• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Kelompok Assertiveness Training pada orang tua

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 53-59)

Skema 4.2 Prose Kerja Terapi Kelompok Assertiveness Training

2.6 Terapi Kelompok Assertiveness Training pada orang tua

Terapi Kelompok Assertiveness Training telah banyak dibuktikan dalam penelitian untuk menguji keefektifannya dalam menyatakan hak-hak pribadi dan melatih individu untuk mendapatkan hak bicara tersebut. Terapi Kelompok Assertiveness Training perlu dilatih dan diterapkan pada ibu sebagai upaya meningkatkan kemampuan anak mengelola emosi.

2.6.1 Pengertian

Berdasarkan pengertian Assertiveness Training Rathus (1977), Markel dan Bogusky (1976), dapat diartikan bahwa Terapi Kelompok Assertiveness Training pada ibu adalah suatu terapi kelompok yang memfasilitasi ibu menyampaikan apa yang menurutnya benar tanpa perilaku marah, berlangsung secara jujur, mengekspresikan bentuk dukungan yang diperlihatkan dalam bentuk perasaan, opini dan kepercayaan. Komunikasi yang asertif merupakan salah satu unsur Assertiveness Training ibu dalam menghadapi emosi anak, dimana ibu dapat merespon emosi anak dan mengatakan apa yang menurut ibu benar, namun menempatkannya pada posisi anak.

2.6.2 Indikasi

Terapi kelompok Assertiveness Training dapat membantu meningkatkan interaksi antara orang tua dan anak usia sekolah melalui komunikasi yang asertif sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan perkembangan

emosi anak. Assertiveness Training diberikan pada orang tua dengan anak usia sekolah dalam membantu kesiapan perkembangan emosional anak, sehingga anak mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri saat ini dan di masa yang akan datang. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terkait yang dilakukan pada sekelompok usia, Assertiveness Training efektif untuk meningkatkan health promotion yaitu mendukung kesehatan jiwa agar lebih sehat dan produktif sesuai dengan tingkat usia, oleh karena itu Assertiveness Training penting untuk dikembangkan pada diagnosa sehat yaitu Kesiapan peningkatan perkembangan anak usia sekolah (Readiness for enhanced organized School age) dan kesiapan peningkatan koping (Readiness for enhanced coping) (NANDA, 2008).

2.6.3 Tujuan

Tujuan akhir setelah pemberian terapi kelompok Assertiveness Training pada ibu adalah :

a. Meningkatkan pemahaman ibu terhadap perbedaan karakteristik komunikasi asertif, agresif dan pasif

b. Meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam mengekspresikan perasaan dan pendapat ibu ke anak

c. Meningkatkan kemampuan ibu menanggapi keluhan-keluhan anak. d. Meningkatkan kemampuan ibu dalam merespon keluhan anak.

e. Meningkatkan kemampuan ibu menegur perilaku anak yang ingin dirubah f. Meningkatkan kemampuan ibu memberikan pujian ke anak

g. Meningkatkan kemampuan ibu mengungkapkan harapan ibu ke anak tanpa kesan “menyuruh” anak.

h. Meningkatkan kemampuan ibu memberikan motivasi ke anak i. Meningkatkan kemampuan ibu menyatakan alasan marah ke anak

j. Meningkatkan kemampuan ibu memberikan alternative hukuman ke anak k. Meningkatkan kemampuan ibu mengatakan “tidak” terhadap permintaan

2.6.4 Prinsip

a. Lakukan secara konsisten, tetap katakan apa yang ibu inginkan tanpa marah, mudah terpancing emosi atau tertawa. Fokus pada tujuan yang ingin ibu capai ke anak.

b. Berikan informasi yang jelas ke anak.

Ibu mengkomunikasikan secara jelas dan spesifik ke anak. Pada saat menerima informasi dari anak, ibu memperhatikan bahasa tubuh penerimaan seperti posisi tubuh berhadapan, kontak mata sejajar, suara tegas dan jelas. Begitu pula pada saat memberikan suatu informasi ke anak, tunjukkan perhatian ibu ke anak, hentikan segala kegiatan yang tengah dilakukan ibu.

c. Mengatakan dengan jujur dan langsung ke anak apa yang ibu rasakan. Mengungkapkan apa yang dipikirkan ibu, apa yang dirasakan dan harapan ibu langsung ke anak jangan melalui orang lain untuk menyampaikannya ke anak

d. Fogging berarti mengakui kebenaran atau kemungkinan adanya kebenaran pada apa yang anak katakan mengenai ibu. Fogging juga berarti tanggapan ibu terhadap kritikan anak tanpa marah, mudah terpancing emosi. Ibu harus mengakui jika anak mengatakan hal yang benar tentang dirinya.

2.6.5 Kriteria terapis

Terapi Kelompok Assertiveness Training merupakan kombinasi dari latihan kognitif dan perilaku yang dilakukan perawat spesialis jiwa (Towsend, 2009). Sebelum melakukan terapi ini, seorang terapis terlebih dahulu memahami perbedaan perilaku asertif dan agresif, perbedaan antara respon dan reaksi, mampu berkomunikasi positif. Dari pemahaman tentang hal tersebut dijadikan dasar menunjukkan model perilaku asertif, membantu klien pada sesi role play dan meningkatkan ketrampilan melakukan perilaku asertif pada situasi yang lebih kompleks.

2.6.6 Pelaksanaan Terapi Kelompok Assertiveness Training a. Teknik Pelaksanaan

Teknik pelaksanaan Terapi Kelompok Assertiveness Training mengacu pada pedoman Forkas (1997) yang menggunakan empat teknik Assertiveness training yaitu menjelaskan tujuan latihan dan perilaku (Instruction), mencontohkan perilaku yang akan dilatih (Modeling), berlatih perilaku yang dicontohkan dengan kelompok/orang lain (Role playing) dan memberikan umpan balik terhadap perilaku baru yang telah dipraktekkan (Feedback).

b. Pembagian sesi-sesi pelaksanaan Terapi Kelompok Assertiveness Training

Strategi pelaksanaan Terapi Kelompok Assertiveness Training dibagi menjadi 6 sesi (modifikasi tahapan terapi Assertiveness Training Vinick,1983 dan Wahyuningsih, 2009) terdapat penambahan 2 sesi diawal untuk memberi pemahaman ibu tentang asertif.

1) Sesi I : Melatih ibu memahami perbedaan karakteristik komunikasi asertif, pasif dan agresif pada anak

Tujuan dari sesi I ini adalah agar ibu memahami perbedaan antara asertif, agresif dan pasif : definisi, ciri-ciri, bahasa tubuh respon anak terhadap ke 3 jenis komunikasi. Ibu juga dapat memahami cara menangkap pesan/kebutuhan anak yang disampaikan pada situasi yang tidak menyenangkan, ibu merespon situasi dengan bahasa tubuh yang asertif, ibu mampu memahami emosi anak dan menempatkan diri pada posisi anak. Pelaksanaan kegiatan melalui teknik describing untuk menjelasan materi asertif, maksud dan tujuan terapi Assertiveness Training, modeling dengan pemberian beberapa contoh-contoh komunikasi asertif, pasif dan agresif dengan tampilan beberapa model.

2) Sesi II: Melatih kemampuan ibu menjadi pendengar aktif terhadap keluhan anak.

Tujuan dari sesi II ini adalah memanfaatkan waktu “diam” untuk memikirkan respon apa yang akan dikeluarkan ibu dan mempelajari

bahasa tubuh yang menunjukkan keterbukaan dan penerimaan. Kegiatan yang dilakukan pada sesi ini adalah ibu memberi kesempatan anak untuk menceritakan perasaan/ pengalamannya, ibu memberi kesempatan anak untuk menceritakan perasaan/ pengalamannya, mendengarkan anak dengan seksama dan penuh perhatian, menunjukkan perhatian dengan satu kata, mengidentifikasikan perasaan anak dan membantu anak mengidentifikasi nama perasaan yang sedang dialami anak. Pelaksanaan sesi ini menggunakan teknik instruction dimana terapis menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan learning expression dan penjelasan tentang bahasa tubuh ibu saat mendengarkan keluhan anak. Modeling yaitu dengan mencontohkan posisi tubuh ibu saat berhadapan dengan anak. Di sesi ini terapis juga menggunakan role playing untuk ibu melakukan kembali apa yang sudah dimodelkan oleh terapis, kemudian anggota kelompok yang lain memberikan umpan balik terhadap perilaku baru yang telah dipraktekkan (Feedback).

3) Sesi III: Melatih menyampaikan perbedaan pendapat ibu dalam mengambil keputusan bersama anak.

Tujuan sesi III ini adalah ibu mampu mengidentifikasi perbedaan pendapat yang muncul antara orang tua-anak dan bekerja sama dalam mengambil keputusan. Kegiatan yang dilakukan pada sesi ini adalah ibu menjabarkan dengan spesifik masalah ke anak (sesuai apa yang dilihat ibu pada diri anak), ibu memberi informasi ke anak terkait perilaku negatif anak, ibu belajar menghindari kalimat ”perintah” dan mengucapkan kata kunci yang dapat dimengerti anak serta mengungkapkan apa yang ibu rasakan ke anak.

4) Sesi IV: Melatih menyampaikan harapan ibu untuk mengubah perilaku negatif anak

Tujuan sesi IV adalah ibu mampu mengidentifikasi harapan atau keinginan mengubah perilaku anak yang kurang menyenangkan. Kegiatan yang dilakukan adalah ibu membicarakan perasaan dan

kebutuhan anak terhadap perilaku anak yang perlu diubah, membicarakan perasaan dan kebutuhan ibu, mengajak anak bicara mengeluarkan ide untuk menemukan pemecahan masalah, menuliskan semua ide tanpa evaluasi dari ibu, mengungkapkan pendapat ibu tentang ide mana yang ibu suka dan mana yang tidak disuka, memberi kesempatan pada anak untuk menentukan pilihan 5) Sesi V : Melatih ibu mengatakan “tidak” untuk permintaan anak yang

kurang rasional

Tujuan sesi V ini adalah : ibu mampu menolak permintaan anak yang kurang rasional. Kegiatan yang dilakukan adalah ibu memberi informasi tentang masalah anak (jangan berkata tidak), menerima dan mengakui perasaan anak, menjabarkan masalah tanpa "menuduh", mengganti kata "tidak" dengan "ya" disertai dengan syarat yang harus dilakukan anak terlebih dahulu (Sebelum mengatakan kalimat penolakan, katakan "biarkan ibu pikirkan dulu idemu itu").

6) Sesi VI: Sharing mempertahankan perubahan asertif dalam berbagai situasi

Tujuan sesi VI ini adalah: ibu mampu mengidentifikasi perilaku asertif yang telah dilatih, menyampaikan manfaat perubahan perilaku asertif ke anak, mengungkapkan hambatan latihan perilaku asertif dan menggunakan perubahan perilaku asertif pada situasi yang berbeda.

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Dalam BAB ini akan diuraikan tentang kerangka teori, kerangka konsep, hipotesis penelitian dan definisi operasional yang memberi arah pada pelaksanaan penelitian dan analisis data.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 53-59)

Dokumen terkait