• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2017:8) dalam pemungutan pajak digunakan cara stelsel yaitu :

a. Stelsel Riil yaitu Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sengguhnya terjadi (untuk PPh, objeknya adalah penghasilan). Pemungutan pajaknya

baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui.

b. Stelsel Fiktif, yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggaran yang diatur oleh undang-undang.

c. Stelsel Campuran yaitu pengenaan pajak yang didasarkan pada kombinasi antara stelsel riil dan stelsel fiktif.

Sedangkan dalam sistem pemungutannya dapat dibagi menjadi :

a. Official Assessment System, yaitu Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b. Self Assessment system, yaitu Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan paerpajakn yang berlaku.

c. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenagn kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk mentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

1. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Wajib Pajak penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan ;

a) Pegawai

b) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya

c) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, yaitu tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pemain musik, pembawa acara, penari, pelukis, seniman, olaragawan, penasihat pengajar, pelatih, penceramah, moderator, pengarang, peneliti, penejermah, pengawas atau pengelolah proyek, petugas penjaja barang dagangan, petugas dinas luar asuransi dan lain-lain.

d) Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai Tetap pada perusahaan yang sama.

e) Mantan pegawai

f) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suata kegiatan yaitu peserta perlombaan dalam segala bidang, peserta rapat, pertemuan, kunjungan kerja, peserta pendidikan dan pelatihan dan lain-lain.

Sedangkan yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21 adalah :

a) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

b) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Hak-hak Wajib pajak PPh Pasal 21 Hak-hak Wajib Pajak Pasal 21 adalah :

a) Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotong Pajak, Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

b) Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral Pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan.

c) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang diterima, dilampiri dengan surat salinan keputusan tersebut, apabila badan peradilan pajak belum terbentuk, maka permohonan banding dapat diajukan Kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Putusan (BPSP) bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara.

3. Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21

Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah :

a) Wajib pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotongan pajak yang menyatakan jumlah tanggungan pada permulaan tahun takwin atau permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri. Surat pernyataan tersebut dibuat untuk mendapatkan pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), surat pernyataan tersebut harus diserahkan pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun.

b) Wajib pajak juga berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dan ada perubahan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwin.

c) Wajib pajak berkewajiban memasukkan SPT tahunan, jika wajib mempunyai penghasilan lebih dari 1 pemberi kerja.

4. Tarif Pajak PPh Pasal 21

Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan, keadilan dapat diciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam penerapan tarif harus berdasarkan pada keadian, dalam perhitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Yang dimaksud tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya tarif pajak yang terutang (pajak yang harus dibayar).

Berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (1) Undang-Undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1: Tarif Pajak yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai Dengan Rp 50.000.000,- 5%

Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,- 15%

Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,- 25%

Diatas Rp 500.000.000,- 30%

5. Penghasilan Tidak kena Pajak

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan neto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 dan PMK No.101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut :

a) Rp. 54.000.000,- untuk diri wajib pajak orang pribadi

b) Rp. 4.500.000,- tambahan untuk wajib pajak yang telah menikah

c) Rp.54.000.000,- untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh.

d) Rp.4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang

menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

E. Unsur-Unsur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Unsur pokok dalam menghitung pajak penghasilan pasal 21 adalah : 1. Penghasilan Bruto

Penghasilan bruto adalah jumlah dari penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kehadiran, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

2. Penghasilan Netto

Besarnya penghasilan netto diperoleh dengan mengurangi penghasilan bruto dengan pengurangannya yang diperoleh seperti :

a. Biaya jabatan yang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memlihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimal Rp 500.000 sebulan atau Rp 6.000.000 setahun.

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

c. Besarnya penghasilan netto penerima pensiun ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimal Rp 200.000 sebulan atau Rp 2.400.000 setahun.

d. Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 besaran PTKP untuk tahun 2016 adalalah :

a. Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp 54.000.000,- b. Untuk tambahan Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp 4.500.000,-

c. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami adalah Rp 54.000.000,-

d. Tambahan untuk masing-masing anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan, maksimal 3 (tiga) orang adalah Rp 4.500.000,-

4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan kena pajak (PKP) sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri dalam satu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan bruto dengan pengurangan dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Perlakuan atas penghasilan kena pajak (PKP) adalah :

a. Jika wajib pajak pegawai tetap atau masih aktif bekerja, maka PKP nya adalah penghasilan neto dikurangi PTKP, sedangkan Penghasilan neto dihitung seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan :

1. Biaya Jabatan

2. Biaya pensiun termasuk iuran tabungan hari tua atau jaminan hari tua yang disamakan dengan dana pensiun.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak.

b. Bagi penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP.

c. Bagi pegawai tidak tetap, PKP dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.

F. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21

Yang bertindak sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 21 atau disebut pemotong pajak (pihak yang ditunjuk pemerintah untuk turut bertanggung jawab atas pelunasan pajak) menurut ketentuan undang-undang adalah :

a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi, badan atau cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar negeri, yang membayarkan gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

c) Dan pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

d) Badan termasuk bentuk usaha tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.

e) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

1. Hak-Hak Pemotongan Pajak PPh Pasal 21 Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21 adalah :

a) Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh pasal 21.

Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh direktur jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan

pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.

b) Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

c) Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) takwin lebih kecil daripada jumlah PPh pasal 21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

2. Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21

Kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21 adalah :

a) Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

b) Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlakukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

c) Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwin.

d) Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 meskipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya.

e) Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak dapat saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

f) Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh pasal 21 kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir.

g) Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwin maka Bukti Pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

G. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Subjek pajak

Menurut Waluyo (2009:14) Penerimaan penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 yaitu :

a. Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tulis maupun tidak tulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.

b. Penerimaan uang pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan

dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua.

c. Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan.

d. Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan atau upah satuan.

e. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.

2. Objek pajak penghasilan yang dipotong pasal 21 Objek pajak penghasilan yang dipotong pasal adalah :

a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan teratur, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan yang biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

c) Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.

d) Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau tunjangan hari tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis.

e) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib dalam negeri, termasuk tenaga ahli, pemain musik, pembawa acara, olahragawan, penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, pengarang, peneliti, pemberi jasa di bidang teknik, pengawas, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas penjaja barang dagangan, petugas dinas luar asuransi, peserta pendidikan, pelatihan, dan magang dan kegiatan sejenis lainnya.

Selanjutnya penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21 yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

H. Tinjauan Empiris

Peneliti sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang menemukan bahwa perusahaan dan Instansi yang ditelitinya tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku seperti pada penelitian :

Dotulong, dkk (2014). Yang berjudul Penerapan Akuntansi Untuk Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Dotulolong Lasut. Menjelaskan bahwa perhitungan pajak penghasilan pasal 21 karyawan yang bekerja pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Dotulolong Lasut, belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perpajakan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Hal ini terjadi karena karyawan pada PT. Bank Mandiri (persero) Tbk Cabang Dotulolong Lasut di bagian perhitungan perpajakan kurang teliti dalam memperhatikan perhitungan PPh pasal 21 terhadap gaji karyawan sehingga terjadi selisih kurang bayar yang mengakibatkan kerugian pada kas negara.

Chris Waraney Rondonuwu, dkk (2017) yang berjudul analisis penerapan perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 pada Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado. Penulis Menjelaskan bahwa perusahaan juga masih mengikuti penerapan aturan PTKP yang lama yaitu PMK No.122/PMK.010/2015, bukan yang terbaru yaitu PMK No.101/PMK.010/2016. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penerapan perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 yang ditetapkan oleh perusahaan belum mengikuti peraturan pajak penghasilan pasal 21 yang terbaru, hal ini terjadi dikarenakan perusahaan kurang cermat dalam melakukan perhitungan menyebabkan

terjadinya pemotongan pajak peghasilan pasal 21 yang lebih besar dari yang seharusnya dipotong perusahaan.

Magdalena Judika Siringoringo, dkk (2012), yang berjudul Analisis Pehitungan Pajak Penghasilan pasal 21 Menurut UU No.36 Tahun 2008 pada Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir.

Menjelaskan bahwa perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 pada Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir belum sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu pasal 21 UU No.36 Tahun 2008. Hal ini dikarenakan tidak adanya biaya jabatan yaitu sebesar 5% sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan netto.

Penemuan yang menjelaskan tentang kesesuaian penerapan pajak pada perusahaan atau instansi dengan penerapan pajak menurut undang-undang seperti pada penelitian yang dilakukan oleh :

Rahmawati, dkk (2018), yang berjudul analisis perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 pada Karyawan Tetap PT.Mega Jasa Kelola Manado.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode pembahsan yang sifatnya menguraikan, menggambarkan suatu keadaan atau data serta melukiskan dan menerapkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada.

Berdasarkan data yang telah diolah bahwa PT.Mega Jasakelola Manado sudah melaksanakan perhitungan dan pemotongan pajak PPh pasal 21 sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang pembayaran pajak melalui pemotongan pajak penghasilan.

Runtuwarow dan Elim (2016) yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Gaji Pegawai Negeri Sipil pada Dinas

Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara menjelaskan bahwa Perhitungan PPh Pasal 21 gaji pada Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara telah dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008.

I. Kerangka Konsep

J.

K.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pencatatan Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 21

PPh Pasal 21 menurut Undang-Undang Perpajakan

No.36 Tahun 2008 PPh Pasal 21 yang

ditetapkan oleh Instansi

Perbandingan UU PPh 21 yang berlaku dengan UU PPh 21 yang berlaku pada

Instansi

Hasil

Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran lain (Pekerjaan, jasa, atau

kegiatan) Badan Pengelolaan

Keuangan Daerah Kabupaten Takalar

Keterangan :

Badan pengelolaan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu yang berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, Dimana dalam menjalankan aktivitasnya maka instansi perlu melakukan pencatatan pajak penghasilan pasal 21 yang sesuai dengan undang-undang perpajakan. Hal ini bertujuan untuk meneliti pajak penghasilan pasal 21 yang sesuai dengan undang-undang perpajakan No.36 tahun 2008.

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat kuantitatif, yaitu membandingkan perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan atas gaji pegawai tetap menurut instansi dengan Undang-Undang perpajakan No.36 tahun 2008 yang berlaku saat ini.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian dalam penyusunan proposal ini adalah pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar. Waktu penelitian yang dibutuhkan pada bulan juni sampai juli 2019.

Lokasi dan waktu penelitian dalam penyusunan proposal ini adalah pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar. Waktu penelitian yang dibutuhkan pada bulan juni sampai juli 2019.

Dokumen terkait