• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

4. Teori Belajar Heutagogi

Heutagogi merupakan suatu bentuk pembelajaran yang ditentukan oleh diri sendiri (self-determined learning), sudah mulai digagas sejak tahun 2000 oleh Hase dan Kenyon. Heutagogi ini menggunakan praktek dan berbagai prinsip yang didasarkan pada pembelajaran andragogi. Pada pendekatan heutagogi untuk pengajaran dan pembelajaran, pembelajar sangat otonom dan menentukan sendiri kapasitas dan kemampuan yang dikembangkan dan dituju pembelajar untuk mempersiapkan dengan baik pada tempat bekerja yang saat ini semakin kompleks. Pendekatan heutagogi dalam pembelajaran ini sangat penting terutama untuk memadukan penggunaan tehnologi pada pendidikan jarak jauh dan untuk membimbing praktek pendidikan jarak jauh. Metode heutagogi ini digunakan oleh pengembang untuk mengembangkan bahan ajar instruksional dan menyampaikan bahan ajar ke peserta didik dengan menggunakan dan mengintegrasikan tehnologi yang terbaru (Blaschke, 2012).

34 a. Pengertian dan Konsep Heutagogi

Hase dan Kenyon (2000) pertama kali telah mendefinisikan heutagogi sebagai studi tentang belajar mandiri. Heutagogi menggunakan pendekatan yang menyeluruh untuk pengembangan kemampuan pembelajar dengan pembelajaran sebagai proses yang aktif dan proaktif, dan melayani pembelajar sebagai agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, yang muncul sebagai hasil dari pengalaman pribadi. Seperti pada pendekatan andragogi, dalam heutagogi instruktur memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan panduan dan sumber daya, tetapi menyerahkan secara penuh proses dan cara pembelajarannya kepada pembelajar, yang menegosiasikan pembelajaran, dan menentukan apa yang dipelajari, dan bagaimana dipelajarinya.

Konsep utama dalam heutagogi adalah pembelajaran loop ganda (double-loop learning) dan refleksi diri (self-reflection). Dalam pembelajaran loop ganda, pembelajar mempertimbangkan masalah (problem), dan hasil tindakan (action), dan keluaran (outcomes), dan ditambah dengan merefleksikan kembali proses pemecahan masalah dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi keyakinan dan tindakan pembelajar sendiri. Proses pembelajaran loop ganda ini dapat divisualisasikan pada Gambar 1 (Blaschke, 2012; Eberle, 2009 dan Hase & Kenyon, 2000).

35

Gambar 1. Proses Pembelajaran Loop Ganda

Pada pembelajaran yang ditentukan sendiri, yang penting adalah pembelajar memperoleh kompetensi dan kapabilitas. Kompetensi dapat dipahami sebagai kemampuan yang terbukti dalam memperleh pengetahuan dan keterampilan. Kapabilitas ditandai dengan kepercayaan pembelajar terhadap kompetensinya dan sebagai suatu hasil terhadap kemampuan mengambil tindakan yang tepat dan efektif untuk merumuskan dan memecahkan masalah, baik yang sudah dikenalnya maupun yang belum dikenalnya. Orang yang mempunyai kapabilitas ditandai dengan adanya sifat-sifat:

a) efikasi diri (self-efficacy), dalam mengetahui bagaimana cara belajar dan melakukan refleksi terus menerus dalam proses pembelajaran, b) kemampuan berkomunikasi dan bekerja kelompok, bekerja dengan

baik dan membuka komunikasi dengan orang lain,

c) kreatifitas, terutama dalam menerapkan kompetensi dalam situasi yang baru dan asing, dan menjadi adaptif dan fleksibel dalam pendekatan,

36

Pembelajaran heutagogi dapat dipandang sebagai perkembangan dari pedagogi ke andragogi dan kemudian ke heutagogi, dengan pembelajar yang juga telah mengalami perkembangan dalam kedewasaan (maturity) dan pengurangan dan pembebasan dari kontrol instruktur (autonomy). Model perkembangan pembelajaran pedagogi, andragogi, dan heutagogi ini dapat disajikan pada Gambar 2. Semakin dewasa pembelajar akan mengurangi ketergantungannya pada kontrol instruktur dam struktur pelajaran, sebaliknya pembelajar yang belum dewasa menuntut lebih pada bimbingan instruktur dan pada stuktur pelajaran. Pengembangan kognitif pembelajar, persyaratan untuk refleki kritis, dan pengajaran yang muncul dapat diintegrasikan dalam suatu piramida (Blaschke, 2012; Canning, 2010 dan Canning & Callan, 2010).

37

Dengan didasarkan pada pembelajaran andragogi, heutagogi memperluas lebih lanjut pendekatan andragogi dan dapat dipahami sebagai suatu kontinum dari andragogi. Dalam andragogi, kurikulum, pertanyaan, diskusi, dan penilaian dirancang oleh guru/instruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan pembelajar, namun pada heutagogi pembelajar mengatur materi pembelajaran, merancang dan mengembangkan peta pembelajaran, dari kurikulum sampai penilaian. Pembelajaran heutagogi menekankan pada pengembangan kapabilitas untuk menambahkan kompetensi pada andragogi. Tabel 4 berikut ini disajikan perbandingan sifat-sifat dari pendekatan andragogi dengan pendekatan heutagogy (Blaschke, 2012). Berdasarkan perbandingan sifat-sifat yang ada pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa heutagogi adalah merupakan pendekatan yang berasal dari andragogi dan dapat dipandang sebagai perluasan dari berbagai konsep yang ada.

Tabel 4: Heutagogi Sebagai Perluasan dari Andragogi

Andragogy (Self-directed)  Heutagogy (Self-determined)

Single-loop learning  Double-loop learning

Competency development  Capability development

Linear design and learning approach  Non-linear design and learning approach Instructor-learner directed  Learner directed

Getting students to learn (content)  Getting students to understand how they learn (proccess)

b. Relevansi dengan Pendidikan Jarak Jauh

Pendidikan jarak jauh (PJJ) memiliki posisi yang unik untuk menciptakan berbagai lingkungan belajar untuk mendukung suatu pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang bersifat heutagogikal,

38

serta untuk berkontribusi pada penelitian lanjutan tentang heutagogi. Karakteristik khusus dari pendidikan jarak jauh yang selaras dengan pendekatan heutagogi diantaranya (Blaschke, 2012) adalah:

a) Tehnologi. Hubungan simbiosis antara tehnologi dengan pendidikan jarak jauh yang saling membutuhkan. Setiap ada tehnologi baru yang muncul, PJJ selalu mempertimbangkan berbagai implikasi dari tehnologi itu terhadap teori dan praktek PJJ. Heutagogi telah mengidentifikasi sebagai suatu teori yang potensial untuk digunakan menggabungkan tehnologi kedalam PJJ, meskipun masih perlu penelitian dan diskusi lebih lanjut untuk menentukan kredibilitas bahwa heutagogi sebagai suatu teori pendidikan jarak jauh.

b) Profil pembelajar jarak jauh. Secara tradisional, pendidikan jarak telah dirancang, dikembangkan, dibagikan, dan ditarget untuk pembelajar dan orang dewasa, pada umumnya orang dewasa yang bekerja, dengan pengalaman hidup yang luas dan lebih matang dari pada pembelajar perguruan tinggi tatap muka. Praktek PJJ secara histori sangat dipengaruhi oleh teori pengajaran dan pembelajaran andragogikal dari Knowles. Sebagai suatu perluasan andragogi, heutagogi dapat dipertimbangkan sebagai suatu teori yang relevan dengan pendidikan jarak jauh.

c) Otonomi pembelajar. Pendidikan jarak jauh sebagai suatu bentuk pendidikan yang khas, keduanya memerlukan dan mempromosikan otonomi. Keterampilan pembelajar merupakan pusat untuk sebuah

39

pendekatan pengajaran dan pembelajaran heutagogikal. Karena otonomi pembelajar adalah merupakan ciri dan dipromosikan dalam berbagai lingkungan pembelajaran PJJ secara inheren mendukung praktek heutagogi.

c. Unsur-unsur Disain pada Pendekatan Heutagogi

Ketika merancang suatu pembelajaran yang ditentukan sendiri (self-determined), harus dipertimbangkan beberapa hal. Suatu pendekatan heutagogi utnuk pengajaran dan pembelajaran yang utama dicirikan yang berpusat pada pembelajar (leaner centered) dalam hal konteks dan konten. Unsur disain yang mendukung pembelajaran yang berpusat pada pembelajar dengan pendekatan heutagogi (blaschke, 2012; dan Halupa, 2015) adalah:

a) Kontrak pembelajaran (learning contracts). Kontrak pembelajaran membantu pembelajar dalam mendefinisikan dan menentukan jalur pembelajarannya masing-masing. Kontrak pembelajaran individual ini biasa digunakan dalam pendidikan jarak jauh, misalnya menentukan apa yang akan dipelajari (misalnya: cakupan), bagaimana akan dipelajarinya (misalnya: pendekatan pengajaran dan pembelajaran, aktivitas pembelajaran), dan apa yang akan dinilai, serta bagaimana cara menilainya.

b) Kurikulum fleksibel (flexible curriculum). Pada lingkungan belajar yang ditentukan sendiri, pembelajar mengendalikan dalam

40

menyusun kurikulum yang fleksibel, yang didefinisikan sendiri oleh pembelajar, membuat peta konsep pembelajaran, instruktur berperan sebagai pengarah. Kurikulum yang fleksibel ini dinegosiasi dengan pelaksanaan pembelajaran, yang beradaptasi dan berkembang berdasarkan kebutuhan pembelajar. Pembelajar menegosiasikan “bagaimana, kapan, dimana, dan ke tingkat atas apa yang mereka inginkan dalam mengambil pembelajaran.

c) Pertanyaan yang tertuju pada pembelajar (learner directed questions). Pertanyaan yang tertuju pada pembelajar dan diskusi

yang berkaitan dengan hasil dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah apa yang membimbing pembelajar dan berfungsi sebagai mekanisme membantu pembelajar untuk membuat masuk akal isi pelajaran, memperjelas gagasan, mempromosikan refleksi individu dan kelompok.

d) Penilaian yang fleksibel dan dinegosiasikan (flexible and negotiated assessment). Dalam heutagogi, pembelajar dilibatkan dalam

mendisain penilaiannya. Penilaian yang dinegosiasikan dan dirumuskan pembelajar telah meningkatkan motivasi pembelajar dan meningkatkan keterlibatannya pada proses pembelajaran, serta tidak merasa terancam oleh kontrol instruktur. Salah satu cara memasukan negosiasi penilaian adalah melalui penggunaan kontrak pembelajaran. Penilaian harus mencakup form untuk menilai

41

pemahaman konten, termasuk menentukan sejauh manakah pembelajar telah mencapai kompetensi yang diinginkan.

d. Unsur-unsur Disain Pembelajaran

Pada saat mengembangkan dan merencanakan suatu disain pembelajaran (course design) yang ditentukan sendiri (self-determined), harus dipertimbangkan beberapa unsur yang dapat mendukung terjadinya refleksi pengalaman. Hase (2009) mengatakan bahwa refleksi pengalaman (reflective practice) merupakan suatu keterampilan belajar penting yang berhubungan dengan pengetahuan tentang bagaimana cara belajar. Refleksi pengalaman mendukng pembelajar untuk menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong learners). Pada saat pembelajar terjun ke lapangan, dia mampu berperan sebagai peneliti untuk dirinya sendiri, dan dia mampu melibatkan pembelajaran pada diri sendiri. Oleh arena itu, dalam mengembangkan bahan ajar atau pembelajaran perlu memperhatikan beberapa unsur yang terkait dengan refleksi pengalaman. Unsur-unsur disain pembelajaran dan bahan ajar yang berpusat pada pembelajar dengan pendekatan heutagogy yang mendukung refleksi pengalaman (blaschke, 2012; Halupa, 2015; dan Hase, 2009) adalah:

a) Jurnal pembelajaran (learning journals). Refleksi jurnal pembelajaran dapat didokumentasikan sebagai perjalanan belajar mereka, yang merefleksikan pengalaman, konten dan diskusi, serta

42

dapat digunakan untuk eksplorasi pengalaman belajar baru. Jurnal pembelajaran juga dapat membantu pembelajar untuk pengembangan keterampilan kognitif dan metakognitif, serta untuk membantu membangun praktek belajar secara berkelanjutan.

b) Penelitian tindakan (action research). Refleksi pengalaman dapat juga diperoleh melalui penelitian tindakan kelas, baik secara individu ataupun secara berkelompok. Penelitian tindakan memberikan pembelajar kesempatan untuk mempunyai pengalaman pada skenario dunia nyata. Penelitian tindakan ini dapat mempersiapkan pembelajar untuk mempunyai kemampuan bekerja profesional.

c) Penilaian formatif dan sumatif (formative and summative assessment). Pemberian penilaian dan umpan balik membantu

pembelajar di dalam mengembangkan pengalaman praktisnya. Penilaian formatif sebagai bagian dari keseluruhan penilaian, instruktur harus mengenali dan mendorong memberikan contoh dalam mendemonstrasikan refleksi pengalaman kepada pembelajar.

d) Pembelajaran kolaboratif (collabrative learning). Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu komponen penting dari suatu kelas heutagogi. Ketika pembelajaran kolaboratif berlangsung, para pembelajar saling bekerja sama dalam ruang kolaboratif untuk menciptakan untuk saling berbagi pengalaman dan untuk merefleksi dan memikirkan bagaimana mengaplikasikan pengalaman pada

43

proses pembelajaran berikutnya. Berbagi pengetahuan harus benar-benar didorong dan dapat dicapai oleh pembelajar. Pembelajar harus didorong untuk selalu berbagi sumber daya, informasi, dan pengetahuan.