• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6 KERANGKA TEOR

1.6.3 Teori Hukum Adat dan Prinsip-prinsip Hukum Adat

Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam bentuk kitab undang-undang yang tertentu. Susunannya menghilangkan kesalah- pahaman yang melihat hukum adat identik dengan hukum agama, membela hukum adat terhadap usaha pembentuk undang undang untuk mendesak atau menghilangkan

hukum adat, dengan meyakinkan membentuk undang-undang itu bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiriyang membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen), sebagai berikut:

1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkil, Semeuleu) 2. Tanah Gayo, Alas dan Batak

 Tanah Gayo (Gayo lueus)

 Tanah Alas

 Tanah Batak (Tapanuli)

 Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)

 Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)

 Nias (Nias Selatan)

3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)

4. Mentawai (Orang Pagai)

5. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar) 6. Sumatera Selatan

 Bengkulu (Renjang)

 Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)

 Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)

 Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)

 Enggano 7. Bangka dan Belitung

8. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim,

Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)

9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)

10.Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)

11.Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)

12.Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)

13.Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)

14.Irian

15.Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)

16.Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)

17.Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)

18.Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta) 19.Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)17

Pasal 5 Undang -Undang Pokok Agraria menyebutkan: Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan lainnya segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria.

Dalam rangka membangun hukum tanah nasional, hukum adat merupakan sumber utama untuk meperoleh bahan-bahan yang berupa konsepsi, azas-azas dan       

17

lembaga-lembaga hukum untuk dirumuskan menjadi norma-norma hukum tertulis yang menurut sistem hukum adat. Hukum tanah yang baru yang dibentuk dengan menggunakan bahan-bahan berupa norma-norma yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis, merupakan hukum tanah yang nasional positif yang tertulis. Fungsi hukum adat sebagai sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional inilah yang dimaksudkan konsideran UUPA, bahwa hukum nasional “berdasarkan atas hukum adat”.18

Maka tidak ada alasan untuk meragukan bahwa yang dimaksudkan UUPA dengan hukum adat itu adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur- unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluragaan yang berazaskan keseimbangan serta diliputi suasana keagamaan. Dalam hubungannya tanah tertanam suatu kepercayaan bagi setiap kelompok. Suatu lingkungan tanah sebagai peninggalan atau pemberian dari sesuatu kekuatan yang gaib sebagai pendukung kehidupan kelompok dan pada anggotanya dari kelompok masyarakat hukum adat.

Hukum adat yang selama ini dikenal seperti yang dikemukakan oleh Hardjipto Notopuro yang menyebutkan hukum adat itu adalah hukum adat yang tidak selalu dipakai dalam pengertian yang sama.19

Hukum adat yang dianut di dalam ketentuan UUPA harus :

a. Pro kepada kepentingan nasional, adanya prinsip nasionalitas artinya hukum adat itu harus dapat menyatakan dengan tegas bahwa hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai hak sepenuhnya atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dalam semua lembaga-lembaga hak-hak atas agraria tersebut setiap kali akan menonjol seperti siapa yang boleh mempunyai hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.

      

18

Zaidar.Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia.pustaa Bangsa Press. Medan. 2010. hal 24  19

Hardjito Notopuro. Tentang Hukum Adat, Pengertian, dan Pembatasan dalam Hukum Nasional, Majalah Lembaga, Pembinaan, Hukum Nasional Nomor 4 Tahun 1969, Jakarta(dalam PDF)

b. Pro kepada kepentingan Negara, dalam pengertian ke luar bahwa Negara tidak akan mengadakan suatu kompromi atau toleransi untuk meniadakan hak-hak bangsa Indonesia dan dalam kepentingan Negara lebih diutamakan dari kepentingan-kepentingan seorang dan harus lebih mengutamakan kepentingan Negara dari kepentingan pribadi.

c. Pro kepada persatuan bangsa, ini member arti bahwa hukum adat harus menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia dimanapun ia berada di wilayah Negara Republik Indonesia sama hak untuk mempunyai tanah atau hak agraria.

d. Pro kepada sosialisme Indonesia, ini artinya bahwa pengertian ini sebagai sila-sila yang terkandung di dalam Pancasila (lihat TAP.MPR/XXXVIII/1968).

e. Bahwa hak-hak adat itu harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum yang diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria maupun oleh peraturan-peraturan sejenisnya yang lebih tinggi, ini berarti bahwa Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah akan merupakan peraturan yang umum, sedangkan hak-hak adat itu akan tunduk pada perubahan atau penetapan dari hak-hak agraria yang akan dituangkan ke dalam Undang- Undang atau Peraturan Pemerintah.

f. Bahwa sebagai ciri khusus dari Undang-Undang Pokok Agraria lembaga hukum agama (Islam) sudah merupakan bagian dari hukum adat menurut versi Undang- Undang Pokok Agraria artinya sudah diresifir dalam lembaga-lembaga hukum adat khususnya lembaga wakaf.20

      

20

Affan Mukti. Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Medan. USU Press. 2010. Hal 38-39.