• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:

27 Ibid.,

28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Loc.,Cit.,

1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan perikatan jual beli yang terindikasi wanprestasi dan akibat hukumnya 2) Pedoman Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai

data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait terhadap tanggung jawab notaris terhadap pembuatan perikatan jual beli yang terindikasi wanprestasi dan akibat hukumnya, yaitu Ketua Ikatan Notaris Indonesia, Majelis Pengawas daerah deli serdang, dan Developer. wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pole tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).29 Selanjutnya dianalisis untuk memperoleh

29 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003, hlm.53.

kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.30

30 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998, hlm. 57.

23

JUAL BELI YANG TERINDIKASI WANPRESTASI

A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap

Hubungan hukum antara notaris dengan penghadap terjadi Ketika penghadap datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian notaris membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut.31

Notaris dalam menjamin pembuatan akta otentik, yang harus sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, maka notaris mengklasifikasikan 3 (tiga) subyek hukum yaitu para penghadap, para saksi dan Notaris.

31 Habib Adjie, Menjalin Pemikiran – Pendapat Tentang Kenotariatan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998, hlm. 57.

Subjek hukum ini juga harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 39 UUJN yaitu :

1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;dan b. cakap melakukan perbuatan hukum.

2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.

Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan dalam 3 (tiga) hal :

1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Apabila pihak yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum dan di harapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun pihak lain.

2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Hal ini dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri di hadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa penghadap harus membawa

surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang menjadi dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.

3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Pihak yang hadir dan menandatangani akta di hadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak lain.

Mengenai ketentuan para saksi diatur dalam Pasal 40 UUJN yaitu:

1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;

b. cakap melakukan perbuatan hukum;

c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;

d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan.

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh penghadap.

4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.

Kedudukan saksi dalam pembuatan akta adalah sebagai saksi yang bertanggung jawab sebatas pada formalitas- formalitas peresmian akta / proses suatu akta, akan tetapi saksi akta tersebut tetap dimintakan kesaksiannya. Dengan kondisi tersebut, saksi dalam akta notaris merasa tertekan harus memberikan keterangan tentang isi / materi akta yang memang bukan tanggung jawabnya. Tanggung jawab

saksi yaitu melihat kehadiran penghadap, kebenaran penghadap membubuhkan tanda tangan serta melihat dan mendengar akta tersebut dibacakan oleh notaris. Jika akta tersebut tersandung dalam masalah hukum, maka saksi dapat memberikan kesaksian dalam pengadilan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya.

Saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian sebatas tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajibannya yakni dalam melaksanakan perintah atau tugas yang diberikan oleh notaris. Dari sifat kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan dalam akta itu. Dalam pada itu, para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu, dan bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta itu.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa kedudukan saksi sangatlah penting dalam proses penyelesaian sebuah akta. Selain itu juga, saksi dapat membantu Notaris, apabila akta tersebut tersandung dalam permasalahan hukum. Saksi akan diminta pertanggungjawaban berkaitan dengan melihat bahwa para penghadap hadir pada saat proses peresmian akta, melihat bahwa akta tersebut benar dibacakan dihadapan penghadap oleh notaris serta bahwa para pihak membubuhkan tanda tangan disertai oleh saksi-saksi.32

Kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris hanya sebatas formalitas-formalitas akta tersebut. Namun, untuk isi dari akta tersebut merupakan tanggung

32 G.H.S. Lumban Tobing., Op., Cit., hlm 170.

jawab notaris. Notaris seharusnya mengerti isi atau klausul dalam akta tersebut dan telah diketahui oleh para pihak, sehingga terjadi sengketa, saksi hanya menjelaskan apa yang diketahuinya tentang formalitas tersebut. Isi akta tetap menjadi tanggung jawab notaris.33

Mengenai ketentuan notaris diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yaitu notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan dijabarkan dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN yaitu notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Sejak kehadiran penghadap di hadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta otentik, kemudian notaris membuat akta otentik tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN,

33 Habib Adjie., Op., Cit., hlm 11-12

maka sejak penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, disinilah telah terjadi hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap.34

Kedudukan notaris dalam pembuatan akta adalah notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggung jawab Notaris.35

Landasan terhadap hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggung gugat notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan. Sampai saat ini di Indonesia, khususnya di kalangan notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggungjawaban notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap, disamping berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.

Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.

34 Agustining., Op., Cit., Hlm 65

35 Habib Adjie., Op., Cit., Hlm 55

Hubungan hukum dalam bentuk perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tetapi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.36

Notaris sepanjang melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan yang berlaku dan telah memenuhi semua tata cara dan persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap, maka berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan.

Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga berdasarkan adanya :

1) Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2) Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidaktepatan dalam : a) Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN

b) Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.37

Notaris sebelum diminta pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa :

36 Ibid.,

37 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminstratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung:Refika Aditama, 2007, hlm 103-104.

a. Adanya diderita kerugian

b. Kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari notaris terdapat hubungan kausal

c. Pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.38

Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan dengan karakter:

1) Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan -pekerjaan tertentu;

2) Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

3) Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal dari permintaan atau keingian para pihak sendiri;

4) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.39

B. Kewajiban Notaris

Pengaturan mengenai kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai k UUJN. Kewajiban notaris adalah sesuatu yang wajib dan harus dilakukan oleh Notaris, apabila kewajiban notaris terpenuhi maka notaris dapat memperoleh haknya yaitu mendapatkan honorarium dari pihak yang bersangkutan. Akan tetapi, apabila Notaris tidak melakukan dan melanggar kewajibannya, maka atas pelanggaran itu bisa dikenakan sanksi yang sesuai dengan akibat yang ditimbulkan oleh notaris.

38 Ibid.,

39 Ibid., hlm 102.

Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i dan k UUJN, yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN, meskipun termasuk dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak akan dikenakan sanksi apapun.

Ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN, pembacaan akta tidak wajib dilakukan jika dikehendaki oleh penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut, dengan ketentuan hal tersebut dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika penghadap tidak berkehendak seperti itu, maka notaris wajib untuk membacakannya, yang kemudian ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 44 ayat (1) UUJN dan apabila Pasal 44 UUJN ini dilanggar oleh notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN.

Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain yang berhubungan dengan sumpah/janji Notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib

merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan akta tersebut.

Undang-undang hanya dapat memerintahkan notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud.40

Hal ini dikenal dengan kewajiban ingkar. Instrumen untuk ingkar bagi notaris ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, sehingga kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris. Kewajiban ingkar ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut. Kewajiban untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh atau di hadapan notaris yang bersangkutan.41

Pemanggilan notaris atas akta yang dibuat dihadapannya dalam proses peradilan menjadi hal yang penting untuk memperoleh keterangan secara langsung dari notaris yang bersangkutan mengenai akta yang dibuat dihadapannya atas permintaan para pihak (klien) yang berperkara. Hal ini didasarkan berdasarkan fungsi hukum acara pidana itu sendiri yang berbeda dengan hukum acara perdata.

40 Habib Adjie., Op., Cit. hlm 89

41 Ibid.,

Van Bemmelen berpendapat bahwa terdapat tiga fungsi hukum acara pidana, salah satunya yang merupakan tujuan pokoknya mencari serta memperoleh kebenaran yang selengkap-lengkapnya secara utuh dan menyeluruh.42

Hakim tidak bisa hanya puas terhadap kebenaran formil yang ditunjukkan, pengujian terhadap bukti-bukti formil tersebut dimuka persidangan, serta fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan menjadi bahan pertimbangan guna memperkuat keyakinan hakim dalam memutus perkara. Sehingga akta otentik yang diajukan sebagai alat bukti di persidangan wajib didampingi alat bukti lain dan biasanya berupa keterangan saksi. Sekalipun kondisi diatas terjadi pada Notaris diberikan perlindungan hukum oleh undang-undang dalam rangka memberikan kesaksian di persidangan. Bentuk dari perlindungan hukum ini adalah hak ingkar notaris yang dapat digunakan agar kewajiban menjaga rahasia jabatannya tetap terjaga. Hak ingkar notaris ini hanya sebatas kewajiban ingkar yang ditegaskan dalam sumpah jabatan notaris maupun Pasal 16 Ayat (1) huruf e, berupa akta yang dibuatnya berikut isi aktanya maupun keseluruhan fakta yang diperoleh notaris dari kliennya dalam proses pembuatan akta baik yang tercantum ataupun tidak tercantum dalam akta.43

Kewajiban untuk menyimpan rahasia pada umumnya hanya berkaitan dengan hak untuk menolak memberi kesaksian yang dimiliki seorang wajib penyimpan rahasia yang merupakan orang kepercayaan. Hak tolak untuk

42 Andi Hamzah., Op., Cit., hlm 9

43 Eis Fitriyana Mahmud, batas-batas kewajiban ingkar Notaris dalam penggunaan hak ingkar pada proses peradilan pidana, Tesis, universitas brahwijaya, 2013, hlm 13.

memberikan kesaksian atau hak ingkar diberikan kepada notaris berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHAP. Hak ingkar yang diberikan oleh Undang-undang tersebut hanya berlaku terhadap hal-hal yang disampaikan dengan pengetahuan kepada notaris sebagai orang yang mempunyai kewajiban untuk merahasiakan dalam kedudukannya. Dan kaitannya hal tersebut dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat (1) huruf e.

Hak ingkar notaris ini diatur dalam Pasal 66 UUJN namun hak ingkar ini dibatasi. Bunyi dari Pasal 66 UUJN adalah :

1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan notaris berwenang:

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

Akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.

2) Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

3) Majelis kehormatan notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

4) Dalam hal majelis kehormatan notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.”

Penggunaan hak ingkar terkait kewajibannya menjaga rahasia jabatan dikembalikan lagi kepada diri notaris yang bersangkutan, dalam artian dikembalikan kepada hati nuraninya masing-masing. Sekalipun keputusan akhir berada ditangan hakim tetap harus diberikan kebebasan tertentu, karena notaris bersangkutan yang lebih memahami dan harus menentukan, apakah akan tetap merahasiakan atau memberitahukan hal-hal yang diketahuinya itu. Apabila dirasakan berada dalam

kondisi yang serba salah dan tidak ingin memihak pihak manapun notaris dapat menggunakan hak ingkarnya. Namun sebaliknya jika dirasa keterangan notaris yang bersangkutan sebagai saksi khususnya dalam persidangan pidana sangat diperlukan untuk memperoleh fakta-fakta persidangan.44

Aturan pelaksanaan sebagaimana diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan baik oleh penyidik maupun hakim harus mengingat adanya sumpah jabatan dan ketentuan UUJN. Para pembuat undang-undang di Indonesia dengan memberikan hak tolak berdasarkan undang-undang, dengan tegas telah menentukan pendapatnya bahwa kepentingan rahasia pekerjaan dalam kebanyakan hal lebih berat daripada kepentingan pengadilan untuk menentukan kebenaran.45 Sehingga alasan bahwa aparat penegak hukum tidak mengetahui adanya hak ingkar yang dimiliki oleh notaris tidak dapat dibenarkan. Penggunaan hak ingkar dikembalikan kepada diri notaris yang bersangkutan.

Apabila dirasakan terdapat kepentingan lebih tinggi, seperti kepentingan peradilan dapat melepaskan hak ingkarnya. Namun disini ia wajib meneliti secara cermat dan hati-hati agar keputusannya tersebut tidak menjadi boomerang untuk dirinya sendiri karena dianggap telah melanggar kewajibannya menjaga rahasia jabatan. Begitupun sebaliknya, apabila notaris memilih untuk tetap mempertahankan kewajiban ingkarnya dapat menggunakan hak ingkar dalam persidangan, dan ia

44 Ibid., hlm 14

45 Ko Tjay Sing, Op., Cit., hlm.57

wajib memberikan alasan-alasan yang rasional serta dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hakim. Tuntutan untuk menggunakan hak ingkar harus dinyatakan secara tegas.

Pemanggilan notaris dalam persidangan sudah seharusnya menggunakan hak ingkarnya karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik perdata maupun pidana, tidak ada yang dapat memaksa Notaris untuk membuka rahasia jabatannya tanpa adanya suatu alasan yang jelas, kecuali terdapat Undang-undang yang secara tegas menggugurkan hak ingkar tersebut. Hal ini didasarkan bahwa alasan penggunaan hak ingkar notaris berkaitan adanya kewajiban ingkar sebagaimana ditegaskan dalam sumpah jabatan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat

Pemanggilan notaris dalam persidangan sudah seharusnya menggunakan hak ingkarnya karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik perdata maupun pidana, tidak ada yang dapat memaksa Notaris untuk membuka rahasia jabatannya tanpa adanya suatu alasan yang jelas, kecuali terdapat Undang-undang yang secara tegas menggugurkan hak ingkar tersebut. Hal ini didasarkan bahwa alasan penggunaan hak ingkar notaris berkaitan adanya kewajiban ingkar sebagaimana ditegaskan dalam sumpah jabatan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat

Dokumen terkait