• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSAKA

A. Kepuasan Kerja

2. Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat

sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya.

Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap

kepuasan kerja (Wibowo, 2007). Menurut Wexley dan Yulk (1977) dalam

As’ad (2004) teori-teori tentang kepuasan kerja terbagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Discrepancy Theory (Teori Perbedaan)

Teori ini dipelopori oleh Porter (1961). Teori ini mengukur kepuasan

kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya

dengan kenyataan yang dirasakan. Locke (1969) dalam As’ad (2004) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada

discrepancy antara should be (expectation, needs or values) dengan apa

yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai

ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan,

karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.

Apabila kepuasan diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka

orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi

merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan

yang dirasakan di bawah standar minimum sehingga menjadi negative

discrepancy, maka semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap

pekerjaan. Kepuasan kerja pegawai tergantung pada selisih antara sesuatu

yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

b. Equity Theory (Teori Keadilan)

Teori keadilan ini dikembangkan oleh Adams (1963). Teori ini

mengemukakan bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak puas,

tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi,

khususnya situasi kerja. Perasaan akan equity dan inequity atas suatu

situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan

orang lain yang sederajat dengannya dalam suatu situasi yang sama

maupun berbeda.

Menurut Rivai (2006) komponen utama dalam teori keadilan adalah

input, out comes (hasil), equity (keadilan) dan in equity (ketidak adilan).

Yang dimaksud dengan input adalah “is anything of value that an

employee perceives that he contributes to his job”. Ini berarti input dalam

teori ini adalah segala sesuatu atau faktor-faktor yang bernilai atau

pekerjaannya, seperti faktor pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah

tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk

melaksanakan pekerjaannya.

Adapun yang dimaksud dengan out comes (hasil) dari teori ini adalah

“is anything of value that the employee perceives he obtains from the

job”. Artinya, hasil dalam teori ini adalah segala sesuatu yang dianggap

bernilai atau berharga oleh seseorang yang diperoleh dari pekerjaannya

seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan

kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap

orang akan membandingkan rasio input dan hasil dari dirinya dengan rasio

input dan hasil dari orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil,

maka pegawai akan merasa puas. Bila perbandingan tersebut tidak

seimbang tetapi menguntungkan, hal ini dapat menimbulkan kepuasan,

tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan

timbul ketidakpuasan.

c. Two Factor TheoryFrederick Herzberg (Teori Dua Faktor)

Teori dua faktor merupakan teori yang dikemukakan oleh Frederick

Herzberg dalam As’ad (2004). Berdasarkan atas hasil penelitiannya dalam

mengembangkan teori ini, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi

sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers atau

Kelompok satisfiers atau motivator ialah faktor-faktor atau situasi

yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari

prestasi kerja, tanggung jawab, kepuasan pada pekerjaannya sendiri,

pengakuan dan peluang untuk maju dan berkembang dalam pekerjaan.

Sedangkan, kelompok dissatisfiers atau hygiene factors ialah faktor-faktor

yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari kebijakan

organisasi, pengawasan/supervisi, gaji, hubungan interpersonal, kondisi

kerja, status dan jaminan pekerjaan. Perbaikan terhadap kondisi tersebut

akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan

menimbulkan kepuasan karena faktor-faktor tersebut bukan merupakan

sumber kepuasan kerja.

Hasil penelitian Herzberg juga menunjukkan bahwa jika para pegawai

berpandangan positif terhadap tugas pekerjaan mereka, maka tingkat

kepuasan yang mereka rasakan tinggi. Sebaliknya, jika pegawai

memandang tugas pekerjaannya secara negatif, maka dalam diri mereka

tidak akan merasa puas (Siagian, 2002).

Dapat disimpulkan bahwa dalam teori dua faktor terdapat faktor

pendorong yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaannya

yang dapat memberikan kepuasan kerja dan faktor yang dapat

mengakibatkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan motivator

internal yang berkaitan dengan pekerjaan dari pekerja itu sendiri,

sedangkan ketidakpuasan berkaitan dengan lingkungan pekerja dimana

Selain teori-teori yang telah dikemukakan diatas, terdapat teori lain yang

dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut ahli lainnya, yaitu :

a. Teori Kepuasan Kerja Menurut Gibson (1997)

Teori yang dikemukakan oleh Gibson (1997) menyatakan bahwa

perilaku individu memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja individu

tersebut dalam bekerja pada suatu organisasi. Dalam menjelaskan teori

terkait faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, Gibson

membaginya kedalam tiga kelompok sebagai berikut :

1. Faktor Individu

Faktor individu merupakan faktor-faktor yang terdiri dari karakteristik

demografi seperti umur, jenis kelamin, ras/suku serta faktor-faktor

karakteristik individu lainnya seperti pendidikan dan pengalaman.

2. Faktor Psikologi

Yang termasuk dalam faktor psikologi menurut Gibson adalah

persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

3. Faktor Organisasi

Faktor organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut

Gibson adalah desain pekerjaan, kebijakan dan aturan, imbalan,

hubungan langsung antara manajer dengan pegawai (supervisi),

b. Teori Kepuasan Kerja Menurut Baron dan Byrne (2005)

Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa teori terkait faktor

kepuasan kerja diklasifikasikan kedalam dua kelompok faktor, yaitu faktor

individu dan faktor organisasi. Faktor individu atau karakteristik pegawai

yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja terbagi dalam dua prediktor

penting, yaitu faktor status dan senioritas. Semakin lama seseorang

bekerja dalam bidang pekerjaannya dan semakin tinggi statusnya, maka

semakin besar pula kepuasan yang dirasakan. Begitu pula, jika pekerjaan

seseorang semakin cocok dengan minatnya, maka semakin besar kepuasan

kerja yang diperoleh.

Sebaliknya, status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan

mendorong pegawai untuk mencari pekerjaan lain. Hal tersebut berarti dua

faktor yang ada dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan pegawai

yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan merasa puas dengan

hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal.

Sedangkan, faktor organisasi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja

terdiri dari faktor kebijakan organisasi dan iklim kerja.

Dokumen terkait