• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati, sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dalam pembangunan wilayah, banyak teori dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah.

1. Aliran Klasik

Aliran klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal (capital stock), yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatkan kemakmuran (kesejahteraan) penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of deminishing returns), yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Beberapa tokoh atau pengikut aliran Klasik yaitu Adam Smith, David Ricardo, Robert Malthus, dan J.B. Say.

2. Aliran Neo Klasik

Aliran Neo Klasik menggantikan aliran klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu:

• Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi,

• Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual,

• Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif,

• Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan). Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional, namun beberapa asumsi mereka adalah tidak tepat, yakni: (1) full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi- regional dimana persoalan-persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (2) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial.

Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilitas faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan berarus dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir itu memberikan suatu penghasilan (returns) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.

3. Aliran Keynes dan Pasca Keynes

Mula-mula Keynes menekankan pada persoalan permintaan efektif (effective demand). Analisisnya adalah jangka pendek. Tema sentralnya adalah bahwa karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equlibrium). Menurut Keynes, akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equilibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebjakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam aliran Pasca Keynes adalah:

a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat kesempatan dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi maupun inflasi.

b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi terus menerus.

Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bia pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle capacity).

4. Teori Basis Ekspor

Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini sebenarnya tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari ekonomi makro interregional karena teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian, yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya.

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional.

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson, 1977 dalam Adisasmita, 2005). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengurangi pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah.

5. Teori Sektor

Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift), dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran, yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut.