHATI (Korps HMI-Wati) Periode 1437-1438 M / 2016- 2017 M dan sekaligus menjadi Ketua Bidang Permberdayaan Perempuan Periode 1437-1438 H / 2016-2017 M. Di intra kampus penulis aktif mengikuti kepanitian dari kegiatan BEM, DPM dan HMJ yang ada di lingkup Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten praktikum diantaranya mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman, Teknologi Produksi Tanaman, Survei Tanah dan Evaluasi Lahan, Dasar Ilmu Tanah, Teknologi Pupuk dan Pemupukan serta Tanah-Tanah Pertanian Utama di Indonesia. Penulis melaksanakan kegiatan Magang Kerja di PT. Perkebunan Nusantara (Persero) XII Kebun Bangelan, Malang, Jawa Timur.

(13)

iii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

SUMMARY ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Penggunaan Lahan di Desa Donowarih ... 4

2.2 Permasalahan di Desa Donowarih ... 5

2.3 Kemampuan Lahan ... 7

2.3.1. Kelas Kemampuan Lahan ... 8

2.3.2. Subkelas Kemampuan Lahan ... 10

2.3.3. Satuan Kemampuan Lahan ... 11

2.3.4. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 11

2.4 Arahan Penggunaan Lahan yang Optimal ... 19

2.5 Analisis Kemampuan Lahan dengan Sistem Informasi Geografis .. 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.2.1. Alat ... 23

3.2.2. Bahan ... 23

3.3 Metode Penelitian ... 23

3.3.1. Desain Penelitian ... 23

3.3.2. Metode Penentuan Titik ... 23

(14)

iv

3.3.3. Tahapan Pembuatan Peta ... 24

3.3.4. Tahapan Pelaksanaan ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 27

4.2 Karakteristik Kemampuan Lahan ... 28

4.2.1. Lereng ... 28

4.2.2. Kepekaan Erosi ... 29

4.2.3. Tingkat Erosi ... 31

4.2.4. Kedalaman Efektif Tanah ... 32

4.2.5. Tekstur Tanah ... 33

4.2.6. Permeabilitas ... 34

4.2.7. Drainase ... 36

4.2.8. Batuan Kasar di Permukaan ... 37

4.2.9. Bahaya Banjir ... 37

4.2.10. Salinitas ... 38

4.3 Kelas Kemampuan Lahan ... 40

4.3.1. SPL 2 ... 41

4.3.2. SPL 3 ... 42

4.3.3. SPL 4 ... 42

4.3.4. SPL 8 ... 43

4.4 Arahan Penggunaan Lahan yang Optimal... 44

4.5 Arahan Pengelolaan Lahan ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(15)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Perbandingan Luas Lahan ... 4

2. Penggunaan Lahan di Desa Donowarih ... 5

3. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson ... 13

4. Kriteria Lereng ... 13

5. Kriteria Kepekaan Erosi Tanah (Nilai K) ... 14

6. Kriteria Kerusakan Erosi yang Telah Terjadi ... 14

7. Kriteria Kedalaman Tanah ... 15

8. Kriteria Tekstur Tanah ... 15

9. Kriteria Permeabilitas ... 16

10. Kriteria Drainase ... 16

11. Kriteria Batuan Kasar di Permukaan ... 17

12. Kriteria Bahaya Banjir ... 17

13. Kriteria Salinitas Tanah ... 18

14. Skoring Variabel Kelas Kemampuan Lahan... 18

15. Peruntukan Penggunaan Lahan ... 19

16. Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan ... 19

17. Hasil Pengamatan Lereng ... 28

18. Hasil Kepekaan Erosi ... 30

19. Kriteria C-Organik ... 31

20. Hasil Tingkat Erosi ... 31

21. Hasil Kedalaman Efektif ... 32

22. Hasil Tekstur Tanah ... 33

23. Hasil Permeabilitas ... 35

24. Hasil Drainase ... 36

25. Hasil Batuan Kasar di Permukaan ... 37

26. Hasil Bahaya Banjir ... 37

27. Hasil Salinitas ... 39

28. Klasifikasi Kemampuan Lahan SPL 2 ... 41

29. Klasifikasi Kemampuan Lahan SPL 3 ... 42

30. Klasifikasi Kemampuan Lahan SPL 4 ... 43

31. Klasifikasi Kemampuan Lahan SPL 8 ... 44

32. Hasil Analisis C-Organik dan Bahan Organik ... 46

(16)

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan

macam penggunaan lahan ... 7

2. Peta Administrasi ... 22

3. Diagram Kegiatan Penelitian ... 26

4. Peta Kemampuan Lahan ... 40

5. Peta Arahan Pengelolaan Lahan ... 47

(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Data Curah Hujan BMKG Karangploso ... 53

2. Data Klasifikasi Tanah ... 55

3. Dokumentasi Penelitian ... 63

4. Peta Administrasi Desa Donowarih ... 66

5. Peta Penggunaan Lahan DesaDonowarih ... 67

6. Peta Kelerengan Desa Donowarih ... 68

7. Satuan Peta Lahan (SPL) ... 69

8. Peta Kelas Kemampuan Lahan ... 70

9. Peta Arahan Pengelolaan Lahan ... 71

10. Kriteria Sifat Kimia Tanah ... 72

11. Prosedur Pengukuran Kadar Air Tanah ... 73

12. Prosedur Pengukuran C-Organik ... 74

13. Pengukuran Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa ... 75

14. Pengukuran Tekstur Tanah ... 79

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertanian adalah komponen penting dari kesejahteraan sosial yang menempati 40% dari permukaan tanah, mengkonsumsi 70% sumber daya air dan mengelola keanekaragaman hayati di genetik spesies dan tingkat ekosistem (Mulugeta dan Stahr, 2010). Oleh sebab itu, pertanian menyumbang penggunaan lahan yang cukup besar. Namun, saat ini penatagunaan lahan belum dapat melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan yang memadukan unsur pembangunan infrastruktur, kesesuaian lahan bagi pertanian dan kawasan lindung, seharusnya dapat meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati, hasil produk pertanian dan mendukung kehidupan masyarakat di daerah terpencil (Brandon et al., 2005). Namun, hal ini belum terbukti karena meskipun berbagai program perencanaan (termasuk tata guna lahan) telah dilakukan di banyak negara berkembang, fakta-fakta menunjukkan bahwa degradasi lingkungan terus terjadi. Hutan tropis terus hilang pada tingkat kritis hingga 13 juta ha/tahun di seluruh dunia (FAO, 2010) dan sekitar 1,1 juta ha/tahun khusus di Asia Tenggara (Miettinen et al., 2011). Selain itu produktivitas lahan untuk kegiatan pertanian juga terus mengalami penurunan akibat erosi dan hilangnya kesuburan dan jumlah negara yang menghadapi krisis kekurangan air semakin banyak (FAO, 2002). Kenyataan juga menunjukkan bahwa sekitar 1,6 milyar jiwa masyarakat terutama di wilayah sekitar hutan masih hidup di dalam kemiskinan (Scherr et al. 2003).

Seiring dengan perkembangan wilayah maka benturan pemanfaatan lahan sangat terasa di kawasan yang potensial-produktif maupun kawasan lindung.

Masalah utamanya adalah kurangnya perencanaan penggunaan lahan dan benturan kepentingan di berbagai sektor yang terkait dengan potensi lahan. Di tengah- tengah banyak tekanan yang ada, perlu diperhatikan bahwa kesalahan dalam pengelolaan lahan dapat menimbulkan kerusakan lahan itu sendiri dan lebih lanjut dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan penggunaan lahan, kemampuan lahan dan konflik penggunaan lahan maka diperlukan evaluasi lahan dan perencanaan penggunaan lahan secara terpadu.

(19)

2

Salah satu desa yang berada di Kabupaten Malang adalah Desa Donowarih.

Desa ini sulit mengendalikan kegiatan penebangan pohon yang dilakukan di lahan hutan rakyat. Hal ini terkait dengan belum adanya landasan hukum (Peraturan Pemerintah/Peraturan Daerah) yang mengatur kegiatan tersebut. Tidak mudah memberi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Donowarih. Hal ini terkait dengan banyaknya pihak yang memegang andil dalam pengelolaan tersebut, seperti pemilik lahan, instansi terkait, pihak swasta, maupun pemerintah (Muttaqin, 2014). Berdasarkan penelitian dari Survei Perencanaan Desa (2012) bahwa luas hutan di Desa Donowarih seluas 660 ha.

Sedangkan hasil penelitian Muttaqin (2014) bahwa luas hutan yang ada di Donowarih seluas 200 ha. Hal ini menunjukkan adanya pengurangan luasan hutan dan beralih ke berbagai penggunaan lahan selain hutan.

Berdasarkan data yang ada, luas lahan hutan di Kabupaten Malang mencapai 127.089 ha dan 59.000 ha diantaranya dikelola oleh Perhutani. Dari 127.089 ha hutan di wilayah itu, sekitar 15.000 ha dalam kondisi kritis akibat penebangan liar oleh masyarakat di sekitar hutan sehingga terjadi penggundulan hutan secara besar-besaran. Sebelumnya, hutan kritis di daerah itu mencapai 35.000 ha, namun setelah dilakukan rehabilitasi secara bertahap yang dilakukan berbagai pihak di bawah koordinasi Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, sekarang tinggal 15.000 ha. Hutan seluas 127.089 ha itu terdiri dari hutan produksi seluas 44.180 ha, hutan lindung 46.207 ha, hutan konservasi 28.811 ha, dan hutan raya seluas 7.891 ha (Anonymousa, 2016).

Salah satu jalan untuk memperbaiki penggunaan lahan dan untuk mengantisipasi kerusakan lahan adalah dengan adanya perencanaan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya. Kerangka dasar dari evaluasi kemampuan lahan adalah membandingkan persyaratan tertentu dengan sifat-sifat lahan yang ada pada lahan tersebut. Informasi spasial tentang hal-hal tersebut juga belum memadai dalam bentuk peta kemampuan lahan dan penyusunan arahan penggunaan lahan di Desa Donowarih, sehingga dibutuhkan suatu sistem informasi yang dapat mengolah dan menyajikan data-data spasial sumberdaya lahan secara terintegrasi. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat menghasilkan

(20)

3

informasi klasifikasi kemampuan lahan terbaru yang lengkap, akurat dalam bentuk digital spasial.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana kondisi aktual kemampuan lahan di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Malang?

b. Bagaimana rekomendasi arahan penggunaan lahan sesuai kemampuannya?

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini mengetahui kelas kemampuan lahan dan menentukan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

1.4. Manfaat

Manfaat yang diambil pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Didapatkannya data kondisi kemampuan lahan dan rekomendasi arahan penggunaan lahan di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Malang b. Memberikan informasi terkait data kondisi kemampuan lahan dan rekomendasi

arahan kemampuan lahan di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Malang

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan di Desa Donowarih

Menurut Studi Perencanaan Desa (2012) pemanfaatan lahan pada Desa Donowarih digunakan sebagai lahan terbangun dan tidak terbangun. Masing- masing memiliki persentase sebesar 12.36% dan 87.64% (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan Luas Lahan Terbangun dan Tidak Terbangun

No. Jenis Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)

1. Lahan Terbangun 160.42 12.36

2. Lahan Tak Terbangun 1137.59 87.64

Jumlah 1298.01 100

Sumber: Studi Perencanaan Desa (2012)

Lahan terbangun yang ada di Desa Donowarih terdiri dari lahan untuk permukiman, peribadatan, pemerintahan dan pelayanan umum, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, industri, dan pergudangan yang merupakan sebagian kecil dari luas seluruhnya. Untuk fasilitas pendukung permukiman yang berupa prasarana serta jaringan utilitas desa sudah ada yaitu terdiri dari jalan, drainase, jaringan telekomunikasi, air bersih dan jaringan listrik. Lahan yang dipergunakan sebagai lahan terbangun sebesar 160.42 ha dari 1298.01 ha.

Lahan yang ada di Desa Donowarih sebagian besar memang belum menjadi lahan terbangun. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar lahan masih berupa lahan pertanian dan hutan. Lahan tak terbangun yang ada di Desa Donowarih digunakan dengan berbagai macam fungsi, mulai dari persawahan, perkebunan, hutan, pemakaman, dan ladang. Dominasi fungsi terbesar yaitu persawahan dan hutan sebesar 816.9 ha dari luas lahan Desa Donowarih keseluruhan. Lahan persawahan dan perkebunan di Desa Donowarih benar-benar dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat karena sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai petani. Pembagian penggunaan lahan yang ada di Desa Donowarih terdapat pada Tabel 2.

(22)

5

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Desa Donowarih

Bentuk Peruntukan Luas Lahan (ha)

Terbangun 160.4 Pemukiman 146.6 Peribadatan 0.7 Pergudangan 1.2 Industri 2.5

Pemerintahan dan Pelayanan Umum 4.8

Perdagangan dan Jasa 3.6

Pendidikan 1.0 Kesehatan 0.1

Tak Terbangun 1137.6

Perkebunan 24.8 Ladang 289.9 Pemakaman 6.0 Hutan 660.0 Persawahan 156.9 Sumber: Studi Perencanaan Desa (2012)

Hasil dari sektor di Desa Donowarih Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang berasal dari berbagai sektor, seperti pertanian, peternakan dan non pertanian. Pertanian di Desa Donowarih sebagian besar menggunakan sistem tumpang sari dimana dalam satu area lahan pertanian terdapat dua atau lebih jenis tanaman. Hasil pertanian yang ada di Desa Donowarih menurut Studi Perencanaan Desa (2012) meliputi tanaman pangan (padi dan jagung), tanaman hortikultura (sawi, cabai dan tomat) serta tanaman perkebunan (jeruk, kopi, tebu, dan apel).

2.2. Permasalahan Kekeringan di Desa Donowarih

Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk di Desa Donowarih permasalahan yang sering terjadi adalah kekeringan. Salah satu yang mempengaruhi kekeringan salah satunya adalah berkurangnya tutupan hutan sehingga daerah resapan air juga berkurang. Menurut Pudjiharta (2008) penebangan dapat mengurangi atau menghilangkan penutupan oleh tajuk pohon hutan, mengakibatkan berkurangnya cegatan (interception) air hujan oleh tajuk, sehingga air hujan yang tercurah dari atmosfer dapat langsung mencapai permukaan lahan dan sebagian besar akan menjadi aliran. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan apabila curah hujan tinggi. Selain itu pengurangan tajuk pohon hutan juga dapat mengurangi penguapan dari permukaan tajuk, namun terbukanya lahan dari penutupan tajuk mengakibatkan

(23)

6

penguapan air dari permukaan lahan dapat meningkat, karena permukaan lahan lebih banyak menerima radiasi sinar matahari, sehingga suhu permukaan tanah cepat meningkat dan mempercepat penguapan.

Menurut hasil penelitian Muttaqin (2014) Desa Donowarih sulit mengendalikan kegiatan penebangan pohon yang dilakukan di lahan hutan rakyat.

Hal ini terkait dengan belum adanya landasan hukum (Peraturan Pemerintah/Peraturan Daerah) yang mengatur kegiatan pemanenan tanaman tahunan tersebut. Terlebih lagi bila masyarakat pemilik lahan dihadapkan pada persoalan ekonomi, masyarakat akan menjualnya tanpa memperhatikan apakah pohon tersebut masih muda atau sudah bisa dipanen. Hal ini bisa mempengaruhi ketersediaan air yang ada di desa ini karena semakin banyaknya pohon maka kemampuan menyerap airnya besar.

Hasil penelitian Muttaqin (2014) menunjukkan besarnya erosi yang terjadi di Donowarih yaitu: erosi permukaan : 25 Ha, erosi parit : 0 Ha, erosi jurang : 20 Ha, erosi tepi sungai : 15 Ha, tanah longsor : 0 Ha. Apabila tidak segera dilakukan tindakan penanggulangan maka erosi bisa semakin besar. Tidak mudah memberi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Donowarih. Hal ini terkait dengan banyaknya pihak yang memegang andil dalam pengelolaan tersebut, seperti pemilik lahan, instansi terkait, pihak swasta, maupun pemerintah. Namun demikian beberapa solusi terhadap permasalahan tetap ada.

Perlu penetapan model pengelolaan hutan yang tepat dengan mengikutsertakan kelompok tani pemilik lahan dan instansi pemerintah terkait. Hal ini ditujukan agar masyarakat benar-benar dapat merasakan hasil hutan seperti tanaman tumpangsari dan palawija, yang dapat dipanen lebih awal. Dengan demikian tanaman pokok dapat dipelihara dengan baik dan dipanen pada waktunya.

Upaya perbaikan kondisi hutannya secara kuantitas dan kualitas agar fungsi hutan sebagai faktor pengendali aliran dapat ditingkatkan dan diharapkan dapat mengurangi bencana seperti erosi dan longsor. Selain itu, peninjauan ulang tata ruang yang tidak sesuai perlu dilakukan, sehingga tata ruang, tata guna lahan dan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya dan peruntukannya. Karena hal tersebut menyangkut tata ruang, maka berkaitan pula dengan sektor-sektor lain di

(24)

7

luar sektor kehutanan, sehingga perlu direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu.

2.3. Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah suatu sistem klasifikasi lahan yang dikembangkan terutama untuk tujuan konservasi tanah. Sistem tersebut mempertimbangkan kelestarian lahan dalam menopang penggunaannya untuk pertanian secara luas, seperti untuk budidaya tanaman pertanian umum, padang rumput dan agroforestri (Fletcher and Gibb, 1990). Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pola penggunaan lahan (Gambar 1).

Gambar 1. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan (Arsyad, 2010)

Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf romawi I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai kelas VIII dangan pengelolaan yang baik dapat menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan tanaman tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan.

Tanah pada kelas V sampai VIII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Sedangkan tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman buah-buahan, tanaman hias/berbagai jenis bunga, bahkan untuk sayuran dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah serta kondisi air yang baik. Akan tetapi tanah pada

(25)

8

kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan yang alami baik vegetasi maupun kondisinya.

2.3.1. Kelas Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan lahan yang dapat diusahakan bagi pertanian berdasarkan potensi dan pembatasnya agar dapat berproduksi secara berkesinambungan.

Kemampuan lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu (Arsyad, 1989).

Sistem yang banyak dipakai di Indonesia adalah Hockensmith dan Steele (1943). Menurut Hockensmith dan Steele (1943) dan Klingebel dan Montgomery (1973) klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas, dan satuan kemampuan atau pengelolaan (Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012), berikut ini adalah penjelasan setiap kategori klasifikasi kemampuan lahan:

a. Kelas I

Tanah yang masuk ke kelas kemampuan lahan I merupakan tanah yang sesuai untuk berbagai penggunaan lahan. Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, umumnya memiliki kedalaman efektif yang dalam, mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem pengairan air yang baik. Namun, walaupun tanah dengan kelas I cukup baik, upaya-upaya seperti pemupukan atau upaya yang lain tetap diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanah.

b. Kelas II

Tanah yag memiliki kelas kemampuan lahan II memiliki beberapa kendala yang mengurangi pilihan penggunaan lahannya dan memerlukan praktek konservasi yang sedang. Faktor penghambatnya bisa dari lereng yang agak landai, tingkat erosi sedang, kedalaman efektif agak dalam, ketika olah agak sulit, terkadang mengalami banjir dan drainase kurang baik.

(26)

9

Tanah yang masuk kelas II harus dimanfaatkan dengan hati-hati agar produktivitas tanah dapat dipertahankan. Misalnya ketika da lahan dengan lereng agak landau dan bahaya erosi sedang maka dapat dilakukan tindakan konservasi seperti pergiliran tanaman dengan rumput, penggunaan mulsa baik organik maupun anorganik, dan penngolahan menurut kontur.

c. Kelas III

Tanah yang masuk kelas kemampuan lahan III memiliki kendala yang cukup berat. Penggunaan lahan untuk pertanian hanya boleh dalam tingkat keintensifan yang sedang. Kendala-kendala yang ada adalah lereng yang agak curam, peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang agak berat, sering mengalami banjir, drainase agak buruk, permeabilitas lambat dan kapasitas menahan air rendah. Tanah kelas III dimanfaatkan dengan tindakan konservasi tanah seperti pembuatan terasering, pergiliran tanaman, dan strip cropping.

d. Kelas IV

Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring sekitar 15-30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat. Pilihan penggunaan lahannya dari cagar alam hingga pertanian terbatas. Ketika ada lahan dengan kelas IV untuk pertanian hortikultura monokultur maka sebaiknya ditanami juga tanaman tahunan.

e. Kelas V

Pilihan penggunaan lahannya semakin sedikit, dari cagar alam hingga padang rumput. Sulit ketika digunakan untuk tanaman semusim, memiliki tingkat drainase yang buruk sehingga sering tergenang. Karena terdapat di daerah yang cekung tanah ini seringkali tergenang air sehingga tingkat keasaman tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian, tetapi ini lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.

f. Kelas VI

Tanah kelas VI memiliki penghambat yang berat sehingga tidak cocok untuk pertanian. Penggunaan lahan sangat terbatas dari cagar alam sampai padang rumput. Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %. Lahan kelas

(27)

10

VI ini mudah sekali tererosi, telah tererosi berat, zona perakaran dangkal, sering kelebihan air. sehingga lahan inipun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.

g. Kelas VII

Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat, tanah dangkal, berbatu dan selalu tergenang. Tanah ini sama sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih sesuai untuk padang rumput dan hutan lindung.

h. Kelas VIII

Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas 65%, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan, karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan secara alamiah tanpa campur tangan manusia atau dibuat cagar alam (Rayes, 2007).

2.3.2. Subkelas Kemampuan Lahan

Subkelas adalah pengelompokan unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman dominan yang sama jika dipergunakan untuk tanaman pertanian sebagai akibat sifat-sifat tanah, relief, hidrologi, dan iklim (Arsyad, 2010 dalam Liansari 2012). Faktor tersebut terbagi kedalam empat jenis yaitu:

a. Subkelas Erosi (e)

Subkelas ³e´ menunjukkan ancaman atau tingkat erosi yang terjadi merupakan masalah utama. Ancaman erosi diperoleh dari kecuraman lereng serta kepekaan erosi tanah yang tinggi.

b. Subkelas kelebihan air (w)

Subkelas ³w´ menunjukkan bahwa tanah mempunyai hambatan akibat drainase yang buruk, atau disebabkan oleh kelebihan air, dan terancam banjir yang bersifat merusak tanaman.

c. Pembatas perkembangan akar tanaman (s)

Subkelas ³s´ menunjukkan tanah memiliki hambatan pada kondisi perakaran anara lain kedalaman tanah terhadap lapisan yang menghambat perkembangan akar, adanya batuan dipermukaan lahan, kapasitas menahan air yang rendah, serta

(28)

11

sifat-sifat kimia yang sulit diperbaiki seperti salinitas, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan tidak mudah untuk dihilangkan.

d. Pembatas iklim (c)

Pada subkelas ³c´ menunjukkan adanya faktor iklim yang meliputi temperatur dan curah hujan yang menjadi pembatas dalam penggunaan lahan.

2.3.3. Satuan Kemampuan Lahan

Satuan kemampuan adalah pengelompokan lahan yang sama atau hampir sama kesesuaiannya bagi tanaman dan memerlukan pengelolaan yang sama atau memberikan tanggapan yang sama terhadap masukan pengelolaan yang diberikan (Arsyad, 2010 dalam Liansari 2012). Pengelompokan ini merupakan pengelompokan tanah-tanah yang mempunyai keragaan dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi usaha tanaman pertanian pada umumnya serta tanaman rumput untuk pakan ternak. Tanah-tanah pada setiap satu satuan kemampuan lahan harus disesuaikan dengan upaya pengolahan yang tepat dan sesuai dengan kondisi tanahnya.

2.3.4. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Tanah beserta komponen lahan yang meliputi bentuk lahan, hidrologi, dan iklim serta kaitannya dengan penggunaan lahan, pengelolaan, dan produktivitas lahan merupakan dasar dalam pengelompokan kelas kemampuan lahan. Menurut Arsyad, 2010 dalam Liansari 2012) bahwa untuk mempermudah dalam melakukan klasifikasi lahan maka diperlukan kriteria yang jelas, beberapa kriteria yang dipergunakan untuk melakukan pengelompokan dalam kelas antara lain adalah sebagai berikut:

a. Iklim

Komponen iklim yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan lahan adalah temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah akan sangat berpengaruh terhadap jenis dan pertumbuhan tanaman. Pada daerah tropika yang berpengaruh terhadap temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan air laut. Udara yang bebas bergerak pada umumnya akan menglami penurunan temperatur yang berkisar 1oC pada setiap 100 m naik di atas permukaan air laut.

Penyediaan air secara alami yang berupa curah hujan yang tergolong rendah berada pada daerah agak basah (sub humid), agak kering (semi arid) dan kering

(29)

12

(arid). Untuk itu setiap lokasi didasarkan atas penampilan tanaman, sehingga pengaruh interaksi antara iklim dengan tanah harus diperhitungkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini diperlukan data curah hujan guna menghitung kepekaan erosi tanah (K). Braak, 1928 (dalam Mohr et al. 1972) berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia memprediksi suhu menggunakan persamaan berikut:

T = 26.30C ± 0.61 h

Keterangan : T = Temperatur (0C)

26.30C = temperature rata-rata pada permukaan laut H = ketinggian tempat dalam hectometer (100 meter)

Pengolahan data curah hujan menggunakan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson. Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson sangat terkenal di Indonesia dan banyak digunakan pada jenis tanaman tahunan, Schmidt-Ferguson 1951 (dalam Tjasyono 2006) menggunakan nilai perbandingan (Q) antara rata- rata banyaknya bulan kering (Md) dan rata-rata banyaknya bulan basah (Mw) dalam satu tahun. Klasifikasi ini tidak memasukkan unsur suhu karena menganggap amplitudo suhu pada daerah tropika sangat kecil, untuk menentukan bulan kering dan bulan basah maka kategorinya yaitu bulan kering jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan < 60 mm, bulan lembab jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 ± 100 mm dan bulan basah jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm. Sedangkan untuk menentukan rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

Md : Rata-rata bulan kering Ȉfd : Frekuensi bulan kering T : Banyaknya tahun penelitian

Md = ஊ௙ୢ

(30)

13

Keterangan:

Mw : Rata-rata bulan basah Ȉfw : Frekuensi bulan basah T : Banyaknya tahun penelitian

Tahapan Selanjutnya dalam metode Schmidt-Ferguson adalah menentukan nilai Q dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Q : tipe ikim Schmidt-Ferguson Md : Rata-rata bulan kering Mw : Rata-rata bulan basah

Kriteria menurut klasifikasi iklim Schmidt ± Ferguson sebagai berikut:

Tabel 3. Klasifikasi Iklim Schmidt ± Ferguson

Rentang Nilai Keterangan Tipe

0 ± 14.3 Sangat Basah A

14.3 ± 33.3 Basah B

33.3 ± 60.0 Agak Basah C

60.0 ± 100.0 Sedang D

100.0 ± 167.0 Agak Kering E

167.0 ± 300.0 Kering F

300.0 ± 700.0 Sangat Kering G

൐700.0 Ekstrim Kering H

Sumber: Schmidt-Ferguson

b. Lereng (I), Kepekaan Erosi (Nilai K) dan Tingkat erosi Pengelompokkan lereng dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria Lereng

Kode Kriteria Deskripsi Skor

I0 < 3 Datar 7

I1 3 ± 8 Landai atau berombak 6

I2 8 ± 15 Agak miring atau bergelombang 5

I3 15 ± 30 Miring atau berbukit 4

I4 30 ± 45 Agak curam 3

I5 45 ± 65 Curam 2

I6 >65 Sangat curam 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012 Mw = ஊ௙୵

Q = ୑ୢ

ெ௪ x 100%

(31)

14

Pengelompokkan kepekaan erosi sebagai berikut:

Tabel 5. Kriteria Kepekaan Erosi Tanah (Nilai K)

Kode Kriteria Deskripsi Skor

KE1 0,00-0,10 Sangat rendah 6

KE2 0,11-0,20 Rendah 5

KE3 0,21-0,32 Sedang 4

KE4 0,33-0,43 Agak tinggi 3

KE5 0,44-0,55 Tinggi 2

KE6 >0,55 Sangat tinggi 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

Kepekaan tanah atau erodibilitas dapat ditentukan dengan aturan rumus menurut persamaan Weischmeier, et al. (1971), yaitu

Ketersediaan :

M = ukuran partikel (% pasir sangat halus + % debu x (100 - % liat) a = kandungan bahan organik (% C x 1,724)

b = harkat struktur tanah c = harkat permeabilitas tanah

Pengelompokkan tingkat erosi sebagai berikut:

Tabel 6. Kriteria Kerusakan Erosi yang Telah Terjadi

Kode Kriteria Skor

e0 Tidak ada erosi 6

e1 Erosi ringan, <25% lapisan tanah atas hilang 5 e2 Erosi sedang, 25-75% lapisan tanah atas hilang 4 e3 Erosi agak berat, >75% lapisan tanah atas hilang atau

<25% lapisan bawah hilang

3 e4 Erosi berat >25% lapisan tanah bawah hilang 2

e5 Erosi sangat berat = erosi parit 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012 c. Kedalaman Efektif Tanah (k)

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah hingga pada lapisan yang keras atau lapisan glei pada profil tanah yang dapat mengganggu dan membatasi perakaran. Faktor kedalaman efektif tanah ini sangat mempengaruhi perkembangan akar. Apabila kedalamanya relatif tipis maka akan menghambat perkembangan akar, dan sebaliknya. Kriteria penskoran pada klasifikasi kedalaman efektif tanah adalah sebagai berikut:

K = 1,292{ 2,1 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} /100

(32)

15

Tabel 7. Kriteria Kedalaman Tanah

Kode Kriteria Kedalaman (cm) Skor

k0 Dalam >90 4

k1 Sedang 50-90 3

k2 Dangkal 25-50 2

k3 Sangat dangkal <25 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012 d. Tekstur tanah (t)

Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya (Arsyad, 2010). Tekstur tanah merupakan perbandingan antara partikel-partikel tanah dalam suatu massa tanah, yakni perbandingan antara pasir, debu, dan lempung. Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan serta produktivitas tanah. Selain itu tekstur tanah juga berpengaruh terhadap tingkat plastisitas, permeabilitas, kemampuan tanah dalam mengikat unsur hara, kekerasan, serta kemudahan dalam mengelola tanah. Untuk penentuan klasifikasi kemampuan lahan tekstur lapisan atas tanah (0-30 cm) dan lapisan tanah bawah (30-60 cm) dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 8. Kriteria Tekstur Tanah

Kode Kriteria Deskripsi Skor

t1 Halus Liat berpasir, liat berdebu, liat 1 t2 Agak

halus

Lempung liat berpasir,lempung berliat, lempung liat berdebu

2 t3 Sedang Lempung, lempung berdebu, debu 3 t4 Agak

kasar

Lempung berpasir, lempung berpasir halus, lempung berpasir sangat halus.

2

t5 Kasar Pasir berlempung, pasir 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012 e. Permeabilitas (p)

Permeabilitas tanah adalah cepat atau lambatnya air merembes ke dalam tanah melalui pori-pori mikro ataupun ke arah horisontal maupun vertikal. Permeabilitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan tanah dalam meloloskan air sampai pada zona jenuh. Kriteria penskoran pada klasifikasi permeabilitas tanah adalah sebagai berikut:

(33)

16

Tabel 9. Kriteria Permeabilitas

Kode Kriteria Deskripsi (cm/jam) Skor

P1 Lambat < 0.5 1

P2 Agak lambat 0.5 - 2.00 2

P3 Sedang 2.00 - 6.25 3

P4 Agak cepat 6.25 - 12.5 2

P5 Cepat >12.5 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

Dalam menghitung gerakan air melalui tanah pada kondisi jenuh dikenal Hukum Darcy yang biasa digunakan dalam menghitung permeabilitas. Menurut Israelsen dan Hansen 1962 (dalam Siregar, 2013) bahwa Hukum Darcy merupakan satu ukuran pengaliran air pada tanah jenuh dan dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

k = koefisien permeabilitas (cm/jam) Q = debit air (cm3/jam)

A = luas permukaan tanah (cm2)

hL = tinggi muka air dan tebal tanah (cm) L = tebal/kedalaman tanah (cm)

f. Drainase (d)

Drainase tanah dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 10. Kriteria Drainase

Kode Kriteria Deskripsi Skor

d0 Berlebihan Sedikit air yang ditahan oleh tanah, sehingga tanaman segera kekurangan air

1 d1 Baik Tanah mempunyai peredaran udara yang

baik. Profil tanah berwarna cerah

5 d2 Agak baik Peredaran udara di daerah perakaran baik,

sampai kedalaman 60 cm tidak ada bercak

4 d3 Agak

buruk

Peredaran udara didaerah perakaran baik, terdapat bercak pada kedalaman 40cm

3 d4 Buruk Lapisan dekat permukaan tanah terdapat

bercak

2 d5 Sangat

buruk

Air menggenang di permukaan dalam waktu yang relatif lama

1 Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

K = ொ௅

஺௛௅

(34)

17

g. Faktor-faktor khusus

Faktor-faktor penghambat lain yang mungkin ada adalah batu, bahaya banjir dan salinitas.

1. Batu Kasar di Permukaan (b)

Kerikil adalah bahan kasar yang berdiameter > 2 mm ± 7.5 cm (jika berbentuk bulat) atau sampai 15 cm sumbu panjang (jika berbentuk pipih). Batu kecil adalah bahan kasar ataubatu berdiameter 7.5 cm sampai 25 cm (jika berbentuk bulat) atau sumbu panjangnya berukuran 15-40 cm (jika berbentuk pipih). Persebaran kerikil dan batu kecil dapat dikelompokkan menjadi:

Tabel 11. Kriteria Batu Kasar di Permukaan

Kode Kriteria Deskripsi (% dari volume total tanah) Skor

b0 Tanpa, sedikit 0-15 4

b1 Sedang 15-50 3

b2 Banyank 50-90 2

b3 Sangat banyak >90 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012 2. Bahaya Banjir

Ancaman banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 12. Kriteria Bahaya Banjir

Kode Kriteria Deskripsi Skor

O0 Tidak pernah

Selama setahun tidak pernah terjadi banjir >24 jam

5 O1 Kadang-

kadang

Banjir >24 jam terjadi tidak teratur < satu tahun 4 O2 Agak sering Dalam waktu satu bulan selama setahun secara

teratur terjadi banjir >24 jam

3 O3 Sering Selama 2-3 bulan secara teratur terjadi banjir

selama24 jam 1

2 O4 Selalu Selama > 6 bulan terjadi banjir secara teratur

>24jam

1 Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

(35)

18

3. Salinitas (g)

Salinitas tanah dinyatakan dalam kandungan garam larut atau hambatan listrik ekstrak tanah berikut:

Tabel 13. Kriteria Salinitas Tanah

Kode Kriteria Deskripsi Skor

g0 Bebas < 0.15 garam terlarut 4

g1 Sedikit 0.15-0.35% garam terlarut 3 g2 Sedang 0.35 ± 0.65% garam terlarut 2

g3 Banyak >0.65% garam terlarut 1

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

Perhitungan kelas kemampuan lahan dapat dilakukan dengan cara menghitung interval kelas yang diperoleh dari setiap karakteristik lahan, berikut adalah tabel nilai tertinggi dan terendah dari setiap faktor karakteristik lahan:

Tabel 14. Skoring Variabel Kelas Kemampuan Lahan

No Karakteristik Lahan Nilai Maksimal Nilai Minimal

1 Kemiringan lereng 7 1

2 Kepekaan erosi tanah 6 1

3 Kerusakan erosi yang terjadi 6 1

4 Kedalaman tanah 4 1

5 Tekstur lapisan atas 3 1

6 Tekstur lapisan bawah 3 1

7 Permeabilitas 3 1

8 Drainase 5 1

9 Batu kasar di permukaan 4 1

10 Ancaman banjir 5 1

11 Salinitas 4 1

Total 50 11

Sumber: Arsyad, 2010 dalam Liansari, 2012

Interval kelas = (jumlah nilai tertinggi- jumlah nilai terendah) / Jumlah KKL = (50 ± 11) / 8

= 39 / 8

= 4,8

(36)

19

Dari perhitungan skor kelas kemampuan lahan diatas, maka didapatkan kelas kemampuan lahannya:

Tabel 15. Peruntukan Penggunaan Lahan

KKL Skor Peruntukan

I 45-49 Pertanian sangat intensif ± cagar alam II 41-45 Pertanian intensif ± cagar alam III 36-40 Pertanian sedang ± cagar alam IV 31-35 Pertanian terbatas ± cagar alam

V 26-30 Penggembalaan intensif ± cagar alam VI 21-25 Penggembalaan sedang ± cagar alam VII 16-20 Penggembalaan terbatas ± cagar alam

VIII 11-15 Cagar alam

Sumber: Arsyad, 2010

Tabel 16. Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan

No Faktor Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

1 Lereng I0 I1 I2 I3 I0 I4 I5 I6

2 Kepekaan erosi

KE1 , KE2

KE3 KE4,

KE5 KE5 (*) (*) (*) (*) 3 Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*) 4 Kedalaman

Tanah k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)

5 Tekstur Lapisan Atas

t1, t2, t3

t1, t2, t3

t1, t2, t3, t4

t1, t2, t3, t4

(*) t1, t2, t3, t4

t1, t2, t3, t4 T5

6

Tekstur Lapisan Bawah

Sda Sda Sda Sda (*) sda sda t5

7 Permeabilitas P2, P3

P2, P3

P2, P3, P4

P2, P3, P4

P1,

P4 (*) (*) P5

8 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0 9 Kerikil/Batua

n b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4

10 Ancaman

Banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)

11 Salinitas

(***) g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)

Keterangan : (*) = dapat memiliki sembarang sifat, (**) = tidak berlaku, (***) = umumnya terdapat didaerah beriklim kering (Arsyad, 2010)

(37)

20

2.4. Arahan Penggunaan Lahan yang Optimal

Alih fungsi lahan ini dapat memicu proses geomorfik yang mengakibatkan degradasi atau kerusakan lahan (Sutikno, 1993). Permasalahan tersebut muncul ketika alih fungsi lahan terus menerus terjadi. Lahan hutan yang terus diubah menjadi lahan permukiman maka kandungan hara di lapisan tanah atas (top soil) akan hilang, akibatnya keadaan kimia, fisik dan juga semakin berkurang. Adanya fungsi dan degradasi lahan ini disebabkan oleh lemahnya manajemen lahan (FAO, 2006), sehingga diperlukan adanya arahan arahan penggunaan lahan.

Sumberdaya lahan sangat vital dalam keberlanjutan program pembangunan, ketahanan pangan dan kelestarian alam. Degradasi kualitas lahan, termasuk kesuburan, produktivitas dan fungsi lainnya, merupakan ancaman serius bagi tujuan-tujuan pembangunan. Kesuburan tanah merupakan sebuah kondisi dinamis yang menentukan seberapa baik tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Sumner, 2000). Tanah mendukung pertumbuhan tanaman dengan menyediakan media tumbuh bagi perakarannya, serta memberikan berbagai unsur hara dan air yang diperlukan tanaman dalam proses metabolismenya. Produktivitas lahan merupakan hasil dari kemampuan lahan (termasuk kesuburan tanah, lereng, kelembaban, suhu dan lainnya) untuk menampung dan menyediakan kondisi lingkungan terbaik yang dibutuhkan fungsi-fungsi perakaran tanaman (Johnson et al., 2000). Erosi tanah juga perlu dipertimbangkan secara serius dalam penatagunaan lahan. Pengabaiannya dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kualitas lahan. Erosi dapat mengurangi kedalaman tanah, menghilangkan bahan organik, dan unsur hara tanaman yang terkonsentrasi di lapisan permukaan tanah.

Faktor-faktor tersebut dan peningkatan kemampatan tanah akan menurunkan produktivitas serta potensi lahan di masa yang akan datang (Young, 1990). Kehilangan lapisan permukaan tanah akibat erosi juga berarti kehilangan komponen biologi yang menjaga kesuburan tanah (Basuki dan Sheil, 2005). Erosi tidak hanya mengancam kualitas lahan di suatu tempat, tetapi juga menimbulkan resiko lingkungan di tempat lain (Arsyad, 2010). Erosi dapat meningkatkan resiko terjadinya longsor dan menurunkan fungsi badan air termasuk kualitas air serta hasil perikanan. Air merupakan sumberdaya penting yang terdegradasi.

(38)

21

Agar tidak semakin rusak lahan tersebut, maka arahan penggunaan lahan yang optimal sangat diperlukan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan klasifikasi kelas kemampuan lahan oleh Arsyad (2010) yang tertera di Gambar 1 dan Tabel 15.

2.5. Analisis Kemampuan Lahan dengan Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data, serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. Sumber data yang dapat digunakan sebagai masukan (input) di dalam sistem ini adalah survey lapangan (pengukuran lapangan), peta, dan data dari penginderaan jauh. Prinsip dasar Sistem Informasi Geografi adalah setiap data spasial/geografis berkaitan dengan letak (position) dan atribut. Data yang berkaitan dengan letak geografis digambarkan sebagai titik (point), garis (arc), dan area (poligon). Sedangkan atribut menerangkan fenomena yang menyertai titik, garis, dan poligon tersebut.

Ada 2 struktur data di dalam sistem informasi geografi yaitu struktur data raster dan vektor. Struktur data raster adalah kumpulan dari titik atau ruang (cells) yang meliput suatu permukaan bumi ke dalam kotak yang teratur (regular grid). Di dalam struktur data raster atribut obyek secara langsung berhubungan dengan posisi obyek tersebut. Contoh dari struktur data raster adalah data penginderaan jauh seperti potret udara dan citra satelit. Pada struktur data raster masing-masing kotak (cells) menunjukkan luasan dari permukaan lahan. Struktur data vektor menampilkan kenampakan dengan tingkat ketelitian posisi yang jauh lebih tinggi dibanding data raster (Aronoff, 1989).

Sistem Informasi Geografis dibutuhkan untuk mengetahui sebaran kelas kemampuan lahan di Desa Donowarih dan membuat peta survei guna mengecek kondisi lahan aktual. Menurut Suryanto (2012) metode overlay atau tumpang susun merupakan metode penampakan peta yang sangat baik dipergunakan untuk mengadakan kajian keruangan, hasil inventarisasi terhadap komponen tanah meliputi data sifat fisik dianalisis untuk dapat dipergunakan dalam mengidentifikasi kemampuannya. Data tanah, kelerengan dan curah hujan dapat

(39)

22

digunakan secara keruangan melalui analisis ini sehingga dapat diketahui lokasi- lokasi yang memiliki kemampun lahan dan daya dukung terhadap lingkungan.

(40)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Januari 2017 ± April 2017 di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Peta lokasi penelitian disajikan di Gambar 2.

Gambar 2. Peta Administrasi Desa Donowarih

(41)

24

3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat

Dalam penelitian ini alat yang diperlukan yaitu: alat tulis, kamera, seperangkat laptop, alat-alat laboratorium fisika dan kimia tanah serta survey set.

Survey set terdiri dari GPS, cangkul, sekop, bor tanah, Munsell Color Chart, pisau lapang, meteran, sabuk profil, klinometer dan kompas. Alat-alat untuk pemetaan meliputi ArcGIS 9.3, PCI Geomatika 9.0 serta Google Earth Pro 7.1.5.1557. Alat- alat yang digunakan di laboratorium fisika digunakan untuk mengukur permeabilitas, berat isi dan tekstur tanah. Kemudian, alat yang digunakan di laboratorium kimia meliputi pengukuran KTK, KB (K, Ca, Mg dan Na), Salinitas (Electro Conductivity), C-organik dan pH (Lampiran 11 ± Lampiran 14).

3.2.2 Bahan

Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-111 Batu 1: 25.000, Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-113 Bumiaji 1: 25.000, Data Curah Hujan 10 tahun terakhir 2005-2014 BMKG Karangploso, DEM SRTM 1 Arc-Second 30m, Citra Landsat 8, bahan-bahan kimia digunakan untuk pengukuran tekstur tanah, KTK, KB (K, Ca, Mg, Na), Salinitas, C-organik dan pH (Lampiran 11 ± Lampiran 14).

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pengumpulan data sekunder berupa wawancara petani setempat, data curah hujan 10 tahun yaitu tahun 2005-2014 dan dokumentasi. Survei dilakukan untuk melakukan penilaian dan pengukuran kondisi lapangan untuk mendapatkan data primer. Penilaian langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer di lapangan berupa tingkat erosi, kelas drainase tanah, kerikil atau batuan, dan tingkat bahaya banjir.

Pengukuran dilakukan untuk mengetahui data primer berupa kepekaan erosi, tingkat kelerengan dan kedalaman efektif tanah. Uji laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh data primer tentang sifat fisik dan kimia tanah yang meliputi tekstur tanah, nilai permeabilitas tanah, salinitas, pH, KTK, KB dan C-Organik.

3.3.2. Metode Penentuan Titik

Penentuan titik sampel tanah dimulai dengan membuat peta satuan lahan (SPL atau Satuan Peta Lahan), kemudian titik diambil dilakukan secara purposive

(42)

25

sampling yaitu titik sampel dipilih secara sengaja dengan memperhatikan luasan (>100 ha). Peta satuan lahan didapat dari hasil overlay peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan. Titik pengamatan, pengukuran dan pengambilan sampel ditentukan dengan metode stratified random sampling yaitu titik pengamatan lahan di ambil secara acak namun tetap memperhatikan titik luasan yang dihasilkan dari overlay peta SPL tersebut. Titik sampel yang diperoleh dari overlay beberapa peta tersebut diupayakan dapat mewakili daerah yang akan disurvey dengan perbandingan skala di peta 1:50.000.

3.3.3. Metode Pembuatan Peta

Peta kemampuan lahan dibuat dengan cara skoring. Metode yang digunakan dalam menganalisis kemampuan lahan yaitu dengan perbandingan berdasarkan faktor pembatas pada masing-masing parameter satuan pemetaan lahan. Analisis kemampuan lahan dibagi berdasarkan kelas dan sub kelas kemampuan lahan.

3.3.4. Tahapan Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan penelitian dari tahap pra-survei hingga pasca survei terdapat di Gambar 4.

a. Kegiatan Pra-Survei

Pada pelaksanaan penelitian ini dibutuhkan data awal sebagai penunjang dan mempermudah jalannya penelitian. Yang pertama menyusun peta survei dan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder yang diperlukan adalah data curah hujan selama 10 tahun (2005-2014) dari Badan Klimatologi Karangploso dan data suhu udara. Dalam penyusunan peta survei diperlukan beberapa jenis peta untuk di overlay. Penggunaan Peta RBI Lembar Batu 1608-111 skala 1:25.000 dan Lembar Bumiaji 1608-113 dengan skala 1:25.000 adalah bahan awal dalam pembuatan peta administrasi. Peta lereng dari hasil extract antara peta administrasi lokasi penelitian dan DEM. Peta penggunaan lahan yang berasal dari hasil overlay peta administrasi dengan Citra Landsat 8. Dalam melakukan overlay setiap peta menggunakan software ArcGIS 9.3 dan didapatkan output dari overlay adalah peta operasional untuk wilayah survei. Peta yang digunakan terdapat di Lampiran 4 sampai Lampiran 8.

(43)

26

b. Pelaksanaan Survei

Satuan Peta Lahan (SPL) terdiri dari 11 SPL hasil overlay antara peta lereng dan peta penggunaan lahan. Peta SPL dapat dilihat di Lampiran 7. Namun, yang menjadi sampel untuk penelitian ini hanya menggunakan 4 SPL dengan kriteria luasan yang paling luas yaitu lebih dari 100 ha. Groundcheck dilakukan untuk pengamatan di lapangan dan memperbaharui peta apakah dari yang sebelumnya dibuat ada perubahan. Data yang diambil dilapang adalah pengukuran kemiringan lereng, drainase, kedalaman efektif, batuan permukaan, tingkat erosi, kepekaan erosi, ancaman banjir dan permeabilitas. Salinitas, permeabilitas dan tekstur tanah diambil sampel tanahnya lalu dilakukan uji di laboratorium. Pengamatan yang dilakukan dengan membuat profil sedalam 2 meter. Kemudian, pada setiap SPL akan dilakukan pemboron 3x (60 cm). Tujuan pemboran untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah secara terbatas, pengecekan batas satuan peta, dan penyebaran tanahnya.

c. Kegiatan Pasca Survei

Kegiatan setelah survei yaitu menganalisis sampel di laboratorium dan yang didapatkan selama pengamatan dilapang. Kemudian kelas kemampuan lahan dihasilkan dari skoring dengan karakteristik tertentu yang sudah tercantum di bab II. Setelah itu, didapatkan klasifikasi kemampuan lahan di Desa Donowarih.

Selanjutnya, pembuatan peta kemampuan lahan menggunakan skoring.

(44)

27 Gambar 3. Diagram Kegiatan Penelitian

1.Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-111 Batu 1: 25.000 2.Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1608-113 Bumiaji 1: 25.000Citra Landsat 8DEM SRTM 1 Arc-Second 30m Peta Administrasi Desa Donowarih 1:50.000Peta Penggunaan Lahan 1:50.000Peta Kelerengan 1:50.000 Peta Satuan Lahan 1:50.000 Penentuan titik pengamatan dan pelaksanaan survei Peta Kemampuan Lahan

Analisis Laboratorium dan Pembuatan Peta Hasil Survei

Data Sekunder: -Curah Hujan -Data Suhu Udara -Wawancara Petani

Data Primer

27

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Desa Donowarih merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Topografi Desa Donowarih meliputi datar (0- 8%), landai (8-15%), agak curam (15-30%), curam (30-45%) dan sangat curam (>65%). Desa Donowarih berbatasan dengan Desa Tawangargo disebelah Barat, Desa Bocek disebelah Timur, Desa Pendem dan Girimoyo disebelah selatan serta hutan lindung disebalah utara. Peta administrasi Desa Donowarih, Karangploso Malang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Penggunaan lahan di Desa Donowarih meliputi pemukiman, tegalan, kebun dan hutan. Desa Donowarih termasuk mempunyai tanah yang subur untuk usaha pertanian sehingga masyarakat sebagian besar mempunyai usaha pertanian sayur- mayur, padi, jagung, tanaman buah-buahan (apel, jeruk), kopi, tebu pada lahan basah dan kering. Peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Geologi Desa Donowarih, Karangploso Malang termasuk dalam Qvaw atau Quarter Vulkanik Gunung Arjuno-Welirang. Penentuan geologi ini didapatkan dari peta geologi 44-1608 Lembar Malang. Menurut Badan Geologi (2017) bahwa batuan penyusun kompleks Gunung Arjuno-Welirang dihasilkan oleh tiga buah erupsi pusat dari Gunung Arjuno Tua, Gunung Arjuno Muda dan Gunung Welirang berupa aliran lava, aliran piroklastik, jatuhan piroklastik dan lahar yang sebarannya ke arah utara dan barat. Lava yang dihasilkan oleh Gunung Arjuno terdiri dari basalt olivin dan andesit pyroksen, sedangkan dari Gunung Welirang adalah andesit augit hyperstein. Sedangkan untuk landform lokasi penelitian berada di lereng bawah hingga dataran vulkanik.

Salah satu kriteria yang menentukan kelas kemampuan lahannya adalah faktor iklim. Beberapa faktor iklim yang diamati adalah curah hujan dan temperatur. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu tempat tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter (mm). Intensitas hujan menunjukkan tingginya curah hujan per satuan waktu yang mana dinyatakan dalam mm/jam. Jumlah hujan menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan dalam jangka waktu tertentu. Intensitas hujan merupakan sifat hujan yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi erosi.

(46)

29

Data curah hujan selama 10 tahun dari 2005-2014, sedangkan data temperatur dihitung menggunakan persamaan Braak, 1928 (dalam Mohr et al., 1972). Rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 2005-2014 berturut-turut 130.08 mm; 137.50 mm; 173.82 mm; 197.17 mm; 197.08 mm; 394.58 mm; 219.58 mm;

170.25 mm; 223.50 mm; 215.42 mm. Berdasarkan data tersebut dan perhitungan dari Schmidt-FergusoQ GLGDSDWNDQ LNOLPQ\D WHUPDVXN GDODP WLSH³&¶ \DLWX DJDN

basah. Data lengkap curah hujan dapat dilihat di Lampiran 1. Untuk suhu udara di titik SPL 2 sebesar 22.320C, di SPL 3 19.590C, di SPL 4 sebesar 20.900C dan di SPL 8 sebesar 19.420C.

4.2. Karakteristik Kemampuan Lahan 4.2.1. Lereng

Kemiringan lereng di daerah penelitian meliputi datar hingga sangat curam, namun wilayah yang dijadikan sampel penelitian meliputi landai atau berombak hingga miring atau berbukit. Data lereng dibuat menggunakan Digital Elevation Models (DEM) 30 m. Hasil peta dan pengukuran langsung menunjukkan tidak berbeda. Kelerengan yang didapat dari 3% hingga 25%. Hasil pengamatan dapat dilihat di Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Pengamatan Lereng

SPL Lereng Deskripsi

2 3% Landai atau berombak

3 15% Agak miring atau bergelombang

4 20% Miring atau berbukit

8 25% Miring atau berbukit

Sumber: Analisis Data

Pengamatan lereng ini menggunakan alat klinometer. Berdasarkan hasil di atas bahwa dengan kemiringan 3% hingga 25% masih cocok untuk lahan pertanian. Titik Pengamatan P2 memiliki kemiringan 3% dengan penggunaan lahan tegalan, P3 memiliki kemiringan 15% dengan penggunaan lahan kebun campuran, P4 memiliki kemiringan 20% dengan penggunaan lahan tegalan dan P8 memiliki kemiringan 25% dengan penggunaan lahan kebun campuran. Peta lereng dapat dilihat di Lampiran 6.

Kemiringan lereng menjadi faktor penting dalam menunjukkan kelas kemampuan lahannya. Kemiringan lereng sangat berpengaruh untuk menghilangkan lapisan atas (top soil) yang subur. Apabila terjadi hujan, aliran

(47)

30

permukaan cepat terbentuk di lahan miring dan menghanyutkan lapisan paling subur di permukaan tanah. Hal itu juga akan mempercepat terjadinya pemadatan.

Bahan organik dan unsur-unsur hara tanaman akan hilang dari tanah, sehingga kesuburan dan produktivitasnya akan menurun.

Lahan yang relatif datar mempunyai laju aliran permukaan yang relatif lebih kecil dibandingkan tanah yang bergelombang atau miring. Tanah yang memiliki persentase kemiringan yang besar serta tidak tertutup oleh vegetasi diatasnya memiliki aliran permukaan yang semakin cepat sehingga mampu mengikis dan mengangkut material yang ada pada permukaan tanah dengan daya penghanyut yang lebih kuat.Sesuai pendapat Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991 (dalam Saragih, dkk, 2014) pada tanah yang berlereng, air hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas (topsoil) yang umumnya tanah subur.

Menurut Hendrawan, 2004 (dalam Sitohang, dkk, 2013) lahan-lahan yang miring berpengaruh besar terhadap keagresifan limpasan karena kemiringan lahan turut mengendalikan volume, kecepatan, daya rusak, dan daya angkut limpasan.

Kemiringan lahan yang semakin besar memperbesar peluang terjadinya erosi.

Damayanti (2005) menyatakan bahwa jika derajat meningkat dua kali maka laju erosi tanahnya meningkat sebesar 2.8 kali.

4.2.2. Kepekaan Erosi

Kepekaan erosi tanah adalah kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh curahan air hujan. Apabila kepekaan erosi tanah rendah maka berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah kuat dan sebaliknya apabila kepekaan erosi tanah tinggi maka berarti bahwa resistensi atau daya tanah rendah.

Kepekaan erosi tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah seperti tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah dan bahan organik. Hasil perhitungan didapatkan hasil seperti tertera di Tabel 18.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa sekali pun organisasi nirlaba, LAZ APU memperlihatkan sebuah pengelolaan yang profesional sehingga kegiatan yang dilakukan

Metode perancangan Tugas Akhir menjelaskan tentang sejarah singkat dan perkenalan seni tari modern baru yang di sajikan dalam unsur Desain Komunikasi Visual dengan bentuk

membujur pegunungan Meratus Utara dari barat ke timur yang juga menjadi.. batas wilayah Provinsi

Laba yang diperoleh koperasi sering disebut sisa hasil usha (SHU), laba tersebut akan dikembalikan ayau dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa-jasanya. Akan

permasalahan dalam pengajaran bahasa Jerman. 3) Mengurus surat ijin penelitian ke SMA Pasundan Cikalong Cianjur.. 7) Melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Kondisi engagement diukur dengan mengacu pada dimensi dan komponen engagement pada framework APS yang dilakukan dengan pembobotan dengan metode AHP pada

Aspek kerja hukum teori Llewellyn mendukung dasar paham realisme Amerika yang menilai penerapan aturan hukum kepada fakta situasi yang datang sebelumnya untuk

Secara umum metodologi yang digunakan adalah mendapatkan data (dimensi dan material sasis), pembuatan geometri sasis, meshing , memasukkan data material, menetapkan