• Tidak ada hasil yang ditemukan

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) dalam Ramdhani (2009) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu 2002) dalam Ramdhani ( 2009). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya

Behavioral Belief Normative Belief Attitude towards Behavior Subjective Norms Intention to Behave Behavior 

  12

suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat di lakukannya yang bersumber pada keyakinan terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Ajzen (2005) dalam Ramdhani (2009) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam TPB, sehingga secara skematik TPB digambarkan secara lengkap seperti Gambar 2.

Gambar 2 Theory of Planned Behavior (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)

Norm Activation Theory

Schwartz dan Howard (1981) mengembangkan Norm Activation Theory (NAT) (Gambar 3) untuk menjelaskan perilaku altruistik yaitu perilaku yang dilakukan untuk kepentingan orang lain, bermanfaat secara sosial dan menekankan nilai yang diberikan kepada orang lain. Norma personal atau personal norm (PN) di aktifkan oleh perilaku kesadaran dan keyakinan tentang tanggung jawab pribadi. Schwartz juga beranggapan bahwa kesadaran dan tanggung jawab berpengaruh terhadap perilaku

  Behavioral Belief Attitude Toward the  Behavior   Normative Beliefs  Subjective Norms    Control Beliefs  Perceived Behavior Control intention Behavior Backgound Factors. Personal General- Attitudes Personality- Trait Values Emotions Intelligence Social Age, gender, Race, Etnicity, Education, Income, Religion. Information Experience Knowledge Media Expo

Gambar 3 Norm Activation Theory (Schwartz dan Howard, 1981)

Wall et al (2007) mengemukakan perbedaan TPB dan NAT seperti yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan Theory of Planned Behavior dan Norm-Activation Theory No Theory of Planned Behavior Norm-Activation Theory

1 Menekankan pada utilitas pribadi Menekankan pada altruistik dan manfaat bagi orang lain yang di prioritaskan di atas kepentingan pribadi

2 Fokus pada eksternal (Subyektif Norm) Fokus pada norma-norma internal (Personal Norm) 3 Terdapat perilaku yang di kontrol NAT tidak ada kontrol 4 Terdapat niat (BI / Behavior Intention) NAT tidak ada BI

Norm Activation Model

Sebuah model yang umum digunakan untuk mempertimbangkan hasil- hasil yang diharapkan bagi orang lain ketika menjelaskan perilaku prosocial adalah Norm Activation Model (NAM) yang di populerkan oleh Schwartz. NAM telah banyak digunakan pada penelitian untuk menjelaskan keinginan dan perilaku prososial. Model ini mengasumsikan bahwa perilaku prosocial adalah hasil dari aktivasi norma-norma pribadi yang didefinisikan sebagai kewajiban moral untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu (Schwartz dan Howard 1981). NAM menyebutkan bahwa norma-norma pribadi atau Personal Norm (PN) sudah diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa tidak bertindak prosocial akan mengakibatkan konsekuensi negatif bagi orang lain (Awareness of Consequences; AC) dan merasa bertanggung jawab atas konsekuensi negatif ini (Ascription of Responsibility; AR). Jika PN tidak

Awareness of  a behavior’s  Consequences  Responsibility beliefs Personal Norm Behavior

  14

diaktifkan, tidak ada tindakan prososial yang akan diakui sebagaimana mestinya dan tidak ada tindakan prososial yang akan mengikuti.

Penelitian prososial dan penelitian pro lingkungan lebih banyak menerapkan NAM sebagai modelnya. Perilaku pro lingkungan merupakan hal yang khusus di perilaku prososial, dimana perilaku pro lingkungan mensyaratkan seseorang juga bermanfaat untuk orang yang lain , tetapi sering kali tidak ada manfaat langsung yang di terima oleh individu yang terlibat dalam perilaku ini.

Norm activation model dapat digunakan sebagai moderator dan mediator dalam menentukan perilaku, seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. NAM sebagai mediator beranggapan bahwa AC dan AR memiliki efek tidak langsung pada niat dan perilaku melalui norma personal. PN diasumsikan untuk menjembatani hubungan antara AR, niat Prososial dan perilaku. AR diasumsikan untuk menjembatani hubungan AC dan PN. Jika NAM sebagai mediator implementasi kebijakan akan relatif lebih berhasil karena sasaran utamanya adalah kesadaran (AC) sebelum berfokus pada tanggung jawab dan norma. NAM sebagai moderator akan meningkatkan tanggung jawab kemungkinan cukup ketika mempromosikan perilaku prososial (De Groot dan Steg 2009)

Moderator Model

Gambar 4 Norm Activation Model sebagai moderator (De Groot dan Steg 2009) Mediator Model

Gambar 5 Norm Activation Model sebagai mediator (De Groot dan Steg 2009)

Personal Norm Awareness of Consequences  Ascription of Responsibility Prosocial Intentions and Behavior Awareness of  Consequences  Ascription of Responsibility Personal Norm Prosocial Intentions and Behavior

Penelitian yang dilakukan oleh De Groot dan Steg (2009) menyatakan bahwa dari lima penelitian menunjukkan NAM yang terbaik harus diartikan sebagai model mediator, bahwa perilaku prososial dapat dipromosikan dengan meningkatkan kesadaran terlebih dahulu dan kemudian meningkatkan tanggung jawab untuk masalah-masalah yang ada, hal ini memperkuat kewajiban moral untuk mengambil tindakan prososial. 

Kesadaran

Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan yang diyakininya (Wikipedia 2010). Menururt Siswanto (2010) konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Teori kesadaran (cognotive theory) menyatakan bahwa perilaku merupakan respon positif atau negatif, tidak ada variabel-variabel lain yang turut mempengaruhinya. Dalam teori kesadaran proses belajar di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti; sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu dan kesadaran mengenai bagaimana memanfaatkan suatu keadaan untuk mencapai tujuan.

Teori kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang yang sangat menentukan pola perilakunya. Kesadaran dalam mendukung usaha efisiensi dan konservasi energi hendaknya diikuti dengan pembentukan perilaku masyarakat yang hemat energi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kesadaran lingkungan diartikan sebagai pengertian yang mendalam pada orang seorang atau sekelompok orang yang terwujud di pemikiran, sikap, dan tingkah laku yang mendukung pengembangan lingkungan. Menurut Soerjani (1987) dalam Utami (1998) kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan sudah mulai tumbuh, tetapi tingkat kesadaran yang ada belum cukup tinggi untuk mengetahui perilaku mereka atau untuk menjadi motivasi yang kuat sehingga dapat melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.

  16

Tanggungjawab

Tanggungjawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya, sedangkan bertanggungjawab adalah suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya. Menurut Johannesen (1996) tanggungjawab mencakup unsur pemenuhan tugas dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan ketika dinilai menurut yang disepakati, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hati nurani kita sendiri.

Kewajiban dan tanggungjawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga, dan melestarikan alam. Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam menjadi tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologis adalah manusia bagian integral dari alam. Kenyataan ini melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Tanggungjawab ini bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif.

Menurut Keraff dalam Sondurubun (2006) masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia. Krisis energi secara global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global, karenanya kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal. Dibutuhkan sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Beberapa prinsip yang perlu dilakukan:

1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)

2. Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature) 3. Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity)

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature) 5. Prinsip “No Harm

Prinsip tanggungjawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti, kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.

Norma Personal

Menurut Schwartz (1973) dalam Aertsens et al (2009) yang dimaksud norma personal adalah keyakinan seseorang atas tindakan yang dianggap benar atau salah. Ketika sesorang tidak memiliki norma personal yang jelas terhadap tindakan tertentu, jika ia harus bertindak, maka ia dapat menetapkan norma berdasarkan nilai umum yang dimilikinya. Berdasarkan Schwartz (1977) dalam Aertsens et al (2009) norma personal teraktivasi adalah norma personal yang dirasakan sebagai kewajiban moral. Norma personal dapat mengacu pada norma sosial yang terinternalisasi, ataupun juga sebagai hasil dari penalaran mengenai konsekuensi perilaku moral. 

Schwartz dan Howard (1981) dalam De Groot dan Steg (2009) menyatakan bahwa norma personal adalah perasaan kewajiban moral untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu yang mengakibatkan tindakan prososial. Norma personal diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa tidak bertindak prososial akan mengakibatkan konsekwensi negatif bagi orang lain atau lingkungan. Norma personal dapat di artikan juga sebagai sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti kata hatinya terhadap tindakan atau perilaku yang akan dilakukannya.

Norma personal merupakan aspek internal pada perilaku prososial, sedangkan aspek eksternalnya adalah norma sosial. Norma personal, terhadap keyakinan akan konsekuensi tindakan, merupakan sesuatu yang diyakini baik dan harus dilakukan oleh setiap individu dalam kegiatan keseharinya. Norma personal ini mempengaruhi tindakan yang ada dalam diri seseorang dan menjadi pedoman hidup. Norma personal bisa ditumbuhkan melalui aspek sosialisasi baik oleh keluarga, lingkungan, dan media.

Maksud Perilaku

Maksud perilaku adalah kecenderungan atau indikasi dari keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan (Crano dan Brewer (1986) dalam Kusumastuti 2004). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kusumastuti

  18

(2004) mendefinisikan intensi berperilaku merupakan suatu konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan subyektif seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Menurut Allport (1978) dalam Kusumastuti (2004) bahwa konsep intensi mempresentasikan harapan, keinginan, ambisi, aspirasi dan rencana seseorang yang akan dilakukannya di masa yang akan datang.

Maksud berperilaku adalah niat atau maksud seseorang untuk melakukan sesuatu dengan perhatian yang diberikan kepada objek sikap. Niat untuk melakukan sesuatu ini tidak selalu menghasilkan perilaku aktual (Solomon 1999). Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa

Menurut Sumarwan (2002) maksud berperilaku adalah sebagai kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Shiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai kesukaan atau kecenderungan yang akan dilakukan oleh seseorang melalui tindakan yang spesifik atau perilaku dalam cara tertentu dengan perhatian atau fokus pada objek sikap.

Menurut Ramdhani (2008) niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Hal ini dapat di simpulkan bahwa intensi atau maksud perilaku merupakan konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan, niat dan harapan seseorang untuk menunjukkan sikap dan tingkah laku tertentu di masa yang akan datang. Teori sikap dari Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu:

1. komponen perasaan (affection). 2. komponen pemikiran (cognition).

Jika melihat dari teori Fishbein maka konsep intensi atau maksud perilaku pada penelitian ini masuk pada komponen yang ketiga. Dimana teori intensi menunjukkan pada ditampilkannya suatu tingkah laku pada situasi tertentu.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hemat Listrik

Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan dalam besaran (size), struktur dan distribusi (Suprapto dan Limakrisna 2007). Menurut De Fleur dan Rokeach (1989), perbedan individu sangat kuat mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan respons yang berlainan karena setiap orang memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respons. Selanjutnya Sumarwan (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen adalah pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi.

Menurut Engel et al, (1994) perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, pengaruh pribadi, situasi dan kelompok acuan.

2. Perbedaan individu, yang meliputi sumber daya konsumen, sikap, gaya hidup, dan demografi.

3. Proses psikologi, yang meliputi pemprosesan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku.

Menurut Asael (1984) dalam Nurjanah (2000), menyatakan bahwa karakteristik konsumen seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Karakteristik konsumen dapat berfungsi untuk mengetahui motivasi dan niat dalam melakukan tindakan.

Usia

Usia seseorang dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu barang atau jasa. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan dan menjaga segala sesuatu, seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh usia yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru (Kotler 2002). Perbedaan usia akan mempengaruhi perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu barang atau jasa.

  20

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa. Inti pendidikan itu sendiri (baik resmi atau tidak) pada dasarnya adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada. Selama proses itu terjadi, pengalaman dan kemampuan menalar atau pengambilan kesimpulan seseorang bertambah baik (Suntoro et al 1992).

Tingkat pendidikan seseorang menggambarkan kesanggupan intelektual orang tersebut. Kesanggupan intelektual merupakan ciri khusus manusia yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya (Sediaoetama 1991). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.

Konsumen atau pelanggan yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu berpendapatan tinggi (Schiffman dan Kanuk 2004).

Menurut Kasmir (2006) konsumen yang berpendidikan Sekolah Dasar memiliki pola pikir yang berbeda dalam memilih produk atau jasa dengan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sarjana. Selain itu, pelanggan yang memilki pendidikan sarjana lebih mampu bersikap kritis terhadap apa yang akan dilakukan.

Pendapatan dan Pengeluaran

Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah yang umumnya diterima dalam bentuk uang. Tersedianya uang menentukan banyaknya benda ekonomi yang dibutuhkan oleh suatu keluarga untuk dapat membeli dan memiliki benda tersebut. Anggota keluarga yang menjadi sumber utama keuangan keluarga disebut pencari nafkah dan biasanya dipegang oleh ayah atau suami (Sediaoetama 1991).

Pola pemakaian sumber keuangan sangat dipengaruhi oleh pola atau gaya hidup keluarga. Pendapatan yang tinggi akan membuat seseorang ingin membeli barang-barang elekrtonik untuk mempermudah dalam pekerjaan rumah, sehingga jumlah barang elektronik yang dimiliki semakin banyak. Mengetahui

pola pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu cara untuk dapat mengetahui tingkat kehidupan masyarakat.

Usaha Rumahtangga yang Membutuhkan Energi Listrik

Listrik pada tingkat rumahtangga tidak hanya digunakan untuk kepentingan anggota rumahtangga saja, tetapi dapat juga digunakan untuk proses produksi usaha rumah tangga jika rumahtangga tersebut memiliki usaha. Dalam proses produksi yang dilakukan, terdapat beberapa jenis usaha di rumah tangga yang membutuhkan energi listrik. Jenis usaha rumah tangga tersebut antara lain usaha menjahit/konveksi, percetakan, salon, usaha makanan atau catering, laundry, dan usaha-usaha lainnya. Penggunaan energi listrik ini tentu menambah jumlah konsumsi listrik dalam rumahtangga. Oleh karena itu, usaha rumahtangga perlu diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi energi listrik dalam rumahtangga.

Kepemilikan Alat Elektronik di Rumahtangga

Secara bahasa peralatan dapat diartikan sebagai benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001), listrik merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau melalui proses kimia, dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya, atau untuk menjalankan mesin. Jadi yang dimaksud dengan peralatan listrik adalah semua benda yang dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang dapat berfungsi jika menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Sedangkan peralatan listrik rumah yaitu berkaitan dengan peralatan listrik yang biasa digunakan di rumah (Sunarto 2009). Pada saat ini hampir semua peralatan rumah tangga tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik yang lebih memberikan kepraktisan dalam pengoperasiannya (Susanta dan Agustoni 2007).

Peralatan listrik rumah tangga pada umumnya sudah dirancang untuk pemakaian listrik yang hemat, namun pada prakteknya masih ditemukan pemborosan energi listrik. Hal ini dapat terjadi antara lain karena penggunaan peralatan dengan cara yang kurang tepat.

Menurut Handoko (2010) pemanfaatan listrik dapat dibagi menjadi dua yaitu manfaat primer dan manfaat sekunder. Manfaat primer karena peran listrik sangat pokok dalam menunjang kegiatan rumahtangga, misalnya untuk penerangan dan sumber tenaga eksplorasi air. Susanta dan Agustoni (2007)

  22

membagi manfaat primer menjadi tiga yaitu listrik untuk pencahayaan yang digunakan untuk menyalakan lampu-lampu listrik, listrik untuk pengudaraan, digunakan untuk menyalakan alat-alat pengudaraan buatan seperti kipas angin dan AC (air conditioner) dan listrik untuk tata air yang dimanfaatkan untuk menyalakan pompa air listrik dan pemanas air (water heater).

Listrik memiliki manfaat sekunder karena listrik hanya digunakan untuk menunjang kegiatan yang dilakukan di dalam rumah, seperti sumber tenaga untuk televisi, radio, lemari es, microwave, mesin cuci dan peralatan listrik lainnya. Jumlah peralatan listrik yang dimiliki oleh sebuah rumahtangga lebih banyak dipengaruhi oleh daya listrik yang dimiliki, jumlah anggota keluarga, kebutuhan alat listrik masing-masing anggota rumahtangga, dan tipe rumah.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah sebagai kepercayaan konsumen terhadap objek (Solomon 1999). Hawkins, Best, dan Coney (2001) juga menyatakan bahwa pengetahuan adalah kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang didefinisikan sebagai pengetahuan dan persepsi yang merupakan kombinasi dari pengalaman nyata terhadap suatu objek dengan informasi terkait dari sumber- sumber lainnya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui (Winkel 2004).

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi pelanggan di pasar disebut pengetahuan pelanggan. Pengetahuan pelanggan terdiri dari informasi yang disimpan dalam ingatan, yaitu pengetahuan produk (product knowledge), pengetahuan pemakaian (usage knowledge) dan pengetahuan pembelian (purchase knowledge).

Pengetahuan produk kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan produk (Sumarwan 2002). Pada masyarakat pengguna listrik diharapkan mengetahui sejauh mana pelanggan tenaga listrik mengetahui proses, seperti dari energi minyak melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), diubah menjadi tenaga

listrik, disalurkan melalui saluran udara bertegangan tinggi (SUTT), di distribusikan melalui saluran udara bertegangan rendah (SUTR) ke rumah-rumah dan industri.

Pengetahuan pembelian mencakup berbagai informasi yang dimiliki konsumen dan berhubungan erat dengan pembelian produk. Melalui jasa pelayanan seperti mengajukan permohonan tambah daya atau pasang baru dapat dilakukan oleh masyarakat langsung ke kantor pelayanan listrik.

Pengetahuan pemakaian menurut Sumarwan (2002) adalah bahwa suatu produk akan memberikan manfaat secara maksimal apabila produk tersebut digunakan secara tepat. Masyarakat sebagai pelanggan listrik apabila menggunakan listrik secara tepat, maka biaya penggunaan listrik menjadi lebih hemat. Biaya pemakaian tenaga listrik adalah merupakan biaya yang wajib di bayar oleh pelanggan tiap bulan, pemakaian energi dalam kWh meter, pemakaian pada waktu beban puncak pukul 17.00 – 22.00, pemakaian energi dapat di hemat melalui peningkatan dan kesadaran untuk lebih efisien dalam penggunaan peralatan listrik.

Sumber Informasi

Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia. Perkembangan teknologi informasi direspon oleh masyarakat yang menghendaki kemudahan akses yang berkaitan dengan jasa telekomunikasi. Interaksi yang tercapai antara manusia dengan teknologi komunikasi dan informasi mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup manusia modern masa kini (Deppen 1993)

Menurut Kotler (2002) sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan, (2) sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pedagang di toko), (3) sumber publik (media massa dan organisasi penilaian konsumen), (4) sumber pengalaman atau percobaan (penanganan, pengujian dan penggunaan produk). Setiap sumber imformasi memberikan fungsi yang berbeda-beda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi dari sumber komersial biasanya menjalankan fungsi pemberitahuan. Penggunaan sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen dalam keputusan pembelian yang berbeda.

Dalam penyampaian informasi digunakan alat atau perangkat yang disebut media informasi. Media informasi diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu 1)

  24

media cetak, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain; 2) media elektronik, seperti radio, televisis dan film; 3) media tradisional, seperti papan pengumuman dan bedug (Mappiare et al (1995) dalam Restikowati 2007).

Sumber informasi dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku

Dokumen terkait