• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAK BANYAK g enera si sekarang di kota Tebing Tinggi dan

Dalam dokumen MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI (Halaman 49-51)

sekitarnya yang mengetahui jejak ke- hidupan dan perjuangan sosok ulama kharismatik Syekh H. OK Machmoed

Syafi'I (foto). Machmoed Syafi'i ada-

lah Mufti Besar atau Hofdh Kadli

Kerajaan Negeri Padang, sepeninggal

mufti sebelumnya Syekh H. Tengku

Muhammad Hasyim Al Kholidi Naq-

sabandi, yang wafat pada 1928. Syekh H. OK Machmoed Syafi'i menjadi Hofdh Kadli Kerajaan Negeri Padang

selama tujuh tahun, yakni 1928-1935. Ulama thariqat aliran Naqsabandiyah itu, hidup semasa dengan Raja Teng- ku Muhammad Nurdin alias Marah Hudin (1870-1914), pemangku raja Padang dari Kesultanan Deli Teng- ku Jalaluddin (1914-1928), Tengku Alamsyah (1928-1931), Tengku Is- mail (1931-1933) dan Tengku Hasyim

(1933-1946). Menjabat sebagai Hofd

Kadli di masa Tengku Alamsyah, Tengku Ismail dan Tengku Hasyim.

Beliau, dilahirkan pada 1854

di salah satu nagari di Batu Sangkar, Minangkabau dari keluarga penga- nut Islam yang taat. Di usia muda,

Machmoed Syafi'i setelah belajar aga- ma dengan banyak guru di kampungn- ya, diajak merantau oleh abangnya. Mereka pun melanglang buana ke berbagai negeri. Bahkan, sampai di Makkah al Mukarramah untuk belajar ilmu-lmu keagamaan khususnya ilmu

tasawuf. Di tanah suci itu, Machmoed Syafii tinggal cukup lama, ada yang

menyebut hingga delapan tahun, tapi ada juga yang menyebut 10 tahun.

Saat Raja Kerajaan Neg- eri Padang Tengku Haji Muhammad Nurdin, menunaikan ibadah haji, keduanya bertemu. Dalam perte- muan itu, Tengku Haji Muhammad

Nurdin, mengajak Machmoed Syafii

untuk tinggal dan mengajar di Neg- eri Padang. Ajakan itu pun disam- but dengan baik, bersama abangnya

Machmoed Syafii pulang kembali ke

tanah air. Dia, berdiam dan mengem- bangkan ilmu agamanya di Negeri Padang, sedangkan abangnya ber-

diam dan tinggal di Negeri Serdang. Sudah menjadi tradisi di kalangan para sultan di Kesultanan Melayu Sumatera Timur, bahwa mere- ka memiliki kepedulian yang tinggi terhadap agama Islam. Salah satu di antara kepedulian itu, adalah mendi- rikan maktab di tanah suci. Maktab itu dimaksudkan sebagai tempat pers- inggahan dan menginap masyarakat di kerajaannya yang melaksanakan ibadah haji. Selain itu, mereka juga mengajak putra-putra asal Nusan- tara yang belajar dan bermukim di Makkah untuk kembali ke tanah air, mengajar dan mensyiarkan Islam.

Tidak mengherankan, jika para sultan dari Kesultanan Lang- kat, Deli, Serdang, Bedagai, Padang, Asahan hingga Kuta Pinang me- miliki ulama-ulama yang menimba ilmu dari Makkah. Dalam paham

fiqih, seluruh Kesultanan Melayu Sumatera Timur bermazhab Syafii- yah, sedangkan dalam thariqat um- umnya beraliran Naqsabandiyah.

SINERGI

Profil

Selama tinggal menetap di Negeri Padang, Syekh H. OK

Machmoed Syafii, banyak mengajar

di kalangan keluarga kerajaan, mulai

dari Bandar Khalifah hingga ke Ti- nokkah (Sipispis). Bahkan, beberapa maktab juga didirikan untuk siar agama Islam, khususnya di kalangan rakyat di hulu Negeri Padang yang masih memiliki keyakinan tradsion- al Sipelebegu. Awalnya, Syekh H.

OK Machmoed Syafii tinggal dan menetap di Bandar Khalifah dan

menjadi imam besar Masjid Raja

Bandar Khalifah. Dia, menjalan- kan tugas-tugas keagamaan sebagai

tuan kadli mewakili Hofdh Kadli

di kesyahbandaran itu. Di antara murid Syekh H. OK Machmoed

Syafii yang kemudian mengi- kuti jejaknya adalah Tuan Kadli Harun dan Tuan Kadli Mahmud.

Selama hidupnya Syekh

H. OK Machmoed Syafii memiliki

empat istri dan 25 anak. Istri beliau

tercatat Ulong Afifah, Ulong Sa- riah, Da'ah dan Siti Mariam. Dari 25 anak itu, hingga kini yang masih

hidup, adalah Mahiddin Syafii (foto)

yang saat ini bermukim di Kam- pung Atur Mangan, Kel. Sri Pa- dang, Kec. Rambutan. Diperkirakan, keturunan Syekh H. OK Machmoed

Syafii mencapai ribuan orang

dan tersebar di berbagai daerah. Sebagai ulama kharismatik Negeri Padang, Syekh H. OK Macmoed

Syafii juga dikenal sebagai ulama yang memiliki karomah. Sifat karo- mah itu menjadi cerita turun temurun di kalangan keluarga besar ulama thariqat Naqsabadiyah itu. Seperti

penuturan Mahiddin Syafii, di mana Syekh H. OK Machmoed Syafii den- gan izin Allah bisa merubah dedau- nan menjadi uang di saat terdesak.

Kisahnya bermula, ketika

Syekh H. OK Machmoed Syafii yang telah menjadi Hofd Kadli Neg- eri Padang akan menikahkan warga kerajaan di Kampung Paya Kapar.

Hofd Kadli ini selalu ditemani anak

angkatnya bernama Said kemana pun dia pergi, baik saat mengajar atau berdakwah dan menikahkan warga kerajaan. Ketika malam tiba,

berangkatlah Machmoed Syafii

dan anak angkatnya menuju ru-

mah ahlun nikah. Mereka berang- kat menggunakan sado yang ber- tugas mengantar jemput mereka. Di perjalanan, ulama itu ke- lupaan membawa uncangnya tempat biasa menyimpan uang. Menjel- ang dekat dengan rumah ahlun ni-

kah, Machmoed Syafii minta sado

yang ditumpanginya berhenti dan dia pun turun. Kemudian segera berjalan menjauhi sado dan masuk ke hutan kecil di tepi jalan. Pengir- ingnya tidak mengerti kenapa ulama itu turun dan hilang sebentar di re- rimbunan. Tak berapa lama Syekh Machmoed keluar dan mereka mel- anjutkan perjalanan. Menjelang tu- run, Syekh Machmoed memberi- kan ongkos kepada anak angkatnya Said dan berpesan kelebihan uang itu untuk anak angkatnya. Hanya saja, beliau menambahkan pesan, segera belanjakan uang itu dan jan- gan disisakan hingga esok hari. Entah karena sayang pada pemberian ulama itu, Said hanya membelanjakan sedikit uang itu, dengan minum kopi di salah satu warung. Sedangkan sisanya tetap disimpan. Keesokan paginya, Said terkejut karena siasa uang pembe- rian ulama itu hilang. Dicari ke- mana pun tetap tak ada. Ketika hal itu disampaikan kepada Syekh

H. OK Machmoed Syafii, ulama

thariqat itu hanya tersenyum, sam- bil mengatakan sudah diingatkan agar uang itu segera dibelanjakan.

Karomah kedua yang jadi cerita turun temurun keturunan

Syekh Machmoed Syafii, adalah

menjala ikan di daratan, tapi jalan- ya berisi ikan yang banyak. Dic- eritakan, ketika masih bermukim

di Bandar Khalifah, ada kebiasaan

baik ulama ini, yaitu menjamu je- maah dan murid-muridnya untuk datang dan makan di rumahnya. Satu kali, istri keduanya Ulong Sa- riah mengingatkan akan adanya makan bersama dengan murid-mu- ridnya di kediaman mereka. Sang istri mengingatkan, selain beras tak ada lauk pauk di dapur. Ulong Sa- riah meminta agar ulama itu men- cari lauk pauk. Tapi hingga waktu maghrib, lauk pauk itu belum ada di dapur, sehingga sang istri ge-

lisah dan melaporkannya kepada

ulama bermazhab Syafiiyah itu.

Segera saja, beliau mengambil jala yang tergantung di tiang dapur dan kemudian pergi

keluar. Sang anak Mahiddin Syafii

yang waktu itu berusia delapan ta- hun, heran bagaimana bisa malam- malam pergi menjala, sehingga dia mengikuti ayahnya itu. Anehnya, ulama itu tidak pergi ke sungai, ka- rena jarak antara sungai dan rumah

berkisar 100 meter. Mahiddin Syafii

melihat dari atas tangga dapur lah ulama kerajaan itu menebar jalanya di daratan. Namun, ketika jala itu di- angkat, ada banyak ikan yang masih hidup menggelepar di jaring jala itu. "Saya kaget bagaimana bisa menjala di darat, tapi ada ikannya," terang Mahiddin, anak ulama Negeri Pa- dang yang kini berusia 89 tahun, di kediamannya. Hasil menjala di darat itulah dijadikan lauk pauk menjamu makan murid-muridnya malam itu.

Selama menjabat Hofdh

Kadli Negeri Padang, Syekh H. OK

Machmoed Syafii berkantor di Balai

Kerapatan – sekarang Markas Ko- ramil 013 – bersama dengan pem- besar kerajaan lainnya. Sedangkan keluarganya tinggal di Kampung Badak Bejuang – sekarang eks Bi- oskop Prince atau komplek ruko Ja-

lan KF Tandean – hingga wafatnya.

Menurut penuturuna Ma-

hiddin Syafii, ulama kerajaan Neg-

eri Padang itu wafat pada 1935

sepulang dari mengikuti kegiatan muzakarah antar ulama kesultanan Sumatera Timur di Tanjung Balai. "Dari diagnosis dokter, orang tua saya itu meninggal karena serangan jantung," tutur Mahiddin. Syekh H.

OK Machmoed Syafii, dimakamkan

di lahan keluarganya di Kampung

Durian –sekarang Jalan Prof. Hamka

– berdamping dengan stadion Kam- pung Durian. Di komplek itu juga dimakamkan salah seorang anaknya. Namun, pada 2010, saat lahan war- isan itu dijual, makam ulama Negeri Padang itu dipindahkan ahli waris

ke pemakaman Masjid As Syafa'ah Kampung Bicara di Jalan Prof.

Hamka, Kel. Durian, Kec. Bajenis.

SINERGI

Budaya

Budaya Pernikahan Adat Jawa

Dalam dokumen MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI (Halaman 49-51)

Dokumen terkait