• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG

8. Nan Tinjo

2.15.6 Tempat pemukiman marga keturunan Lontung:

Setiap kelompok suku memiliki wilayahnya sendiri. Mereka memandang kelompok suku yang mendiami wilayah yang ada di sekitarnya, dalam batas tertentu, sebagai kelompok suku asing (Vergouwen 1991:XXIV)

Hal ini sependapat dengan Nainggolan (2012:61) orang Batak memiliki kelompok-kelompok marga yang semuanya itu berasal dari Si Raja Batak. Setiap marga mempunyai daerah sendiri sebagai tanah asal mereka masing-masing. Semua itu dapat dimengerti sebab masyarakat Batak Toba adalah masyarakat agraris. Mereka membutuhkan tanah untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Keterbatasan tanah yang diolah untuk lahan pertanian memaksa mereka bermigrasi karena ketidakpuasan terhadap marga atau karena ambisi dari anggota marga untuk mendirikan marga baru dan mencari tanah.

Sehubungan dengan judul penelitian yaitu tentang Si Raja Lontung, maka Menurut W. M Hutagalung (1991: 64) kampung yang dibuka oleh Si Raja Lontung bernama Banua Raja dekat bukit Sabulan. Kemudian keturunannya menyebar dan bertempat tinggal diluar Sabulan. Vergouwen (1986:9) menjelaskan bahwa suatu ketika terjadilah Air Bah yang dahsyat sehingga menyebabkan keturunan Si Raja Lontung terlempar dari Sabulan dan hampir memusnahkan seluruh daerah, dan mereka pindah lalu bermukim di Urat (di Samosir), di seberang Sabulan. Dari Urat, yang kemudian dianggap menjadi tempat penyebaran (parserahan), sebagian dari keturunannya menyebar (marserak) ke Samosir Selatan dan ke bagian-bagian lain daerah pantai bagian

73

Kelompok pertama, yang pergi ke selatan Samosir, terdiri dari keturunan keempat anak tertua, Situmorang, Toga Sinaga, Toga Pandiangan, dan Toga Nainggolan. Pada tahap pertama mereka pergi ke Samosir Utara, namun mereka diusir dari sana oleh marga Simbolon dan Sitanggang ke suatu garis khayali yang ditarik dari sebuah anak sungai di sebelah barat pantai, sampai ke suatu batu bundar besar di suatu tanjung di pantai timur ke arah selatan daerah Tomok. Perbatasan ini ditetapkan ketika diadakan perdamaian antara yang mengusir dan yang diusir. Sampai sekarang, garis ini masih disetujui sebagai perbatasan antara daerah-daerah Lontung dan Sumba di pulau itu.

Dengan berjalannya waktu, keempat marga induk Situmorang, Sinaga, Pandiangan, dan Nainggolan, berkembang menjadi 30 marga yang kesemuanya berada di Samosir Selatan. Penyebaran mereka di bagian pulau ini, termasuk di daerah-daerah daratan pulau Sumatra, Sabulan dan daerah Janji Raja, yang berbatasan dengannya, pada mulanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dari beberapa marga yang menjadi ranting dari keempat marga induk, dan sambung-menyambung di suatu wilayah, dimana masing-masing kelompok biasanya membentuk wilayah-wilayah (desa) kecil. Beberapa wilayah kecil lainnya, Nainggolan, Samosir dan Gultom boleh dikatakan hanya didiami oleh marga-marga dengan nama yang sama, bersama marga yang menumpang dari kelompok suku lainnya.

Diluar pulau, penyebaran Situmorang bisa ditemukan di daerah kecil yang bernama Lintong, yang terletak di dataran tinggi Humbang, di sekeliling Parbuluan dan Barus Hulu. Marga yang berasal dari Pandiangan, yakni mereka

yang diturunkan oleh Toga Samosir, sebagian pergi ke Habinsaran Selatan, kemudian ke Pahae Timur, tempat di mana bisa ditemukan daerah kecil Nainggolan yang didiami oleh satu marga dengan nama yang sama. Ketiga cabang Sinaga berkuasa di daerah Swapraja Tanah Jawa (Pantai Timur Sumatra) tempat marga itu terpecah-pecah dan memisah ke daerah-daerah kecil.

Ketiga anak Si Raja Lontung yang lebih muda tidak ada yang menetap di Samosir, mereka juga tidak meninggalkan keturunan. Simatupang dan Aritonang menyeberang lewat pulau kecil yang yang bernama Pulo, dan menguasai daerah-daerah dengan nama yang sama ke arah timur Muara. Siregar pergi dari Urat, mula-mula ke Sigaol, tempat menetap sebuah sempalan kecil dan menduduki daerah yang bernama Siregar, dan kemudian ke Muara. Beberapa bagian dari Simatupang dan Aritonang naik ke dataran tinggi Humbang dan mendiami Huta Ginjang dan Paranginan yang terletak di pinggirannya. Mereka tidak menyebar lebih jauh kecuali sebagai marga penumpang yang diterima oleh kelompok-kelompok kecil suku lainnya.

Namun sebagian dari keturunan Siregar mula-mula pergi ke Humbang, disini masih terdapat Lobu (tempat pemukiman marga sebelumnya) Siregar yang sudah ditinggalkan (di daerah Pohan), yang mengingatkan orang bahwa mereka itu pernah melewatinya. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke kampung Sibatangkayu yang kini sudah lenyap (di Habinsaran Selatan, atau arah Selatan Sipahutar), dan dari sana ke Sipirok. Disana mereka menduduki daerah luas dari kuria Sipirok, kuria Parau Sorat, dan kuria Baringin yang didirikan oleh tiga

75

Dari Sipirok, satu bagian memisahkan diri dan pergi ke Padang Bolak, tempat mereka mendirikan luat Hajoran. Ranting-ranting lainnya menduduki kuria Marancar di Angkola Utara, dan kuria Lumut di Sibolga Selatan. Kelompok yang bernama marga Dongoran dan Ritonga pergi dari Habinsaran Selatan menuju Dolok, tempat masing-masing menduduki daerah yang terpisah. Sebagai akibat dari penyebaran ini, Siregar boleh dikatakan merupakan satu mata rantai yang tidak putus-putus di Tapanuli Tengah, yang memisahkan daerah Sumba di Tanah Batak tengah dari Tapanuli Selatan.

W. M Hutagalung (1991:64) menjelaskan seperti berikut ini:

Toga Sinaga dohot Pandiangan ma tinggal di Urat, Toga Nainggolan tu luat Nainggolan. Ia Simatupang dohot Aritonang, maringanan ma tu Pulo Sibandang (Pardopur) jala Siregar tu Aeknalas Sigaol. Ianggo Situmorang, mulak do jolo tu Sabulan jala marpinompari disi. Berikut adalah analisis tempat tinggal keturunan Si Raja Lontung.

Tabel-11 Tempat tinggal keturunan Si Raja Lontung menurut W.M Hutagalung:

NO. MARGA TEMPAT TINGGAL

1 SINAGA URAT

2 PANDIANGAN URAT

3 NAINGGOLAN NAINGGOLAN

4 SIMATUPANG PULAU SIBANDANG (PARDOPUR)

5 ARITONANG PULAU SIBANDANG (PARDOPUR)

6 SIREGAR AEKNALAS SIGAOL

7 SITUMORANG SABULAN