• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

TATA CARA / PERATURAN PENANGKAPAN IKAN DI LAUT Cara Berpayang di Laut

Pasal 1

Bila sebuah motor boat mendapat kawanan ikan dan terus mengelilinginya dan bila kawananan ikan yang sedang dikelilinginya tadi hilang dari pandangan mata (tenggelam), sedangkan di dekat boat pukat tadi ada perahu pukat Aceh.

Peraturan

Apabila kawanan ikan tadi muncul kembali di samping boat, ikan tersebut masih kepunyaan boat pukat. Tetapi apabila kawanan ikan tadi muncul di belakang perahu pukat Aceh, sedangkan boat pukat mengejar berlainan arah, sedangkan kawanan ikan tadi jauh dengan perahu pukat (lebih kurang) 1 leun pukat, maka kawanan ikan itu sudah menjadi hak perahu pukat, dan dalam hal ini bagi perahu pukat siapa yang duluan krah ikan tersebut.

Pasal 2

Bila perahu pukat krah satu kawanan ikan jauh dari perahu tersebut, sedangkan kawanan ikan tersebut di laboh oleh boat pukat tadi, maka pembagiannya ialah bagi dua maupun sebaliknya.

Pasal 3

Bila kawanan ikan di krah oleh sebuah pukat Aceh sedangkan di situ terdapat beberapa buan perahu fukat lain, dan dari samping kawanan ikan itu terdapat pula sebuah boat Pukat.

Peraturan

Oleh boat pukat yang dekat dengan kawanan ikan tadi tidak bisa (tidak boleh) melabuh kawanan ikan tersebut. Apabila pukat-pukat yang melabuh tadi sudah jatuh UNTUNG-baik pukat l-ll, maupun ke-lll, dan setelah UNTUNG pukat yang ketiga ini jatuh baru bisa boat pukat melabuh kawanan ikan tersebut dengan catatan hak pukat tadi masih ada yaitu dibagi dua.

Syarat-syarat untuk dapat memilikisatu kawanan ikan: 1. Krah atau angkat topi.

2. Sangga atau memukul galah diujung umbai.

3. Kalau pukat atau lampung tersangkut harus dilepas atau diperbaiki. 4. Menggiring kawanan ikan.

Pasal 4

Pukat boat sedang laboh, sedangkan pukat Aceh tidak sampai untuk mendesak dan bagaimana pula caranya supaya pukat Aceh mendapat hak dari hasil yang diperoleh oleh boat pukat tersebut.

Peraturan

Apabila ikan dilabuh sendiri oleh boat, maka bagi pukat Aceh untuk dapat mendapatkan bagian dari hasil ikan yang diperoleh boat adalah dengan cara siapa yang duluan mendekati umbai pukat boat dan hasilnya dibagi dua.

Bila ikan tersebut dibawa turun sendiri oleh boat, maka perahu yang tinggal di laut masih dihitung kongsi.

Pasal 5

Bila sebuah kawanan ikan di krah oleh sebuah perahu pukat Aceh dan dikejar oleh pukat-pukat lain untuk melabuh kawasan ikan tersebut, sedangkan cuaca/keadaan alam tidak mungkin bagi pukat Aceh yang mengejar tadi akan berhasil melabuh kawanan ikan tersebut. Dan apabila ada sebuah boat yang membantu melabuh kawanan ikan tersebut dengan seizin pawang pukat yang mengejar tadi, dan jika berhasil dilabuh kawanan ikan itu, maka pembahagiannya adalah bagi tiga yaitu satu bahagian bagi pukat yang krah, satu bahagian bagi yang mengejar tadi, dan satu bahagian untuk boat yang membantu melaboh tersebut dengan ketentuan sanggup mencapai umbai pukat boat.

Pasal 6

Sebuah boat menggandeng sebuah perahu pukat Aceh dan bila jumpa dengan kawanan ikan perahu pukat yang menggandeng tadi tidak bisa krah ikan yang dilihat itu sebelum dilepaskan diri dari boat yang menggandeng tadi.

Pasal 7

Sebuah boat yang menggunakan pukat Aceh, apabila waktu sedang laboh dibantu oleh perahu kulek, maka ikan hasil dari laboh itu dibawa turun oleh perahu kulek tersebut. Dan apabila ikan tersebut dibawa turun sendiri oleh boat maka jerih payah atas pertolongan/bantuan perahu kulek ialah 10 persen dari hasil ikan tersebut.

Pasal 8

Pukat Aceh sedang laboh, lantas datang sebuah boat dan sebuah pukat Aceh lainnya serta sampai ditempat pukat yang sedang laboh tadi bersama-sama mereka membantu pukat yang sedang laboh itu, maka jerih payah atas bantuan boat dan pukat Aceh yang membantu adalah hasil dari laboh itu dibagi dua. Dan antara pukat dengan pukat Aceh yang membantu tadi mereka ini hasil bagi dua tadi mereka bagi dua lagi, berarti mereka semuanya mendapat hasil.

Antara Boat dengan Boat Pasal 9

Sebuah kawanan ikan dilihat oleh beberapa boat dan boat itu sama-sama mengejar kawanan ikan tersebut. Sesampai di tempat kawanan ikan itu salah

satu dari pukat boat itu yang posisinya tepat untuk laboh ikan tersebut. Bagi boat yang laboh kawanan ikan ini hasilnya ½ bagian dari hasil seluruhnya dan bagian yang ½ lagi dibagi untuk beberapa boat yang sama-sama dapat mempertahankan kedudukannya.

Pasal 10

Tiap boat baik yang menggunakan pukat Aceh maupun pukat langgar, apabila umbainya telah jatuh dan ikan tersebut tidak didapat, maka haknya atas ikan yang sedang dilaboh hilang atau gugur.

Pasal 11

Tiap pukat yang mesak-sak, berhak laboh adalah siapa yang duluan jatuh UNTUNG nya. Sedangkan pukat yang terlambat jatuh UNTUNG harus menahan pukatnya (hasil lebih yang dapat dari pembagian perkongsian ikan ole.h boat yang melaboh ikan). Dengan catatan tidak boleh melaboh dalam halaman pukat lain sebelum memberi isyarat kepada pukat yang pertama jatuh umbainya.

Pasal 12

Untuk menghindari sentimen batin antara boat dengan boat dan antara boat dengan pukat Aceh, ikan nyirat ditiadakan untuk melaboh ikan atas kongsi dapat bahagian 5 persen dari hasil ikan.

Pasar 13

Jika sebuah motor boat sedang melaboh ikan dan memerlukan bantuan karena ikan tersebut tidak dapat diambil tanpa bantuan boat lain dan sebagainya:

1. Boat yang sedang melaboh ikan hanya boleh meminta bantuan kepada boat yang terlebih dahulu datang melewati umbai/haluan boat yang memerlukan bantuan, dan hasilnya dibagi dua setelah di kurangi 5 persen hak labuh. 2. Motor boat yang sedang melabuh ikan jika memerlukan bantuan harus

meminta bantuan kepada motor boat pukat yang terdekat dan tidak boleh meminta bantuan kepada boat boat kecil yang fungsinya hanya sebagai pengangkut (becak laut, boat pancing) kecuali tidak ada motor boat pukat yang terdekat lainnya.

Pasal 14

Terlarang keras mendesak atau peupok dalam usaha penangkapan ikan. Peraturan

Apabila sebuah motor boat telah melaboh ikan (jatuh umbai), maka boat berikutnya dilarang melaboh di dalam atau di luar pukat/boat tersebut untuk kawanan ikan yang sama (istilah meusak-sak pukat). Pelanggaran ini akan ditindak dengan hukuman menyita seluruh hasil dan mengembalikan 5 persen hak laboh serta wajib memperbaiki seluruh kerusakan boat pertama. Hasil sitaan diserahkan kepada boat pertama.

Pemasangan Tuasan, Rumpon dan Bubu Pasal 15

(1) Tuasan, rumpon dan bubu dipasang di laut harus diberi tanda pengenal berupa pelampung bulat besar atau bambu yang dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dilihat.

(2) Bila terjadi tabrakan antara tuasan, rumpon, bubu dengan pukat atau alat penangkapan ikan lainnya tidak dengan sengaja, maka kerusikan tuasan, rumpon,dan bubu tidak diganti. Tetapi kerusakan tuasan, rumpon, dan bubu ditabrak oleh pukat atau alat tangkapan ikan lainnya dengan sengaja, maka harus diganti rugi sebesar 100 persen dari harga tuasan, rumpon dan-bubu tersebut. Pemasangan tuasan, rumpon dan bubu harus mengambil surat izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat ll setempat. Apabila tidak mempunyai surat izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat ll, maka kerusakan tuasan, rumpon dan bubu tersebut tidak berhak mendapat ganti rugi.

(3) Tuasan, rumpon dan bubu yang tidak diberitanda pengenal bila terjadi tabrakan tidak akan diganti dan dia harus mengganti kepada yang menabraknya.

(4) Pukat banting, pukat langgar, dan jenis pukat lainnya boleh menangkap ikan di malam hari dengan jarak +500 meter dari tuasan/unjam dan lain-lain alat pengumpul ikan.

Masalah Meletakkan Tuasan di Laut Pasal 16

(1) Cara untuk membina tuasan di laut sangat diperlukan tata tertib yang sempurna, bagi kapal-kapal yang membina tuasan tersebut. Bagi sebuah kapat pukat langgar atau pukat banting, jika membina tuasan jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal iain, harus ada lebih kurang 1 mil sehingga tidak mengganggu bagi pengguna kapal lain sewaktu memukat.

(2) Bagi sebuah kapal jaring yang menggunakan alat jaring atau tanggok bawal, jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal lebih kurang 500 meter sehingga tidak terjadi gangguan jaring sewaktu pihak kapal lain menggunakan alat tangkapnya.

(3) Kecuati kapal yang membina tuasan diharuskan meletakkan tuasan pertama dengan mengambil pedoman dari arah darat menuju laut atau kebalikannya sehingga teratur dan sempurna.

Masalah Pemotongan Tuasan/Unjam Pasal 17

(1) Jika seorang juragan sebuah kapal melakukan pemotongan terhadap sebuah tuasan/unjam milik kapal lain, ini adalah suatu pekerjaan yang sangat terkutuk. Bila hal ini dapat diketahui oleh pemiliknya, dilengkapi dengan keterangan saksi, serta membawa pengaduan kepada pihak yang berwenang, juragan kapal tersebut diharuskan membayar ganti rugi terhadap biaya tuasan milik kapal lain.

(2) Ganti rugi tuasan yang dipotong tersebut, dibebankan pembayarannya kepada pihak juragan, sedangkan pengusaha tidak perlu menanggung resiko apapun (pembayaran selambat-lambatnya seminggu setelah keputusan sidang). Dan kepada pemilik tuasan diberi waktu untuk melapor dalam jangka waktu sebulan, kepada pihak Panglima Laôt atau tokoh masyarakat. Lewat dari batas tersebut di atas, pengaduan tidak diladeni lagi (menjadi batal). Mengambil lkan di tuasan kapal lain.

Pasal 18

Mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, perlu diatur dalam suatu ketentuan seperti diatur dibawah ini:

(1) Jika satu kapal mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, kepada kapal tersebut supaya memohon izin terlebih dahulu jika ada pemiliknya. Hasil yang didapat dari tuasan tersebut harus dibagi dua, sesudah terlebih dahulu dipotong ikan cucuk 20 persen untuk kapal yang melabuh pukat tersebut. (2) Jika kapal mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, sedangkan pemiliknya

tidak ada,maka kepada juragan kapal itu dimohon kesadaran sesampai di darat untuk melapor kepada pemiliknya. Hasil yang didapat tersebut tetap harus dibagi dua setelah dipotong ikan cucuk sebanyak 20 persen atau dalam hal tersebut bisa dilakukan toleransi antara juragan dengan juragan pemilik tuasan.

(3) Jika suatu kapal mengambil ikan, di tuasan yang milik kapal lain sedangkan pemiliknya tidak ada dan sesampai di darat tidak juga melapor pada pemiliknya. Sedangkan di laut ada juragan kapal lain yang melihat kejadian tersebut, mereka melapor kepada pemilik tuasan, dan pemilik tuasan dapat menuntut terhadap kapal yang mengambil ikan di tuasannya. Walaupun hasil melabuh (mengulur) tidak ada, tetapi sewaktu pulang kapal tersebut ada membawa pulang ikan yang didapat dari tuasannya sendiri, ini bisa dianggap ikan tersebut berasal dari tuasan kapal lain. Jika pengaduan sudah di sampaikan kepada pihak berwajib, maka pihak Panglima Laôt (tokoh masyarakat), segera untuk melapor kepada penguasa untuk menyita sementara hasil yang dibawa oleh kapalnya, sambil menunggu hasil sidang yang diadakan oleh Panglima Laôt. Bila dalam siding ternyata hasil yang diperdebatkan tersebut berasal dari tuasan kapal lain, maka pembagian bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut:

a. Potong harga es yang digunakan untuk ikan. b. Potong komisi pengurus.

c. Potong hak sidang 10 persen. d. Potong hak saksi 20 persen.

e. lkan cucuk tidak berlaku pemotongannya.

(4) Sisa yang tinggal setelah terjadi pemotongan-pemotongan, baru dibagi dua,sebagian untuk penggugat dan sebagiannya lagi untuk tergugat. Kepada pihak penguasa sangat diharapkan bantuan sepenuhnya untuk mengambil langkah langkah sepenuhnya guna membantu Panglima Laôt atau tokoh- tokoh Masyarakat dalam menjalankan peraturan, sehingga bisa terlaksana dengan sempurna.

(5) Bagi tiap-tiap penggugat diberi waktu selama 2x24 jam untuk membawa pengaduan kepada Panglima Laôt sejak terjadinya perkara.

(6) Lewat dari waktu 2x24 jam, pengaduan dari penggugat, tidak dapat diterima atau menjadi batal.

(7) Bagi pukat langgar atau pukat banting yang mengambil ikan dituasan kapal nelayan jaring, hasil yang didapat dibagi tiga, dua bagian untuk kapal yang melabuh pukat, satu bagian kembali untuk pemilik tuasan.

Penangkapan Benur dan Nener. Pasal 19

(1) Kayu pancung yang dipasang oleh penangkap benur di tepi laut, setelah selesai menangkap benur harus dicabut kembali. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.

(2) Bila ternyata kerusakan alat penangkapan ikan sebagai akibat tidak dicabutnya pancang benur, maka kerusakan pukat penangkapan ikan tersebut harus diganti oleh nelayan penangkap benur yang bersangkutan.

Tata Cara Persidangan Pasal 20

Syarat-syarat pengajuan perkara :

(1) Setiap orang/pawang yang mengajukan perkara pada Lembaga Hukôm Adat Laot (LHAL) sekarang disebut Lembaga Persidangan Hukôm Adat Laôt (LPHAL) harus membayar uang meja sebesar Rp15.000,- (lima belas ribu rupiah).

(2) Pengajuan perkara tidak boleh lewat hari Kamis.

(3) Biaya sidang dipungut 10 persen dari uang hasil diperkarakan.

(4) Penggugat sudah harus menghadirkan saksi-saksi pada saat sidang dibuka. (5) Saksi-saksidari pihakyang berperkara disyaratkan harus mengangkatsumpah. (6) Apabila penggugat atau tergugat tidak menghadiri sidang sampai dengan 2

kali persidangan, maka majelis akan mengambil keputusan.

(7) Apabila pada sidang ketiga penggugat atau tergugat tidak hadir, perkara dapat ditolak dan lembaga hukum akan mengambil biaya sidang 10 persen dari uang yang diperkirakan.

Syarat-syarat persidangan dan pengambi lan keputusan :

(1) Sidang baru boleh dilaksanakan apabila dihadiri minimal 3 (tiga) orang anggota sidang/staf LPHAL.

(2) Untuk kelancaran LPHAL anggota sidang ditambah 1 (satu) orang dari unsur Dinas Kelautan dan Perikanan.

(3) Keputusan sidang diambil menurut suara terbanyak dan diumumkan setelah sidang selesai.

(4) Sidang diadakan pada jam 09.00 WI8, sampai dengan selesai setiap hari Jum’at.

(5) Pimpinan sidang diatur secara bergilir oleh ketua LPHAL.

Sanksi Hukum Pasal 21

(1) Pelanggaran terhadap adat-istiada Utata cara penangkapan ikan ini akan dikenakan tindakan hukum berupa:

(b) Seluruh hasil tangkapan di sita untuk kas Panglima Laôt

(2) Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang telah ditetapkan, maka LPHAL akan mengambil tindakan administratif melalui pejabat yang berwenang setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan staf LHAL.

Pengaturan Keuangan LHAL Pasal 22

(1) Sumber dana dapat diharapkan dari: (a) Uang sidang 10 persen.

(b) Uang hasilsitaan. (e) luran anggota. (d) Uang meja (2) Penggunaan:

(a) Uang sidang 10 persen digunakan untuk keperluan Majelis Persidangan (staf lembaga) sebanyak 75 persen dan untuk kas lembaga sebanyak 25 persen.

(b) Uang sitaan:

• Kas lembaga 30 persen. • Staf lembaga 20 persen.

Panglima LaôtLhôt/Kabupaten/ Kota 30 persen. • Rumah ibadah 20 persen.

(3) luran anggota dipergunakan untuk kas lembaga dan lainnya. (4) Uang meja dipergunakan untuk biaya persidangan.

TAMBAHAN

Dokumen terkait