• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. TEORI GAP ACCEPTANCE

Penjelasan Heddy Agah (2007) tentang bagaimana proses pergerakkan memutar kendaraan menunjukkan bagaimana rumitnya proses yang harus dilalui pengendara. Agah juga mengatakan penting untuk memperhitungkan kapasitas dari bukaan median sebagai putaran balik untuk mengetahui bagaimana kinerja bukaan median tersebut. Banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian terhadap kapasitas bukaan median. Penelitian terdahulu tersebut mengikuti konsep teori gap acceptance. Teori tersebut banyak dijumpai pada simpang tidak bersinyal atau bisa dikatakan simpang prioritas. Teori inipun sudah diakui

banyak peneliti untuk menghitung nilai kapasitas bukaan median sebagai putaran balik. Di Indonesia sendiri sudah diatur di dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahap untuk menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal. Hanya dalam MKJI untuk menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal mengacu pada kondisi geometrik jalan, bukan dengan teori gap acceptance. MKJI beranggapan bahwa perilaku pengendara di Indonesia tidak seperti pengendara di luar negeri sehingga sulit untuk menggunakan teori tersebut untuk perhitungan. Gerakan kendaraan memutar tidak termasuk dalam perhitungan MKJI. Sedangkan pergerakan memutar jauh lebih kompleks dibanding dengan pergerakan pada simpang tak bersinyal.

Teori gap acceptance berdasar pada konsep bagaimana sebuah kendaraan yang akan melakukan gerakan menyebrang atau menyatu pada arus utama menunggu untuk gap yang memenuhi kebutuhan pengendara. Teori ini berkaitan dengan perilaku pengendara. Untuk menghitung kapasitas bukaan median, penelitian sebelumnya menyamakan pergerakan memutar kendaraan dengan gerakan kendaraan pada Two-Way Stop-Controlled (TWSC). Tata cara perhitungan simpang TWSC terdapat dalam HCM 2000 bab 10.

Gap Acceptance juga adalah salah satu komponen yang paling penting dalam karakteristik lalulintas mikroskopik. Teori Gap Acceptance umum digunakan berdasarkan pada konsep mendefinisikan batas pengemudi yang dapat memanfaatkan gap dari ukuran atau durasi tertentu (Mathew,2013). Gap Acceptance adalah kesenjangan minimum yang diperlukan untuk menyelesaikan perubahan/perpindahan jalur dengan aman. Oleh karena itu, model Gap Acceptance dapat membantu menjelaskan bagaimana seorang pengemudi memutuskan untuk memutar atau tidak (Al-Suleiman, 2013). Konsep Gap Acceptance banyak digunakan untuk menentukan nilai kapasitas, tundaan, dan tingkat pelayanan berbagai fasilitas transportasi. Teori tersebut juga digunakan untu mengevaluasi lokasi berpotensi bahaya pada simpang tak bersinyal, putaran balik, ramp merging point, dan sebagainya. Teori

gap acceptance memiliki dua parameter utama yaitu critical gap dan follow-up time (TRB, 2000).

2.2.a. Pengertian Critical Gap

Critical gap (gap kritis) didefinisikan sebagai panjang interval waktu minimum yang membolehkan suatu kendaraan jalan minor masuk ke persimpangan (HCM 1994). Brilon et al (1997) mendefinisikan critical gap sebagai waktu gap minimum yang siap diambil kendaraan pada arus minor untuk menyebrang atau bergabung ke arus utama/mayor. Gap kritis adalah salah satu variabel yang penting dalam teori gap acceptance. Untuk mengestimasi nilai gap kritis banyak metode yang sudah dikembangkan, salah satu penelitian terhadap metode mencari nilai gap kritis adalah yang dilakukan Brilon et al (1997). dalam penelitiannya, Brilon membagi dalam 2 kedaan yaitu pada saat arus jenuh dan arus tidak jenuh. Hal inipun terdapat disemua penelitian tentang gap kritis. Arus jenuh yang dimaksud adalah keadaan dimana ada lebih dari 1 kendaraan yang memanfaatkan satu gap yang tersedia di arus mayor. Dan untuk arus tidak jenuh adalah dimana hanya ada 1 kendaraan yang menggunakan satu gap yang disediakan arus mayor. Sebuah kendaraan bisa menolak lebih dari satu waktu gap, tetapi hanya bisa menerima 1 nilai gap yang dianggap aman.

Terdapat banyak metode dalam menentukan nilai critical gap. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Metode Raff & Hart (1950)

Raff & Hart (1950) mengatakan dalam penelitiannya bahwa nilai criticap gap adalah sebagai gap yang mempunyai jumlah penolakan (> t) = jumlah

penerimaan (< t). Analisa gap kritis diperoleh dalam penelitian ini menggunakan metode grafis. Data yang diplotkan merupakan data gap ditolak dan gap diterima. Salter (1974) dalam bukunya juga menggunakan metode ini dalam mengestimasi nilai critical gap.

b. Maximum Likelihood

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kendaraan pada arus minor akan menolak setiap gap yang lebih kecil dari nilai gap kritis. Dengan asumsi seperti ini maka distribusi nilai gap kritis akan ada diantara nilai gap diterima dan nilai gap terbesar yang ditolak oleh sebuah kendaraan. Dalam metode ini data gap yang ada mengikuti distribusi lognormal.

Gbr.2.11. Grafik Maximum Likelihood

c. Ashworth

Metode ini mengasumsikan distribusi kedatangan arus mayor mengikuti distribusi eksponensial, dan sebaran gap untuk kendaraan minor mengikuti distribusi normal. Persamaan untuk metode ini adalah :

= µ − �.�2

Dimana p = volume kendaraan arus mayor; � = standar deviasi gap; � = rata-rata gap yang diterima arus minor.

d. Greenshields

Metode Greenshields menggunakan histogram yang mempresentasikan total jumlah gap yang diterima dan ditolak pada setiap interval gap. Sumbu vertikal positif histogram menggambarkan jumlah gap yang diterima sedangkan sumbu vertikan negatif menggambarkan jumlah gap yang ditolak. Nilai gap kritis diidentifikasikan sebagai rata-rata gap yang memepunya jumalah yang sama antara gap yang diterima dan gap yang ditolak.

Gbr.2.12. Histogram metode Greenshield

e. Michael P. Taylor&A.Aldian

Dalam penelitiannya yang berjudul Selecting Prioriry Junction Traffic Models To Determine U-turn Capacity at Median Opening(2011), mereka mencari nilai gap kritis dengan mencari nilai rata-rata dari data gap yang diterima arus minor. Dimana data gap yang diterima mengikuti distribusi lognormal, dan tidak semua data yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata dari gap. Metode inilah yang akan dipakai dalam penelitian ini untuk mencari nilai gap kritis pada arus tidak jenuh.

Gbr.2.13. Diagram lognormal Michael&Aldian 2.2.b. Pengertian Follow Up Time

Follow up time (tf) adalah rentang waktu antara kedatangan satu kendaraan dan kedatangan kendaraan lainnya dalam kondisi antrean yang kontinu (Brilon, Troutbeck, Koenig, 1997).

Gbr.2.14. Ilustrasi waktu follow-up

Follow-up terjadi karena ada 2 kendaraan atau lebih yang mengantri untuk menunggu gap yang aman untuk bergerak. Maka dapat dikatakan follow-up dapat terjadi pada dua kendaraan yang memanfaatkan satu nilai gap yang tersedia pada arus mayor. Siegloch dalam penelitiannya mengembangkan konsep untuk kondisi arus jenuh seperti ini. Beliau

mengembangkan metode regresi untuk menentukan nilai gap kritis sekaligus nilai follow-up dan parameter waktu awal, dan selanjutnya dikembangkan untuk mencari nilai kapasitas putaran balik. Rumusan nilai gap kritis dan follow-up yang dikembangkan Siegloch adalah :

=�0+ 0,5�

dimana � = gap kritis;�0 = parameter nol; �= waktu follow-up

tf

Gambar 2.15. Parameter gap acceptance metode regresi

Nilai follow-up dalam metode ini diperoleh dari slope garis regresi.

Metode kedua yang juga digunakan untuk mencari nilai waktu follow-up yang dikembangkan dalam penelitian Taylor&Aldian adalah dengan menggunakan cara yang sama dengan mencari nilai gap kritis. Dan metode ini digunakan dalam penelitian ini. Metode dengan mencari nilai rata-rata dari data nilai waktu follow-up kendaraan yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan.

Dokumen terkait