• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.4 Analisis Tanda-Tanda Semiotik Dalam Novel

3.4.3 Tanda Semiotik Pada Alur

Alur dalam sebuah novel adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian iu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

lxxi Richard dalam Nurgiyantoro, 1998: 149-150) membedakan tahapan alur atau plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut.

1. Tahap Situasi (mulai melukiskan keadaan)

2. Tahap generating circumtances (tahap pemunculan konflik) 3. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik

4. Tahap climaks (mencapai titik puncak) 5. Tahap denovement (tahap penyelesaian)

Alur merupakan tulang punggung suatu cerita yang menuntun kita memahami keseluruhan cerita dengan segala sebab akibat di dalamnya. Alur yang

terdapat di dalam novel / / imra’atun‘inda nuqtati al-sifri /

‛Perempuan di Titik Nol ’Karya Nawal Al-Sa‛dawi adalah alur campuran yang

memulai cerita melalui tahapan-tahapan yaitu:

Dalam novel ini diawali dengan tahapan situasi, yaitu pemaparan pertama berisi informasi kedatangan Dokter penjara untuk menemui Firdaus di penjara, sebagaimana kutipan berikut :

-

/wa takarraratu

. Wa asbaha al-bahasa al-nafsī allażī aqūmu bihi muhaddidan bil fasyli/“saya kembali ke penjara beberapa kali, tetapi semua daya upaya saya untuk menemui Firdaus tidak berhasil. Saya merasa bagaimanapun juga bahwa penelitian saya dalam keadaan gawat” (Al-Sa’dawi, 2000: 6)

Adapun tanda semiotik pada paparan pertama berupa indeks, sebab Firdaus tidak berhasil ditemui mengakibatkan penelitiannya dalam keadaan gawat.

Paparan kedua berisikan informasi pengenalan kehidupan ayah Firdaus sebagai petani miskin. Sebagaiman kutipan berikut :

lxxii /abī faqīru fallāhi lam yaqru wa lam yaktub, wa lam ya‛rif min al -hayāti illa an yazra‛a al-ardi, wa yabī‛u al-jāmūsati al-masmūmati qabla an tamūta. Wa yabī‛u abnitahu al-użarāi qabla an tabūra. Wa yusriqu zirā‛ata jārihi qabla an yusriqahu jārihi wa yunhinī ‛alā yadī al-‛umdati dūna an yuqbalahā, wa yadribu zaujatahu kulla lailatin hattā ta‛iddu al -ardi/ “ayah saya seorang petani miskin, yang tak dapat membaca dan menulis, sedikit pengetahuannya dalam kehidupan. Kecuali bagaimana caranya bertanam. Bagaimana menjual kerbau yang telah diracun oleh musuhnya sebelum mati, bagaimana menukar anak gadisnya dengan imbalan mas kawin bila masih ada waktu, bagaimana caranya mendahlui tetangganya mencuri tanaman pangan yang matang di ladang . bagaimana meraih tangan ketua kelompok dan berpura-pura menciumnya, bagaiman memukul istrinya dan memperbudaknya tiap malam”( Al-Sa’dawi, 2000: 16-17)

Dalam paparan kedua pada kutipan diatas tanda semiotik ikon terdapat

pada kata

/

faqīru fallāhi/ ‘petani miskin’ ditandai dengan minimnya

pengetahuan ayah Firdaus tentang membaca dan menulis

Indeks, sebab ayah petani miskin mengakibatkan ia berfikir menjual kerbau yang telah diracun oleh musuhnya sebelum mati dan menukar anak gadisnya dengan imbalan mas kawin serta mendahului tetangga untuk mencuri tanaman di ladang. Dan memukul istrinya. Tindakan ayah Firdaus pada penjelasan diatas merupakan indeks sifat licik dan ringan tangan.

Selanjutnya tahapan cerita beralih ke tahap pemunculan konflik, (masalah- masalah) dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya, seperti kutipan berikut mengenai pembicaraan perjodohan.

lxxiii /khālī al-syaikhu mahmūd rajlu sālihun, wa ma‛āsyahu kabīru, wa laisa lahu aw lādu, wa huwa wahidu munża mātatu jawjathu al-‛āma al-mādī walaw tajawaja asyaikhu mahmuūdun firdausi, la‛āsat ma‛ahu hayāatun tayyibatan wawajada fīhā ajjawjati al-mutī‛ati allatī tukhdimahu watu′nisi wahdatahu. Firdawsi kuburat yā sayyadanā asyaikhu, wa lā budda an tatajawwaj. An baqā′a hā hattā al-ana bigairi jawāji syai′in khutra. Firdawsi bintu tayyibatin, wa lakinna awlādu al-harāma kasirūna. /“pamanku, Syekh Makhmoud adalah seorang yang terhormat. Dia punya pensiun yang besar dan tak punya anak-anak, dan ia masih hidup sendirian sejak istrinya meninggal tahun yang lalu. Bila ia menikah dengan Firdaus, Firdaus akan memperoleh kehidupan yang baik bersamanya, dan ia akan mendapatkan pada diri Firdaus seorang istri yang penurut, yang akan melayaninya dan akan meringankan kesunyiannya. Firdaus telah bertambah besar, yang mulia, dan harus dikawinkan. Dia adalah seorang gadis yang baik, tetapi dunia ini sudah penuh dengan begajul (Al-Sa’dawi, 2000: 52)

Konflik pada kutipan diatas mengenai perjodohan Syekh Mahmoud dengan Firdaus, adapun menjadi ikon pada kalimat diatas adalah kata

/al-syeikh mahmud /dan kata /firdaus/ merupakan ikon dari

kata

/tazawaju / ‘ menikah’ disini mengandung pengertian perjodohan.

Konflik lain yang terjadi dalam tahap ini mengenai pemukulan oleh seykh Mahmoed terhadap Firdaus.

-

/fa′ahaża yasīhu bisawtin āla samuhu al-jairāni. Summa bada′a yadribnī bisababin wa bigairi sababin. Darabnī marratan bika‛bin al-hażā′i hatta taurami wajhī wajasdī, fatarakat baitahu wa żahabat ilā ammī. / “pada suatu peristiwa itu ia mempunyai kebiasaan untuk memukul saya, apakah dia mempunyai alasan atau tidak. Pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya.

lxxiv Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. Lalu saya tinggalkan rumah dan pergi ke rumah paman”. (Al-Sa’dawi, 2000: 63)

Ikon pada kutipan diatas tentang pemukulan yaitu pada kata / -

/ ‘sepatunya’, merupakan alat atau benda, sesuai dengan konteks kalimat diatas menurut interprestasi gambaran dia memukul dengan sepatunya sampai muka dan badan Firdaus menjadi bengkak dan memar mempunyai makna dengan sepatulah Firdaus dipukul.

Kisahan selanjutnya beranjak ke tahap klimaks yaitu konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitasnya puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebagaimana kutipan berikut :

-

/wa amsaktu al-babu li aftahahu, farafa‛a yadahu āliyān wasifa‛anī, farafa‛tu yadī a‛lā min yadihi wasaf‛atuhu. Waraaita asyarara al -ahmara fī ‛aynīhi,watuharrikatu yadahu nahwi jībahu liyakharuja as-sikīna. Lakinna yadī

kānat - -

, agmadata as-sikīna. Wadihasat lisuhūlati harakatin yadī wahiya tagamada as-sikīna. Wadihasat aksaru liannanī lam af‛alhā min qabla / “saya berhasil memegang grendel pintu dan siap membukanya, tetapi dia mengangkat tangannya ke atas dan menampar saya. Saya angkat tangan saya lebih tinggi dari yang ia lakukan, dan memukul dengan keras pada mukannya. Warna putih pada matanya menjadi merah. Ia mulai mengambil pisau yang ada dalam kantungnya, tetapi tangan saya lebih cepat dari tangannya. Saya angkat pisau itu dan menacapkannya dalam-dalam di lehernya, lalu mencabutnya kembali dan menusukkannya dalam-dalam kedadanya, mencabutnya

lxxv keluar dan menusukkannya keperutnya. Saya tusukkan pisau itu hampir semua bagian tubuhnya. Saya heran ketika mengetahui bagaimana mudahnya tangan saya itu bergerak ketika saya menghunjamkan pisau itu ke dalam dagingnya dan menariknya keluar hampir-hampir tanpa usaha. (Al-sa’dawi, 2000: 139-140)

Ikon pada kutipan diatas tentang pembunuhan yaitu pada kata /as-

sikīnu/ ‘pisau ‘merupakan alat atau benda yang digunakan Firdaus. Sesuai dengan konteks kata di atas menurut interprestasi gambaran Firdaus yang menancapkan pisau di leher, di dada dan perut laki-laki tersebut mempunyai makna dengan pisaulah laki-laki itu dibunuh. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 : 774), pisau adalah bilah besi tipis dan tajam yang bertangkai sebagai alat pengiris dan sebagainya.

Indeks, sebab laki-laki tersebut menampar Firdaus mengakibatkan ia (Firdaus) memukul muka laki-laki itu dengan keras dan berusaha lebih cepat mengambil pisau yang ada dalam kantung laki-laki tersebut kemudian menancapkannya ke leher, dada dan perut hampir semua bagian tubuhnya hingga meninggal.

Simbol pada kutipan diatas kata /as-sikīnu/ terdiri dari fonem

dilambangkan/ //alif tidak dilambangkan, l, s, k, y, n / bermakna

lxxvi

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Sebagai penutup dari skripsi ini peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan dari uraian-uraian sebelumnya sebagai berikut, yaitu :

a. Novel / atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya

Nawal Al-Sa‘dawi terdiri dari 115 halaman dan 3 bab. Terjemahannya adalah Perempuan di Titik Nol (Amir Sutaarga, 2000) terdiri dari 115 halaman dan 3 bab.

b. Struktur berupa tema, tokoh, latar dan alur yang ditemukan dalam

novel / atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya

Nawal Al-Sa‘dawi yaitu

 Pada tema 1(satu) kutipan

 Pada tokoh Firdaus 5 (lima) kutipan, Ayah, Paman dan

Morzauk masing-masing 2(dua) kutipan, Ibu Firdaus, Sharifa dan Fawji masing-masing 1 (satu) kutipan, Syekh Mahmoud 4 (empat) kutipan, Biyaumi dan Ibrahim masing-masing 3(tiga) kutipan,

 Pada latar yaitu latar tempat 7(tujuh) kutipan, latar waktu

2(dua) kutipan, latar sosial 3(tiga) kutipan.

 Pada alur yaitu tahap penyituasian, peningkatan konflik, dan tahap penyelesaian masing-masing 4(empat) kutipan, tahap pemunculan konflik 6(enam) kutipan, tahap puncak 7(tujuh) kutipan.

c. Tanda-tanda semiotik yang ditemukan di dalam novel

/ imra’atun ‘inda nuqtati al-sifri/ karya Nawal Al-Sa‘dawi meliputi tanda ikon, indeks,dan simbol.

 Pada penokohan terdapat tanda semiotik sebanyak 4 ikon yaitu

pada tokoh Ayah, Paman dan Syekh Mahmoud. Tanda berupa indeks sebanyak 4 tanda yaitu pada tokoh Firdaus, Ayah,

lxxvii Paman dan Syekh Mahmoud, sedangkan tanda berupa simbol sebanyak 3 tanda yaitu pada tokoh Ayah, Syekh Mahmoud, Marzouk.

 Pada latar tempat tanda semiotik berupa ikon, indeks, simbol

masing-masing 1 (satu) kutipan, sedangkan pada latar waktu dan sosial tidak ada ditemukan.

 Pada alur tahap penyituasian berupa indeks dan ikon

sebanyak 2(dua) tanda , tahap pemunculan konflik berupa ikon, indeks dan simbol masing-masing 1(satu) tanda.

 Sedangkan pada tema tidak ditemukan tanda semiotic berupa

ikon, indeks dan simbol .

4.2 Saran

1. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam tulisan ini, maka penulis mengharapkan bagi mahasiswa/i meneliti tentang

struktural dan semiotik dalam novel / atun

‘inda nuqtati alsifri/ sehingga menjadi kajian yang lebih sempurna.

2. Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat dan dapat membantu untuk memahami struktur berupa tema, tokoh, latar dan alur dan bagaimana tanda-tanda semiotik seperti ikon, indeks, dan simbol dalam karya sastra lainnya.

3. Kepada pihak Program Studi Bahasa Arab penulis mengharapkan agar

dapat melengkapi fasilitas yang dibutuhkan berupa buku-buku untung mendukung penelitian berikutnya.

lxxviii

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sa‘dawi, Nawal. 2002. Imra‘atun ‘Inda Nuqţati Al-Şifri. Iskandaria : Dari Wa Mutābi‛ Al- Mustaqbal.

... 2000. Perempuan di Titik Nol (Terjemahan Amir Sutaarga). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Jaudah, Suroyya Abdul Mun’im.1991. Dirasatun Tarikhiyayatun wa Fanniyyatun fi Al-maqālati wa Al-qissati wa Al-masrahhiyyati. Kairo : Universitas Al- azhar.

Komaruddin. 1987. Metode Penulisan Skripsi danTesis. Bandung : Angkasa

Mendikbud. 2006. Ejaan Yang Disempurnakan. Tanggerang : Pustaka Widyatama.

... 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Simamora, Nur Aisyah. 2008. Pemikiran Gender Nawal Al-Sa‛dawi. Tesis S-

2.Pascasarjana IAIN Sumatera Utara. Program Studi Pemikiran Islam Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sukada, Made. 1987. Analisis Struktur fiksi. Bandung : Angkasa

Van Zoest, Aart. 1993. Semiotika. Jakarta : Yayasan Sumber Agung

Waluyo, Hermanj. 2003. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umam.

Wellek dan Werren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta : gramedia.

lxxix

LAMPIRAN

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab- Latin Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P&K RI no. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif - tidak dilambangkan

bā b -

tā t -

śā s s (dengan titik diatasnya)

Jīm j -

hā h (dengan titik di bawahnya)

khā kh -

Dal d -

Żal z z (dengan titik di atasnya)

rā r -

Zai z -

Sīn s -

Syīn sy -

Şād ş s (dengan titik di bawahnya)

Dād d d (dengan titik di bawahnya)

ţā t t (dengan titik di bawahnya)

zā z z (dengan titik di bawahnya)

‘ain ‘ koma terbalik (di atas)

Gain g -

lxxx Qāf q - Kāf k - lām l - mīm m - nūn n - wāwu w - H h -

hamzah ′ apostrof, tetapi lambang ini

tidak dipergunakan untuk hamzah di awal kata

y y -

II.Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.

Contoh: ditulis Ahmadiyyah

III.

1. Bila dimatikan ditulis h,kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

Contoh: ditulis jamā’ah

2. Bila dihidupkan ditulis t

Contoh: ditulis karāmatul-auliyā′

IV. Vokal Pendek

Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u

V. Vokal Panjang

A panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī , dan u panjang ditulis ū, masing- masing dengan tanda hubung ( - ) di atasnya.

lxxxi

VI. Vokal Rangkap

tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, ditulis dan fathah + wu mati ditulis au.

VII.Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata Dipisahkan dengan apostrof ( ′ )

Contoh: ditulis a′antum ditulis mu′annaś

VIII.Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al- Contoh: ditulis Al-Qura′ān

2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf 1 diganti dengan huruf syamsiyyah yang mengikutinya.

Contoh: ditulis asy-Syī‛ah

IX. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

1. Ditulis kata per kata, atau

2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

Dokumen terkait