• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan Menuju Tuhan

waktunya mendapatkan ujian dari Allah, maka ia harus ridha dengan kepastian Allah dan sabar menghadapi ujian.298

Muri>d atau sa>lik dalam pandangan Mursi> di atas, seringkali dihadap–

kan pada empat situasi ditengah kumparan waktu. Pertama, muri>d dapat memanfaatkan waktu dengan kegiatan positif yang mendukung pende– katannya kepada Allah, seperti melakukan berbagai macam peribadatan yang diwajibkan maupun disunnahkan. Ketika dihadapkan pada situasi seperti ini, muri>d tidak diperkenankan memiliki rasa sombong atau pamer, tetapi sebaliknya, sepenuhnya menyadari kemampuannya mela– kukan kegiatan positif semata-mata karena kemurahan, petunjuk, dan pertolongan dari Tuhannya. Kedua, muri>d gagal menggunakan waktu, sehingga kumparan waktu selalu terisi oleh kegiatan-kegiatan yang men– durhakai Tuhannya. Dalam situasi seperti ini, muri>d harus segera mela– kukan taubat dengan meminta ampuan kepada-Nya. Ketiga, muri>d di tengah berputarnya roda waktu mendapatkan anugerah dalam berbagai bentuknya. Dalam situasi seperti ini, muri>d harus selalu menampakkan rasa syukur dan suka citanya hanya semata-mata kepada Allah. Keempat, tidak jarang ditengah bergulirnya waktu, muri>d mendapatkan ujian dari Allah. Ketika mendapati situasi tersebut, muri>d harus menampakkan sikap ridha dan sabar terhadap ketentuan dan ujian yang diberikan.

G. Tawakkal

Sebagaimana tangga atau tahapan yang telah dideskripsikan di atas, para ulama sufi juga memiliki perspektif berbeda tentang definisi ta– wakkal. Perbedaan lebih disebabkan pada dua titik fokus yang berbeda di masing-masing definisi. Di satu sisi, definisi lebih menitik-beratkan pada masyarakat awam sebagai pelakunya, dan di lain pihak, bertitik fokus pada para pelaku yang masuk dalam kategori ahli tasawuf. Namun, ke– dua kutub definisi tersebut memiliki muara yang sama, yaitu: menem– patkan Tuhan sebagai pusat dari seluruh sandaran makhluk atau pusat penyerahan total dari setiap makhluk.

Umar bin Khattab mendefinisikan tawakkal sebagai bentuk penye– rahan diri kepada Allah, namun tetap disertai usaha serius manusia.

Zumrotul Mukaffa

Pemaknaan Umar bin Khattab RA. ini terdapat dalam sebuah kisah yang diulas dalam Sala>lim al-Fudhala>’ karya Nawawi al-Bantani.

يف هرذب يقلي يذلا ل كوتملا ام نإ :لكو تلا اوع داو اودعق موقل رمع لاق

.ل كوتو ضرلأا

Umar bin Khattab berkata kepada sekelompok kaum yang duduk berpangku tangan tidak kerja dan mereka mengaku tawakkal: “ Sesungguhnya orang yang tawakkal itu adalah orang yang meletakkan biji tanamannya di bumi dan kemudian pasrah (berserah diri).299

Berbeda dengan Umar bin Khattab RA, Al-Suhaimi mendefinisikan tawakkal dengan menyatakan:

نلأ ، هنم قز رلا ءاجرو هب قوثولا يأ ىلاعت الله ىلع دامتعلَا وهو لكو تلا

كلا نم قز رلا ةيؤر

.رفك بس

Tawakkal ialah berpegang teguh kepada Allah dan mengharapkan rezeki dari pada-Nya, karena memandang (meyakini) rezeki dari hasil usaha adalah kufur. 300

Definisi lain ditemukan dalam Dzun Nun al-Mishri, bahwa:

ا نم علاخنلَاو سف نلا ريبدت كرت لكو تلا

.ة وقلاو لوحل

Tawakkal adalah meninggalkan (tidak) mengatur dirinya sendiri dan lepas dari merasa mempunyai daya dan kekuatan dengan tidak meyakini ada seseorang yang mempunyai daya dan kekuatan tanpa pertolongan Allah.301

Sementara Abu Bakar al-Daqqa>q memaknai tawakkal dengan:

.دغ مه طاقساو دحاو موي ىلإ شيعلا در لكو تلا

Tawakkal adalah mengembalikan biaya hidup untuk sehari saja dan melepaskan tujuan untuk besok.302

Sebagian ulama mengatakan:

.ىلاعت الله ىلع ادامتعا بسكلا كرت لكو تلا

Tawakkal adalah meninggalkan usaha karena hanya berpegang kepada Allah.303

299 Ibid, 107. 300 Ibid, 105. 301 Ibid, 106. 302 Ibid, 106.

Tahapan Menuju Tuhan

Abu Yazid al-Busthami mengungkapkan definisi tawakkal melalui bahasa yang metaforis. Ketika ditanya tentang tawakkal, ia mengatakan:

ابأ معطي لَ نأ ىرتفأ ريزنخلاو بلكلا معطي يلَوم : لاقف ؟ لكأت نيأ نم

ي

.ديز

Dari mana kamu makan? Beliau menjawab: “ Tuanku memberi makan anjing dan babi, apakah kamu berpendapat bahwa Dia (Allah) tidak memberi makan Abu Yazid ?.304

Makna tawakkal juga pernah diungkapkan oleh Ibrahim bin Adham yang mengatakan:

نابهرلا ضعب تلأس

لأسا نكلو يدنع ملعلا اذه سيل :لاق ؟ لكأت نيأ نم :

.ينمعطي نيأ نم ك بر

Saya bertanya kepada seorang pendeta: “ Dari mana engkau makan ? Dia menjawab: “Ilmu ini tidak ada pada saya, akan tetapi tanyalah kepada Tuhanmu, dari mana Ia memberi makan kepadaku.305

Definisi tawakkal juga ditemukan dalam pendapat Sahal bin Abdul– lah dengan mengatakan:

لاف هلاح يوق نمف ،هت نس بسكلاو م لسو هيلع الله ىلص يبنلا لاح لكو تلا

.هت نس نكرتي

Tawakkal merupakan perbuatan batin Nabi, sedangkan usaha adalah perbuatan lahir Nabi. Barang siapa yang kuat perbuatan batinnya, maka tidak akan meninggalkan perbuatan lahirnya.306

Nawawi al-Bantani berusaha untuk menyimpulkan berbagai definisi di atas. Menurutnya, terdapat dua pengertian mendasar tawakkal yang berbeda yang secara kategoris dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: da– lam pengertian yang mendasarkan pada masyarakat awam sebagai pela– kunya (al-tawakkal al-a>mmah) dan ahli-ahli tasawuf sebagai pelakunya

(al-tawakkal al-kha>sshah). Dari perspektif masyarakat awam sebagai pelaku–

nya, maka tawakkal didefinisikan sebagai:

304 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 106 – 107. 305 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 107. 306 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 107.

Zumrotul Mukaffa

ىلاعت الله ىلإ بب سملا لوصح ضيوفتو بب سلا لعف وهو

Melakukan usaha (sebab) dan menyerahkan keberhasilannya kepada Allah.307

Sebaliknya, tawakkal yang melibatkan ahli-ahli tasawuf sebagai pela– kunya, maka dimaknai sebagai:

رت وهف

.ىلاعت الله دعوب ةقث بب سلا ك

Meninggalkan usaha (sabab) karena percaya kepada janji Allah. 308

Definisi dalam kutub kedua ini mengacu pada dua ayat al-Qur’an, sebagai terdapat dalam Al-Hud dan al-Dzariyat. Dalam kedua ayat ter– sebut, Allah berfirman:

اَم َو

ٌّلُك اَهَعَد ْوَتْسُم َو اَه هرَقَتْسُم ُمَلْعَي َو اَهُق ْز ِر ِ هاللَّ ىَلَع هلَِإ ِض ْرَ ْلأا يِف ٍةهباَد ْنِم

( ٍنيِبُم ٍباَتِك يِف

6

)

( َنوُدَعوُت اَم َو ْمُكُق ْز ِر ِءاَمهسلا يِف َو

22

)

Pertanyaannya sekarang, manakah yang lebih utama tawakkal yang disertai dengan usaha dengan tawakkal tanpa usaha. Setidaknya, terda– pat tiga arus pendapat yang mengemuka. Pertama, tawakkal tanpa usaha lebih utama, karena itulah yang dicontohkan melalui perilaku Nabi Mu– hammad dan perilaku ahl al-shuffah (para muri>d-muri>d Nabi yang menem– pati serambi masjid Nabawi). Kedua, terdapat teks al-Qur’an dalam Surah al-Jumu’at: 10 yang menegaskan keharusan untuk mencari karunia atau rizki dari Allah. Ayat ini menegaskan, tawakkal yang disertai usaha lebih utama, karena mencari rizki dan memanfaatkannya di jalan Allah ter– masuk amalan-amalan sunnah yang dianjurkan oleh-Nya. Ketiga, penda– pat Al-Ghazali yang banyak diikuti oleh ulama-ulama shufi yang terbagi dalam dua kategori; 1) tawakkal tanpa usaha lebih utama bagi sa>lik atau

muri>d yang telah memiliki kesabaran tinggi dan kemampuan menjaga

hawa nafsu, sehingga hidupnya nyaris didedikasikan untuk selalu ber– ibadah kepada Allah, dan tidak mengharapkan sama sekali pemberian orang lain, serta tidak mengalami kekecewaan saat mendapati kesulitan rizki luar biasa ; dan 2) bagi yang masih belum stabil kondisi psikolo–

307 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 108. 308 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 108.

Tahapan Menuju Tuhan

gisnya yang ditandai oleh adanya rasa marah ketika kesulitan rizki serta masih mengharapkan pemberian orang lain, maka tawakkal yang disertai usaha adalah terbaik baginya.309

Penerimaan Yai Djamal terhadap tawakkal bagi masyarakat awam maupun ahli tasawuf yang memiliki derajat khusus di atas, berkonse– kuensi tidak menolak terhadap manifestasi tawakkal yang tak berlaku umum. Ia, misalnya, tidak menolak perilaku ulama-ulama sufi yang me– minta-meminta, seperti dalam peristiwa yang dialami Abu Ishaq al-Nu>ri. Menurutnya, “bagi arba>b al-ahwa>l (orang-orang yang telah mempunyai derajat ruhaniyah yang tinggi) itu, meminta-minta kepada orang justru dapat menambahkan derajatnya disisi Allah Swt”. Namun, hukum diper– bolehkannya meminta-minta harus disertasi dengan dua syarat. Pertama, sesuatu yang diminta oleh arba>b al-ahwa>l tidak memberatkan bagi orang lain yang dimintainya. Kedua, arba>b al-ahwa>l yang meminta-minta memi– liki niat agar orang yang memberinya mendapatkan pahala.310

Pendapat Yai Djamal tentang kebolehan meminta bagi muri>d atau

sa>lik yang telah mencapai derajat arba>b al-ahwa>l mengacu pada kisah yang

melibatkan Abu Ishaq al-Nu>ri dan al-Junaidi al-Baghdadi. Kisah lengkap keduanya dideskripsikan sebagai berikut:

Saya (seorang ahli tasawuf) melihat Abu Isha>q al-Nu>ri mengulur– kan tangannya meminta-meminta311

Pada saat yang sama, Yai Djamal juga menegaskan arti penting ber– usaha yang menyertai sikap tawakkal, terutama bagi para muri>d yang memiliki tanggung jawab keluarga. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah bagi keluarganya, dan sebaliknya, tidak diperbo– lehkan memaksa anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya supaya bersabar. Bahkan, jika keluarga berantakan karena tidak adanya nafkah, maka mereka akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Tuhannya kelak. Hal ini selaras dengan pendapat Al-Ghazali, sebagai– mana dikutip oleh Nawawi al-Bantani:

309 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 115. 310 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 113. 311 Moch. Djamaluddin Achmad, Jalan Menuju Allah, 114.

Zumrotul Mukaffa

:نيرمأب لَإ هلكوت حصيلَ درفنملا نلأ ،درفنملا قرافي همكح لايع هل نمو

قيض ريغ نمو دحأ ىلإ علطت ريغ نم اعوبسأ عوجلا ىلع هتردق : امهدحأ

.سفن

توملا هقزر نأب املع هقزر هتأي مل نإ توملاب اسفن ب يطي نأ :اهيناثو

لأا يف ةدايز وهف اين دلا يف اصقن ناك نإو وهو .عوجلاو

قيس ه نأ دقتعيف ،ةرخ

تومي يذلا ضرملا وه اذه نأو ،ةرخلأا قزر وهو :هل نيقزارلا ريخ هيلإ

،درفنملل لكو تلا متي اذهبف ،هل ر دقو يضق اذك هنأو كلذب ايضار نوكيو هب

نع دوعقلا وأ لا كوت لايعلا كرتو يراربلا لوخد لايع هل نم ىلع مرحيو

و مه قح يف لا كوت مهرمأب مامتهلَا

عوجلا ىلع رب صلا لايعلا فيلكت زوجي لَ

.مهب اذخاؤم وه نوكيو مهكلاه ىلإ يضقي دقف

Bahkan, Al-Ghazali melarang keras sa>lik dan muri>d yang meminta-meminta pada orang lain, dan pada saat yang sama, tidak melakukan usaha mencari nafkah. Menurutnya, perilaku meminta-meminta hanya menjadikan harga dirinya hancur di hadapan manusia dan derajatnya runtuh di sisi Allah. Sungguh pun demikian, bagi Al-Ghazali, perilaku meminta-meminta tetap diperbolehkan dalam kondisi yang membutuh– kan. Seperti diadaptasi Nawawi al-Bantani, al-Ghazali mengatakan:

يف نييناح رلا عم اذهف ،ذخأي لَ يطعأ نإو لأسي لَ ريقف :ةثلاث ءآرقفلا

تا نج يف نيب رقملا عم اذهف ،ذخأ يطعأ نإو لأسي لَ ريقفو .ني يلع

.نيميلا باحصأ نم نيقدا صلا عم اذهف ،ةجاحلا دنع لأسي ريقفو .سودرفلا

Terlepas dari perbedaan kedudukan berusaha dalam tawakkal, na– mun tidak dipungkiri banyak ditemukan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang mendorong setiap manusia untuk melakukannya. Beberapa dapat diuraikan, di antaranya:

ُهُبْسَح َوُهَف ِ هاللَّ ىَلَع ْلهك َوَتَي ْنَم َو

( َنوُلهك َوَتَي ْمِهِ ب َر ىَلَع َو اوُنَمآ َنيِذهلا ىَلَع ٌناَطْلُس ُهَل َسْيَل ُههنِإ

99

)

لَ ثيح نم هقزرو ةنؤم لك ىلاعت الله هافك لج و زع الله ىلإ عطقنا نم

ىلإ عطقنا نمو بستحي

.اهيلإ الله ىلإ هل كو اين دلا

Tahapan Menuju Tuhan

Berbagai ayat dan hadits di atas memberi petunjuk penting bahwa, tawakkal menempati kedudukan penting disisi Allah. Selain mendapat– kan jaminan kehidupan dari-Nya, orang yang bertawakkal juga sulit un– tuk disesatkan oleh syaithan. Orang yang berhasil menjalankan tawakkal akan menjadi pintu baginya untuk menapaki tangga selanjutnya menuju

wushu>l kepada Allah.