• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DASAR TEORI

H. Materi Pelajaran

4. Tekanan Udara

Bumi kita diselimuti oleh lapisan udara yang disebut dengan atmosfer. Udara tersebut merupakan campuran dari berbagai gas, yaitu :

1) Nitrogen (78 %) 2) Oksigen (21%)

3) Satu persen lainya terdiri atas:

Argon (0,09%), karbon dioksida (0,03%), uap air yang jumlahnya selalu berubah, ozon, xenon dll. Udara dan gas-gas lainnya yang menyusun atmosfer memiliki massa, mereka juga ditarik oleh gaya gravitasi bumi. Oleh sebab itu atmosfer juga melakukan gaya. Gaya tersebut juga mengalami tekanan pada permukaan bumi dan segala sesuatu di bumi termasuk kita. Tekanan di sekitar kita ini disebut tekanan atmosfir. Di dalam tubuh manusia juga ada tekanan karena di

dalam tubuh manusia terdapat udara yang jumlahnya telah diatur sedemikian sehingga tekanan di dalam dan di luar tubuh manusia (tekanan atmosfir) sama.

Tekanan udara yang ada di bumi ini cukup besar. Besar tekanan udara menurut pengukuran yang dilakukan oleh Torricelli (1608-1647) adalah 760 mmHg (76 cmHg).

Besaran tekanan udara di setiap tempat bervariasi, tergantung ketinggian tempat. Tekanan udara di pantai (dataran rendah) berbeda dengan tekanan udara di pegunungan (dataran tinggi). Hal ini bisa terjadi karena lapisan Atmosfer yang ada di bumi ini bagaikan lautan air saja. Tekanan dalam air makin besar jika makin dalam dari permukaan air. Misalkan saja permukaan bumi ini sebagai dasar lautan tersebut (bagian terdalam). Jadi analogi dari lautan tadi, makin ke atas dari permukaan bumi, maka tekanan udaranya juga akan berkurang.

b. Satuan tekanan udara

Tekanan udara biasa dinyatakan dalm satuan atmosfer (disingkat atm). Namun demikian, tekanan udara dapat juga dinyatakan dengan satuan lain, yaitu pascal (Pa) dan bar. Hubungan antara ketiga satuan tersebut adalah sebagai berikut :

1 atm = 101300 Pa 1 bar = 100 000 Pa 1 atm = 1,013 bar

c. Barometer air raksa

Cara mengukur tekanan atmosfer menggunakan cairan raksa ini ditemukan oleh Evangelista Torrielli (1608-1647). Ia membuat barometer sederhana dengan cara mengisikan air raksa ke dalam tabung kecil yang tebal dan panjangnya 1 meter dengan satu ujungnya terbuka dan ujung lainnya tertutup. Setelah hampir semua penuh, ujung terbuka tabung tersebut disumbat. Pipa lalu dibalikkan dan ujung terbuka yang disumbat tersebut dicelupkan ke dalam suatu wadah yang berisi cairan raksa pula.

Gambar 3: Barometer Sederhana dari Pipa Terbuka Berisi Air Raksa

(Foster, 2004: 137)

Sumbat dilepaskan, dan begitu cairan raksa dari pipa bertemu dan bercampur dengan cairan raksa dalam wadah, maka ketinggian kolom atau permukaan cairan raksa di dalam pipa akan turun sampai setara dengan tekanan atmosfer yang menekan permukaan permukaan cairan raksa dalam wadah tersebut. Ternyata, kolom tersebut turun, hingga berjarak 760 mm dari permukaan cairan raksa dalam wadah. Nilai 760 inilah yang kemudian menjadi acuan besar tekanan atmosfer di permukaan

Bumi yang sejajar dengan permukaan laut. Besar tekanan atmosfer itu dinyatakan dengan 760 mmHg.

Bagian tabung di atas kolom cairan raksa tersebut menjadi hampa karena sebelumnya diisi cairan raksa tersebut. Ruang hampa tersebut memungkinkan kolom cairan raksa untuk naik lagi jikalau besar tekanan atmosfer juga meningkat. Semakin tinggi tekanan atmosfer, semakin tinggi kolom air raksanya. Di permukaan laut, tekanan atmosfer yang standar adalah 760 mmHg. Tetapi, seperti disebutkan sebelumnya bahwa tekanan atmosfer juga dipengaruhi cuaca. Karena itu, tekanan atmosfer bisa bervariasi dari 730 sampa 770 mmHg.

Besar tekanan atmosfer dalam satuan Pascal dapat dihitung dengan persamaan p = ρgh. Kita tinggal menghitung berat air raksa dalam tabung dibagi dengan luas daerah yang ditekan oleh berat air raksa, yaitu sama dengan luas penampang lingkaran bagian dalam tabung. Data yang dibutuhkan adalah ketinggian kolom yaitu 760 mm atau 0,76 m, massa jenis air raksa 13600 kg/m3, dan nilai percepatan gravitasi 9,8 m/s2 atau 9,8 N/kg. Persamaannya adalah:

1 atm = h x ρx g (pascal)

= 0,76 m x 13600 kg/m3x 9,8 N/kg = 101300 N/m2

Barometer air raksa tidak praktis karena memerlukan tempat yang cukup besar dan melibatkan zat cair yang perlu penanganan khusus. Paling tidak, memerlukan pipa yang panjangnya 1 m. Disamping itu, cairan raksa berbahaya bagi kulit manusia dan juga mengahasilkan uap raksa yang beracun. Oleh karena itu, para ilmuwan berusaha mencari cara yang lebih aman dan mudah untuk mengukur tekanan atmosfer.

d. Barometer Aneroid (Barometer logam)

Barometer aneroid lebih praktis, mudah dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan barometer air raksa, karena barometer aneroid tidak menggunakan cairan raksa.

Gambar 4 : Barometer Aneroid

(Kanginan, 2004: 55)

Bagian utama barometer aneroid adalah sebuah kantung yang berisi udara dengan tekanan rendah. Kantung ini dibuat dari bahan membran/selaput yang sangat tipis. Karena tipisnya, setiap perubahan tekanan atmosfer dapat menyebabkan kantung tersebut bergerak mengembang dan menyusut. Gerakan kantung ini

diteruskan dengan sebuah lengan dan rantai yang terhubung ke sebuah jarum penunjuk. Daerah gerakan jarum tersebut diberi skala melengkung. Skala tersebut tentu saja telah disesuaikan dengan tekanan yang ditunjukkan oleh jarum.

Barometer aneroid digunakan sebagai pengukur tekanan dan pengukur ketinggian (altimeter) pada pesawat terbang. Mengapa demikian? Karena tekanan atmosfer berkurang jika ketinggian bertambah.

e. Hubungan Tekanan Atmosfer dan Ketinggian Tempat

Tekanan atmosfer berubah terhadap ketinggian. Atmosfer kita bagaikan lautan air. Tekanan dalam air semakin besar jika semakin dalam permukaan air. Misalkan permukaan bumi kita sebagai dasar lautan tersebut (bagian terdalam). Jadi, semakin ke atas dari permukaan bumi, maka tekanan atmosfer juga akan semakin berkurang.

Pada ketinggian 5,9 km (seperti dipuncak Gunung Kilimanjaro) tekanan menurun drastis menjadi 380 mmHg skala barometer cairan raksa. Setengah dari besar tekanan atmosfer di permukaan laut. Bahkan dipuncak Mount Everest, tekanan atmosfer hanya 250 mmHg. Pada ketinggian 80 km tekanan atmosfer menjadi 0,0069 mmHg. Di bawah ini grafik hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan atmosfer.

Grafik : Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Tekanan Atmosfer

Gra fik Hubunga n Ketinggian terha dap Be sar Te ka na n Atmosfe r 0 5 10 15 20 25 0 500 1000

Tekanan Atmosfer (milibar)

K e tin g g ia n (K m )

Berikut ini adalah peristiwa-peristiwa sehari-hari yang berkaitan dengan tekanan udara.

a. Sewaktu berpergian ke tempat-tempat di ketinggian, mungkin kita akan merasakan telinga kita seperti tersumbat. Kita tahu bahwa semakin tinggi suatu tempat di bumi ini, tekanan udara semakin rendah. Padahal, dalam tubuh kita selalu terdapat udara yang bertekanan normal. Di tempat yang tinggi itu, tekanan udara luar biasa rendah daripada tekanan udara dalam tubuh kita. Karena itu udara yang terdapat dalam tubuh kita mendesak keluar, salah satunya melalui lubang telinga.

b. Disamping berpengaruh ke telinga kita, tekanan udara yang rendah di dataran tinggi menyebabkan penurunan suhu didih air. Jikalau di dataran rendah air yang dipanaskan di tempat terbuka baru mendidih pada suhu 100oC, maka di dataran tinggi air yang dipanaskan pada wadah terbuka akan mendidih pada suhu di bawah 100oC. Pada wadah yang terbuka, permukaan air dalam wadah tersebut mendapat tekanan atmosfer. Tekanan tersebut menekan partikel-partikel air di permukaan. Akibat tekanan tersebut, air seperti mendapat

penghalang untuk berubah wujud menjadi uap. Akibatnya air membutuhkan energi yang panas yang lebih banyak. Jikalau tekanan itu lebih rendah, tentu saja energi panas yang dibutuhkan lebih sedikit.

c. Alat suntik terdiri atas sebuah pengisap kecil yang ada dalam sebuah tabung plastik silinder. Bagaimanakah cairan obat dimasukkan ke dalam tabung alat suntik? Coba perhatikan gambar 4! Mula-mula mulut suntik dimasukkan ke dalam cairan obat, kemudian pengisap ditarik ke atas sehingga tekanan udara di bawah pengisap berkurang. Tekanan udara luar pada permukaan cairan obat yang lebih besar daripada tekanan udara di bawah pengisap memaksa cairan obat ke atas memasuki tabung silider.

Gambar 5 : Alat Suntik

(Kanginan, 2004: 48)

d. Minum dengan menggunakan sedotan merupakan salah satu kegiatan yang sering kali kita lakukan, dalam kegiatan ini kita telah menggunakan prinsip Fisika yakni “perbedaan tekanan udara menyebabkan udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah”. Ketika menghisap sedotan, paru-paru

anda mengembang sehingga anda memindahkan sebagian udara dari dalam sedotan

Hal ini menyebabkan tekanan udara di dalam sedotan berkurang (lihat gambar 5), tekanan udara luar di dalam minuman sekarang menjadi lebih besar dari pada tekanan udara di dalam sedotan. Perbedaan tekanan udara ini memaksa air pada permukaan gelas naik melalui sedotan ke mulut anda

Gambar 6 : Menghisap air dengan sedotan

(Kanginan, 2004: 48)

Dokumen terkait