• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor)

Permintaan terhadap tenaga kerja atau faktor produksi lain yang digunakan untuk memproduksi suatu barang/jasa ditentukan atau dikendalikan oleh permintaan terhadap barang jadi/jasa tersebut (derived demand). Permintaan terhadap tenaga kerja tergantung pada produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan market value dari produk yang dihasilkan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek

Analisis fungsi produksi mengasumsikan faktor produksi terdiri dari input yakni tenaga kerja dan modal. Analisis jangka pendek mengasumsikan faktor modal atau yang lain dianggap konstan, kecuali faktor tenaga kerja. Faktor produksi perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

TPSR= (L, ),

Di mana: TPSR = total product jangka pendek

L = faktor produksi tenaga kerja (labor)

Total produksi jangka pendek merupakan total output yang diproduksi dengan setiap kombinasi faktor produksi tenaga kerja dengan modal konstan.

Perusahaan diasumsikan perfectly competitive, di mana perusahaan bersifat price taker dan tidak dapat mempengaruhi harga sewa dan upah tenaga kerja.

Marginal product of labor (MP) didefinisikan perubahan total product dikaitkan dengan penambahan satu faktor produksi tenaga kerja. Average product of labor (AP) merupakan nilai total product yang dibagikan dengan jumlah unit tenaga kerja yang digunakan.

Pemahaman total product, marginal product of labor dan average labor penting dalam analisis tahapan-tahapan produksi. Tahap produksi menggunakan alat analisis ketiga unsur tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. marginal product of labor (MPL) lebih besar dari average product (APL), di mana MPL menuju tahap puncaknya, akan menaikan total product, rate MPL masih terus mengalami kenaikan dan juga average product of labor (APL) seiring dengan pertambahan tenaga kerja.

b. MPL sama dengan APL, posisi ini MPL mengalami tingkat penurunan yang terus menurus dan APL mencapai puncaknya dan total product masih akan tetap meningkat dengan pertambahan tenaga kerja.

c. MPL lebih kecil dari APL, posisi MPL terus-menerus menurun dan di bawah APL. APL juga akan terus-menerus mengalami penurunan namun total produksi masih tetap meningkat jika tenaga kerja tetap ditambah.

d. MPL sama dengan nol dan lebih kecil dari APL, total product mencapai titik maksimal dan APL mengalami trend penurunan. Tahapan ini telah mencapai jumlah tenaga kerja yang digunakan mencapai tingkat maksimum. Artinya bila jumlah tenaga kerja dipaksakan untuk tetap ditambah maka total produksi mengalami trend penurunan terus-menerus.

Marginal product of labor (MPL) trend awalnya positif. Lalu mencapai tingkat maksimum dan menuju ke arah penurunan. Ini dapat diartikan, pada awalnya dengan asumsi tenaga kerja identik, penambahan tenaga kerja dengan modal yang konstan akan meningkatkan produktivitas. Tetapi penambahan terus-menerus tenaga kerja akan mencapai titik jenuh dan akhirnya menyebabkan produktivitas akan menurun. The law of diminishing marginal returns berlaku dalam posisi ini.

Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek oleh pemberi kerja didasarkan kepada keuntungan yang diperoleh pemberi kerja akibat pertambahan tenaga kerja tersebut dalam faktor produksi. Tenaga kerja akan terus ditambah selama profit yang dihasilkan pemberi kerja masih positif dan tidak akan ditambah lagi jika kontribusi per tenaga kerja telah sama dengan biaya yang ditimbulkannya. Ini sesuai dengan tujuan utama pemberi kerja yaitu memaksimalkan profit (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Marginal revenue product of labor (tambahan/perubahan total penerimaan yang diperoleh pemberi kerja akibat kenaikan satu unit faktor input tenaga) dan marginal wage cost (pertambahan/perubahan total biaya akibat bertambahnya satu unit faktor input tenaga kerja) merupakan alat ukur permintaan tenaga kerja ditingkat

perusahaan. Ada tiga kondisi terkait dengan hal tersebut yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson: 1999):

a. Marginal revenue product of labor lebih besar dari marginal wage cost, berarti pertambahan tenaga masih meningkatkan profit yang diterima oleh pemberi kerja. Perusahaan akan terus berupaya menambah tenaga kerja karena masih ada peluang untuk meningkatkan keuntungan.

b. Marginal revenue product of labor sama dengan marginal wage cost, berarti jumlah tenaga kerja pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh. Perusahaan tidak akan menambah tenaga kerja karena hanya akan mengurangi keuntungan mereka. Kondisi ini juga menyimpulkan bahwa kapasitas produksi di tingkat perusahaan telah mencapai titik jenuh.

c. Marginal revenue product of labor lebih kecil dari marginal wage cost, berarti terjadi kelebihan tenaga kerja pada proses produksi. Perusahaan mengalami kerugian bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan seperti ini. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya.

Pasar tenaga kerja dapat dipahami melalui pengasumsian kondisi pasar yang dihadapi oleh perusahaan dalam menjual produknya, antara lain:

a. Pasar persaingan sempurna (competitive market)

Perusahaan dalam kondisi ini sifatnya wage taker, sehingga marginal wage cost akan sama dengan wage rate, bila perusahaan ingin maksimalkan profitnya. MRP=MWC=w. Marginal revenue product atau kurva permintaan tenaga kerja sama dengan kurva value of marginal product. The value of marginal product

atau penerimaan tambahan sama nilainya dengan MRP. VMP= MR X MP atau P X MP.

b. Pasar persaingan tidak sempurna (imperfectly competitive)

Kondisi pasar yang persaingan tidak sempurna, perusahaan dapat mengendalikan harga, maka marginal revenue product lebih rendah dari value of marginal product. (MR X MP) lebih kecil dari (P X MP). Kurva permintaan tenaga kerja dalam pasar persaingan tidak sempurna sifatnya lebih curam atau lebih menurun ke kiri bila dibandingkan dengan kurva permintaan tenaga kerja persaingan sempurna. Sedangkan perusahaan monopolistik dapat memilih harga kuantitas yang mereka tawarkan untuk memaksimalkan keuntungannya.

Sama seperti di atas, Branson (2001) juga berpendapat dengan mengasumsikan fungsi produksi jangka pendek, produksi real hanya dipengaruhi oleh faktor input tenaga kerja, ditulis dengan fungsi sebagai berikut:

Di mana:

y = output real

MPL = marginal product of labor

APL = produktivitas rata-rata tenaga kerja N = jumlah tenaga kerja

y= y(N; ); MPL = äy / äN APL = y / N

= modal dalam keadaan konstan

∆ R = p*(äy / äN) * ∆N, di mana p * (äy / äN) adalah marginal value product of labor. Seandainya ∆ R merupakan perubahan biaya, maka permintaan tenaga kerja akan terus dilakukan oleh pemberi kerja sampai ∆ C = ∆ R dan W= p*(äy / äN) atau W/p = (äy / äN). W= p*(äy / äN) merupakan persamaan permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek (Branson, 2001). p adalah tingkat harga produk dan w=W/p merupakan upah riel.

2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang

Permintaan tenaga kerja jangka panjang mengasumsikan jumlah tenaga kerja dan modal bervariasi. Dalam analisis ini capital tidak dianggap konstan. Tetapi bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk tujuan produksi. Perubahan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang dapat dipengaruhi oleh perubahan pada wage rate, yang dirinci dengan pengaruh output effect dan substitution effect (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Diandaikan fungsi produksi: Q = f (L, K, Teknologi, Input lainnya) Di mana:

L= labor atau tenaga kerja K= capital atau modal

Misalkan untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan hanya membutuhkan tenaga kerja (L) dan modal (K). Maka fungsi produksi menjadi (Nicholson, 2003): Q = f (L, K)

Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2 Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2

Gambar 2.5 Kurva Isoquant

Sumber: Borjas, 2005.

Kurva isoquant mengilustrasikan kombinasi faktor-faktor produksi antara tenaga kerja dan modal dalam menghasilkan tingkat output yang sama. Titik A menggambarkan penggunaan modal K2 dan tenaga kerja L2 untuk memproduksi barang sejumlah q1. Titik B menggambarkan penggunaan modal K1 dan tenaga kerja L1 juga digunakan untuk memproduksi sejumlah barang q1. perubahan produksi titik A ke titik B, merubah komposisi faktor input (K2, L2) menjadi (K1, L1), di mana K2> K1 dan L1>L2. Ada sejumlah tenaga kerja yang didistribusikan untuk mengganti barang modal.

Marginal rate of technical substitutions (MRST) tenaga kerja terhadap modal, dapat dihitung sebagai berikut (Nicholson, 2003):

RTS labor to capital = perubahan input modal/perubahan input tenaga kerja

Garis IC1 dan IC2 merupakan garis isocost, di mana garis kombinasi biaya yang dikeluarkan untuk biaya modal dan tenaga kerja.

Sumber: Borjas, 2005

Fungsi biaya (Nicholson, 2003) adalah C = wL + vK Di mana:

L= jumlah tenaga kerja atau modal jam tenaga kerja w= tingkat upah per jam

K= jumlah modal v= sewa modal per jam minimumkan C = wL + vK dengan kekangan: Q= f(L,K)

Fungsi Lagrange: ₤ = wL + vK + ë{ Q- f(L, K) }

Syarat perlu untuk optimasi, turunan pertama fungsi Lagrange sama dengan nol (Hartono, 2004).

ä₤ / äL = w- ë ä f(L, K)/ äL = 0 ………...………(4)

ä₤ / äK = v- ë ä f(L, K)/ äK = 0 ………...………(5)

ä₤ / ä ë = Q- f(L, K) = 0 …………...………(6)

Persamaan (4) dibagi dengan persamaan (5), maka akan didapat persamaan berikut: w/v = (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK)………..(7) Persamaan (7) merupakan titik persinggungan kurva isocost C1 dengan isoquant q1, merupakan perpaduan titik optimum. Pada titik tersebut kemiringan garis C1 sama dengan kemiringan garis q1. Slope garis C1 adalah w/v. Sedangkan slope isoquant q1 adalah (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK). Slope ini merupakan marginal rate of technical substitutions. (äf(L, K)/ äL) adalah perubahan output terhadap perubahan

input tenaga kerja atau marginal product of labor, MPL. Sedangkan, (ä f(L, K)/ äK) adalah perubahan output terhadap modal atau marginal product of capital, MPK.

MPL/ MPK = w/v= MRTS labor to capital = ∆K/∆L ………(8) Artinya untuk meminimalkan biaya perusahaan dapat mensubstitusikan tenaga kerja terhadap modal tergantung pada harga masing-masing input tersebut.

Penggantian barang modal ke tenaga kerja atau sebaliknya dapat diilustrasikan sebagai berikut (Nicholson, 2003):

a. jika w > v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak barang modal dari pada tenaga kerja. Karena biaya modal (v) lebih murah dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan meningkat di pasar modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan menurun.

b. jka w = v, untuk memproduksi barang q perusahaan sama saja bila menggunakan lebih banyak modal atau lebih sedikit. Karena biaya modal (v) sama saja dengan biaya tenaga kerja (w). Permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan tetap sama seperti pasar modal sebelumnya, begitu juga dengan permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja.

c. jika w < v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak tenaga kerja barang dari pada modal. Karena biaya modal (v) lebih mahal dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka pendek akan menurun di pasar

modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan meningkat.

Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang lebih elastis dari permintaan tenaga kerja jangka pendek (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Product demand (permintaan produk). Permintaan dan perubahan harga produk dalam jangka panjang lebih elastis dari pada jangka pendek.

b. Labor-capital interaction. Substitusi effect dalam jangka pendek tidak terjadi. Modal dan tenaga kerja tidak dapat dipertukarkan karena dalam jangka pendek modal konstan. Dalam jangka panjang tenaga kerja dapat dipertukarkan dengan modal sehingga dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek. c. Teknologi. Perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas. Dalam

jangka panjang perubahan teknologi lebih elastis dari permintaan tenaga kerja bila dibandingkan oleh permintaan tenaga kerja jangka pendek. Pemberi kerja akan menilai keuntungannya sebelum melakukan investasi teknologi baru. Saat semua tenaga kerja tidak dapat lagi ditingkatkan karena telah mencapai titik jenuh dalam menggunakan modal yang tersedia. Dalam kondisi ini, pertambahan atau perubahan modal perlu dilakukan oleh pemberi kerja guna memaksimalkan keuntungannya. Peran teknologi baru sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja

Pasar permintaan tenaga kerja merupakan gabungan permintaan pasar individual tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas permintaan jumlah tenaga kerja. Sensitivitas jumlah permintaan tenaga kerja dihitung dengan cara berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

Ed=

Ed=

Penentu deteminan elastisitas pasar permintaan tenaga kerja secara umum ditentukan oleh (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Elasitas permintaan produk. Semakin elastis permintaan terhadap produk suatu perusahaan maka perusahaan tersebut juga semakin elastis melakukan permintaan terhadap tenaga kerja.

b. Perbandingan antara biaya tenaga kerja terhadap total biaya. Semakin besar komposisi biaya tenaga kerja dalam total biaya maka perubahan wage rate semakin elastis terhadap permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, jika komposisi tenaga kerja sangat kecil pada total biaya maka perubahan wage rate kurang elastis.

c. Semakin mudah disubstitusikan tenaga kerja ke faktor input yang lain, maka permintaan tenaga kerja semakin elastis terhadap perubahan wage rate.

Elastisitas penawaran faktor produksi yang lain. Jika permintaan faktor produksi yang lain semakin elastis maka permintaan tenaga kerja juga semakin elastis.

Dokumen terkait