• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

F. Tata Cara Penelitian

Asetonitril dan air yang akan digunakan sebagai fase gerak disaring menggunakan kertas saring Whatman nomor 45 dengan menggunakan kertas yang berbeda untuk pelarut organik dan anorganik.

Berikut ini merupakan % volume komponen penyusun fase gerak. Tabel III. Komposisi optimasi fase gerak

Fase gerak Asetonitril Air

I 75 25

II 80 20

Sebelum digunakan fase gerak ini terlebih dahulu di-degassing

menggunakan ultasonic bath.

2. Pembuatan seri larutan baku bisfenol A

a. Pembuatan larutan stok 2000 µg/mL baku bisfenol A. Baku bisfenol A ditimbang lebih kurang 50 mg dan dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 25 mL hingga tanda.

b. Pembuatan larutan intermediet 100 µg/mL baku bisfenol A. Diambil 500 µL larutan stok bisfenol A menggunakan mikropipet, dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda.

c. Pembuatan larutan intermediet 10 µg/mL baku bisfenol A. Diambil 50 µL larutan stok bisfenol A menggunakan mikropipet dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda. d. Pembuatan larutan kerja 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; dan 0,8 µg/mL.

Dibuat larutan kerja 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; dan 0,8 µg/mL baku bisfenol A dengan mengambil masing-masing 10, 50, 100, 200, 400, 600, dan 800 µL dari larutan intermediet 10 µg/mL menggunakan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda. Setelah itu, larutan disaring dengan milipore dan di-degassing selama 15 menit.

e. Pembuatan larutan kerja 1; 2; 4; 7; dan 11 µg/mL. Dibuat larutan kerja 1; 2; 4; 7, dan 11 µg/mL baku bisfenol A dengan mengambil masing-masing 100, 200, 400, 700, dan 1100 µL dari larutan intermediet 100 µg/mL

menggunakan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda. Setelah itu, larutan disaring dengan milipore dan di-degassing selama 15 menit.

3. Penyiapan Sampel

a. Sampel air. Sebanyak 200 mL sampel air di-clean up menggunakan sistem ekstraksi fase padat (EFP) dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai dengan hasil optimasi. Hasil ekstraksi kemudian dilarutkan dengan metanol (Pamungkas, in process).

b. Sampel botol. Ditimbang kurang lebih 0,250 g botol plastik yang telah dipotong kecil-kecil dan dicuci. Sampel ini kemudian dilarutkan dalam 10 mL diklormetan, diaduk hingga larut, lalu 30 mL aseton ditambahkan perlahan. Larutan didiamkan selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring untuk diambil supernatannya, kemudian diklormetan dan aseton diuapkan dengan menggunakan gas nitrogen lalu dilarutkan dengan metanol (Kristiyanto, in process).

4. Optimasi KCKT fase terbalik

a. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum bisfenol A. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara merekam spektra larutan baku bisfenol A pada konsentrasi 1, 2, 5, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 µg/mL dengan pelarut metanol pada rentang 200-300 nm terhadap blanko metanol. Berdasarkan spektra dapat diketahui panjang gelombang yang menghasilkan serapan yang maksimum pada masing-masing konsentrasi, kemudian ditentukan panjang gelombang yang akan digunakan dalam optimasi.

b. Optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku bisfenol A 30 ppm, sampel air yang telah diekstraksi dan sampel botol yang telah dekstraksi yang sudah disaring dengan millipore

dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik menggunakan fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem operasi KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah-ubah % volume komposisi fase gerak dan flow rate. Pengubahan % volume komposisi asetonitril : air pada fase gerak tersebut meliputi perbandingan 60 : 40, 70 : 30, dan 80 : 20, serta flow rate yang meliputi 0,8; 1; dan 1,2 mL/menit untuk masing-masing fase gerak.

5. Validasi Penetapan Kadar Bisfenol A dengan KCKT Fase Terbalik a. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Detektor pada alat

KCKT diatur pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja bisfenol A 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 2; 4; 7; dan 11 µg/mL yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 masing – masing diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Dari kromatogram akan diperoleh luas area bisfenol A untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi bisfenol A untuk memperoleh regresi linier dengan

persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan digunakan untuk penentuan parameter validasi linearitas dan rentang. b. Limit of Detection (LOD). Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang

gelombang maksimum. Larutan kerja bisfenol A 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; dan 0,8 µg/mL yang telah disaring dengan millipore dan

di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Dihitung LOD dari persamaan kurva regresi linier yang diperoleh.

c. Penentuan persen perolehan kembali (recovery) dan presisi adisi baku bisfenol A dalam sampel air dan penentuan LOQ untuk sampel air. Baku 100 ppm sebanyak 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 mL ditambahkan air sampel hingga volumnya menjadi 100 mL. Sampel diekstraksi pada sistem EFP dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai dengan hasil optimasi dan diadd sampai volum 10 mL. Baku dan sampel yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali, kemudian dihitung perolehan kembali, presisi, dan LOQ (Pamungkas, in process).

d. Penentuan persen perolehan kembali (recovery) dan presisi adisi baku bisfenol A dalam sampel botol dan penentuan LOQ untuk sampel botol. Ditimbang kurang lebih 0,250 g botol plastik, yang telah dipotong kecil-kecil dan dicuci, sebanyak enam kali, kemudian dimasukkan ke dalam enam gelas beker yang berbeda. Gelas beker pertama hanya diisi potongan plastik, gelas beker kedua sampai keenam masing-masing

ditambahkan baku bisfenol A 1; 1,5; 2; 3; dan 5 µg/mL. Sampel ini kemudian dilarutkan dalam 10 mL diklormetan, diaduk hingga larut, lalu 30 mL aseton ditambahkan perlahan. Larutan didiamkan selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring untuk diambil supernatannya, kemudian diklormetan dan aseton diuapkan dengan menggunakan gas nitrogen, lalu dilarutkan dengan metanol ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan ini kemudian disaring dengan millipore

dan di-degassing selama 15 menit, lalu diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak tiga kali, kemudian dihitung perolehan kembali, presisi, dan LOQ (Kristiyanto, in process).

G. Analisis Hasil

Dokumen terkait