• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pasar Tenaga Kerja Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pasar Tenaga Kerja Di Sumatera Utara"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Oleh

BERLA KARO KARO

077018028/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BERLA KARO KARO

077018028/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Berla Karo Karo Nomor Pokok : 077018028

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 09 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A 2. Dr. Jonni Manurung, M.S 3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si

(5)

ABSTRAK

Berla Karo Karo, 2009, Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara, di bawah bimbingan Dr. Murni Daulay, M.Si. (Ketua), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Anggota).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel penawaran dan permintaan tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Sumatera Utara. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja yaitu: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan, tingkat partisipasi angkatan kerja pria dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. Sedangkan, variabel-variabel dari sisi permintaan tenaga kerja yakni: upah sektor industri besar dan sedang, produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah perusahaan besar dan sedang.

Metode analisis yang digunakan adalah metode two Stage Least Square (2 SLS) dengan menggunakan data time series dari tahun 1987-2007 dan program E-views 3.0.

Hasil estimasi menunjukkan, variabel penawaran tenaga kerja mampu menjelaskan analisis pasar tenaga kerja denga R-squared 92,21%. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja seperti: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan dan TPAKW konsisten dengan hipotesis. Upah, konsumsi, TPAKW berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja. Sedangkan tabungan berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja pria tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Sementara itu, hasil estimasi pasar tenaga kerja dari sisi permintaan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan R-squared 76,86%. Semua variabel-variabel permintaan tenaga kerja konsisten dengan hipotesis. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja, sedangkan produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja. Hasil regresi upah dengan tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis.

(6)

ABSTRACT

Berla Karo Karo, 2009, Analyze of Market Labor in North Sumatera, under the guidance Dr. Murni Daulay, M.Si. (Chief), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Members).

The purpose of this study is to analyze the influence of the variables of supply and demand for labor for the labor market in North Sumatra. Variables namely the supply of labor: the wage sector, large and medium industries, consumption, savings, labor force participation rate and male labor force participation rate of women. Meanwhile, variables from the demand side of labor: the wage sector, large and medium industries, the average productivity of labor and the number of large and medium companies.

Analytical methods used are two methods of Stage Least Square (SLS 2) by using time series data from the years 1987-2007 and the program E-views 3.0.

Estimation results indicate, the labor supply variables could explain the labor market analysis premises R-squared 92.21%. Variables such as labor supply: a large industrial sector wages and was, consumption, savings and consistent with the hypothesis TPAKW. Wages, consumption, TPAKW positive influence on labor supply. While saving a negative effect on labor supply. The level of male labor force participation is not in accordance with the hypothesis, which negatively affect labor supply. Meanwhile, the labor market estimates of labor demand side can be explained by the R-squared 76.86%. All variables konsiten labor demand hypothesis. Wages negatively affect the demand for labor, while the average productivity of labor and the number of large and medium industries have a positive effect on labor demand. Wage regression results with the unemployment rate does not match with the hypothesis.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan

menyelesaikan tesis ini, yang berjudul “Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera

Utara”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis

dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang

selaku Direktur dan Wakil Direktur 1 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara atas kesempatan

kami untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan.

4. Ibu Dr. Murni Daulay M.Si., dan Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., selaku

Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan

dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung MS, Bapak Drs. Rujiman, M.A., dan Bapak Drs.

Rahmad Sumanjaya, M.Si., selaku Dosen Penguji. Terima kasih atas saran dan

masukannya atas perbaikan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan Guru Besar pada Program Studi Magister Ekonomi

(8)

7. Ayah dan Ibu tercinta (T. Karo Karo Purba/R br Bangun), Nenek tercinta, abang

dan adik-adik tercinta, yang selalu mengingatkan dan mendorong penulisan tesis

ini.

8. Terima kasih juga kepada staf administrasi sekolah dan teman-teman di Program

Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Medan, 09 September 2009 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : BERLA KARO KARO

2. TEMPAT/TGL LAHIR : BERASTAGI/10 SEPTEMBER 1977

3. PEKERJAAN : PNS (Direktorat Jenderal Pajak - Depkeu RI)

4. AGAMA : ISLAM

5. ORANG TUA :

a. AYAH : TERAKAP KARO KARO PURBA

b. IBU : RASTA BR BANGUN

6. ALAMAT : JL. JAMIN GINTING GG. KARYA BERASTAGI

7. PENDIDIKAN :

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. D3

e. D4/S1 :

:

:

:

:

SD NEGERI 040565 DESA KIDUPEN KAB. KARO

SMP NEGERI TIGA BINANGA KAB. KARO

SMA NEGERI 1 KABANJAHE KAB. KARO

: D3 STAN SPEALISASI AKUNTANSI - JAKARTA

D4 STAN (SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI

NEGARA- JAKARTA

f. S2 : EKONOMI PEMBANGUNAN SEKOLAH

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Pasar ... 7

2.2. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang ... 8

(11)

2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work-Leisure)... 10

2.3.2. Penawaran Tenaga Kerja ... 15

2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja ... 15

2.3.4. Upah ... 24

2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor) ... 26

2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek ... 26

2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang... 31

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja ... 36

2.5. Produktivitas Tenaga Kerja ... 37

2.6. Ekspektasi Penawaran Agregat... 39

2.7. Hubungan Penawaran Aggregat dengan Permintaan Tenaga Kerja... 41

2.8. Pengangguran (Unemployment) ... 41

2.9. Determinan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja ... 44

2.10. Penelitian Terdahulu ... 46

2.11. Kerangka Pemikiran ... 53

2.12. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 55

3.3. Model Analisis ... 55

(12)

3.5. Definisi Operasional Variabel... 62

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1. Keadaan Penduduk Sumatera Utara ... 65

4.2. Penawaran Tenaga Kerja (Labor Supply) ... 70

4.3. Permintaan Tenaga Kerja (Labor Demand)... 73

4.4. Pasar Tenaga Kerja (Labor Market) ... 74

4.5. Pengangguran... 81

4.6. Upah Equilibrium... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 88

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Indentifikasi Persamaan Simultan Pasar Tenaga Kerja ... 59

4.1. Inflasi, Permintaan Tenaga Kerja, Penawaran Kerja dan

Unemployment... 69

4.2. Angkatan Kerja, Man Power dan Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja Propinsi SUMUT ... 70

4.3. Upah Equilibrium, Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja, Equilibrium, Upah dan Penawaran Tenaga Kerja Normal,

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Modal dan Barang/Jasa ... 8

2.2. Pasar Tenaga Kerja ... 9

2.3. Reservation Wages... 11

2.4. Backward Bending Labor Supply Curve... 14

2.5. Kurva Isoquant... 32

2.6. Upah Riel dan Pasar Tenaga Kerja ... 42

2.7. Kurva Philips ... 42

(15)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

4.1. Penawaran Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara 1987-2007

(Jiwa)... 71

4.2. Permintaan Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara 1987-2007

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Partisipasi Angkatan Kerja Pria dan Wanita ... 94

2 Data Upah Rata-rata yang Diterima Individu per Tahun... 95

3 Data Konsumsi, Simpanan dan Industri Besar dan Sedang ... 96

(17)

ABSTRAK

Berla Karo Karo, 2009, Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara, di bawah bimbingan Dr. Murni Daulay, M.Si. (Ketua), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Anggota).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel penawaran dan permintaan tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Sumatera Utara. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja yaitu: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan, tingkat partisipasi angkatan kerja pria dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. Sedangkan, variabel-variabel dari sisi permintaan tenaga kerja yakni: upah sektor industri besar dan sedang, produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah perusahaan besar dan sedang.

Metode analisis yang digunakan adalah metode two Stage Least Square (2 SLS) dengan menggunakan data time series dari tahun 1987-2007 dan program E-views 3.0.

Hasil estimasi menunjukkan, variabel penawaran tenaga kerja mampu menjelaskan analisis pasar tenaga kerja denga R-squared 92,21%. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja seperti: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan dan TPAKW konsisten dengan hipotesis. Upah, konsumsi, TPAKW berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja. Sedangkan tabungan berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja pria tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Sementara itu, hasil estimasi pasar tenaga kerja dari sisi permintaan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan R-squared 76,86%. Semua variabel-variabel permintaan tenaga kerja konsisten dengan hipotesis. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja, sedangkan produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja. Hasil regresi upah dengan tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis.

(18)

ABSTRACT

Berla Karo Karo, 2009, Analyze of Market Labor in North Sumatera, under the guidance Dr. Murni Daulay, M.Si. (Chief), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Members).

The purpose of this study is to analyze the influence of the variables of supply and demand for labor for the labor market in North Sumatra. Variables namely the supply of labor: the wage sector, large and medium industries, consumption, savings, labor force participation rate and male labor force participation rate of women. Meanwhile, variables from the demand side of labor: the wage sector, large and medium industries, the average productivity of labor and the number of large and medium companies.

Analytical methods used are two methods of Stage Least Square (SLS 2) by using time series data from the years 1987-2007 and the program E-views 3.0.

Estimation results indicate, the labor supply variables could explain the labor market analysis premises R-squared 92.21%. Variables such as labor supply: a large industrial sector wages and was, consumption, savings and consistent with the hypothesis TPAKW. Wages, consumption, TPAKW positive influence on labor supply. While saving a negative effect on labor supply. The level of male labor force participation is not in accordance with the hypothesis, which negatively affect labor supply. Meanwhile, the labor market estimates of labor demand side can be explained by the R-squared 76.86%. All variables konsiten labor demand hypothesis. Wages negatively affect the demand for labor, while the average productivity of labor and the number of large and medium industries have a positive effect on labor demand. Wage regression results with the unemployment rate does not match with the hypothesis.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang strategis dan

memiliki pengaruh yang kuat dalam mendorong pertumbuhan perekonomian

Indonesia. Kekuatan ekonomi tersebut didukung oleh semakin berkembangnya sektor

swasta di bidang pengolahan/industri, perdagangan dan jasa. Di samping itu semakin

baiknya kinerja BUMN maupun BUMD yang ada di daerah Sumatera Utara.

Perkembangan sektor swasta dan isu good governance pada lembaga publik

mendorong pertumbuhan pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. Propinsi

Sumatera Utara membutuhkan semakin banyak tenaga kerja yang terampil untuk

dipekerjakan di sektor swasta maupun pemerintahan.

Dengan semakin kritisnya masyarakat, memaksa, pemerintah harus berbenah

diri menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, accountable dan penuh

tanggung jawab. Tentunya ini hanya dapat dilakukan seiring dengan meningkatnya

jumlah tenaga kerja yang terampil dan siap pakai.

Pemerintah propinsi, kota maupun kabupaten membutuhkan tenaga kerja

semakin banyak. Ini disebabkan juga antara lain, seiring dengan sikap kritis

masyarakat terhadap pelayanan publik khusus pelayanan pendidikan, kesehatan,

administrasi, infrastruktur, energi maupun pendidikan. Pemerintah diwajibkan

(20)

Sumatera Utara. Dana ini nanti akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

guru, fasilitas dan infrastruktur pendidikan. Pemerintah berencana meningkatkan

kualitas tenaga pendidik. Di samping itu, pemerintah juga membutuhkan tenaga kerja

lebih banyak untuk mendukung program peningkatan pelayanan kesehatan

masyarakat.

Tidak ketinggalan di sektor swasta. Semakin berkembangnya perusahaan

pengolahan/industri, perdagangan dan jasa, sektor swasta membutuhkan tenaga kerja

yang banyak dan berkualifikasi terampil. Pihak swasta memilik posisi yang lebih sulit

dalam penyerapan tenaga kerja. Semakin terintegrasinya pasar dalam negeri dan

maupun global, menuntut perusahaan harus lebih efektif dan efisien dalam mengelola

sumber daya. Persaingan global menyebabkan permintaan tenaga kerja lokal yang

terampil semakin meningkat. Bila perusahaan gagal mendapatkan kualifikasi dan

kualitas tenaga kerja seperti yang semestinya, perusahaan akan gagal dalam

menghadapi persaingan tingkat lokal, apalagi tingkat global. Di sisi lain, perusahaan

harus mengurangi tenaga kerja kualifikasi rendah. Ini menyebabkan pemutusan

hubungan kerja semakin banyak. Belum lagi isu yang dihadapi sektor swasta tentang

lingkungan hidup. Banyak perusahaan pengolahan crude palm oil (CPO) ataupun

perkebunan kelapa sawit yang diprotes karena dituduh melakukan kerusakan

lingkungan dan degradasi lingkungan. Isu globalisasi perdagangan dan perusakan

lingkungan tentu akan berpengaruh pada permintaan tenaga kerja yang terlatih.

Boediono, mengutip laporan The Growth Report 2008 diterbtikan oleh

(21)

tiga belas negara yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 7% per tahun

selama 25 tahun atau lebih. Artinya dalam tiap satu dekade terjadi ekspansi ekonomi

dua kali lipat. Dan empat diantara negara tersebut merupakan anggota ASEAN yaitu:

Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Artinya ASEAN merupakan negara

penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dunia (Arifin, Djaafara dan Budiman,

2008).

Perkembangan kawasan ASEAN dalam ASEAN Vision 2020, sebagaimana

telah disepakati bersama di Kuala Lumpur 15 Desember 1997 (Arifin, Djaafara dan

Budiman, 2008) terdapat tiga pilar pokok yakni:

a. ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA).

b. ASEAN Security Community (ASC).

c. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

Percepatan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang

semestinya dicapai tahun 2020 menjadi tahun 2015 akan berpengaruh pada pasar

tenaga kerja regional. MEA memaksa pasar tenaga kerja Sumatera Utara dan ASEAN

akan semakin terintergrasi. Kebebasan memasuki pasar tenaga kerja asing yang

terampil negara-negara ASEAN ke Indonesia, khususnya ke Sumatera Utara, akan

semakin berat bagi pekerja lokal. Apalagi tingkat kemampuan tenaga kerja terampil

Sumatera Utara masih jauh dibandingkan dengan negara Singapura maupun

Malaysia. Ini membuat semakin tertekannya pasar tenaga kerja lokal. Pasar bebas

(22)

kesempatan angkatan kerja dalam meningkat kualitas dan kepuasan kerja mereka.

Tenaga kerja semakin banyak pilihan dalam memilih pekerjaan. Sisi positifnya, tentu

tenaga kerja akan semakin produktif karena kepuasan dan spesialisasi pekerja

semakin baik.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik mengambil judul tesis ini

“Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara”. Peneliti merasa kekuatan pasar tenaga kerja di SUMUT perlu diidentifikasi lebih baik. Ini penting agar pengaturan

peningkatan kualitas tenaga kerja lokal lebih terarah. Tenaga kerja yang telah diserap

di pasar akan ditingkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dengan tenaga kerja

asing nantinya. Di samping itu bila kita mengetahui kekuatan pasar di Sumatera

Utara, jumlah pengangguran dapat dikurangi sampai ke tingkat paling rendah dan

seideal mungkin.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diteliti adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja pria terhadap pasar

tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

b. Bagaimanakah pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja wanita terhadap

(23)

c. Bagaimanakah pengaruh tingkat upah khususnya upah berlaku pada sektor

industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera

Utara?

d. Bagaimanakah pengaruh konsumsi Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar

tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

e. Bagaimanakah pengaruh tabungan Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar

tenaga kerja Sumatera Utara?

f. Bagaimanakah pengaruh tingkat produktivitas rata-rata tenaga kerja terhadap

pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

g. Bagaimanakah pengaruh jumlah industri besar dan sedang terhadap pasar

tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja pria terhadap

pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

b. Untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja wanita

terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

c. Untuk menganalisis pengaruh tingkat upah khususnya upah berlaku pada

sektor industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi

(24)

d. Untuk menganalisis pengaruh konsumsi Propinsi Sumatera Utara terhadap

pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

e. Untuk menganalisis pengaruh tabungan Propinsi Sumatera Utara terhadap

pasar tenaga kerja Sumatera Utara.

f. Untuk menganalisis pengaruh tingkat produktivitas tenaga kerja terhadap

pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

g. Untuk menganalisis pengaruh jumlah industri besar dan sedang terhadap pasar

tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai masukan bagi penyelenggara pemerintahan Propinsi Sumatera Utara

dan koleganya dalam membuat kebijakan pasar tenaga kerja,

2. Sebagai masukan bagi para pendidik, para pekerja, serikat pekerja, perusahaan

jasa penyedia/pembina tenaga kerja dan lainnya yang terkait di Propinsi

Sumatera Utara dalam mempersiapkan calon-calon tenaga kerja,

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, di mana

barang/jasa atau produk dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran kerelaan

dalam pertukaran tersebut biasanya akan muncul suatu tingkat harga atas barang dan

jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg dan Smith, 2003).

Sudut pandang normatif, jenis transaksi secara garis besar sebagai berikut:

a. Transaksi sukarela (voluntarily) atau transaksi mutually advantages. Pihak-pihak

yang melakukan transaksi saling mendapatkan keuntungan.

b. Transaksi yang sepihak menguntungkan namun pihak lain tidak dirugikan.

Suatu transaksi agar dapat terjadi dengan dukungan penuh, apabila kondisi

di bawah ini terjadi antara lain (Ehrenberg dan Smith, 2003):

a. Transaksi mutually advantages.

b. Sepihak untung tetapi sepihak lainnya tidak rugi.

c. Sepihak untung sepihak lainnya rugi tetapi pihak yang untung rela memberikan

kompensasi kepada pihak yang dirugikan.

Kegagalan pasar dapat terjadi disebabkan oleh (Ehrenberg dan Smith, 2003):

a. Pelaku transaksi mengabaikan fakta yang ada dan melakukan transaksi tanpa

keinginan mereka.

(26)

c. Distorsi harga.

d. Nonexistence of market. Pembeli dan penjual tidak dapat memastikan sumber

daya atau produk yang akan ditransaksikan.

2.2. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang

Supplier of Capital

Perusahaan

Konsumen

Perkerja (Worker)

Product Market

Labor Market Capital Market

Supplier of Capital

Perusahaan

Konsumen

Perkerja (Worker)

Product Market

Labor Market Capital Market

Gambar 2.1 Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003.

Pasar tenaga kerja sangat terkait erat dengan pasar barang dan pasar modal

(capital market) (Ehrenberg dan Smith, 2003).

Perubahan di pasar barang misalkan meningkatnya permintaan barang dan

jasa. Perusahaan akan meresponnya dengan meningkatkan produksi. Peningkatan

produksi tentu akan mempengaruhi permintaan faktor-faktor input. Perusahaan akan

memilih faktor produksi yang lebih menguntungkan dengan membandingkan biaya

modal dan biaya tenaga kerja yang terjadi di pasar modal dan pasar tenaga kerja

(Nicholson, 2003).

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

(27)

Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran

tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan produksi barang dan jasa

yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah. Perusahaan membutuhkan

faktor-faktor produksi dalam melakukan kegiatannya. Sedangkan, penawaran tenaga

kerja sumbernya adalah rumah tangga. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja

dimana keahlian dan kemampuan mereka tersedia untuk digunakan perusahaan atau

lembaga pemerintah dalam proses produksi.

Lo Uo U2 L2 L1 U1 upah Jumlah pekerja demand supply Lo Uo U2 L2 L1 U1 upah Jumlah pekerja demand supply

Gambar 2.2 Pasar Tenaga Kerja Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

Gambar 2.2 mendeskripsikan pasar tenaga kerja yang menghubungkan

penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dititik equilibrium (Lo, Uo), jumlah tenaga

kerja yang ditawarkan ke pasar tepat sama dengan jumlah diminta pasar.

Ditingkat upah U2, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L1 sedangkan

jumlah yang ditawatkan sebesar L2. Sehingga dalam kondisi ini terjadi excess supply

tenaga kerja, sebesar (L2-L1).

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

(28)

Pada tingkat upah U1, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L2 tetapi yang

tersedia atau ditawarkan hanya L1. Maka dalam kondisi tersebut terjadi overdemand

tenaga kerja.

Pasar tenaga kerja biasanya memberikan hasil (outcomes), seperti (Ehrenberg

dan Smith, 2003):

a. The terms of employment antara lain seperti gaji, kompensasi dan kondisi kerja.

b. The levels of employment berupa jabatan/kepercayaan, keahlian dan komposisi

demograpi tenaga kerja.

2.3. Teori Penawaran Tenaga Kerja

Ada dua kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu (Ehrenberg

dan Smith, 2003):

a. keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini

berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time

atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.

b. Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain

geografi/wilayah.

2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work- Leisure)

Bekerja (work) merupakan waktu yang digunakan untuk mendapatkan

penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan, leisure merupakan waktu

yang digunakan tidak menghasilkan pembayaran dari pekerjaan yang dilakukan

(29)

bekerja dan leisure, dapat dilihat pada indifference curve (preferensi individu untuk

bekerja) dan budget constrain (Borjas, 2005).

G H O T Y E X U1 U0 U2

Hours of Leisure Konsumsi G H O T Y E X U1 U0 U2

Hours of Leisure Konsumsi

Gambar 2.3 Reservation Wage Sumber: Borjas, 2005

Gambar 2.3 memberikan ilustrasi tentang keputusan individual untuk bekerja.

Pada titik X individu memutuskan tidak akan bekerja. Karena pada titik X indifferent

curve-nya masih lebih rendah dari E. Atau sepanjang budget constraint G, indifferent

curve-nya akan selalu lebih rendah atau minimal sama dengan indifferent curve yang

terjadi pada titik E.

Titik E adalah titik terjadinya reservation wage atau merupakan titik gaji

terendah yang dapat diterima pekerja untuk bekerja. Titik E menjelaskan juga bahwa

seseorang masih dapat mengkonsumsi tanpa bekerja karena masih ada penghasilan

mereka dari nonlabor income.

Titik Y merupakan titik singgung budget constraint H dengan indifference

curve U2. Titik Y merupakan titik yang memberikan utility lebih tinggi dari titik E.

Sumber: Borjas, 2005

(30)

Karena tingkat utility di titik Y lebih tinggi dari titik E maka individu akan

memutuskan untuk bekerja. Atau dengan kata lain sepanjang budget constraint H

individu akan memutuskan untuk bekerja. Karena sepanjang garis tersebut utility

pekerja akan lebih tinggi dari pada titik E atau gaji yang diterima lebih tinggi dari

reservation wage (Borjas, 2005).

Titik singgung indifferent curve dengan budget line merupakan titik optimum

seseorang untuk bekerja, di mana perpaduan antara utility individu dan kendala yang

dihadapi (Borjas, 2005).

U = f (C, L)………(1)

Di mana: C= konsumsi barang

L= leisure

Utility maksimum dapat tercapai bila ∆C∕∆L═ - MUL∕MUC, artinya konsumsi

dapat dipertukarkan dengan leisure. Untuk mengkonsumi barang tentunya individu

harus bekerja. Bekerja dan leisure dua hal yang dapat dipertukarkan dan sekaligus

memiliki trade-off antara keduanya (Borjas, 2005).

Sedangkan budget constraint dapat dirumuskan dengan (Borjas, 2005),

C = wh + V .………..(2)

Misalkan T = h + L, maka C = w(T-L) + V atau

C = (wT+V)-wL .………..(3)

Di mana:

C= konsumsi barang

(31)

T = total waktu

h = waktu untuk bekerja

V= nonlabor income

L = leisure

Dari persamaan (3) di atas, dapat ditarik kesimpulan tanpa bekerja pun

seseorang masih dapat mengkonsumsi barang. Penghasilan yang digunakan untuk

konsumsi berasal dari penghasilan yang dihasilkan tanpa bekerja atau pada titik

tersebut disebut endowment point.

Keputusan individu untuk menambah jam kerja dipengaruhi oleh perubahan

(Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Income effect. Individu akan mengurangi jam kerjanya bila income meningkat

tetapi wage rate konstan.

b. Substitution effect mengindikasikan perubahan keinginan menambah jam kerja

karena perubahan wage rate tetapi income konstan.

c. Jika substitution effect lebih dominan dari income effect, keinginan individu

untuk bekerja menjali lebih lama, saat wage rate meningkat. Sebaliknya, jika

income effect lebih besar dari substitution effect, kenaikan wage rate akan

menyebabkan keinginan untuk bekerja semakin sedikit.

Wage elastisity of labor supply (Es) merupakan persentase perubahan dalam

kuantitas dari penawaran tenaga kerja dibagi dengan persentase perubahan dalam

wage rate. Bila elasitas (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

(32)

b. Es<1, relative inelastis

c. Es>1, relative elastis

-L*

W*

Hours of Worker Wage Rate

-L*

W*

Hours of Worker Wage Rate

Gambar 2.4 Backward Bending Labor Supply Curve Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999

Kenaikan tingkat upah tenaga kerja awalnya akan menambah keinginan waktu

bekerja individu. Namun kenaikan gaji akan mencapai titik optimal. Gaji naik di atas

titik optimal justru akan mengurangi keinginan individu untuk bekerja (income

effect). Ini dikenal dengan backward-bending labor supply curve (Mc Connell, Brue,

dan Macpherson, 1999).

2.3.2. Konsep Penawaran Tenaga Kerja

Konsep penawaran tenaga kerja (labor supply) memiliki beberapa dimensi

antara lain yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran,

kematian dan perpindahan penduduk (net immigration); Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999

(33)

b. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), merupakan

tingkat persentase working-age populasi dengan actual working atau seeking

work;

c. Jumlah jam kerja per minggu atau per tahun, dan

d. Kualitas angkatan kerja.

2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation)

merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force.

Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan

kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man

power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15

tahun (SUDA BPS SUMUT, 2007) dan masyarakat yang dilembagakan (people who

are institutionalized).

Labor force participation rate (LFPR)= , atau

(LFPR)=

Bukti empiris di Amerika Serikat bahwa penurunan tingkat partisipasi

angkatan kerja, khususnya kaum pria, dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni (Mc

Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. kenaikan real wages dan earnings akan mengurangi jam kerjanya atau mereka

(34)

b. adanya jaminan sosial dan pensiunan swasta (social security dan private

pension).

c. disability benefits, angkatan kerja yang memiliki keterbatasan atau menerima gaji

kecil akan menarik diri dari partisipasi kerja karena mereka umumnya mendapat

lebih banyak uang dari transfer/tunjangan pemerintah.

d. life cycle consideration, mempengaruhi orang dalam partisipasi angkatan kerja.

Orang yang telah berumur, kemampuan atau skill yang dimilikinya tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan trend permintaan tenaga kerja akan mengurangi

partisipasi mereka di angkatan kerja (substitution effect).

Sementara itu kaum perempuan, penelitian di Amerika Serikat menemukan

bahwa partisipasi kerja kaum perempuan meningkat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Kenaikan wage rate dan earnings suami dan kaum perempuan. Kenaikan wage

rate dan earnings kaum perempuan lebih dominan substitution effect-nya

daripada income effect-nya;

b. Perubahan keinginan dan sikap (preferences dan attitude) termasuk dari

pengaruh gerakan femenisme;

c. Meningkatnya produktivitas kerja sektor rumah tangga karena semakin

bekembangnya teknologi peralatan rumah tangga. Waktu yang digunakan oleh

kaum wanita untuk mengurus keperluan keluarga semakin sedikit (production

and consumption household semakin kecil). Ini yang memacu mereka

(35)

d. Penurunan tingkat kelahiran.

e. Meningkatnya angka perceraian.

f. Berkembangnya akses di dunia kerja bagi kaum perempuan di mana tingkat

diskriminasi semakin berkurang.

g. Usaha untuk memperbaiki atau mempertahankan standar hidup. Pertumbuhan

pendapatan kaum laki-laki (suami mereka) mengalami stagnan sehingga

mendorong wanita untuk bekerja guna mempertahankan standar hidup mereka.

Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: added-work

effect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan

kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota

keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi

kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja.

Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect

berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk

bekerja kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa

pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kembali sesuai dengan keinginannya, minimal

seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya

mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson,

1999).

Bukti empiris menyebutkan discourage-work effect lebih dominan dari pada

added-work effect. Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan

(36)

partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan

peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi

angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang

sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih

memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Beberapa survey yang dilakukan di Amerika Serikat setelah masa perang

Dunia II, menyimpulkan bahwa real wages cendrung naik tetapi jam kerja per

minggu relatif turun. Adapun hasil survey tersebut antara lain (Mc Connell, Brue, dan

Macpherson, 1999):

a. Undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan wage premium

kepada pekerja, atas kondisi tertentu yang dilakukan oleh pekerja atau dialami

pekerja,

b. Kenaikan atas pajak pendatapan (tax incomes),

c. Semakin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para tenaga kerja yang memasuki

dunia kerja,

d. Pengaruh iklan (Brack dan Cowling) menyebabkan masyarakat lebih memilih

untuk melakukan konsumsi barang/jasa yang sifatnya time-intensive commodities

dari barang yang sifatnya goods-intensive commodities.

e. Owen, berpendapat masyarakat lebih memilih konsumsi dan pengaturan anggota

(37)

Kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui investment in human capital.

Pendidikan yang terus-menerus, pelatihan dan pelatihan akan mampu menjaga tingkat

penyerapan tenaga kerja penuh (work force fully employed).

Tenaga kerja memasuki dunia kerja dengan tingkat kemampuan dan keahlian

yang berbeda. Begitu juga dengan tingkat pendidikan dan jam pelatihan yang mereka

ikuti. Tenaga kerja dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan pelatihan yang lebih

tinggi atau lebih lama (schooling) akan menawarkan lebih besar produktivitas dari

tenaga kerja yang kurang terampil.

Prinsip investment in humal capital hampir sama dengan prinsip investasi

fisik. Pengeluaran untuk pendidikan dan pelatihan diharapkan mampu meningkatkan

pengetahuan dan keahlian pekerja sehingga penghasilan individu di masa yang akan

datang diharapkan menjadi lebih besar.

Model analisis yang sederhana, seseorang harus membandingkan cost dan

benefit. Biaya pendidikan dibedakan menjadi direct atau out-of pocket costs dan

indirect or opportunity cost. Direct cost di sini berkaitan dengan pengeluaran

langsung yang dilakukan selama dalam pendidikan, seperti biaya untuk pembelian

buku, uang kuliah dan lainnya. Sedangkan, indirect atau opportunity cost merupakan

penerimaan yang tidak dapat diterima karena memilih untuk memasuki dunia

pendidikan atau keluar dari angkatan kerja. Benefit dari investasi human capital

berupa peningkatan pendapatan (incremental earnings) selama memasuki kerja

(38)

investasi pada human capital dilakukan bila benefit lebih besar atau sama dengan cost

(Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Pandangan umum tentang investasi pada human capital, antara lain (Mc

Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Semakin lama jangka waktu aliran penerimaan setelah investasi (postinvestment

incremental earnings) semakin tinggi return yang didapat dan semakin positif

investasi pada human capital. Semakin dini usia memasuki sekolah secara

ekonomis semakin panjang jangka waktu penerimaan tambahan setelah investasi

dilakukan.

b. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk investasi human capital semakin

banyak orang akan melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan.

Disamping itu bila resesi terjadi, biaya akan semakin rendah karena opportunity

cost menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu, banyak angkatan kerja memilih

memasuki dunia pendidikan atau mengikuti pelatihan.

c. Semakin besar selisih yang diterima atau return yang diperoleh angkatan kerja

yang terdidik atau tamatan perguruan tinggi dibandingkan dengan return yang

diterima angkatan kerja non-skilled, maka semakin tinggi keinginan masyarakat

untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Artinya investasi pada

human capital akan meningkat.

Sementara itu, keputusan investasi dapat juga dilihat dari sisi public atau

prespektif sosial. Ekonom memandang dari sisi prespektif sosial, keuntungan

(39)

a. semakin banyak tenaga kerja terdidik akan semakin kecil tingkat pengangguran.

Tingkat pengangguran yang kecil akan mengurangi tingkat kriminilitas,

pengeluaran transfer atau biaya subsidi dan biaya perlindungan hukum.

b. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang politik dan kualitas

keputusan-keputusan politik (kebijakan dan peraturan semakin baik). Proses

politik dapat lebih mudah, efisien dan efektif.

c. peningkatan kualitas antar generasi ke generasi berikutnya.

d. masyarakat yang berpendidikan menghasilkan lebih besar dan menyebarkan

keuntungan yang lebih besar kepada lingkungan mereka sendiri (society).

Hasil dari investasi pada human capital (rates of return) mengalami

penurunan saat investasi dilakukan secara terus-menerus yang telah mencapai tingkat

tertentu. Ada dua alasan terjadi penurunan tingkat pengembalian tersebut yakni (Mc

Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. investasi pada human capital tetap mengikuti kaidah diminishing returns (skala

pengembalian hasil yang semakin menurun). Kenaikan tambahan income

(incremental income) semakin menurun setiap tahun penambahan waktu

pendidikan, dan

b. peningkatan tingkat pendidikan diikuti penerimaan benefit semakin menurun

akibat dari kenaikan biaya yang turut mengurangi internal rate of return.

On the job training dapat dibedakan menjadi dua bagian penting, yaitu:

(40)

pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan perpindahan tenaga kerja dianggap

sempurna (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

General training tujuannya menciptakan keahlian atau pembentukan karakter

secara umum yang dapat digunakan oleh semua perusahaan dan industri. Keahlian

yang didapat tenaga kerja dari general training dapat dijual atau ditransfer ke pasar

atau ke perusahaan lain. Saat training sedang berlangsung, gaji yang diterima oleh

pekerja lebih rendah bila dibandingkan dengan yang diperoleh oleh tenaga kerja non

trampil. Namun setelah masa selesai training, gaji yang mereka peroleh lebih tinggi

dari yang diterima oleh pekerja yang tidak memperoleh training. Pekerja yang

memperoleh general training dapat menawarkan keahliannya ke perusahaan lain atau

menjual keahliannya ke pasar sehingga mereka akan mendapatkan penghasilan yang

lebih tinggi. Seandainya, pemberi kerja yang membayar biaya investasi training ini,

mereka kemungkinan akan kehilangan return bila pekerja meninggalkan perusahaan.

Untuk itu pekerja yang telah melakukan general training biasanya diberikan gaji

lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka terima sebelum mengikuti training.

Artinya daya tawar mereka untuk mendapatkan gaji/upah menjadi lebih kuat bila

dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak mengikuti general training tersebut.

General training, wage rate dibayarkan perusahaan sama dengan marginal revenue

product tenaga kerja.

Special training menciptakan keahlian atau kemampuan yang hanya dapat

dipergunakan oleh perusahaan tertentu saja. Biaya pelatihan khusus ini ditanggung

(41)

marginal return product tenaga kerja lebih rendah dari pada wage rate yang mereka

tanggung. Setelah periode pelatihan khusus, pemberi kerja mendapatkan marginal

return product tenaga kerja jauh lebih besar dari wage rate yang mereka bayarkan.

Sedangkan, tenaga kerja menerima upah yang dengan upah sewaktu mereka belum

mengikuti training.

Bukti empiris penghasilan seseorang kadang lebih besar dari mereka yang

memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang memiliki kelebihan secara

intelegensia, kedisiplinan dan motivasi, umumnya menerima penghasilan yang lebih

besar. Penambahan penghasilan mereka (incremental income) mereka kadang tidak

dapat ditelusuri langsung ke investasi human capital yang mereka lakukan. Tetapi

semata-mata hanya berdasarkan persoalan kemampuan individu itu sendiri (problem

ability). Penambahan penghasilan ini tidak ada kaitannya dengan lamanya mereka

menempuh pendidikan formal (schooling). Pendapat para ahli juga menyebutkan juga

bahwa peningkatan penambahan penghasilan (incremental income) tidak semata-mata

berdasarkan tingkat pendidikan formal. Kemampuan juga penting dalam hal ini (Mc

Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Screening hypothesis melihat pendidikan merupakan faktor penting dalam

memperjakan seorang tenaga kerja, menempatkan pada posisi tertentu,

mempromosikan pekerja tersebut dan kedudukan lainnya yang diberikan pekerja.

Screening hypothesis menempatkan pekerja pada posisi strategis berdasarkan jenjang

pendidikan yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi pendidikan pekerja

(42)

dan semakin besar penghasilan yang mereka terima. Produktivitas pekerja bukan

faktor utama dalam menentukan reward (imbalan) yang diterima oleh pekerja

tersebut. Pekerja yang lulus dari suatu universitas favorit akan diberikan penghasilan

yang lebih baik. Walaupun kadang-kadang memiliki produktivitas yang lebih rendah

dari lulusan perguruan tinggi yang biasa-biasa saja yang notabene kurang populer

di mata masyarakat. Screening hypothesis memandang tingkat pendidikan berbanding

lurus dengan produktivitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan (schooling) dan

populer tempat pendidikan calon pekerja dianggap memiliki tingkat produktivitas

yang makin tinggi sehingga wajar bila diberikan reward yang lebih tinggi. Namun

data empiris menyebutkan tidak sepenuhnya benar pendapat tersebut. Hypothesis

tersebut masih memiliki distorsi dilevel practical. Tetapi bukti empiris juga

menyebutkan bahwa pada tahap awal pekerja memasuki dunia kerja (labor force)

akan diberikan penghasilan yang lebih untuk lulusan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi. Seiring dengan berlalunya waktu produktivitas pekerja tersebut diharapkan

meningkat. Faktor pendidikan lanjutan yang sifatnya seperti pelatihan dan

pengalaman diharapkan meningkatkan produktivitas pekerja tersebut dan reward

yang akan mereka peroleh disesuaikan dengan tingkat produktivitas para pekerja

(enhanced earning) (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.3.4. Upah

Upah merupakan ukuran nilai kerelaan pasar tenaga kerja dalam melakukan

(43)

kerja). Upah juga merupakan ukuran jasa, kemampuan atau keahlian yang telah

diberikan oleh pekerja dalam proses produksi.

Upah dari sudut pandang life cycle, antara lain memiliki karakteristik sebagai

berikut (Borjas, 2005):

a. Tingkat upah yang tinggi akan meningkatkan keinginan angkatan kerja untuk

memasuki pasar tenaga kerja, berlaku juga sebaliknya.

b. Pekerja muda biasanya mulai bekerja dengan gaji yang kecil awal kerjanya.

Dengan berlalunya waktu gaji akan meningkat sampai mencapai umur 50, lalu

menurun seiring dengan pertambahan usia.

c. Pria umumnya memiliki partisipasi kerja yang tinggi di usia muda dan berkurang

menjelang usia lanjut.

d. Sebaliknya pada wanita, pasa usia muda partisipasinya di pasar tenaga kerja

rendah. Namun meningkat seiring dengan berlalunya waktu. Partisipasi wanita

di pasar tenaga kerja berkaitan erat dengan kebutuhan keluarga terhadap mereka.

Maka kadang tenaga kerja wanita di pasar tidak menentu, tergantung pada pilihan

mereka pada rumah tangga.

Seseorang akan meninggalkan pasar kerja atau memasuki pensiun dipengaruhi

oleh (Borjas, 2005):

a. Tingkat upah. Pekerja yang memiliki penghasilan yang tinggi dakan memilih

cepat keluar dari pasar kerja saat upah naik, dimana income effect lebih dominan.

(44)

substitution effect terjadi sehingga harga pensiun menjadi lebih mahal. Kondisi ini

mendorong tenaga kerja untuk menunda pensiun mereka.

b. Pension benefits. Jika pension benefits meningkat maka pekerja akan lebih cepat

meninggalkan pasar kerja. Pekerja lebih cepat memasuki usia pensiun.

2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor)

Permintaan terhadap tenaga kerja atau faktor produksi lain yang digunakan

untuk memproduksi suatu barang/jasa ditentukan atau dikendalikan oleh permintaan

terhadap barang jadi/jasa tersebut (derived demand). Permintaan terhadap tenaga

kerja tergantung pada produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan market value dari

produk yang dihasilkan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek

Analisis fungsi produksi mengasumsikan faktor produksi terdiri dari input

yakni tenaga kerja dan modal. Analisis jangka pendek mengasumsikan faktor modal

atau yang lain dianggap konstan, kecuali faktor tenaga kerja. Faktor produksi

perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson,

1999):

TPSR= (L, ),

Di mana: TPSR = total product jangka pendek

L = faktor produksi tenaga kerja (labor)

(45)

Total produksi jangka pendek merupakan total output yang diproduksi dengan

setiap kombinasi faktor produksi tenaga kerja dengan modal konstan.

Perusahaan diasumsikan perfectly competitive, di mana perusahaan bersifat

price taker dan tidak dapat mempengaruhi harga sewa dan upah tenaga kerja.

Marginal product of labor (MP) didefinisikan perubahan total product

dikaitkan dengan penambahan satu faktor produksi tenaga kerja. Average product of

labor (AP) merupakan nilai total product yang dibagikan dengan jumlah unit tenaga

kerja yang digunakan.

Pemahaman total product, marginal product of labor dan average labor

penting dalam analisis tahapan-tahapan produksi. Tahap produksi menggunakan alat

analisis ketiga unsur tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. marginal product of labor (MPL) lebih besar dari average product (APL),

di mana MPL menuju tahap puncaknya, akan menaikan total product, rate MPL

masih terus mengalami kenaikan dan juga average product of labor (APL)

seiring dengan pertambahan tenaga kerja.

b. MPL sama dengan APL, posisi ini MPL mengalami tingkat penurunan yang terus

menurus dan APL mencapai puncaknya dan total product masih akan tetap

meningkat dengan pertambahan tenaga kerja.

c. MPL lebih kecil dari APL, posisi MPL terus-menerus menurun dan di bawah

APL. APL juga akan terus-menerus mengalami penurunan namun total produksi

(46)

d. MPL sama dengan nol dan lebih kecil dari APL, total product mencapai titik

maksimal dan APL mengalami trend penurunan. Tahapan ini telah mencapai

jumlah tenaga kerja yang digunakan mencapai tingkat maksimum. Artinya bila

jumlah tenaga kerja dipaksakan untuk tetap ditambah maka total produksi

mengalami trend penurunan terus-menerus.

Marginal product of labor (MPL) trend awalnya positif. Lalu mencapai

tingkat maksimum dan menuju ke arah penurunan. Ini dapat diartikan, pada awalnya

dengan asumsi tenaga kerja identik, penambahan tenaga kerja dengan modal yang

konstan akan meningkatkan produktivitas. Tetapi penambahan terus-menerus tenaga

kerja akan mencapai titik jenuh dan akhirnya menyebabkan produktivitas akan

menurun. The law of diminishing marginal returns berlaku dalam posisi ini.

Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek oleh pemberi kerja didasarkan

kepada keuntungan yang diperoleh pemberi kerja akibat pertambahan tenaga kerja

tersebut dalam faktor produksi. Tenaga kerja akan terus ditambah selama profit yang

dihasilkan pemberi kerja masih positif dan tidak akan ditambah lagi jika kontribusi

per tenaga kerja telah sama dengan biaya yang ditimbulkannya. Ini sesuai dengan

tujuan utama pemberi kerja yaitu memaksimalkan profit (Mc Connell, Brue, dan

Macpherson, 1999).

Marginal revenue product of labor (tambahan/perubahan total penerimaan

yang diperoleh pemberi kerja akibat kenaikan satu unit faktor input tenaga) dan

marginal wage cost (pertambahan/perubahan total biaya akibat bertambahnya satu

(47)

perusahaan. Ada tiga kondisi terkait dengan hal tersebut yaitu (Mc Connell, Brue, dan

Macpherson: 1999):

a. Marginal revenue product of labor lebih besar dari marginal wage cost, berarti

pertambahan tenaga masih meningkatkan profit yang diterima oleh pemberi

kerja. Perusahaan akan terus berupaya menambah tenaga kerja karena masih ada

peluang untuk meningkatkan keuntungan.

b. Marginal revenue product of labor sama dengan marginal wage cost, berarti

jumlah tenaga kerja pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh. Perusahaan tidak

akan menambah tenaga kerja karena hanya akan mengurangi keuntungan

mereka. Kondisi ini juga menyimpulkan bahwa kapasitas produksi di tingkat

perusahaan telah mencapai titik jenuh.

c. Marginal revenue product of labor lebih kecil dari marginal wage cost, berarti

terjadi kelebihan tenaga kerja pada proses produksi. Perusahaan mengalami

kerugian bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan seperti ini. Dalam kondisi

seperti ini, perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya.

Pasar tenaga kerja dapat dipahami melalui pengasumsian kondisi pasar yang

dihadapi oleh perusahaan dalam menjual produknya, antara lain:

a. Pasar persaingan sempurna (competitive market)

Perusahaan dalam kondisi ini sifatnya wage taker, sehingga marginal wage cost

akan sama dengan wage rate, bila perusahaan ingin maksimalkan profitnya.

MRP=MWC=w. Marginal revenue product atau kurva permintaan tenaga kerja

(48)

atau penerimaan tambahan sama nilainya dengan MRP. VMP= MR X MP atau P

X MP.

b. Pasar persaingan tidak sempurna (imperfectly competitive)

Kondisi pasar yang persaingan tidak sempurna, perusahaan dapat mengendalikan

harga, maka marginal revenue product lebih rendah dari value of marginal

product. (MR X MP) lebih kecil dari (P X MP). Kurva permintaan tenaga kerja

dalam pasar persaingan tidak sempurna sifatnya lebih curam atau lebih menurun

ke kiri bila dibandingkan dengan kurva permintaan tenaga kerja persaingan

sempurna. Sedangkan perusahaan monopolistik dapat memilih harga kuantitas

yang mereka tawarkan untuk memaksimalkan keuntungannya.

Sama seperti di atas, Branson (2001) juga berpendapat dengan

mengasumsikan fungsi produksi jangka pendek, produksi real hanya dipengaruhi

oleh faktor input tenaga kerja, ditulis dengan fungsi sebagai berikut:

Di mana:

y = output real

MPL = marginal product of labor

APL = produktivitas rata-rata tenaga kerja

N = jumlah tenaga kerja y= y(N; );

MPL = äy / äN

(49)

= modal dalam keadaan konstan

R = p*(äy / äN) * N, di mana p * (äy / äN) adalah marginal value product

of labor. Seandainya R merupakan perubahan biaya, maka permintaan tenaga kerja

akan terus dilakukan oleh pemberi kerja sampai ∆ C = R dan W= p*(äy / äN) atau

W/p = (äy / äN). W= p*(äy / äN) merupakan persamaan permintaan tenaga kerja

dalam jangka pendek (Branson, 2001). p adalah tingkat harga produk dan w=W/p

merupakan upah riel.

2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang

Permintaan tenaga kerja jangka panjang mengasumsikan jumlah tenaga kerja

dan modal bervariasi. Dalam analisis ini capital tidak dianggap konstan. Tetapi

bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk tujuan produksi.

Perubahan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang dapat dipengaruhi oleh

perubahan pada wage rate, yang dirinci dengan pengaruh output effect dan

substitution effect (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Diandaikan fungsi produksi: Q = f (L, K, Teknologi, Input lainnya)

Di mana:

L= labor atau tenaga kerja

K= capital atau modal

Misalkan untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan hanya

membutuhkan tenaga kerja (L) dan modal (K). Maka fungsi produksi menjadi

(50)

Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2 Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2

Gambar 2.5 Kurva Isoquant

Sumber: Borjas, 2005.

Kurva isoquant mengilustrasikan kombinasi faktor-faktor produksi antara

tenaga kerja dan modal dalam menghasilkan tingkat output yang sama. Titik A

menggambarkan penggunaan modal K2 dan tenaga kerja L2 untuk memproduksi

barang sejumlah q1. Titik B menggambarkan penggunaan modal K1 dan tenaga kerja

L1 juga digunakan untuk memproduksi sejumlah barang q1. perubahan produksi titik

A ke titik B, merubah komposisi faktor input (K2, L2) menjadi (K1, L1), di mana K2>

K1 dan L1>L2. Ada sejumlah tenaga kerja yang didistribusikan untuk mengganti

barang modal.

Marginal rate of technical substitutions (MRST) tenaga kerja terhadap modal,

dapat dihitung sebagai berikut (Nicholson, 2003):

RTS labor to capital = perubahan input modal/perubahan input tenaga kerja

Garis IC1 dan IC2 merupakan garis isocost, di mana garis kombinasi biaya

[image:50.612.121.519.129.294.2]

yang dikeluarkan untuk biaya modal dan tenaga kerja. Sumber: Borjas, 2005

(51)

Fungsi biaya (Nicholson, 2003) adalah C = wL + vK

Di mana:

L= jumlah tenaga kerja atau modal jam tenaga kerja

w= tingkat upah per jam

K= jumlah modal

v= sewa modal per jam

minimumkan C = wL + vK

dengan kekangan: Q= f(L,K)

Fungsi Lagrange: ₤ = wL + vK + ë{ Q- f(L, K) }

Syarat perlu untuk optimasi, turunan pertama fungsi Lagrange sama dengan nol

(Hartono, 2004).

ä₤ / äL = w- ë ä f(L, K)/ äL = 0 ………...………(4)

ä₤ / äK = v- ë ä f(L, K)/ äK = 0 ………...………(5)

ä₤ / ä ë = Q- f(L, K) = 0 …………...………(6)

Persamaan (4) dibagi dengan persamaan (5), maka akan didapat persamaan

berikut: w/v = (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK)………..(7)

Persamaan (7) merupakan titik persinggungan kurva isocost C1 dengan isoquant q1,

merupakan perpaduan titik optimum. Pada titik tersebut kemiringan garis C1 sama

dengan kemiringan garis q1. Slope garis C1 adalah w/v. Sedangkan slope isoquant q1

adalah (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK). Slope ini merupakan marginal rate of

(52)

input tenaga kerja atau marginal product of labor, MPL. Sedangkan, (ä f(L, K)/ äK)

adalah perubahan output terhadap modal atau marginal product of capital, MPK.

MPL/ MPK = w/v= MRTS labor to capital = ∆K/∆L ………(8)

Artinya untuk meminimalkan biaya perusahaan dapat mensubstitusikan tenaga

kerja terhadap modal tergantung pada harga masing-masing input tersebut.

Penggantian barang modal ke tenaga kerja atau sebaliknya dapat diilustrasikan

sebagai berikut (Nicholson, 2003):

a. jika w > v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila

menggunakan lebih banyak barang modal dari pada tenaga kerja. Karena biaya

modal (v) lebih murah dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih

besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan

meningkat di pasar modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga

kerja akan menurun.

b. jka w = v, untuk memproduksi barang q perusahaan sama saja bila

menggunakan lebih banyak modal atau lebih sedikit. Karena biaya modal (v)

sama saja dengan biaya tenaga kerja (w). Permintaan modal dalam jangka waktu

tertentu akan tetap sama seperti pasar modal sebelumnya, begitu juga dengan

permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja.

c. jika w < v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila

menggunakan lebih banyak tenaga kerja barang dari pada modal. Karena biaya

modal (v) lebih mahal dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih

(53)

modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan

meningkat.

Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan fungsi permintaan tenaga kerja

jangka panjang lebih elastis dari permintaan tenaga kerja jangka pendek (Mc Connell,

Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Product demand (permintaan produk). Permintaan dan perubahan harga produk

dalam jangka panjang lebih elastis dari pada jangka pendek.

b. Labor-capital interaction. Substitusi effect dalam jangka pendek tidak terjadi.

Modal dan tenaga kerja tidak dapat dipertukarkan karena dalam jangka pendek

modal konstan. Dalam jangka panjang tenaga kerja dapat dipertukarkan dengan

modal sehingga dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek.

c. Teknologi. Perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas. Dalam

jangka panjang perubahan teknologi lebih elastis dari permintaan tenaga kerja

bila dibandingkan oleh permintaan tenaga kerja jangka pendek. Pemberi kerja

akan menilai keuntungannya sebelum melakukan investasi teknologi baru. Saat

semua tenaga kerja tidak dapat lagi ditingkatkan karena telah mencapai titik

jenuh dalam menggunakan modal yang tersedia. Dalam kondisi ini, pertambahan

atau perubahan modal perlu dilakukan oleh pemberi kerja guna memaksimalkan

keuntungannya. Peran teknologi baru sangat penting untuk meningkatkan

(54)

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja

Pasar permintaan tenaga kerja merupakan gabungan permintaan pasar

individual tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas

permintaan jumlah tenaga kerja. Sensitivitas jumlah permintaan tenaga kerja dihitung

dengan cara berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

Ed=

Ed=

Penentu deteminan elastisitas pasar permintaan tenaga kerja secara umum

ditentukan oleh (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Elasitas permintaan produk. Semakin elastis permintaan terhadap produk suatu

perusahaan maka perusahaan tersebut juga semakin elastis melakukan

permintaan terhadap tenaga kerja.

b. Perbandingan antara biaya tenaga kerja terhadap total biaya. Semakin besar

komposisi biaya tenaga kerja dalam total biaya maka perubahan wage rate

semakin elastis terhadap permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, jika komposisi

tenaga kerja sangat kecil pada total biaya maka perubahan wage rate kurang

elastis.

c. Semakin mudah disubstitusikan tenaga kerja ke faktor input yang lain, maka

(55)

Elastisitas penawaran faktor produksi yang lain. Jika permintaan faktor produksi yang

lain semakin elastis maka permintaan tenaga kerja juga semakin elastis.

2.5. Produktivitas Tenaga Kerja

Untuk keperluan analisis permintaan tenaga kerja salah satu alat ukurnya

adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat dibedakan menjadi

produktivitas rata-rata tenaga kerja dan marginal produktivitas tenaga kerja

(Nicholson, 2003).

Gambar

Gambar 2.1. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal dan Pasar Barang
Gambar 2.2 Pasar Tenaga KerjaSumber: Ehrenberg dan Smith, 2003Gambar 2.2. Pasar Tenaga Kerja
Gambar 2.3 Reservation WageSumber: Borjas, 2005
Gambar 2.1. Kurva Isoquant
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan unruk melihat variable apa yang paling mempengaruhi kesempatan kerja diantara variable Produk Domestik Regional Bruto (pDRB), Tingkat Partisipasi Angkatan

Ijon Ridho Feber Purba : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja..., 2007...

berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tenaga kerja di Sumatera Utara. Kata kunci : PMA, Keterbukaan perdagangan, Produktivitas

Berikut ini teori yang membahas tentang diskriminasi gender di pasar tenaga kerja serta partisipasi angkatan tenaga kerja perempuan dalam konteks pembangunan ekonomi

Mengingat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukan penawaran dari tenaga kerja yang merupakan elemen kunci dalam pembangunan sosioekonomi dan memiliki pengaruh

Dengan jumlah angkatan kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga

signifikan sedangkan tingkat upah dan jumlah perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tenaga kerja 3 Analisis Permintaan Tenaga Kerja Pada Industri Keil dan

Pengaruh Tingkat Pendidikan, Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Pertumbuhan penduduk yang tingggi dengan pertambahan angkatan