• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3 Analisis Struktur Yang Membangun Novel

3.3.1 Tema

Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Di dalam Novel / inda nuqtati al-sifri/ ‘perempuan di titik nol’ mengangkat tema mengenai perjuangan seorang pelacur yang ingin mendapatkan kebebasan. Kebebasan yang diinginkannya merupakan kebebasan yang sejati. Wanita ini, yang merupakan tokoh utama dan bernama Firdaus, mempuanyai

xxix prinsip bahwa dirinya akan bebas jika ia menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh hakim. Ia tidak ingin kembali ke dunia yang membesarkannya dan membuatnya masuk ke dalam lembah kenistaan.

Firdaus ingin pergi dari rasa ketakutan yang selalu menghinggapi pikirannya. Ia merasa jika ia masih hidup dan menerima amnesti yang diberikan oleh Presiden. Hal ini terungkap pada kutipan berikut :

/Hunāka amalun fī al-afrāji ‛anka law katabta at-tamāsa ‛afwa an jarīmatuki lira īsi al-daulati. Qultu: lā argabu fī afrāji aw afwa an jarīmatī, lianna jarīmatī lam takunu jarīmatan. Qāla: laqad qatalat rajulan. Qultu: wa iżā kharajat ilā hayātikum marratan ukhra′, falan ukaffa an al-qatli, fahal ymkinu iżan an yakūna hunāka jadwā′ law annānī katabtu at-tamāsa afwa?. Qāla: tastahiqqīna al-mauta yā mujrimata!. Qultu: kullu annāsa tamūtu, wa al-afdalu anna amwata bijarīmatī an anna amwata bijarīmatikum./ “Ada harapan kamu dibebaskan jika kamu mengirim surat permohonan kepada Presiden dan minta maaf atas kejahatan yang kau lakukan. Tetapi saya tidak mau dibebaskan, kata saya, dan saya tidak mau minta pengampunan atas kejahatan saya. Apa yang disebut kejahatan bukanlah kejahatan. Kau membunuh seorang laki-laki. Jika saya keluar lagi dan memasuki kehidupan yang milikmu, saya tidak akan berhenti membunuh. Jadi apa gunanya saya menyampaikan permohonan pengampunan pada Presiden? . kau penjahat. Kau memang harus mati. Setiap orang harus mati. Saya lebih suka mati karena kejahatan yang saya lakukan daripada mati untuk salah satu kejahatan yang kau lakukan.(Al-Sa’dawi, 2000 : 147-148)

3.3.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

xxx dilakukan dalam tindakan . Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Novel / inda nuqtati al-sifri/ ‘perempuan di

titik nol’ karya Nawal Al Sa’dawi, banyak tokoh tokoh yang muncul yang hanya sekadar sebagai figuran saja. Dalam analisis unsur tokoh pada novel ini akan dibatasi pada tokoh utama dan tokoh sampingan yang mempunyai pengaruh besar pada kehidupan tokoh utama.

Adapun tokoh yang akan dianalisis antara lain tokoh Firdaus, Ayah Firdaus, Ibu Firdaus, Paman Firdaus, Seykh Mahmoud, Biyoumi, Sharifa, Fawzi , Ibrahim dan Marzouk .

a) Firdaus

Firdaus adalah tokoh utama dalam novel

/

‛inda nuqţati al-şifri

/

. Ia digambarkan seorang wanita berwajah cantik dan berpenampilan menarik. Hal ini terungkap pada pengakuan Firdaus saat bertemu dengan Pengarang yang berperan sebagai dokter penjara wanita. Berikut kutipannya :

/ misan, faqad kuntu akhfi khaufī bitabaqin min al-

ma jihatan, faqad kānat masāhīki samīnatan

jayyidat - - -syārifāti min al-tabaqati al-‘ulyā. W sya‛rī musafafun ‘inda hallāqin mutakhassisin fī syu‛ūri nisā’ī al-‘āilāti/ “Karena saya seorang pelacur, saya sembunyikan rasa takut itu di bawah lapis-lapis solekan muka saya. Karena saya telah mencapai sukses, rias muka saya selalu yang paling baik dan jenis yang paling mahal, setiap rias wanita-wanita lapisan atas yang terhormat. Saya selalu merawat rambut saya di tempat piñata rambut yang biasanya melayani para wanita dari kalangan atas masyrakat. Warna lipstik yang saya pilih selalu alamiah dan serius sedemikian rupa, sehingga tidak

xxxi menyembunyikan ataupun menitikberatkan daya tarik yang menggiurkan dari bibir saya”.(Al-Sa’dwi, 2000: 16)

Kutipan diatas menggambarkan sosok Firdaus yang menarik bagi setiap lelaki, sehingga ia selalu memilih alat-alat rias yang berkualitas dan pelayanan yang berkualitas pula.

Tokoh Firdaus juga digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah lembut. Hal ini diungkapkan oleh seorang penjaga tempat Firdaus ditahan. Berikut kutipannya :

-

- -raqīqatu yumkinu an taqatala/“Terus terang sesungguhnya saya merasa bahwa dia bukan pembunuh. Bila anda memandang muka, matanya, anda tidak akan percaya, bahwa seorang wanita yang begitu lemah lembut dapat membunuh”. (Al-Sa’dawi, 2000: 4).

Firdaus juga digambarkan sebagai seorang yang ingin mengeyam pendidikan yang tinggi. Ia sangat ingin sekolah seperti pamannya, tetapi keinginan itu ditolak oleh pamannya. Ia merupakan sosok perempuan yang berkeinginan untuk sekolah dan mempunyai minat yang sangat besar untuk bersekolah. Berikut kutipannya :

xxxii

/wa hīna -

-ajhara wa ata‛allmu misluka. Wa yadahka amī wa yaqūlu al-azhara

lā yadhulhu illā al-rijalu. -

-ardi/. Ketika Paman naik ke atas kereta api, dan mengucapkan selamat tinggal, saya menangis dan merengek supaya dia membawa saya bersamanya ke Kairo. Tetapi Paman bertanya, apakah yang akan kau perbuat di Kairo,Firdaus? Lalu saya menjawab: saya ingin ke El Azhar dan belaajar seperti Paman. Kemudian ia tertawa dan menjelaskan bahwa el Azhar hanya untuk kaum pria saja. Lalu saya menangis, dan memegang tangannya, sementara kereta api mulai bergerak maju. Tetapi ia menarik tangannya dengan sekuat tenaga dan secara tiba-tiba sehingga saya jatuh tertelungkup.(Al-Sa’dawi, 2000: 22)

/ - - -

- , wanajrī wa nalhasu wanaqazqazu al-lubbi/“Saya senang bersekolah. Sekolah itu penuh dengan anak laki-laki dan perempuan. Kami bermain-main di halaman, dan berlari-lari dan duduk sambil membelah biji bunga matahari (Al- Sa’dawi, 2000: 29).

Selain mempunyai keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, Firdaus mempunyai kegemaran membaca buku-buku tentang penguasa laki-laki yang selalu mengendalikan kekuasaannya. Berikut kutipannya :

/qara′atu an hākimu kāna adadan jawārīyahi min annisa′I wa al -mūmisāti ka‛adadin junūdin jaisyahu. Wa hākimu ukhra lā yusygalahu fī hayātihi illa al- khamri/. “Saya membaca kisah-kisah tentang para penguasa yang memilki pelayan wanita dan selir sebanyak tentaranya, dan saya membaca tentang seorang penguasa lainnya yang perhatiannya dalam hidup ini hanya tertumpah pada anggur”. (Al-Sa’dawi, 2000: 38)

xxxiii

b)Ayah Firdaus

Ayah Firdaus digambarkan sebagai seorang petani miskin, licik dan ringan tangan. Berikut kutipannya:

/abī faqīru fallāhi lam yaqru wa lam yaktub, wa lam ya‛rif min al -hayāti illa an yazra‛a al-ardi, wa yabī‛u al-jāmūsati al-masmūmati qabla an tamūta. Wa yabī‛u abnitahu al-użarāi qabla an tabūra. Wa yusriqu zirā‛ata jārihi qabla an yusriqahu jārihi wa yunhinī ‛alā yadī al-‛umdati dūna an yuqbalahā, wa yadribu zaujatahu kulla lailatin hattā ta‛iddu al -ardi/ “ayah saya seorang petani miskin, yang tak dapat membaca dan menulis, sedikit pengetahuannya dalam kehidupan. Kecuali bagaimana caranya bertanam. Bagaimana menjual kerbau yang telah diracun oleh musuhnya sebelum mati, bagaimana menukar anak gadisnya dengan imbalan mas kawin bila masih ada waktu, bagaimana caranya mendahlui tetangganya mencuri tanaman pangan yang matang di ladang, bagaimana meraih tangan ketua kelompok dan berpura-pura menciumnya, bagaiman memukul istrinya dan memperbudaknya tiap malam”( Al-Sa’dawi, 2000: 16-17)

Sosok ayah Firdaus juga digambarkan mempunyai sifat egois dan selalu mengagungkan nama laki-laki, bahwa laki-laki adalah pemimpin. Hal ini terbukt i dari tindakan ayah Firdaus yang tidak akan mau tidur sebelum makan malam. Ia selau dilayani oleh istrinya yang dianggap seorang budak yang memuaskan dirinya. Berikut kutipannya :

/hīna tamūta al-bintu minhum, y

xxxiv yanāmu ba‛da an yataasysya. Lam yakunu abī . kānat ummī bikhaifi taāmi munā fīfatahat dahali al-farāni./ “jika salah satu anak perempuannya mati, Ayah akan menyantap makan malamnya, ibu akan membasuh kakinya, dan kemudian ia akan pergi, seperti ia lakukan setiap malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki-laki, ia akan memukul ibu, kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur. Ayah tidak akan tidur tanpa makan malam lebih dulu, apa pun yang terjadi. Kadang-kadang apabila tak ada makanan di rumah, kami semua akan pergi tidur dengan perut kosong. Tetapi dia selau memperoleh makanan, ibu akan menyembunyikan makanannya dari kami di dasar sebuah lubang tungku” (Al- Sa’dawi, 2000: 26)

c) Ibu Firdaus

Ibu firdaus digambarkan sebagai sosok seorang perempuan yang penurut dan patuh terhadap semua perintah suaminya. Ia lebih mementingkan suaminya daripada anak-anaknya. Sehingga ia selalu memberikan yang terbaik untuk suaminya. Berikut kutipannya :

/Lam yakunu abī yanāmu bigairi asyā′i mahmān hadasa. Wa ahyānā hīna lā yakūna biddāri ta‛āma nabītu kulnā bigairi asyā′i illā huwa. Kānat ummī tuhfī ta‛āmahu munā fī fatahatu dākhilu al-farāni./

kadang-kadang apabila tak ada makanan di rumah, kami semua akan pergi tidur dengan perut kosong. Tetapi dia

selalu memperoleh makanan, ibu akan menyembunyikan makanannya dari kami

xxxv

d)Paman Firdaus

Paman Firdaus yang digambarkan sebagai seorang yang berpendidikan.

Hal ini terbukti karena ia sedang menempuh studi di El Azhar Kairo. Berikut kutipannya :

/Wa lam yakunuu ammī sagīrān. Kāna akbara minnī bisanīna kasīrata, yusāfiri

wahdahu illā misra, wayażhabu ilā al-ajhara wa yata‛allmu. Wa lam akun illā tiflatan lam tafka al-khatti ba‛da/ “paman saya tidak muda lagi, ia jauh lebih tua dari saya. Ia sering berpergian ke Kairo seorang diri, belajar di Al-Azhar dan kuliah disaat saya maih seorang bocah kecil yang belum pandai membaca atau menulis”.(Al-Sa’dawi, 2000: 21)

Selain itu, paman Firdaus juga digambarkan sebagai seorang laki-laki yang penyayang. Ia memberikan kasih sayang penuh pada Firdaus. Berikut kutipannya :

/Wa maridtu yaumān yā lahmī, fajalasa ammī ilā jawārī fī as-sirīri yumsiku ra′sī, wa yarbat biasābiihi al-tawīlati al-kabīrati alā wajhī. Wa namatu tūlu al-laili wa anā umsaka yadahu fī yadī./ “Suatu hari saya jatuh sakit demam. Paman duduk ditempat tidur di sebelah saya sambil memangku kepala saya, mengusap-usap muka saya secara halus dengan jarin-jarinya yang besar panjang, dan saya tidur sepanjang malam dengan berpegangan erat pada tangannya”.(Al-Sa’dawi, 2000: 31)

e) Seykh Mahmoud

Tokoh Syekh Mahmoud digambarkan sebagai seorang laki-laki tua yang baru pensiun. Istrinya telah meninggal dan tidak mempunyai anak. Hingga saat ia akan dinikahkan dengan Firdaus, Syekh masih hidup sendirian. Berikut kutipannya :

xxxvi

/khālī al-syaikhu mahmūd rajlu sālihun, wa ma‛āsyahu kabīru, wa laisa lahu aw

lādu, wa huwa wahidu munża mātatu jawjathu al-‛āma al-mādī./ “Pamanku, Syekh Mahmoud adalah seorang yang terhormat. Dia punya pensiun

yang besar dan tak punya anak-anak, dan ia masih hidup sendirian sejak istrinya meninggal tahun yang lalu (Al-Sa’dawi, 2000: 52)

Syekh Mahmoud adalah seorang laki-laki tua yang berusia lebih dari enam puluh tahun.Syekh digambarkan sebagai seorang laki-laki yang mempunyai bisul di bawah mulutnya. Berikut kutipannya :

/Wa lam akun atammamat at-tāsiati asyrati. Wa tahta syafatahu assuflā warama

kabīra yatawassatahi saqaba yajfu fī ayāmi./ “Usianya sudah lebih dari enam puluh enam puluh tahun, sedangkan saya belum lagi Sembilan belas. Pada dagunya, di bawah bibirnya terdapat bisul yang membengkak lebar, dengan sebuah lubang di tengah-tengahnya” (Al-Sa’dawi,2000: 61)

Ia tidak mempunyai kemampuan untuk makan yang terlalu banyak dikarenakan bisul yang mempersulit gerakan rahangnya. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai seorang yang pelit. Berikut kutipannya :

-

/Walam takunu qadratuhu alāal-aklī kabīratin, kāna al-waramu fī yu‛arri qul harakata fakīhi hīna yamdagu, wa ma‛datuhu al -‛ujūji da‛ifatin yurbakahā al- aklu al-kasīri: lam yakunu ya′kulu illā qudrān qalīlan mina at-ta‛āmi, lakinnahu fī kulli marratin lā budda an yamsahu as-sihnu, yamsahahu wayadūru hawlahu lā yatraka fīhi syai′an / “Ia tidak punya kemampuan untuk makan banyak. Bisul pada mukanya menghalangi gerakan rahangnya dan perutnya yang sudah berkerut

xxxvii terganggu karena terlalu banyak makan. Sekalipun dia hanya dapat makan sedikit- sedikit, tetapi setiap kali dia akan menyeka piringnya sampai bersih, mengusap sepotong roti di antara jemarinya tiada henti-hentinya sampai benar-benar tak ada sedikit pun sisa yang tertinggal (Al-Sa’dawi, 2000: 61)

Firdaus selalu mendapatkan perlakuan buruk dari Syekh Mahmoud. Ia sering dipukuli dengan sepatu. Padahal ia seorang yang tehormat dan mengerti tentang agama. Penganiayaan yang dilakukan oleh syekh merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya. Berikut kutipannya :

-

/fa′ahaża yasīhu bisawtin āla samuhu al-jairāni. Summa bada′a yadribnī bisababin wa bigairi sababin. Darabnī marratan bika‛bin al-hażā′i hatta taurami wajhī wajasdī, fatarakat baitahu wa żahabat ilā ammī. Lakin ammī qālalī an az- zawaju yadribūna zawajātahum, wa zawjatī ammī qālat lī an ammī yadribuhā. Wa qultu laha an ammī syaikhu muhtarmu, wa rijalu ya‛rifu ad -dīnu ma‛rifatu kālimatan, wa lā yumkinu an yadribu zaujatahu/ “Setelah peristiwa itu, ia mempunyai kebiasaan untuk memukul saya, apakah dia mempunyai alasan ataupun tidak. Pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya. Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. Lalu saya tinggalkan rumah dan pergi ke rumah paman. Tetapi paman mengatakan kepada saya bahwa semua suami memukul istrinya, dan istrinya menambhakan bahwa suaminya pun sering memukulnya. Saya katakan, bahwa paman adalah seorang syekh yang terhormat, terpelajar dalam hal ajaran agama, dan dia, karena itu, tidak mungkin memiliki kebiasaan memukul istrinya”.(Al-Sa’dawi, 2000: 63)

f) Bayoumi

Bayoumi adalah lelaki pertama yang dekat dengan Firdaus. Bayoumi digambarkan sebagai sosok laki-laki yang memiliki hidung besar yang mirip dengan ayah Firdaus. Warna kulitnya gelap. Berikut kutipannya :

xxxviii

-

/ismuhu kāna biyawmī, wa hīna rafa‛at ainī ilā wajahahu lam asy‛uru bikhafin. Anfahu kāna makūrān kabīrān yusabbihu anfa abī wabisyartihi samrā′u kabisyartihi, wa aināhu mustakīnatāni hāda′atāni/ “Namanya Bayoumi. Ketika saya memandang ke atas dan melihat mukanya saya tidak merasa takut. Hidungnya mirip dengan ayah. Hidungnya besar dan bulat, dan warna kulitnya gelap pula”(Al-Sa’dawi, 2000: 67)

Selain itu Bayoumi juga digambarkan sebagai seorang yang dermawan. Ia mau menolong dan memberikan tumpangan tempat tinggal kepada orang yang belum ia kenal. Berikut kutipannya :

/Wa qāla lī annahu yaskunu fī baiti min hajaratani, wa annanī astatī‛u an askunu fī hajaratan minhumā hattā uhsuli alā amali/ “Dia berkata bahwa dia tinggal di dua kamar dan bahwa saya dapat tinggal disebuah kamar sampai saya memperoleh pekerjaan”.(Al-Sa’dawi, 2000: 67)

Bayoumi digambarkan sebagai seorang laki-laki yang ingin menikmati tubuh wanita. Firdaus dijadikan obyek pelampiasan nafsu birahinya. Ia mengurung Firdaus dan memaksa Firdaus untuk melakukan hubungan seksual dengannya. Berikut kutipannya :

xxxix /Wa asbaha yuglaqu alayya bābun asyaqati qabla an yakhruju, wa asbahat anāmu alā al-ardi fī alhajarati al-ukhrā. waya′tī fī muntasafi al-laili, yasyudda annī al-gatā′u, wa yasfa‛nī, wa yar qad fawqī. Lam akun aftaha ainī, waatruku jasdī tahta jasadahu bigairi harakatin wa lā ragbatin wa lā lażatin wa lāayyi syai′in, jasada mayyatin lā hayātan fīhi, kaqataati min al-khasbi, aw jūrabu min al-qatni, aw fardatan hażā′a. Ważāta marrata ahassastu an jasadahu asqala mimmā kāna. Wa infāsahu lahā rā′ihatu lam asymuha min qabla, wa fatahat ainī fara aita fawqa wajhī wajhā akhara gaira wajhu biyaumī./“dia lalu mengurung saya sebelum pergi. Sekarang saya tidur di lantai dikamar lain. Dia pulang tengah malam, menarik kain penutup dari tubuh saya, menampar muka saya, dan merebahkan tubuhnya di atas tubuh saya dengan seluruh berat bebannya. (Al- Sa’dawi, 2000:72 )

g) Sharifa

Sharifa adalah germo yang menjadikan Firdaus sebagai pelacur dengan bayaran yang mahal. Berikut kutipannya:

/wa hal lī qīmatun yā syarifata?. Wa qālat: anta jamīlatun wamisqafatun. Qultu: misqafatin?. Lam ahsul illa alā asyanawiyati. Qālat: wa hal hażā qalīlu?. Anā lam ahsul alā al-ibtidā′iyyati. Qultu bisyai′in man al-hażri: wa hal lakaqīmatun yā syarifata?. Qālat: bītb‛un, lā yumkinu an yalmasnī ahada dūna an yadfa‛u gāliyān. Wa anta aksara syabābān minnī wa aksara saqafata, wa lā yumkinu an yalmasuka ahadun dūna an yadfa‛u di‛fun mā yadfaahu lī. Qultu: walakinnī lā astatī‛u an atluba minarrajuli syai′ān. Qālat: lā tatlubī syai′ān, laisa hażā huwa sya′nuka... annahu sya′nī anā./ “Dan apakah saya ini benar-benar bernilai, Sharifa? “Kau cantik dan terpelajar”. “terpelajar?” kata saya”. Apa yang akan saya miliki hanyalah sebuah ijazah sekolah menengah.” “Kau meremehkan dirimu sendiri, Firdaus. Saya tidak lebih hanya mendapat ijazah sekolah dasar.” “dan

xl anda tidak mempunyai harga? Tanya saya hati-hati. “tentu saja. Tak seorang pun dapat menyentuh saya tanpa membayar harga yang sangat tinggi. Kau lebih muda dari saya dan lebih terpelajar, dan tak seorang pun mampu mendekatimu tanpa membayar dua kali lebih banyak daripada yang dibayarkan kepada saya” (Al- Sa’dawi. 2000: 79)

h)Fawzi

Fawji adalah kekasih Sharifa. Ia menyukai Firdaus dan berkata pada Sharifa bahwa ia ingin mengawini Firdaus. Ia digambarkan sebagai sosok yang tidak mau diperbudak oleh uang dan cinta. Ia berkeinginan untuk mencari kenikmatan hidup. Berikut kutipannya :

/sata′khużu hā minnī yā fawjī?!. Sawfa atajawważahā yā syarīfata. Anta lā tatajawważa yāfawjī. Hażā fī al-mādi, walkinnī kabarat wa urīdu ibnān. Liyarisa al-arda wa al-amwāla?!. Lā taskharī minnī yā syarifata. Law aradat an akūna sāhiba malāyyin laasbahtu, wa lakinnī rajulu yu‛asyaqa lażāiża al -hayāti, wa aksaba al-māla lianfaqahu, wa lā syai′in yusta‛badanī lā al-māla wa lā al-habba./ “Kau bermaksud untuk mengambilnya dari aku? Saya akan mengawininya, Sharifa. Tidak dengan kau. Kau jangan kawin. Itu semua sudah berlalu. Sekarang saya telah menjadi tua dan ingin mempunyai anak. Supaya dia dapat mewarisi harta kekayaanmu? Jangan mencemohkan aku, Sharifa. Jika mau saya dapat menjadi jutawan, tetapi saya adalah seorang laki-laki yang hidup untuk mencari kenikmatan hidup. Saya memperoleh uang untuk dibelanjakan. Saya menolak untuk menjadi budak, baik jadi budaknya uang, maupun jadi budaknya cinta”. (Al-Sa’dawi, 2000: 84)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Fawji ingin mengawini Firdaus karena ia ingin berumah tangga dan ia ingin mempunyai keturunan. Karena ia merasa sudah semakin tua

xli

i) Ibrahim

Ibrahim digambarkan sebagai seorang laki-laki yang bertubuh gemuk, rambut hitam dan halus serta mempunyai mata hitam. Hal tersebut diungkapkan oleh Firdaus pada kutipan berikut :

-

/Kāna ismuhu ibrāhīma. mumtalī′u al -jismu wa qasīrun. sya‛ruhu aswadun muj‛idun, wa aināhu sawdāwānu./ “Namanya Ibrahim, orangnya pendek, gemuk, dengan rambut yang hitam dan halus, serta bermata hitam “. (Al-Sa’dawi, 2000: 112)

Ibrahim juga digambarkan mempunyai sifat perhatian. Ketika ia melihat Firdaus duduk sendirian dan menangis. Ia mendekati Firdaus dan menanyakan kenapa dia menangis. Berikut kutipannya :

/Firdaus, arjūka, lā tabkī. Qultu lahu: da‛nī abkī. Wa qāla: lam araka abdān tabkīna, famā allażī hadasa?. Qultu: lāsyai′in. Lā syai′in. Qāla: lā yumkinu, lā buddā an syai′ān hadasa?. Qultu lahu : lam yahdusu ayyu syai′in. Qāla bidahsatin : atbakīn bigairi sababin?qultu lahu : lāa‛rifu assababin, wa lam yahdusu fī hayātī syai′in jadīdin./ “Firdaus aku mohon janganlah menangis. Biarkan saya menagis, kata saya. Tetapi saya belum pernah melihatmu menangis. Apakah yang terjadi? Tidak apa-apa… sama sekali tidak apa-apa. Itu tidak mungkin. Sesuatu pasti terjadi. Sama sekali tak terjadi apa-apa, ulang saya”. (Al- Sa’dawi, 2000: 113)

Selain itu, Ibrahim juga digambarkan sebagai seorang yang hanya mau memikirkan jabatan dan harta dan tanpa ada rasa tanggung jawab dan belas kasihan kepada orang lain khususnya Firdaus. Ia telah memberikan benih cinta

Dokumen terkait